Anda di halaman 1dari 18

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Disusun Oleh :

FITRIYANI (221101001 )
NURHAPIPAH (221101002)
NUR FIKAH (221101006)
RAHMIYATI RUMAU (221101011)
PRAYOGA (221101012)
ARIANI FITRI R (221101014)
SRI SATRIANASARI (221101015)
ST. NUR FAIZAH SYAM (221101016)
ANGGELINA HELIN (221101026)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
2023
A. DEFINISI

1. Pengertian

APAKAH PENYAKIT JANTUNG KORONER ITU?


Penyakit jantung atau dalam istilah medis disebut penyakit jantung koroner adalah kondisi yang terjadi
ketika pembuluh darah utama yang menyuplai darah ke jantung (pembuluh darah koroner) mengalami
kerusakan. Tumpukan kolesterol pada pembuluh darah serta proses peradangan diduga menjadi penyebab
penyakit ini.

Penyakit jantung koroner (PJK) terjadi apabila arteri koroner (arteri yang memasok darah dan oksigen
ke otot jantung) tersumbat oleh zat lemak yang disebut plak atau ateroma. Plak ini menumpuk secara
bertahap di dinding bagian dalam arteri, yang akhirnya membuat arteri menjadi sempit. Proses
penyempitan ini disebut dengan aterosklerosis. Aterosklerosis bahkan sudah dapat terjadi pada usia muda,
dan menjadi bertambah hebat pada saat seseorang mencapai usia pertengahan.
Jika arteri sudah benar-benar sempit, suplai darah ke otot jantung mulai berkurang. Kondisi ini dapat
menyebabkan gejala seperti angina (nyeri dada). Jika arteri telah benar-benar sempit dan memblokir
suplai darah ke jantung, maka terjadilah serangan jantung
PJK (asterosklerosis coroner, penyakit nadi koroner, penyakit jantung iskemia) adalah penyakit
jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya arterisklerorsis (kekakuan
arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau flak (plague) pada dinding arteri koroner, baik
disertai gejala klinis ataupun tanpa gejala (Kabo, 2008)
Menurut organisasi kesehtan dunia (WHO), Penyakit Jantung Koroner adalah ketidak sanggupan
jantung akut atau kronis yang timbul karena kekurangan suplai darah pada myocardium sehubungan
dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner.
PJK adalah penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh
darah koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen
agar dapat memompa darah keseluruh tubuh, jantung akan bekerja baik jika terdapat keseimbangan antara
pasokan darah kejantung akan berkurang, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dan
pasokan dan peneluaran, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dan pasokan zat makanan
dan oksigen, makin besar persentase penyempitan pembuluh koroner makin berkurang aliran 9 darah ke
jantung (UPT – Balai Informasi Teknologi Lipid Pangan & Kesehatan, 2009).
Asterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronia, sehingga secara
progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran
darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit semakin lanjut, maka
penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh
untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan anatara penyediaan dan kebutuhan oksigen menajdi tidak
stabil sehingga mebahayakan miokardium yang terletak disebelah distal dari daerah lesi (Price. S &
Wilson. L, 2006).
PJK bukan penyakit menular, tetapi dapat ditularkan melalui suatu bentuk penularan sosial yang
berkaitan dengan gaya hidup (life style) masyarakat. Karena itu penyakit ini juga berkaitan dengan sosial
ekonomi masyatrakat. PJK bukan disebabkan oleh kuman, virus ataupun mikroorganisme lainnya, tetapi
dapat menyerang banyak orang dengan karakteristik tertentu. Arus moderenisasi dan perubahan gaya
hidup dapat dianggap sebagai kuman atau pembawa penyakit ini. Sebagian besar tindakan pencegahan
PJK dapat dikatakan mempunyai pengaruh terhadap faktor – faktor jangan merokok, makan makanan
yang sehat, melakukan aktivits fisik secara teratur dan periksa tekanan darah. Cara penerpaan hidup sehat
harus dimulai sejak anak-anak secara efektif (Petch, 1995).

2. Etiologi
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan
arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Penyakit jantung koroner adalah ketidak seimbangan
antara demand dan supplay atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi
kebutuhan yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan gabungan diantara keduanya itu,
penyebabnya adalah berbagai faktor. Denyut jantung yang meningkat, kekuatan berkontraksi yang
meningkat, tegangan ventrikel yang meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan
kebutuhan dari otot-otot jantung. Sedangkan faktor yang mengganggu penyediaan oksigen antara lain,
tekanan darah koroner meningkat, yang salah satunya disebabkan oleh artherosklerosis yang
mempersempit saluran sehingga meningkatkan tekanan, kemudian gangguan pada otot regulasi jantung
dan lain sebagainya. Manifestasi klinis dan penyakit jantung koroner ada berbagai macam, yaitu iskemia
mycocard akut, gagal jantung disritmia atau gangguan irama jantung dan mati mendadak.
Asterosklerosis adalah penyakit yang paling sering menyerang susunan pembuluh darah.
Aterosklerosis mula – mula ditandai oleh deposit lemak pada tunika intima arteri. Selanjutnya dapat
terjadi kalsifikasi, fibrosis, thrombosis dan pendarahan, semuanya itu membantu terbentuknya suatu plak
ateroslerosis yang kompleks, atau aretoma. Akhirnya, tunika media mulai mengalami degenerasi.
Nekrosis pada sel otot polos yang terisi lemak juga terjadi. Proses 11 patologi ini secara progresif
menyumbat lumen pembuluh darah dan melemahkan dinding arteri (Price. S & Wilson.L, 2006).
Penyakit jantung koroner dimulai sejak terdapat penumputkan atau plak lemak (aterosklerosis) di
dalam arteri koroner. Banyak factor yang bisa meningkatkan resiko terjadinya kondisi tersebut antara lain:
 Merokok
 Menjalani pola makan yang tidak sehat, sepertitinggi lemak dan tinggi gula
 Menderita tekanan darah tinggi
 Memiliki kolesterol tinggi
penyebab penyakit jantung koroner di bagi menjadi 2:
1. Mayor
a. Peningkatan lipid serum
b. Hipertensi yang terus menerus akan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, kerusakan ini
dapat diperberat oleh endapan lemak yang dapat menyebabkan menyempitnya dinding
pembuluh darah.
c. Merokok memiliki berbagai peranan dalam menimbulkan penyakit jantung koroner:
1) Karbon monoksida (CO) dapat menyerap oksigen lebih kuat dibandingkan dengan sel darah
merah sehingga menurunkan kapasitas darah merah yang membawa oksigen ke janung.
2) Kadar HDL (kolesterol baik) pada perokok lebih rendah. Dimana fungsi HDL yang sehat
dapat menurunkn resko seseorang terkena enyakit arteri koroner. Jika HDL rendah makan
meningkatkan seseorang perokok untuk terkenan penyakit jantung koroner.
3) Merokok dapat menyembunyikan angina, yaitu nyeri pada bagian dada yang merupakan
tanda adanya penyakit jantung. Tanpa diketahuinya tanda tersebut, penderita tidak akan sadar
akan penyakit jantung yang di derita.
d. Diet tinggi lemak jenuh, kolesteros dan kalori. kolesteror dapat dihasilakn oleh tubuh atau
pun didapatkan melalui makanan. Mengonsumsi makanan yang berlemak yang disitu
mengandung kolesterol yang tinggi dapat meningkatkan kadar kolesterol diatas nilai normal
yang dapat ditolerir oleh tubuh. Kelebihan kolesterorl dapat mengendap pada pembuluh
darah yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan pada pembuluh darah arteri
(atherosclerosis).
2. Minor Gaya hidup yang kurang bergerak misalnya:
a. Stress psikologik
b. Type kepribadian Menurut Piscilla LeMone, dkk (2019), penyebab penyakit jantung koroner ada
2 diantaranya:
1. Tidak dapat dimodifikasi
a. Usia, orang yang terkena penyakit jantung koroner rata-rata usianya diatas 65 atau 85
tahun
b. Jenis kelamin dan genetika c. RiwayatCoronary Heart Disease (CHD) dalam keluarga
2. Dapat dimodifikasi
a. Hipertensi, dapat merusak sel endothel arteri yang kemungkinan disebabkan karena
adanya tekanan dan perubahan karakteristik aliran darah. Kerusakan ini dapat
merangsang timbulnya plak aterosklerosis.
b. Diabetes, dikaitkan dengan kadar lemak darah yang tinggi. Selain itu diabetes juga dapat
mempengaruhi endothelium pembuluh darah yang berperan pada
atherosclerosis.Hiperglikemia dan hiperinsulinemia juga berperan dalam pembentukan
atherosclerosis pada penderita diabetes.
c. Lemak darah abnormal, hyperlipidemia adalah kadar lemak dan lipoprotein yang tinggi
yang abnormal. Fungsi lipoprotein adalah membawa lemak dalam darah dan lipoprotein
densitas rendah (LDL) yaitu pembawa kolesterol.Jika LDL dalam darah meningkat maka
13 terjadilah atherosclerosis karena LDL menyimpan kolesterol pada pembuluh darah
arteri.
d. Merokok, merupakan faktor independen untuk CHD menjadi penyebab kematian terbesar
dibandingkan dengan kanker paru ataupu penyakit paru (Woods, Froclicher, Motzer, &
Briges, 2009). Bukan hanya perokok aktif saja tetapi perokokpasif juga dapat
meningkatkan fakktor dari CHD.Cara kerjanya yaitu karbon monoksida merusak
endhothelium vascular meningkatkan penumpukan kolesterol.Nikotin merangsang
pelepasan katekolamin, meningkatkan tekanan darah, frekuensi jantung dan pemakaian
oksigen miokardium.Nikotin juga dapat memperkecil volume dari arteri, membatasi
perfusi jaringan (pengiriman alira darah dan oksigen). Lebih lanjut, nikotin mengurangi
kadar HDL dan meningkatkan agregasi trombosit, meningkatkan resiko pembentukan
thrombus.
e. Obesitas, pada penderita obesitas memiliki tingkat kerentanan yang tinggi pada penyakit
hipertensi, diabetes dan hyperlipidemia.
f. Kurang aktivitas fisik, data penelitian mengindikasikan bahwa orang yang
mempertahankan aktivitas teratur akan cenderung lebih sedikit mengalami CHD. Manfaat
dari aktivitas sendiri adalah dapat mencakup peningkatan oksigen ke otot jantung, serta
penurunan kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung, serta peningkatan fungsi
miokardium dan stabilitas listrik, menurunkan tekanan darah, penurunan lemak darah,
menurunkan agregasi trombosit, menurunkan kadar insulin dan menurunkan berat badan.
g. Diet, faktor peyebab masih tidak jelas mungkin berkaitan dengan nutrisi seperti asam
folat, vitamin B lain, asam lemak omega-3 dan mikronutrien lain yang belum
diidentifikasi (American Heart Association Nutrition Committee, 2006).
h. Menopause, pada wanita yang sudah Menopausekadar HDL akan menurun dan akan
terjadi peningkatan LDL. Menurut Kemenkes RI (2017), menyebutkan bahwa faktor
resiko pada penderita penyakit jantung koroner adalah sebagai berikut:
1. Umur, biasanya kebanyakan terjadi pada laki – laki di usia lebih dari 40 tahun dan
pada perempuan biasanya terjadi pada usi lebih dari 50 tahun.
2. Jenis kelamin, kebanyakan terjadi pada jenis kelamin laki laki.
3. Status merokok
4. Tekanan darah tinggi
5. Dyslipidemia
6. Diabetes Melitus (DM)
7. Obesitas
8. Inaktivitas fisik Untuk menilai aktiitas fisik dapat di gunakan kriteria sebagai berikut:
a. Tidak ada aktivitas
b. Ringan
1) Bila berolah raga / beraktifitas keringan tidak keluar / tidak berkeringat
2) Freuensi nafas tidak meningkat
3) Frekuensi nadi juga tidak meningkat
c. Sedang
1) Berolah raga / beraktifitas keringat keluar
2) Frekuensi nafas meningkat
3) Rekuensi denyut jantung meningkat (60-85% berdasarkan umur)
4) Contoh berjalan pada jarak 6 Km
d. Berat
1) Berolah raga / beraktifitas dengan keringat bercucuran
2) Frekuensi nafas sangat cepat
3) Frekuensi denyut jantung meningkat (lebih dari 85% berdasarkan umur)
4) Conto kegiatan seperti berlari, sepak bola, berenang.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Penyakit Jantung Koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat
penyempitan lumen arteri penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung
progresif, dan suplai darah tidak adekuat yang ditimbulkannya akan membuat sel – sel otot iskemia
terjadi dalam berbagai tingkat, manifestasi utama dari iskemia miokardium adalah sesak nafas, 10 rasa
lelah berkepanjangan, irama jantung yang tidak teratur dan nyeri dada atau sering disebut dengan Angina
Pektoris (Saferi Wijaya & Mariza Putri, 2013).
Gejala utama penderita PJK pada pria yang sering dirasakan umumnya sakit dada sebelah kiri, seperti
terasa ditusuk, diremas, tertindih, dan lainnya. Sedangkan pada wanita gejala utama seperti sesak nafas,
mengeluh sakit didaerah punggung bawah atau rahang dan tenggorokan, terkadang terasa masuk angin,
mual, dan kecapaian.
Gejala-gejala lain dirasakan pada penderita penyakit jantung koroner sebagai berikut :
1. Nyeri dada Nyeri sering dirasakan dibagian dada dan menyebar ke leher, lengan dan bahu. Nyeri
disertai rasa sepeti diremas , yang disebabkan jantung keekurangan darah dan pasokan oksigen.
Terkadang nyeri pada sebagian orang tidak diraskan, tapi hanya merasa tidak enak badan.
2. Sesak nafas Sesak nafas dirasakan saat kesulitan bernafas yang disadari dan memerlukan tambahan
usaha untuk mengatasi kekurangan udara. Bila jantung tidak dapat memompa sebagaimana
mestinya, sehingga cairan cenderung berkumpul dijaringan dan paru, menyebabkan seseorang
kesulitan bernafas saat berbaring.
3. Berdebar-debar Keluhan lain yang biasa dirasakan seperti jantung berdebar yang tidak seperti
biasanya. Debaran jantng lebih keras daripada irama jantung yang tidak teratur (aritmia). Terkadang
rasa berdebar-debar diikuti dengan keringat dingin, sakit dada, serta sesak nafas (Notoatmodjo
2011).

4. Klasifikasi Penyakit Jantung koroner


klasifikasi penyakit jantung koroner ada 4 yaitu sebagai berikut:
1. Angina Pectoris atau Stable Angina Angina pectoris atau Stable Angina merupakan jenis penyakit
jantung yang paling ringan yang disebabkan karena adanya ketidakseimbangan suplai darah dengan
kebutuhan otot jantung yang sifatnya hanya sementara. Penyebab dari gangguan suplai darh
tersebut karena terjadinya penyempitan pembuluh darah koroner yang dikarenakan terjadinya
proses arthersklerosis pada pembuluh koroner, sehingga terjadi hambatan pada aliran darah tetapi
tidak total.
2. Angina Tidak Stabil atau Unstable Angina Definisi dari angina tidak stabil kurang lebih sama
dengan angina pectoris hanya saja yang membedakan yaitu derajat sakitnya lebih berat, waktu
kemunculan angina tidak stabil bisa kapan saja dan intensitas keluhan yang lebih lama.
3. Prinzmetal Angina Prinzmetal Angina merupakan gangguan yang terjadi karena adanya sumbatan
secara komplit disebabkan karena adanya spasm pada 10 pembuluh darah koroner.Jika dalam
waktu 20 menit tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan injury pada sel – sel otot jantung.
4. Infark Miokard Akut Infark miokard akut di bagi menjadi 2 yaitu:
a. ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (STEMI) ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction
(STEMI) disebabkan karena adanya sumbatan total pada pembuluh darah koroner yang dapat
menyebabkan injury pada sel sel otot jantung bahkan sampai mengenai lapisan oto jantung
bagian luar. Tanda dari STEMI yaiu adanya kenaikan enzim pada jantung (CKMB atau
Troponin).
b. Non ST Segmen Elevasi Myocardial Infraction (NSTEMI) Pada Non ST Segmen Elevasi
Myocardial Infraction (NSTEMI) sudah terjadi injury ada sel sel otot jantung. NSTEMI terjadi
pada saat angina pectoris atau angina tidak stabi tidak dideteksi secara dini maupun tidak
ditangani dengan tepat. Keluhan yan dialami kurang lebih sama dengan angina tidak stabil.

5. Patofisiologi
penyakit jantung koroner biasanya disebabkan oleh faktor resiko yang tidak bisa dirubah (umur, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga) dan faktor resiko yang bisa dirubah (hipertensi, hiperlipidemia, diabetes
melitus, merokok, obesitas, stress, dan kurang aktifitas fisik). Paling utama penyebab penyakit jantung
koroner adalah aterosklerosis. Aterosklerosis disebabkan oleh factor pemicu yang tidak diketahui yang
dapat menyebabkan jaringan fibrosa dan lipoprotein menumpuk di dinding arteri. Pada aliran darah lemak
diangkut dengan menempel pada protein yang disebut apoprotein. Keadaan hiperlipedemia dapat merusak
endotelium arteri. Mekanisme potensial lain cedera pembuluh darah mencakup kelebihan tekanan darah
dalam sistem arteri. Kerusakan endotel itu sendiri dapat meningkatkan pelekatan dan agregasi trombosit
serta menarik leukosit ke area tersebut. Hal ini mengakibatkan Low Densitiy Lipoprotein (LDL) atau
biasanya disebut dengan lemak jahat yang ada dalam darah. Semakin banyak LDL yang menumpk maka
akan mengalami proses oksidasi. Plak dapat mengurangi ukuran lumen yang terdapat pada arteri yang
terangsang dan menggangu aliran darah.
Plak juga dapat menyebabkan ulkus penyebab terbentuknya trombus, trombus akan terbentuk pada
permukaan plak, dan penimbunan lipid terus menerus yang dapat menyumbat pembuluh darah.
Lesi yang kaya lipid biasanya tidak stabil dan cenderung robek serta terbuka. Apabila fibrosa
pembungkus plak pecah (ruptur plak), maka akan menyebabkan debris lipid terhanyut dalam aliran darah
dan dapat menyumbat arteri serta kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Akibatnya otot jantung pada
daerah tersebut mengalami gangguan aliran darah dan bisa menimbulkan aliran oksigen ke otot jantung
berkurang. Peristiwa tersebut mengakibatkan sel miokardium menjadi iskemik sehingga hipoksia.
Mengakibatkan proses pada miokardium berpindah ke metabolisme anaerobik yang menghasilkan asam
laktat sehingga merangsang ujung saraf otot yang menyebabkan nyeri.Jaringan menjadi iskemik dan
akhirnya mati (infark) disebabkan karena suplai darah ke area miokardium terganggu. Ketika sel
miokardium mati, sel hancur dan melepaskan beberapa iso enzim jantung ke dalam sirkulasi. Kenaikan
kadar kreatinin kinase (creatinine kinase), serum dan troponin spesifik jantung adalah indikator infark
mioardium
3. Pathway
6. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner
 Serangan jantung
Serangan jantung terjadi ketika plak luruh sehingga memicu terbentuknya bekuan darah yang
menyumbat pembuluh darah. Sumbatan ini dapat menyebabkan aliran darah menuju jantung
terhenti. Pasokan oksigen yang terhenti selama kurang lebih 20 menit akan menyebabkan
kematian otot jantung.
 Gagal jantung
Terjadi saat jantung tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi dalam waktu yang lama sehingga
kemampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh menurun.
 Gangguan irama jantung (aritmia) Saat jantung mengalami kerusakan dan kekurangan aliran
darah, aliran listrik dan irama jantung akan terganggu.

7. PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang pada setiap pasien penyakit jantung koroner tidak dapat diprediksi. Namun,
terdapat pola kelangsungan hidup yang luas dalam berbagai sindrom klinis yang dapat dinyatakan dalam
istilah kuantitatif yang cukup untuk memungkinkan perkiraan insurability.
Studi klinis dan aktuaria disurvei yang terdiri dari tindak lanjut jangka panjang terhadap kelompok
yang mengalami: (1) serangan akut infark miokard, (2) angina pektoris, (3) nyeri dada atipikal, (4)
kelainan elektrokardiografi asimtomatik, termasuk blok cabang berkas. dan kelainan gelombang T, (5)
bukti elektrokardiografi adanya insufisiensi koroner pada kinerja latihan atau tes stres hipoksemia.
Prognosis paling mudah dinyatakan dalam rasio mortalitas (kematian aktual dibandingkan kematian
yang diharapkan), yaitu jumlah relatif suatu kelompok yang meninggal dibandingkan dengan jumlah
relatif populasi umum pada usia dan jenis kelamin yang sama yang meninggal pada periode
tertentu. Dalam sebagian besar studi klinis, prognosis jangka panjang, yaitu kelangsungan hidup setelah
periode awal serangan koroner akut, dianalisis dalam bentuk persentase hidup setelah lima dan sepuluh
tahun.
Kematian dalam dua tahun pertama setelah serangan jantung berada pada kisaran enam hingga tujuh
kali lipat dari angka normal (rasio kematian 600 hingga 700 persen). Setelah itu, jumlahnya menurun
secara progresif, dengan interval waktu yang semakin lama setelah serangan. Faktor-faktor lain
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kelangsungan hidup setelah serangan jantung. Semakin
ringan serangan akutnya, semakin sempurna pemulihannya, dan semakin tua usia terjadinya serangan,
semakin baik prospek jangka panjangnya. Pada kelompok seperti ini, angka harapan hidup mungkin jauh
melebihi rata-rata pengalaman secara keseluruhan, dimana dalam sebagian besar penelitian menunjukkan
bahwa 3 dari 5 orang yang selamat dari infark akut dapat hidup lima tahun lagi, dan 1 dari 3 orang
bertahan sepuluh tahun. Sebaliknya, pada orang yang mempunyai penyakit penyerta yang merupakan
predisposisi perkembangan penyakit jantung, seperti diabetes, gambaran jangka panjangnya lebih buruk
dari rata-rata.
Rasio kematian pada penderita angina pektoris agak lebih baik dibandingkan mereka yang pernah
mengalami serangan infark miokard, meskipun dalam sebuah penelitian ekstensif, angka kelangsungan
hidup dalam lima dan sepuluh tahun tidak jauh lebih tinggi. Prognosis jangka panjang sedikit lebih baik
pada wanita dibandingkan pria baik pada kasus angina pektoris maupun setelah serangan jantung.
Kelainan elektrokardiografi tanpa gejala juga berdampak buruk pada kelangsungan hidup. Angka
kematian pada mereka yang mengalami kelainan gelombang T mayor kira-kira tiga setengah kali lipat
dari angka normal, dan pada mereka yang mengalami perubahan gelombang T kecil, angka kematiannya
dua kali lipat dari angka normal. Blok cabang berkas, yang pernah dianggap sebagai temuan yang tidak
menyenangkan, tidak (jika tidak ada gangguan fisik yang menyertainya) berhubungan dengan
peningkatan rasio kematian yang mencolok dan secara prognostik kurang menguntungkan dibandingkan
kelainan gelombang T. Di antara mereka yang mengalami perubahan elektrokardiografi iskemik setelah
berolahraga, angka kematian hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan mereka yang memiliki
respons negatif.
Investigasi aktuaria, serta studi epidemiologi mengenai laju perkembangan penyakit jantung koroner,
menunjukkan bahwa risiko berkembangnya penyakit yang nyata dapat berlipat ganda jika terdapat
berbagai faktor predisposisi, terutama jika terdapat beberapa faktor secara bersamaan. Diantaranya adalah
peningkatan kolesterol serum, obesitas, hipertensi, diabetes, riwayat penyakit jantung dalam keluarga,
perokok berat, pola kepribadian stres yang berkelanjutan, dan arcus senilis.
Terdapat indikasi bahwa perjalanan penyakit jantung koroner dapat dimodifikasi, dan bahwa pola
kelangsungan hidup mungkin mulai mendekati rata-rata populasi dengan mengendalikan beberapa faktor
predisposisi, dan dengan penerapan tindakan seperti pembatasan makanan berlemak dan jangka panjang.
antikoagulasi.
Penderita penyakit jantung koroner, apa pun jenisnya, secara kelompok, memiliki harapan hidup yang
lebih pendek, dan sebagian besar menderita komplikasi penyakit koroner, paling sering serangan koroner
akut berulang atau kematian mendadak, dan, lebih khusus lagi pada orang lanjut usia, penyakit jantung
kongestif. gagal jantung. Namun, pengalaman klinis dan aktuaria menunjukkan bahwa rasio kematian
jangka panjang setelah serangan infark miokard dan sindrom penyakit jantung koroner lainnya tidak
terlalu besar; dan insurabilitas dapat dipertimbangkan dalam keadaan yang tepat, misalnya, pada selang
waktu setelah pemulihan dari serangan akut, ketika pemulihan fungsional baik, dan ketika tidak ada
faktor merugikan yang menyertainya.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PJK menurut LeMone, Priscilla, dkk (2019)yaitu pengobatan farmakologi, non
farmakologi dan revascularisasi miokardium. Perlu diketahui bahwa tidak ada satupun cara pengobatan
sifatnya menyembuhkan. Dengan kata lain diperlukan modifikasi gaya hidup agar dapat mengatasi faktor
penyebab yang memicu terjadinya penyakit. Penatalaksanaan yang perlu dilakukan meliputi :

1. Pengobatan farmakologi
b. Nitrat
Nitrat termasuk nitrogliserin dan preparat nitrat kerja lama, digunakan untuk mengatasi
serangan angina dan mencegah angina. Karena nitrat mengurangi kerja miokardium dan
kebutuhan oksigen melalui dilatasi vena dan arteri yang pada akhirnya mengurangi preload
dan afterload. Selain itu juga dapat memperbaiki suplai oksigen miokardium dengan
mendilatasi pembuluh darah kolateral dan mengurangi stenosis.
c. Aspirin
Aspirin dosis rendah (80 hingga 325 mg/hari) seringkali diprogramkan untuk mengurangi
risiko agregasi trombosit dan pembenukan trombus.
d. Penyekat beta (bloker)
Obat ini menghambat efek perangsang jantung norepinefrin dan epinefrin, mencegah serangan
angina dengan menurunkan frekuensi jantung, kontraktilitas miokardium, dan tekanan darah
sehingga menurunkan kebutuhan oksigen miokardium.
e. Antagonis kalsium
Obat ini mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan meningkatkan suplai darah dan
oksigen miokardium. Selain itu juga merupakan vasodilator koroner kuat, secara efektif
meningkatkan suplai oksigen.
f. Anti kolesterol
Statin dapat menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis sebesar 30% yang terjadi pada
pasien angina. Statin juga dapat berperan sebagai anti trombotik , anti inflamasi,dll.

2. Revaskularisasi miokardium
Aliran darah yang menuju miokardium setelah suatu lesi arterosklerotis pada arteri koroner bisa
diperbaiki dengan operasi untuk mengalihkan aliran dan bagian yang tersumbat dengan suatu
cangkok pintas atau dengan cara meningkatkan aliran di dalam pembuluh yang mengalami sakit
melalui pemisahan mekanik serta kompresi atau pemakaian obat yang dapat merilisiskan lesi.
Cangkok pintas ini disebut dengan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). Pembedahan
untuk penyakit jantung koroner melibatkan pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan
sambungan antara aorta dan arteri koroner melewati obstruksi. Kemudian memungkinkan darah
untuk mengaliri bagian iskemik jantung.
Balon arteri koroner merupakan suatu teknik untuk membuka daerah sempit di dalam lumen arteri
coroner menggunakan sebuah balon halus yang dirancang khusus. Apabila pada katerisasi jantung
ditemukan adanya penyempitan yang cukup signifikan misalnya sekitar 80%, maka dokter
jantung biasanya menawarkan dilakukannya balonisasi dan pemasangan stent. Percutaneous
Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) merupakan istilah dari balon arteri koroner yang
digunakan para kedokteran (Nurhidayat S, 2011).

3. Non Farmakologi
1. Memodifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahraga ringan
2. Mengontrol faktor resiko yang menyebabkan terjadinya PJK, seperti pola makan,dll.
3. Melakukan teknik distraksi dengan cara mendengarkan musik dan relaksasi dengan cara
nafas dalam Membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung

9. PEMERIKSAAN
Penyakit jantung koroner seringkali muncul secara tiba-tiba, tanpa gejala/ keluhan, dan langsung
berakibat fatal. Mendiagnosis Penyakit Jantung Koroner (PJK) memang terkadang sulit, karena PJK
seringkali tanpa adanya gejala/ keluhan. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan, untuk
mengetahui faktor risiko yang dimiliki, sehingga dapat mencegah terjadi serangan jantung yang dapat
berakibat fatal.
Langkah awal diagnosis penyakit jantung koroner
Sebagai langkah awal diagnosis, dokter biasanya akan menanyakan tentang gejala jantung koroner
yang dirasakan, pola hidup, riwayat kesehatan keluarga, serta melakukan pemeriksaan fisik untuk
menunjang diagnosa penyakit jantung yang Anda derita. Jika hasil pemeriksaan awal Anda memiliki
keluhan seperti: nyeri daerah dada maupun sesak, maka pada pengkajian fisik akan dilakukan serangkaian
pemeriksaan pada tubuh Anda agar dokter dapat mengetahui apakah keluhan anda tersebut merupakan
penyakit jantung koroner atau bukan.
Ragam metode pemeriksaan penyakit jantung koroner
Ada beberapa metode pemeriksaan yang akan Anda jalani untuk mengonfirmasi diagnosis seperti yang
dijabarkan di bawah ini :
1) Pemeriksaan rekam listrik jantung (EKG)
Aktivitas listrik otot jantung ini penting untuk mendeteksi gejala awal penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan EKG dilakukan pasien dalam posisi berbaring di atas tempat tidur. Pemeriksaan ini
baik untuk mendeteksi serangan jantung namun sering kurang sensitif/ akurat untuk penderita
PJK stabil. Hasil EKG yang tidak normal bisa mengindikasikan Anda menderita PJK.
2) Pemeriksaan uji latih jantung (Treadmill) Pada pemeriksaan ini, pasien berjalan atau berlari
pada sebuah alat treadmill di mana tingkat beban latihan akan terus ditingkatkan untuk melihat
toleransi/kemampuan jantung Anda. Selama pemeriksaan berlangsung, dokter akan memonitor
EKG, denyut jantung, dan tekanan darah Anda secara bersamaan.
3) Pemeriksaan USG jantung (Echocardiogram) Pemeriksaan yang sejenis dengan USG ini
digunakan untuk melihat struktur, anatomi dan gerak jantung Anda hingga membentuk sebuah
gambar jantung secara mendetail. Tes ini juga memeriksa tingkat kinerja jantung.

a. Multislice CT scan cardiac Pemeriksaan ini dilakukan terutama untuk mendeteksi adanya
PJK dengan melihat/memfoto gambaran dari pembuluh darah koroner dan kondisi lebih
mendetail pada struktur jantung yang mungkin tidak nampak pada pemeriksaan lain.
b. Kateterisasi jantung (Angiografi Koroner) Kateterisasi jantung merupakan
tindakan minimal invasive menggunakan sinar X-Ray dengan memasukkan kateter melalui
pembuluh darah tepi (tangan/paha) sampai mencapai pembuluh darah koroner, dilanjutkan
dengan pemberian zat kontras untuk memfoto secara langsung pembuluh darah koroner.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh
darah jantung (arteri koroner) secara akurat, sehingga sampai saat ini masih merupakan
pemeriksaan baku emas (gold standard) untuk mengetahui & menilai penyumbatan di
pembuluh darah koroner (PJK). Apabila diperlukan, maka tindakan kateterisasi jantung dapat
dilanjutkan dengan pembalonan atau pemasangan ring/stent (PCI), untuk membuka kembali
pembuluh darah yang menyempit/tersumbat.
c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium umumnya yang berhubungan dengan
faktor risiko PJK, dan biasanya digunakan untuk stratifikasi risiko dan probabilitas awal
penyakit jantung koroner pada seorang individu.
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Penyakit Jantung koroner
1. Pengkajian
Data yang harus dikaji pada penyakit jantung koroner dengan nyeri akut :
a. Biodata, yang perlu dikaji yaitu nama, nomor rekam medis, jenis kelamin, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, status, agama, alamat, pekerjaan, serta
umur pasien.
b. Keluhan Utama, merupakan keluhan paling menonjol yaitu klien mengeluh nyeri dada
di anterior, prekordial, substernal yang dapat menjalar ke lengan kiri, leher, punggung
dan epigastrium. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan beban berat, diremas yang
timbul mendadak. Durasi serangan dapat bervariasi dan merupakan alasan pokok klien
masuk rumah sakit atau keluhan utama saat dilakukan pengkajian oleh perawat.
c. Riwayat penyakit sekarang, merupakan informasi tentang keadaan dan keluhan keluhan
klien saat timbul serangan yang baru timbul atau sering hilang timbul, durasi,
kronologis dan frekuensi serangan nyeri. Gejala utama yang diidentifikasi klien dengan
penyakit kardiovaskuler meliputi nyeri dada (chest pain), sesak napas, fatigue,
palpitasi, pingsan, nyeri pada ekstremitas.
d. Riwayat penyakit masa lalu, meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita oleh klien
terutama penyakit yang mendukung munculnya penyakit sekarang contohnya
Hipertensi, penyakit pembuluh darah, diabetes mellitus, gangguan fungsi tiroid,
rheumatoid heart disease.
e. Riwayat penyakit keluarga, informasi dapat digali tertang usia dan status kesehatan
anggota keluarga yang bertali darah. Status kesehatan anggota keluarga meliputi
riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga klien terutama gangguan sistem
kardiovaskular.
f. Riwayat psikososial, berhubungan dengan kondisi penyakitnya serta dampaknya
terhadap kehidupan sosial klien. Keluarga dan klien akan menghadapi kondisi yang
menghadirkan situasi kematian atau rasa takut terhadap nyeri, ketidakmampuan serta
perubahan pada dinamika keluarga. Perlu dicatat tentang jenis pekerjaan klien serta
adanya stres fisik maupun psikis yang mempengaruhi beban kerja jantung.
g. Pengkajian, terkait hal-hal yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada koroner :
1) Lokasi nyeri, pengkajian daerah mana tempat mulai nyeri, penjalaranya, nyeri
dada koroner khas mulai dari sternal menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai
lengan kiri bagian aula.
2) Sifat nyeri, perasaan penuh rasa berat seperti kejang diremas, menusuk, mencekik
dan rasa terbakar.
3) Ciri rasa nyeri, derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu
tertentu.
4) Kronologis nyeri, awal timbul nyeri serta perkembanganya secara berurutan.
5) Keadaan pada waktu serangan, apakah timbul saat kondisi tertentu
6) Faktor yang memperkuat atau meringankan rasa nyeri misalnya sikap atau posisi
tubuh, pergerakan, tekanan.
7) Karakteristik nyeri, komponen pengkajian analisis symptom meliputi Palitatif atau
provocative, Quality atau Quantity, Region, Severity, dan Timing (PQRST).
(a) Palitatif atau provocative yang menyebabkan timbulnya masalah, perilaku
yang memperbesar dan memperkecil masalah, posisi sewaktu terjadi nyeri.
(b) Quality atau Quantity yaitu kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan,
sejauh mana nyeri dirasakan, aktifitas apa yang terganggu, parah atau ringan
dari nyeri sebelumnya.
(c) Region yaitu lokasi nyeri, penyebaran merambat pada punggung atau lengan,
merambat pada leher atau merambat di kaki.
(d) Severity yaitu keparahan, nyeri dirasakan dengan skala berapa dari 1-10,
ringan, sedang, berat, atau sangat berat.
(e) Timing yaitu waktu berlangsungnya nyeri kapan dan sampai berapa lama,
seberapa sering berlangsung, tiba-tiba atau bertahap.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis:
iskemia jaringan miokard terhadap sumbatan arteri koronaria ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap, protektif, gelisah, takikardi, sulit tidur.
3. Rencana keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi Rasional

1 2 3 4

Nyeri akut berhubung an dengan NOC : Kontrol Nyeri NIC : Management Nyeri 1) Mengetahui tingkat pengalaman nyeri
agen pencedera fisiologis : iskemia 1. Dapat mengenali kapan nyeri terjadi 1) Lakukan pengkajian nyeri secara klien dan tindakan keperawatan yang
jaringan miokard terhadap 2. Dapat menggambarkan faktor komprehensif termasuk lokasi, akan dilakukan untuk mengurangi nyeri.
sumbatan penyebab. karakteristik, durasi, frekuensi, 2) Reaksi terhadap nyeri biasanya di
Arteri koronaria ditandai dengan kualitas dan faktor presipitasi tunjukkan.
pasien mengeluh nyeri, tampak
3. Dapat menggunakan jurnal harian
untuk memonitor gejala dari waktu ke (PQRST) 3) Mengetahui pengalaman nyeri.
meringis, bersikap protektif, gelisah,
waktu. 2) Observasi reaksi nonverbal dari 4) Penanganan nyeri tidak selamanya
takikardi, sulit tidur
4. Dapat melakukan Tindakan pencegahan ketidaknyamanan. diberikan obat.
5. Dapat menggunakan tindakan
3) Gunakan teknik komunikasi 5) Mengetahui keefektifan kontrol nyeri.
terapeutik untuk mengetahui
pengurangan nyeri tanpa analgesik. 6) Mengurangi rasa nyeri Menentukan
pengalaman nyeri pasien.
6. Menggunakan analgesik yang diberikan. intervensi keperawatan sesuai skala
4) Ajarkan tentang teknik non
nyeri.
7. Melaporkan perubahan terhadap gejala farmakologi.
nyeri. 7) Minimalisir kemungkinan nyeri
5) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri. bertambah.
8. Melaporkan gejala yang tidak
terkontrol pada professional kesehatan.
6) Motivasi untuk meningkatkan 8) Penentuan tindakan medikasi dan
asupan nutrisi yang bergizi. cara cepat untuk mengurangi nyeri.
9. Menggunakan sumber daya yang
tersedia.
7) Kontrol lingkungan yang dapat 9) Respon klien dan obat analgesik
mempengaruhi nyeri. dipantau
10. Mengenali apa yang terkait dengan
gejala nyeri.
8) Cek riwayat alergi,
tentukan pilihan analgesi sesuai
11. Melaporkan nyeri terkontrol
kolaborasi.
9) Monitor vital sign sebelum dan
sesuadah pemberian analgesic
4. Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan.Terdapat tindakan yang bisa
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
Implementasi lebih ditujukkan pada upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan, upaya
pemberian informasi yang akurat, upaya mempertahankan kesejahteraan, upaya tindakan
peredaan nyeri farmakologis, dan pemberian terapi non-farmakologis .

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan diobservasi terkait subjek, objektif, assesgment, planning SOAP yang
ditulis perawat pada catatan perkembangan setelah dilakukan tindakan keperawatan maupun
setelah batas waktu asuhan keperawatan diberikan. Evaluasi keperawatan terhadap pasien
dengan menilai kemampuan pasien dalam merespon rangsangan nyeri, dengan melaporkan
adanya penurunan rasa nyeri, pemahaman yang akurat mengenai nyeri :
a) Pasien mampu mengenali kapan nyeri terjadi dan dapat menggambarkan faktor
penyebab nyeri.
b) Pasien mampu menggunakan jurnal harian untuk memonitor gejala dari waktu ke waktu
dan pasien mampu menggunakan tindakan pencegahan.
c) Pasien mampu menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic dan pasien
mampu menggunakan analgesik yang direkomendasikan.

6. Pendidikan Kesehatan
Kualitas hidup pada pasien PJK ini sangat berhubungan erat dengan bagaimana
penerapan edukasi yang dilakukan oleh perawat. Perawat memiliki peran sebagai educator
untuk meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit jantung koroner baik dari bio, psiko,
sosial dan spiritual, hingga bagaimana melakukan modifikasi faktor resiko agar tercipta pola
hidup dan kualitas hidup yang sehat.
Edukasi tentang kesehatan mempunyai tujuan untuk membantu individu dan keluarga, atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Edukasi merupakan komponen
penting dalam menyediakan perawatan yang aman, yang berpusat pada pasien. Pasien lebih
banyak tahu tentang kesehatannya dan ingin terlibat aktif dalam pemeliharaan kesehatan
mereka.

Anda mungkin juga menyukai