TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Jantung
serangan sakit dada di daerah sternum atau dibawah sternum (substernal) atau
pada dada sebelah kiri yang khas yaitu seperti ditekan atau serasa berat didada
rahang, leher atau ke lengan kanan. Sakit pada dada tersebut biasanya timbul pada
adalah penyakit kerusakan pada bagian arteri koroner angina pektoris serta infark
miokard, disebut ACS ( Acute Coronary Syndrome ) atau sindrom koroner akut.
Pengertian Angina secara klinis adalah keadaan iskemia miokard yang disebabkan
oleh kurangnya suplai oksigen ke sel-sel otot jantung ( miokard ) karena adanya
biofisika dan biokimia dinding arteri kondisi patologis yang terjadi ditandai
dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa pada
arteri serta penurunan aliran darah ke jantung (Mutaqin, 2014). Perubahan struktur
dan fungsi dari penyakit jantung koroner akan menyebabkan angina pektoris.
(Wijaya, Andra, & Yessie, 2013a). Sakit dada angina pektoris disebabkan karena
timbulnya iskemia
miokard, karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Pada pasien
angina pektoris dapat pula timbul keluhan lain seperti sesak nafas, perasaan sakit
pada daerah dada disertai dengan keringat dingin serta dapat terjadi jika otot
jantung yang kekurangan oksigen ditentukan oleh beratnya kerja jantung seperti
kecepetan dan kekuatan denyut jantung. Aktifitas fisik dan emosi akan
kebutuhan jantung akan oksigen. Jika arteri mengalami penyumbatan maka aliran
darah ke otot tidak dapat memenuhi kebutuhan jantung akan oksigen, sehingga
arteri koroner yang digolongkan sebagai akumilasi sel-sel otot halus, lemak dan
jaringan konektif disekitar lapisan intima arteri. Suatu plak fibrous adalah lesi
khas dari aterosklerosis, lesi ini dapat bervariasi ukurannya dalam dinding
pembuluh darah, yang dapat meningkatkan obstruksi aliran darah persial maupun
komplit. Komplikasi lebih lanjut dari lesi tersebut terdiri atas plak fibrous dengan
lumen pembuluh darah terjadi bila serat otot halus dalam dinding pembuluh darah
menyebabkan iskemia dan anoksia yang ditimbulkan oleh kelaianan vaskuler dan
9
kekurangan O2 dalam darah. (Wijaya et al., 2013) Penyebab dari angina pektoris
ini dapat menimbukan Intoleransi aktivitas yang menitik beratkan pada pada
respon tubuh yang tidak mampu bergerak karena tubuh tidak mampu
dibutuhkan pasien tidak dapat terpenuhi dan mengalami kelelahan serta lemas.
Terdapat dua fator risiko terhadap Angina Pektoris yaitu faktor yang bisa
diubah dan faktor yang tidak bisa diubah. (Sumiati et al., 2010) yaitu:
penyakit Coronary artery desease. Sebagaian besar kasus kematian terjadi pada
laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga
didapatkan hubungan antara umur dengan kadar kolesterol total akan meningkat
60 tahun) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama, setelah
belum diketahui, sebelum umur 60 tahun didapatkan 2-3 kali lebih besar dari pada
10
pada laki-laki karena pengaruh hormone esterogen dari wanita. (Sumiati et al.,
2010).
Faktor genetik sangat berpengaruh terutama pada laki-laki, faktor ini dapat
ditangani dengan gaya hidup yang sehat dan menghindari gaya hidup yang tidak
diabetes.
dinding pembuluh darah arteri koronaria. Apabila tekanan tinggi yang terus-
Diketahui 2-3 kali lebih banyak pada orang dengan diabetes, tanpa
memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi pada
diabetes mellitus serta metabolisme lipid yang tidak normal juga dalam
untuk mengatur glukosa dapat mengurangi faktor risiko dan itu menjadi tanggung
11
c. Merokok
monoksida (CO) lebih mudah terikat oleh hemoglobin sehingga oksigen yang
disuplai ke jantung sangat berkurang dan membuat jantung bekerja lebih berat
untuk menghasilkan energi yang sama besarnya. Asam nikotinat dalam tembakau
darah dan oksigenasi jaringan terganggu. (Brunner & Sudadarth, 2002) Merokok
pembuluh darah meningkat keadaan ini pun bukan hanya dialami oleh perokok itu
sendiri namun perokok pasif juga dapat menalaminya. (Wijaya et al., 2013a)
d. Kolesterol
Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya resiko CAD dan
kolesterol total, dan kadar trigliserida. Pada kolesterol total >200 mg/dL berarti
risiko terjadinya PJK meningkat. LDL kolesterol bersifat buruk karena bila kadar
HDL kolesterol bersifat baik, namun makin rendah kadar HDL (<45 mg/dL)
kolesterol maka makin besar kemungkinan PJK (Kasron, 2012). Kadar HDL bisa
12
exercise karena membantu proses metabolisme dan menurunkan kadar LDL.
e. Kegemukan/obesitas
dengan berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal. (Sumiati et al.,
2010)
f. Stress
dengan PJK terutama akan menyebabkan angina pektoris. Secara teoritis, stress
kolesterol. Data menunjukkan bahwa pada orang yang kurang gerak, pembuluh
darah kolateral dari arteri koronaria juga kurang sehingga aliran darah ke jantung
berkurang. Latihan fisik dapat meningkatkan kadar HDL sehingga resiko CAD
dapat dikurangi karena latihan fisik bermanfaat untuk memperbaiki fungsi paru
dan pemberian oksigen ke miokard, menurunkan berat badan lemak tubuh yang
13
5. Patofisiologi angina pektoris
sel-sel miokardium yang terjadi karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen
pada arteri koroner. Ateriosklerosis adalah penyakit arteri koroner yang sering
ditemukan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat, maka oksigen yang
dibutuhkan juga meningkat. Jika kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat
maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen
kebutuhan akan oksigen, maka akan terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
oksigen yang diperlukan oleh otot jantung, maka terjadi ketidak seimbangan
anatar suplai dan kebutuhan. (Udjianti, 2010) Dalam pemenuhan kebutuhan energi
aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung. (Wijaya et al., 2013a) Dalam
penyakit jantung koroner, arteri koroner ini menjadi semakin sempit dan kadang-
kadang terblokir. Hal tersebut akan menyebabkan tidak dapat mengalirnya darah
dengan baik ke otot-otot jantung. Pada tahap awal penderita akan dapat bernafas
dalam keadaan normal dan darah yang mengalir ke jantung masih cukup, namun
menyempit
14
tidak dapat mensuplai darah dengan baik ke otot-otot jantung. Gejala untuk
kelelahan ini bersifat ringan, sehingga penderita dapat mengurangi aktivitas yang
dilakukan secara bertahap. Namun jika pada suatu kondisi tidak ada darah yang
mengalir pada arteri koroner maka penderita akan mengalami nyeri dada pada
bagian kiri atau serangan jantung dan tidak sadarkan diri. Pada saat inilah
Angina ini disebut juga angina klasik, dilatasi terjadi karena penyempitan
kerja jantung. Secara klasik berkaitan dengan latihan dan aktivitas atau mengalami
stress psikis / emosi tinggi yang meningkatkan kebutuhan oksigen, nyeri akan
segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktivitas. (Kasron, 2016) Serangan
berlangsung kurang dari 10 menit dan stabil (frekuensi ,lama serangan faktor
pencetus menetap dalam 30 hari terakhir). Serangan nyeri dada hilang bila klien
Angina ini sering dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri
koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. (Kasron,
2016) Durasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil yaitu
selama 30 menit atau lebih, nyeri yang lebih hebat dan frekuensi serangan lebih
15
sering, nyeri dada dapat timbul saat istirahat dan melakukan aktivitas, saat
serangan timbul biasanya disertai dengan tanda-tanda sesak nafas, mual, muntah,
dan diaphoresis ( keringat berlebih karena syok). Serangan nyeri dada dapat hilang
bila klien mendapatkan terapi nitrogliserin, bed rest total dan bantuan oksigenasi
(Udjianti, 2010).
Merupakan akibat dari kejang pada arteri koroner dan terjadi karena spasme
arteri koronaria berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya infrak. Nyeri yang
kondisi abnormal. Dan serangan nyeri dapat hilang dalam pemberian terapi
7. Pemeriksaan penunjang
a. Ekg
Tes dan prosedur diagnostik digunakan untuk menegakan data yag diperoleh
dari riwayat dan pemeriksaan fisik yaitu Elektrokardiografi ( EKG ). Pada pasien
jantung dan untuk menunjukan adanya iskemia yang terjadi. (Ruhyanudin, 2007).
Foto rontgen dada menunjukan bentuk jantung yang normal, tetapi pada
16
B. Teori Asuhan Keperawatan Pasien Angina Pektoris
1. Pengkajian
proses asuhan keperawatan. Pengkajian meliputi data subjektif dan objektif yang
yang berupa nyeri dada,sulit bernafas (dyspnea), palpitasi, pingsan, lemah, dan
a. Identitas Pasien yang perlu dikaji yaitu : nama, umur, nomor rekam medis ,
nyeri dada, pingsan, sesak nafas, merasa lemas dan cepat lelah pulse yang
penyakit pernafasan kronis, pola hidup sehat, nyeri yang hilang timbul,
17
(Manurung, 2018).
Riwayat Pengobatan : Pengobatan yang sudah dijalani dan obat-obatan yang dipakai
selama pengobatan berlangsung. Pengkajian pengobatan harus dituliskan nama dari obat
dan kegunaan dan efek samping dari obat tersebut (Manurung, 2018).
al., 2013a).
faktor perangsang nyeri yang spontan, kualitas nyeri : rasa nyeri yang
digambarkan dengan rasa sesak yang berat /mencekik, lokasi, berat dan
lain : pola persepsi sehat dan manajemen sehat, pola nutrisi metabolik, pola
pola persepsi konsep diri, pola hubungan peran, pola toleransi koping stress,
d. Data Pasien yang harus dikaji pada pasien Intoleransi Aktivitas termuat
dalam buku SDKI pada tahun 2017 yaitu termuat dalam kategori fisiologis
dan sub kategori aktivitas/istirahat yaitu: (Tim Pokja SDKI DPP, 2017).
Gejala dan tanda mayor yang dikaji yaitu mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat dan gejala dan tanda minor yang dikaji yaitu dyspnea
18
saat/setelah aktivitas,
19
merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah berubah >20% dari kondisi
istirahat, gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukan
20
e. Analisa Data
DO:
-Tampak meringis
-Bersikap protektif
-Gelisah
-Frekuensi nadi meningkat
-Sulit tidur
Minor
DS: -
DO:
-Tekanan narah meningkat
-Pola napas berubah
-Nafsu makan berubah
-Proses berfikir terganggu
-Menarik diir
-Berfokus pada diri sendiri
diaforesis
2 Minor Pola Nafas tidak
Ds: efektif
dispnea
Do:
-penggunaan otot bantu
pernapasan
- fase ekspirasi memanjang
-pola napas abnormal
21
Minor
Ds:
- ortopnea
Do:
- pemasangan pursep-lip
- pemasangan cuping
hidung
- diameter thoraks
anterior – posterior
meningkat
- ventilasi semenit turun
- kapasitas vital menurun
- tekanan ekspirasi
menurun
- tekanan inspirasi
menurun
- ekskursi dada berubah
1. Diagnosa keperawatan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis: nyeri
2. Perencanaan keperawatan
frekuensi, kualitas,
22
intensitas nyeri
non verbal
memperberat dan
memperingan nyeri
-Identifikasi pengetahuan
nyeri
- identifikasi pengaruh
nyeri
kualitas hidup
- identifikasi keberhasilan
sudah diberikan
penggunaan analgetik
Terapeutik
farmakologis untuk
23
memperberat rasa
nyeri
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab,
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian analgetik,
bila perlu.
24
Pola Nafas tidak Manajemen jalan nafas Observasi
napas tambahan
- Monitor sputum
Terapeutik
-pertahankan
servikal)
- posisikan semi
- berikan minuman
hangat
- lakukan fisioterapi
dada
- lakukan pengisapan
detik
25
- lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- keluarkan sumbatan
forsep McGill
perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 2000
kontraindikasi
- Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.
26
DAFTAR PUSTAKA
Kasron. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardivaskuler (A. M@ftuhin, ed.). Jakarta Timur:
CV.Trans Info Media.
Mutaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi (1st ed.; R. Angriani, ed.). Jagakarsa,Jakarta: Salemba Medika.
Sumiati, Rustika, Tutiany, Heni, N., & Mumpuni. (2010). Penanganan stress pada penyakit jantung
koroner (Pertama). Jakarta: Trans Info Media,Jakarta.
Udjianti, W. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler (Edisi : 3; S. Carolina, ed.). Jagakarsa,Jakarta
Selatan: Salemba Medika.
Wijaya, Andra, P., & Yessie. (2013a). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (1st ed.). Yogyakarta:
Nuha Medika. Wijaya, Andra, S., & Yessie, M. (2013b). Keperawatan medikal
bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep Mind Mapping (Jilid 2; A. Wahyu, ed.).
Jakarta: Trans Info Media,Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC.
27