Anda di halaman 1dari 19

A.

Konsep penyakit jantung koroner

1. Definisi

Penyakit jantung koroner adalah perubahan variabel intima Arteri yang merupakan

pokok lemak (lipid), pokok kompleks karbohidrat dan hasil produk darah, jaringan

fibrus dan defosit kalsium yang kemudian diikuti dengan perubahan lapisan media

(Ismudiati, 1996 dalam Majid, 2018). Penyakit ini juga biasa disebut dengan

coronary artery disease (penyakit arteri koroner).

Istilah arteriosklerosis berasal dari bahasa Yunani yaitu athere yang berarti bubur

atau lunak. Istilah ini menggambarkan penampilan kasar bahan plak. Arteriosklerosis

secara nyata adalah suatu proses panjang yang dimulai jauh sebelum terjadinya

gejala. Pada arteriosklerosis, intima (Lapisan dalam) arteri mengalami perubahan.

Arteriosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria

yang paling sering ditemukan (Muttaqin, 2014).

Penyakit arteri koroner adalah kondisi dimana plak menumpuk di dalam dinding

arteri koroner (pembuluh yang mengalirkan darah menuju otot jantung). Penyakit

arteri koroner merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri

koroner. Plak terbentuk pada percabangan arteri ke arah aterion kiri, arteri koronaria

kanan dan sedikit pada arteri sirromflex. Akumulasi plak atau penggumpalan dapat

mengakibatkan aliran darah ke distal mengalami obstruksi secara sementara maupun

permanen. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang

menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral

untuk menyediakan suplai oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya

penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen
(angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarck)

(pusat pendidikan tenaga kesehatan, 1993 dalam Kardiyudiani, 2019).

2. Epidemiologi

Sekitar 64,5 juta orang Amerika memiliki satu tipe penyakit kardiovaskular atau

lebih. Walaupun angka kematian akibat penyakit kardiovaskular menurun sebesar

9,2% antara tahun 1991 dan 2001, penyakit kardiovaskular tetap menjadi pembunuh

nomer satu dan terhitung sebesar 38,5% dari semua kematian di Amerika Serikat.

Kurang lebih 2600 orang Amerika meninggal setiap hari akibat penyakit

kardiovaskular, yang menggambarkan rata-rata satu kematian setiap 34 detik. Lebih

banyak orang Amerika yang meninggal akibat penyakit kardiovaskular setiap tahun

daripada lima penyebab utama kematian berikutnya yang dikombinasikan. Dari

mereka yang meninggal akibat penyakit kardiovaskular mayoritas (54%) meninggal

akibat penyakit jantung koroner (infark miokardium [IM], dan angina pektoris).

Penyakit jantung koroner merupakan satu-satunya pembunuh terbesar pria dan

wanita Amerika. Sekitar setiap 26 detik, orang Amerika akan mengalami gangguan

koroner, dan setiap menit, individu akan meninggal akibat satu pennyakit koroner.

Angka kematian akibat penyakit jantung koroner pada pria kulit hitam (262 per

100.000) melebihi angka kematian pada pria kulit putih (228,4 per 100.000), dan

angka kematian pada wanita kulit hitam (176,7 per 100.000) melebihi angka

kematian pada wanita kulit putih (137,4 per 100.000). sekitar 84% dari individu yang

meninggal akibat peyakit jantung koroner berusia 65 tahun dan lebih tua (Morton,

2014).
Penyakit kardiovaskular (cardivaskular disease, CVD) adalah istilah umum untuk

gangguan jantung dan pembuluh darah. CVD adalah penyebab kematian dan

disabilitas terbanyak di Amerika serikat. Sekitar 80 juta orang (atau 1 dalam 4)

menderita beberapa jenis penyakit kardiovaskular. Biaya CVD langsung dan tidak

langsung pada tahun 2008 diperkirakan mencapai $475,3 miliar dolar (American

Heart Association [AHA], 2009 dalam Lomone, dkk. 2016).

Insidensi tertinggi coronary heart disease adalah di belahan dunia barat, terutama

pada pria kulit putih berusia 45 tahun dan lebih. Baik pria maupun wanita

dipengaruhi oleh penyakit jantung koroner; namun, pada wanita awitannya sekitar 10

tahun kemudian karena efek perlindungan jantung oleh estrogen. Setelah menopause,

risiko wanita sama dengan risiko pria

3. Etiologi

Penyakit jantung koroner disebabkan oleh proses arteriosklerosis yang merupakan

kelainan degeneratif serta faktor penunjang lainnya yang menyebabkan

ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium dan masukan (suplay)-nya,

sehingga bisa mengakibatkan iskemia dan anoksia yang ditimbulkan oleh kelainan

vaskular dan kekurangan O2 dalam darah (Noer, 2001). Penyakit jantung koroner

terjadi karena suplai darah ke otot jantung berkurang sebagai akibat tersumbatnya

(obstruksi) pembuluh darah arteri koronaria (Majid, 2018)

Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner adalah :

a. Faktor-faktor risiko besar (Major Risk Factor)


1) Usia

Usia adalah faktor risiko terpenting dan 80% dari kematian akibat penyakit

jantung koroner (PJK) terjadi pada orang dengan usia 65 tahun atau lebih.

Meningkatnya usia seseorang akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya

penyakit jantung koroner. Peningkatan usia berkaitan dengan penambahan

waktu yang digunakan untuk proses pengendapan lemak pada dinding

pembuluh nadi. Selain itu, proses kerapuhan dinding pembuluh tersebut

semakin panjang, sehingga semakin tua seseorang, maka semakin besar

kemungkinan terserang penyakit jantung koroner.

2) Jenis kelamin

Pria memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita jantung koroner,

sedangkan wanita rawan dengan penyakit jantung koroner setelah masa

menopause. Peningkatan setelah menopause terjadi akibat penurunan kadar

estrogen dan peningkatan lipid dalam darah (Asih,1993). Data dari 44 tahun

masa tindak lanjut dalam kelompok studi framingham asli dan 20 tahun

pengawasan terhadap keturunan mereka, melaporkan pengamatan bahwa

orang berusia 40 tahun, risiko terserang CHD adalah 49% pada pria dan 32%

pada wanita (sanchis-ghoomar, dkk; 2016).

3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi

Hubungan tekanan darah tinggi dengan penyakit jantung koroner atribut yang

mempercepat proses untuk timbulnya aterosklerosis. Selain itu, peningkatan

resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload (pasca pengisian) dan

kebutuhan ventrikel. Akibatnya, akan terjadi peningkatan kebutuhan oksigen


untuk myocardial untuk menghadapi suplai yang berkurang. Pengaruh

hipertensi dapat dimodifikasi melalui kepatuhan terhadap regimen medis

untuk pengendalian sistolik dan diastolik tekanan darah (Asih, 1993 dalam

majid, 2018).

4) Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merujuk pada terjadinya peningkatan kadar kolesterol dan

trigliserida dalam darah. Klien yang memiliki kadar kolesterol lebih dari 300

ml/dl memiliki risiko 4 kali untuk menderita penyakit jantung koroner dengan

mereka yang kadarnya 200 mg/dl.

5) Merokok

Merokok merupakan faktor terbesar yang memicu terjadinya penyakit jantung

koroner. Para perokok sigaret mempunyai 2 - 3 kali untuk meninggal karena

penyakit jantung koroner daripada yang bukan perokok. Seseorang yang

merokok umumnya Mengalami penurunan kadar HDL (high density

lipoprotein) dan peningkatan kandungan LDL (low density lipoprotein),

sehingga risiko terjadinya penebalan dinding pembuluh darah meningkat.

Keadaan ini pun bukan hanya dialami oleh perokok sendiri (perokok aktif),

tetapi juga oleh Perokok pasif maupun orang di sekeliling perokok.

b. Faktor-faktor risiko kecil (Minor Risk Factor)

1) Obesitas

Obesitas atau berat badan yang berlebih berhubungan dengan beban kerja

jantung yang meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas
berhubungan dengan intake kalori dan peningkatan kadar low density

lipoprotein (LDL).

2) Kurang gerak

Telah dibuktikan bahwa gerakan dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan

mengurangi kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap

fisiologis yang lain dari kegiatan gerakan ini adalah menurunkan kadar

kepekatan rendah dari lipid protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan

memperbaiki cardiac output. Dampak positif ini dapat mengurangi

kemungkinan penyakit jantung koroner.

3) Diabetes melitus

Penderita diabetes melitus cenderung memiliki prevalensi arteriosklerosis

yang lebih tinggi, demikian pula pada kasus arteriosclerosis koroner prematur

dan berat. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang

dapat menyebabkan pembentukan trombus. Hiperglikemia bisa menjadi

penyebab kelainan metabolisme lemak atau predisposisi terhadap degenerasi

vaskular yang berkaitan dengan gangguan toleransi terhadap glukosa.

Tabel 2.1 Faktor risiko aterosklerosis


Kategori No Risiko
Mayor 1. Kolesterol darah dan level lipoprotein
yang tidak sehat
2. Tekanan darah tinggi
3. Merokok
4. Resistensi insulin
5. Diabetes
6. Kelebihan berat badan atau obesitas
7. Kurangnya aktivitas fisik
8. Diet yang tidak sehat
9. Usia tua
10. Riwayat keluarga penyakit jantung awal
11. Inflamasi
12. Tingginya level CRp (C-creative protein)
suatu protein yang dihasilkan oleh hati,
Faktor terutama saat terjadi infeksi atau inflamasi
risiko yang di dalam tubuh
tampak 13. Trigliserida
14. Apnea tidur (sleep apnea)
15. Stres
16. Alkohol
(Sumber: rafieian-kopaei, dkk; 2014)

Penyakit arteri koroner disebabkan oleh atherosclerosis. Atherosclerosis adalah

kelainan arteri kronis dan progresif di mana kumpulan kolesterol, kalsium, dan sel

abnormal (plak) menumpuk di lapisan dalam arteri. Plak menyebabkan penyempitan

arteri sehingga darah tidak bisa mengalir (Kardiyudiani, 2019).

4. Patofisiologi

Selama kerja fisik atau stress psikologis, kebutuhan oksigen miokardium meningkat,

terutama karena kecepatan jantung dan kontraktilitas miokardium meningkat karena

stimulasi simpatis. Sebagai respons terhadap hal ini, resistensi arteri koroner pada

jantung normal dapat turun hinggan sekitar 20% dari tingkat istirahatnya sehingga

bersama dengan peningkatan perfusi koroner, keseimbangan O2 akan pulih bahkan

selama periode peningkatan kebutuhan tersebut. Kapasitas untuk meningkatkan

perfusi hingga lima kali daripada nilai istirahat disebut cadangan koroner (coronary

reserve). Besarnya variasi aliran darah koroner disebabkan oleh kenyataan bahwa

pembuluh-pembuluh koroner distal mengalami konstriksi saat istirahat dan hanya

berdilatasi sesuai kebutuhan.


Berkurangnya cadangan koroner merupakan ciri penyakit jantung koroner (coronary

heart disease, CHD) dan menyebabkan pasokan O2 tidak lagi mampu memenuhi

setiap peningkatan kebutuhan O2. Anoksia iskemik ini bermanifestasi sebagai nyeri

yang terutama terasa di dada kiri, lengan dan leher selama kerja fisik atau stres

psikologi.

Penyebab utama CHD adalah menyempitnya arteri-arteri koroner besar proksimal

oleh aterosklerosis. Karenanya, tekanan darah pascastenosis secara signifikan lebih

rendah daripada tekanan diastol rerata aorta. Untuk mengkompensasi peningkatan

resistensi atau berkurangnya tekanan ini, cadangan koroner digerogoti, bahkan saat

istirahat. Harga yang harus dibayar untuk ini adalah mengecilnya kemampuan

melakukan respon kompensasi, yang akhirnya dapat terkuras habis. Ketika diameter

lumen arteri koroner besar berkurang lebih dari 60-70% sehingga luas penampang

berkurang hingga 10-15% dari normal, iskemia miokardium disertai nyeri hipoksik

bahkan terjadi pada kerja fisik atau stres ringan. Jika pasokan O2 secara bersamaan

berkurang, keseimbangan O2 terganggu bahkan ketika hanya terjadi stenosis ringan

arteri koroner.

Jika nyeri berhenti ketika stres fisik atau psikologis selesai, kondisi ini dinamai

Angina Pektoris Stabil. Jika seorang pasien dengan angina pektoris stabil kronis tiba-

tiba mengalami nyeri angina yang lebih kuat dan sering (Angina pektoris takstabil),

hal ini sering merupakan tanda-tanda infark miokardium akut.

Angina tak stabil biasanya disebabkan oleh oklusi parsial arteri koroner dengan atau

tanpa vasospasme dan dapat menyebabkan non-ST elevation myocardial infarction

(NSTEMI, Infark miokardium tanpa ST elevasi). Kedua keadaan ini dapat dibedakan
pada situasi akut karena troponin jantung meningkat pada NSTEMI, suatu tanda

kerusakan sel otot jantung. Oklusi koroner total atau komplit disertai iskemia

persisten dapat diketahui dari peningkatan ST.

Namun, oklusi koroner komplit tidak harus menyebabkan infark karena pada keadaan

tertentu dapat terbentuk pasokan/aliran darah kolateral sebagai adaptasi jangka

panjang sehingga, paling tidak saat istirahat, kebutuhan O2 dapat terpenuhi. Namun,

daerah yang terkena akan berada dalam bahaya jika terjadi hipoksemia, penurunan

tekanan darah, atau peningkatan kebutuhan O2.

Nyeri akibat ketiadaan O2 juga dapat terjadi saat istirahat akibat spasme di regio

penyempitan sedang lumen arterosklerotik (Angina vasospastik, Prinzmetal, atau

varian). Meskipun pemendekan cincin otot Arteri sebesar misalnya, 5%

meningkatkan resistensi Arteri koroner normal sekitar 1,2 kali lipat, pemendekan

yang sama di regio suatu atheroma yang menyumbat 85% lumen akan meningkatkan

resistensi hingga 300 kali lipat daripada nilai normal. Bahkan terdapat kasus-kasus

serangan Angina vasospastik disebabkan oleh sebagian besar (atau, lebih jarang,

secara eksklusif) spasme koroner bukan oklusi ateromatosa.

Miokardium memenuhi kebutuhan energinya dengan metabolisme asam lemak

bebas, glukosa dan laktat. Substrat-substrat ini digunakan untuk pembentukan ATP

dependent O2. Jika pasokan darah terganggu (iskemia), sumber energi aerobik ini

terhenti sehingga ATP hanya dapat dibentuk secara anaerobik. Ini dihasilkan asam

laktat yang terurai menjadi ion H+ dan laktat. Pada keadaan ini, tidak hanya laktat

digunakan, Tetapi malah diproduksi. Karena itu sumber ATP cukup terbatas dan

Selain itu, ion H+ menumpuk karena terganggunya aliran darah. Kedua Kejadian ini
berperan menyebabkan kelainan kontraksi ventrikel (kerusakan sel reversibel). Jika

iskemia menetapkan, glikolisis juga terhambat oleh asidosis jaringan dan terjadi

kerusakan sel irreversible (infark). Disertai pelepasan enzim-enzim intrasel dan

troponin jantung ke dalam darah.

Jika iskemia miokardium berlangsung untuk beberapa lama bahkan saat istirahat

(Angina tak stabil), nekrosis jaringan. Infark miokardium (IM), terjadi dalam waktu

sekitar 1 jam. Pada 85% kasus, Hal ini disebabkan oleh pembentukan trombus akut di

regio stenosis koroner aterosklerosis. Kejadian ini dipermudah oleh turbulensi dan

ruptur atheroma disertai pemajanan kolagen kedua proses diatas, mengaktifkan

trombosit (agregasi, pelekatan, dan vasokontriksi oleh pelepasan tromboksan).

Trombosit juga didorong oleh disfungsi endotel, sehingga berbagai vasodilator nya

(NO, prostasiklin) dan substansi antitrombosis (tissue plasminogen activator [t-PA],

antitrombin III, heparin sulfat, protein, thrombomodulin, dan prostasiklin) tidak

tersedia.

Ciri mencolok infark transmural adalah kelainan gelombang Q >0,04 detik dan

voltase yang mencakup >25% voltase QRS keseluruhan. Keadaan ini terjadi dalam 1

hari dan disebabkan oleh miokardium nekrotik yang tidak lagi menghasilkan sinyal

listrik sehingga ketika segmen myocardium ini Seharusnya terdepolarisasi, vektor

ekstasi bagian jantung normal yang berlawanan mendominasi vektor penjumlahan.

Karena itu, vektor 0,04 ini menunjuk arah berlawanan dari letak infark.

Elevasi segmen ST pada EKG adalah tanda iskemia, tetapi jaringan miokardium

tidak atau belum mati. Hal ini terjadi sewaktu serangan Angina, pada infark non
transmural, pada tahap sangat awal infark transmural, pada tepi suatu infark

transmural yang terjadi beberapa jam atau hari sebelumnya. Segmen ST kembali ke

normal 1-2 hari setelah suatu IM, tetapi selama beberapa minggu kedepan gelombang

T akan terbalik.

Biomarker: Jika cukup banyak jaringan miokardium yang mati, berbagai enzim dan

komponen intrasel lain pada miokardiosit dibebaskan ke dalam aliran darah. Faktor

terpenting dalam diagnosis bukanlah konsentrasi, tetapi perjalanan waktu biomarker

tersebut. Creatine kinase miokardium mencapai puncaknya pada hari 1, aspartat

aminotransferase pada hari 2, dan laktat dehidrogenase miokardium pada hari ke-3

sampai ke-5. Namun karena konsentrasi plasma enzim-enzim tersebut dapat

meningkat tanpa infark jantung, saat ini konsentrasi plasma troponin jantung diambil

sebagai parameter diagnostik;konsentrasi plasma troponin jantung meningkat dalam

sekitar 3 jam, mencapai puncaknya dalam 20 jam, dan secara bertahap terurai hingga

ke kadar normal dalam 10-14 hari setelah infark jantung.

Kemungkinan akibat IM bergantung pada letak, luas, dan jaringan parut infark.

Selain berbagai aritmia, di antaranya adalah fibrilasi ventrikel akut yang mengancam

nyawa.

5. Manifestasi klinis
Gejala dan komplikasi berkembang sesuai dengan lokasi dan tingkat penyempitan

lumen arteri, pembentukan trombus, dan penyumbatan aliran darah ke miokardium

(smeltzer; dkk., 2010). Tanda dan gejala meliputi:

a. Kurangnya suplai oksigen ke miokardium (infark miokard).

b. Ketidakmampuan jantung memompa darah secara efektif untuk mengoksigenasi

jaringan dan sel.

c. Angina pectoris

d. Acut coronary syndrome (ACS)

e. Kematian jantung mendadak

Jika gejala tersebut hanya muncul pada saat beraktivitas, maka kondisi tersebut

dinamakan Angina stabil. Akan tetapi, jika gejala tersebut muncul bahkan pada saat

beristirahat, kondisi tersebut dinamakan Angina tidak stabil. Kondisi ACS terjadi

apabila gejala iskemik berkepanjangan dan tidak cepat reda (deWit, dkk., 2017).

Menurut Kardiyudiani 2019, tanda dan gejala meliputi :

a. Nyeri dada (angina)

b. Mual

c. Palpitasi

d. Napas tersengal-sengal

e. Tangan berkeringat dingin

f. Serangan jantung

g. Perubahan warna kulit

h. Keringat dingin dan berdebar-debar


6. Klasifikasi

Patologi jantung koroner dibagi dalam tahapan, yaitu:

a. Iskemia

Iskemia merupakan keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan

reversibel. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan

reversibel pada tingkat sel jaringan dan menekan fungsi miokardium.

Kebutuhan akan Oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh

pembuluh yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal.

Pada iskemia, terjadi perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran

segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem

saraf otonomi. Serangan iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit Jika

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.

Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardiografi yang

terjadi semuanya bersifat reversibel (Majid, 2018)

b. Angina pectoris

Angina pectoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.

Umumnya, Angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan

miokardium akan oksigen; seperti latihan fisik; dan hilang dalam beberapa

menit dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin. Angina yang lebih jarang

terjadi yaitu Angina prinzmetal yang lebih sering terjadi pada waktu istirahat

daripada waktu bekerja. Mekanisme penyebabnya masih belum jelas diketahui

(Majid, 2018).

Reseptor saraf nyeri dirangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu

zat kimia yang belum diketahui atau oleh stress mekanik lokal akibat kontraksi
miokardium yang abnormal. Secara khas, nyeri digambarkan sebagai suatu

tekanan substernal, terkadang menyebar turun kesisi medial lengan kiri.

Tangan yang menggenggam dan diletakan diatas sternum melukiskan pola

angina klasik. Akan tetapi banyak klien tidak pernah mengalami angina yang

khas; nyeri angina dapat menyerupai nyeri karena pencernaan yang tidak baik

atau sakit gigi. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan nyeri angina meliputi

1) Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan

oksigen jantung;

2) Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan

peningkatan tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen;

3) Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah

mesenterik untuk membantu pencernaan, sehingga menurunkan

ketersediaan darah untuk suplai jantung (pada jantung yang sudah sangat

parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin

memburuk);

4) Stress atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan

frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya

tekanan darah, sehingga dengan demikian beban kerja jantung juga

meningkat.

Tabel 2.2 Tipe Angina


Tipe Angina Pektoris Karakteristik

Angina Non-stabil Frekuensi, intensitas, dan durasi


serangan angina meningkat secara
progresif

Angina Stabil Kronis Dapat diatasi, konsisten, terjadi saat


latihan dan hilang dengan istirahat

Angina Nokturnal Nyeri terjadi saat malam hari, biasanya


saat tidur, dapat dikurangi dengan
duduk tegak, biasanya akibat gagal
ventrikel kiri

Angina Dekubitus Angina terjadi saat berbaring

Angina Refrakter atau Angina yang sangat berat sampai tidak


Intraktabel tertahan

Angina Prinzmetal Nyeri angina yang bersifat spontan


(Varian : istirahat) disertai elevasi segmen ST pada EKG.
Diduga disebabkan oleh spasme arteri
koroner.

Iskemia tersamar Terdapat bukti objektif iskemia


(seperti tes pada stres) tetapi klien
tidak menunjukan gejala

(Muttaqin, Arif 2014)

c. Infark miokardium

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan

kerusakan selular yang irreversible dan kematian otot atau nekrosis. Bagian

miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi

secara permanen.

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural

mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark

subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Letak infark

berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner.

Misalnya, infark dinding anterior disebabkan oleh lesi pada ramus descendens

anterior Arteri coronaria sinistra.


Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang

nekrosis kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemia di sekitarnya

juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional, infark

miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia:

daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang

dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi,

peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel, dan

peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.

7. Komplikasi

Menurut Kardiyudiani, 2019 komplikasi dari penyakit arteri koroner, sebagai

berikut :

a. Serangan jantung

b. Gagal jantung

c. Aritmia (detak jantung tidak beraturan)

d. Diabetes

8. Penatalaksanaan

Tujuan terapi untuk pasien yang mengalami angina pektoris adalah memperbaiki

keseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Perawat mengkaji tanda

– tanda vital pasien dan status mentalnya dengan sering, monitor jantung dipasang

pada pasien untuk mendeteksi iskemia dan disritmia. Pasien menjalani tirah baring

sampai stabil untuk meminimalkan kebutuhan oksigen. Oksigen tambahan dapat

diberikan untuk pasien yang tidak stabil guna meningkatkan suplai oksigen.

Oximeter nadi dan gas darah arteri digunakan untuk mengevaluasi status oksigenasi

(Morton, dkk. 2014).


a. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis adalah komponen penting pada penatalaksanaan pasien yang

mengalami penyakit jantung koroner. Keparahan gejala, status hemodinamika

pasien, dan riwayat obat memandu program obat.

1) Nitrogliserin

Nitrogliserin adalah bagian utama terapi dan digunakan sublingual atau

semprot untuk serangan angina akut. Jika 3 Tablet sublingual (0,1 mg)

digunakan setelah 5 menit tidak meredakan nyeri angina, nitrogliserin

intravena (IV) dapat membantu. Nitrogliserin intravena harus mulai diberikan

dengan kecepatan 10 mg per menit melalui infus kontinyu dan dititrasi hingga

10 mg per menit setiap 3 hingga 5 menit sampai beberapa gejala atau respons

tekanan darah terlihat. Jika tidak ada respon yang terlihat pada kecepatan 20

mg per menit, penambahan 10 mg per menit dan selanjutnya 20 mg per menit

dapat digunakan. Jika tanda dan gejala teratasi, tidak perlu terus

meningkatkan dosis. Akan tetapi jika nyeri tidak berkurang, dosis dapat

ditingkatkan sampai respon tekanan darah terlihat. Setelah pasien bebas dari

nyeri dan tidak memiliki indikasi lain iskemia selama 12 sampai 24 jam, dosis

nitrogliserin intravena harus dikurangi dengan tujuan menggantinya dengan

nitrat oral atau topikal.

2) Morfin

Morphine sulfate diindikasikan untuk pasien yang gejala nya tidak berkurang

setelah 3 Tablet nitrogliserin sublingual serial atau gejalanya berulang dengan


terapi anti iskemia yang adekuat. Dosis 1 sampai 5 mg intravena

direkomendasikan dan dapat diulang setiap 5 sampai 30 menit sesuai

kebutuhan untuk mengurangi gejala dan mempertahankan kenyamanan.

Perawat memantau frekuensi pernapasan dan tekanan darah pasien secara

cermat, terutama jika pasien terus mendapatkan nitrogliserin intravena.

3) Penyekat beta

Penyebab beta dapat digunakan untuk mengurangi konsumsi oksigen

miokardium dengan menurunkan kontraktilitas miokardium, frekuensi nodus

sinus, dan kecepatan konduksi nodus atrioventrikular (AV). Penurunan

kontraktilitas miokardium mengurangi kerja jantung dan mengurangi

kebutuhan oksigen miokardium. Perlambatan frekuensi jantung membantu

meningkatkan waktu pengisian diastolik hingga meningkatkan aliran darah ke

Arteri koronari. Penyekat beta mulai diberikan melalui rute intravena, yang

dianjurkan dengan pemberian oral.

4) Antagonis kalsium

Antagonis Kalsium dapat bermanfaat untuk pasien dengan Angina tidak

stabil. Antagonis kalsium mengurangi kebutuhan oksigen miokard ium

dengan menurunkan afterload, kontraktilitas dan frekuensi jantung.

Verapamil atau diltiazem dapat digunakan sebagai terapi pilihan kedua atau

ketiga setelah mulainya pemberian nitrat dan penyekat beta. Verapamil atau

diltiazem dapat diberikan sebagai terapi awal jika penyekat beta

dikontraindikasikan.
5) Terapi anti trombosit

Terapi anti trombosit harus dimulai dengan cepat untuk pasien dengan Angina

tidak stabil. Aspirin diberikan sesegera mungkin dan dilanjutkan tanpa batas

waktu kecuali dikontraindikasikan. Kelas kedua obat anti trombosit yang

dikenal sebagai tienopiridin dapat digunakan pada pasien dengan Angina

tidak stabil. Clopidogrel adalah obat yang lebih dipilih dalam kelas ini karena

awitan kerjanya yang cepat dan profil keamanan. Clopidogrel digunakan pada

pasien yang tidak mampu menoleransi aspirin. Obat ini juga

direkomendasikan untuk pasien yang menjalani rawat inap selain

menggunakan aspirin kecuali pasien dijadwalkan untuk bedah tandur Bypass

Arteri koroner. Kelompok ketiga obat anti trombosit yang dikenal sebagai

antagonis glikoprotein IIb/IIIa digunakan untuk pasien dengan Angina tidak

stabil yang menjalani intervensi koroner perkutan. Antikoagulasi dengan

heparin berat molekul rendah atau heparin unfractionated intravena harus

ditambahkan pada terapi antiplatelet.

b. Terapi invasif

Terapi invasif dapat diindikasikan untuk penatalaksanaan pasien dengan Angina

tidak stabil. Bantuan pompa balon intra-aortik dapat digunakan pada pasien sakit

kritis untuk meningkatkan perfusi arteri koronari dan menurunkan afterload.

Angioplasti koroner transluminal perkutan dan pemasangan stent dapat

digunakan untuk mengobati pasien dengan Angina tidak stabil. Tandur Bypass

Arteri koroner adalah pilihan invasif yang lain untuk pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai