Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian nomor satu
bagi perempuan diatas usia 65 tahun di benua Europa. Hormon estrogen
berperan melindungi perempuan dari PJK, oleh karenanya infark miokard
akut terjadi pada usia yang lebih tua dibanding laki-laki. Mereka juga
mempunyai risiko kematian lebih tinggi dan komorbiditas faktor risiko
penyakit jantung koroner (PJK) yang lebih besar. Estrogen berperan dalam
pengaturan faktor metabolisme, seperti lipid, petanda inflamasi, sistim
trombotik, vasodilatasi reseptor. Oleh karena itu, terjadinya menopause
berpengaruh terhadap kejadian PJK Meskipun secara umum risiko PJK
antara kedua jenis kelamin tidak berbeda, namun ada beberapa faktor yang
mempunyai kecenderungan lebih besar. Pada usia di bawah 50 tahun,
merokok lebih buruk dampaknya dibanding laki-laki; perempuan yang
merokok mengalami menopause 2 tahun lebih awal. Obesitas lebih sering
terjadi pada menopause, dan acap kali disertai sindroma metabolik. Ketika
mulai menopause, dislipidemia meningkat; namun risiko
hiperkolesterolemia pada perempuan usia di bawah 65 tahun lebih rendah
dibanding laki-laki. Perempuan dengan diabetes mellitus juga mempunyai
risiko komplikasi kardiovaskular lebih tinggi dibanding lakilaki. Pada usia
diatas 75 tahun, hipertensi sistolik lebih sering terjadi pada perempuan;
mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan fungsi diastolik.
Perempuan dengan riwayat hipertensi pada saat hamil, berisiko mengalami
hipertensidan penyakit kardiovaskular yang premature (Oemiati, 2015).
Hingga sampai saat penyakit koroner masih tetap menjadi salah
satu masalah kesehatan di dunia. Penyakit jantung koroner adalah suatu
penyakit yang timbul akibat pembuluh darah yang timbul akibat pembuluh
darah yang mengalami sumbatan. Berasal dari penyempitan dinding
pembuluh yang terjadi akibat adanya proses aterosklerosis karena
penumpukan kolestrol (Rosita, Kurniawan, & Pebrianti, 2017).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan problema kesehatan
utama di negara maju. Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian
penyakit jantung dan pembuluh darah dari urutan ke-l0 tahun 1980
menjadi urutan ke-8 tahun 1986. Sedangkan penyebab kematian tetap
menduduki peringkat ketiga. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya penyakit jantung koroner yang sebenarnya dapat dicegah, akan
tetapi angka kematian di Indonesia cenderung terus meningkat.
Pencegahan harus multifaktorial dengan cara pengendalian faktor risiko
PJK, baik primer maupun sekunder. Pencegahan primer lebih ditujukan
pada mereka yang sehat tetapi mempunyai risiko tinggi, sedangkan
sekunder merupakan upaya memburuknya penyakit yang secara klinis
telah diderita. Keberhasilan upaya pencegahan di Negara maju terlihat
dengan berkurangnya angka kejadian penyakit jantung koroner, di mana
sistem penanggulangan penyakit jantung koroner sudah terstruktur rapi
(Oemiati, 2015).
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu bentuk
penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab kematian nomor satu di
dunia. PJK adalah suatu penyakit degeneratif yang berkaitan dengan gaya
hidup, dan sosial ekonomi masyarakat.1 Penyakit ini merupakan problem
kesehatan utama di negara maju. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
mencatat lebih dari 7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia
pada tahun 2002. Angka ini diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang
pada tahun 2020. Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian penyakit
jantung dan pembuluh darah dari urutan ke-l0 tahun 1980 menjadi urutan
ke-8 tahun 1986. Sedangkan penyebab kematian tetap menduduki
peringkat ke-3. Meski belum ada data epidemiologis pasti, angka
kesakitan/kematiannya terlihat cenderung meningkat. Hasil Survei
Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari 1.000 penduduk
Indonesia menderita PJK (Hadil & Hadi, 2017).

B. Pengertian Pencegahan Primer


Pencegahan primer merupakan salah satu upaya pencegahan yang
penting dilakukan untuk terjadinya penyakit jantung koroner. Keturunan
atau saudara kandung penderita penyakit jantung koroner merupakan salah
satu factor risiko yang perlu dicermati. Pola hidup yang (sehat/tidak sehat)
cenderung diajarkan oleh orang tua dalam keluarganya baik langsung
maupun tidak langsung. Dengan kata lain, orang tua melakukan pola hidup
yang tidak sehat kemungkinan akan diikuti oleh anaknya, karena orang tua
memiliki bagian terpenting dalam pengetahuan dan sikap untuk
berperilaku hidup sehat Upaya pencegahan sendiri dapat dicegah melalui
pencegahan primer, pencegahan primer lebih ditunjukan pada kelompok
yang sehat tetapi mempunyai resiko tinggi terjadinya penyakit jantung
koroner (Rosita et al., 2017).

C.Etiologi
Penyakit jantung koroner mempunyai beberapa faktor pemicu yang
menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Faktor pemicu diklasifikasikan
menjadi dua yaitu faktor-faktor risiko besar (mayor risk faktor) (Afford H.
Wongkar & Ridel A. S. Yalume, 2019). Faktor-faktor risiko besar meliputi
(Majid, 2017) :

1. Usia
Usia adalah faktor risiko yang paling terpenting dan 80%
dari kematian akibat penyakit jantung koroner terjadi pada
orang dengan usia 65 tahun atau lebih. Meningkatnya usia
seseorang akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya
penyakit jantung koroner.
Peningkatan usia berkaitan dengan penambahan waktu
yang digunakan untuk proses endapan lemak pada dinding
pembuluh arteri. Selain itu, proses kerapuhan dinding
pembuluh darah tersebut semakin panjang, sehingga semakin
tua seseorang, maka semakin besar kemungkinan terserang
penyakit jantung koroner karena sebelum usia 40 tahun
terdapat perbedaan antara pria dan wanita adalah 8:1, dan
setelah 70 tahun perbandingannya adalah 1:1. Pada pria
kejadian puncak manifestasi klinis penyakit jantung coroner
pada usia 50-60 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 60-70
tahun sehingga pada wanita sekitar 10-15 tahun lebih lambat
dari pada pria dan risikonya meningkat secara drastis setelah
masa menopause.

2. Jenis kelamin
Penyakit jantung koroner pada pria memiliki risiko yang
jauh lebih tinggi untuk menderita jantung koroner dari pada
wanita, hampir setengah dari pria paruh baya dan sepertiga dari
wanita usia menengah sampai tua di Amerika berisiko terkena
penyakit jantung koroner.
Data dari Epidemilogy of coronary heart desease and acute
coronary syndrome bahwa orang yang berusia 40 tahun
mempunyai risiko seumur hidup terkena penyakit jantung
koroner 49% pada pria dan 32% pada wanita.

3. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)


Pada pasien hipertensi, ditemukan terdapat defect dalam
regulasi pengendalian tekanan darah. Jantung dapat
berkontribusi dalam terjadinya hipertensi melalui mekanisme
peningkatan cardiac output atau curah jantung karena aktivitas
berlebih dari saraf simpatis. Pembuluh darah berkontribusi
dalam hipertensi melalui resisten pembuluh darah perifer
karena terjadi konstriksi akibat peningkatan aktivitas simpatis;
regulasi abnormal dari tonus vaskuler oleh, Nitrit Oksida,
endotelin, dan faktor-faktor natriuretik; defek kanal ion di otot
polos pembuluh darah.

4. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia (hyperlipoproteinemia) adalah tingginya
kadar lemak dalam darah (kolesterol, trigliserida maupun
keduanya). Lemak atau lipid adalah zat yang kaya energi,
berfungsi sebagai sumber energi untuk proses metabolisme
tubuh. Klien yang memiliki kadar kolestrol lebih dari 300 ml/dl
memiliki risiko 4 kali untuk menderita penyakit jantung
koroner dengan mereka yang kadarnya 200 ml/dl.

5. Merokok
Merokok merupakan faktor terbesar yang memicu
terjadinya penyakit jantung koroner. Para perokok sigaret
mempunyai 2-3 kali untuk meninggal karena penyakit jantung
koroner daripada yang bukan perokok. Seseorang yang
merokok umumnya mengalami penurunan kadar HDL (High
Density Lipoprotein). Sehingga risiko terjadinya penebalan
dinding pembuluh darah meningkat.

6. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang dimaksud adalah yang memiliki
hubungan darah misalnya ayah atau ibu. Indonesia, dikenal
beberapa garis keturunan, salah satunya adalah matrilineal,
yang ada pada orang Minangkabau. Setiap orang Minangkabau
memiliki suku yang diturunkan oleh ibu kandung. Penderita
dengan riwayat keluarga terkena penyakit jantung dan
pembuluh lebih berrisiko dua kali lebih besar dibandingkan
dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan
antara riwayat penyakit keluarga dengan kejadian penyakit
jantung koroner. Orang dengan riwayat keluarga memiliki
risiko 5 kali lebih besar untuk terkena penyakit jantung koroner
dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga
(OR = 5, p = 0,00).

D.Patofisiologi
Penyakit jantung koroner diawali dengan terbentuknya plak
aterosklerosis. Plak ini dapat terbentuk melalui suatu proses inflamasi
kronik yang melibatkan peran lipid, thrombosis, sel-sel imun, dan dinding
vaskular dalam patofisiologinya. Proses aterosklerosis telah dimulai
bahkan sejak dalam kandungan ibu. Seiring berjalannya waktu dan adanya
beberapa faktor risiko, proses ini akan semakin berkembang menjadi
penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis, seperti PJK dan
komplikasinya.
Secara patofisologis, aterosklerosis adalah sekumpulan proses
kompleks yang melibatkan darah dan komponen yang dikandungnya,
endotel vaskular, vasa vasorum dan mungkin juga pembuluh darah intra
uterin.7 Proses ini diawali dari proses oksidasi kolesterol yang terkandung
di Low Density Lipoprotein (k-LDL) menjadi LDL teroksidasi (Ox LDL)
yang bersifat lebih aterogenik. Di sisi lain, pada daerah predileksi
aterosklerosis, seperti aorta dan arteri koronaria, endotel bisa mengalami
kelainan berupa kebocoran endotel, tetapi endotel masih intak. Lama-
kelamaan, molekul plasma dan partikel lipoprotein lain bisa mengalami
ekstravasasi melalui endotel yang bocor ke ruang subendotelial. Peristiwa
ini membuat Ox LDL akan tertahan dan berubah sifat menjadi sitotoksik,
proinflamasi, kemotatik, dan proaterogenik. Hal ini menjadi suatu
rangsangan untuk aktivasi endotel. Endotel mulai mengeluarkan sitokin,
produksi NO (Nitrogen monoksida) berkurang yang sebanding dengan
berkurangnya kemampuan endotel untuk berdilatasi (Sianturi &
Kurniawaty, 2019).

E. Manifestasi Klinis
F. Pengobatan Penyakit Jantung Koroner

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Afford H. Wongkar, & Ridel A. S. Yalume. (2019). FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANGAN
POLIKLINIK JANTUNG RS. BHAYANGKARA TK. III MANADO. 7, 27–41.

Hadil, A., & Hadi, A. (2017). FAKTOR RISIKO TERJADINYA PENYAKIT


JANTUNG KORONER PADA PASIEN RUMAH SAKIT UMUM
MEURAXA BANDA ACEH ( Risk factors of coronary heart disease in
Meuraxa hospital of Banda Aceh ). Jurnal Action, 2(July 2015), 32–42.

Oemiati, R. (2015). FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER ( PJK )


PADA PEREMPUAN ( Baseline Studi Kohor Faktor Risiko PTM ) ( Risk
Factors for Coronary Heart Disease ( CHD ) in Women [ Baseline Cohort
Study of Risk Factors for Non Communicable Disease ]). 5, 47–55.

Rosita, S., Kurniawan, T., & Pebrianti, S. (2017). Resiko Penyakit Jantung Pada
Keluarga Penderita Di Poli Jantung Rsud Dokter Slamet Garut.

Sianturi, E. T., & Kurniawaty, E. (2019). Pengaruh Pektin terhadap Penurunan


Risiko Penyakit Jantung Koroner The Effect of Pectin on Reducing the Risk
of Coronary Heart Disease. 8, 162–167.

Majid, Abdul. 2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskular. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai