Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan perusahaan
supaya mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola
konsumsi dan gaya hidup pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan
pelayanan yang berkualitas. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan
yang berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah
dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zeithaml (dalam Lupiyoadi
(2006:181). Layanan adalah proses interaksi antara pelanggan dan penyedia
layanan (Gronroos, (1998) dalam Suh dan Pedersen 2010).
Mutu pelayanan keperawatan merupakan indikator kualitas pelayanan kesehatan.
Penentu citra institusi pelayanan kesehatan di masyarakat adalah perawat. Kualitas
pelayanan yang diberikan oleh perawat akan terlihat dari asuhan keperawatan yang
telah diberikan kepada klien. Pengetahuan perawat memegang peranan penting
dalam pendokumentasian proses keperawatan. Perawat perlu memperoleh
pengetahuan tentang aplikasi proses keperawatan yang digunakan untuk
menginterpretasi data pasien. Dengan tingkat pengetahuan yang berbeda,
dokumentasi proses keperawatan akan menghasilkan dokumentasi yang tidak
lengkap dan seragam yang akanberpengaruh pada mutu asuhan yang berbeda pula.
Dalam aspek hukum, perawat tidak mempunyai bukti tertulis bila pasien menuntut
ketidakpuasan terhadap pelayanan keperawatan. Dalam kenyataannya dengan
semakin kompleksnya pelayanan dan peningkatan kualitas keperawatan, perawat
tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan tetapi dituntut untuk
mendokumentasikan asuhan keperawatan secara benar (Nursalam, 2012).
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit, telah
disusun Standar Pelayanan Rumah Sakit melalui SK Menkes No.
436/MENKES/SK/VI/1993 dan Standar Asuhan Keperawatan melalui SK Dirjen
Yanmed No. YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993. Standar pelayanan dan Standar
Asuhan Keperawatan tersebut berfungsi sebagai alat ukur untuk mengetahui,
memantau dan menyimpulkan apakah pelayanan / asuhan keperawatan yang

1
diselenggarakan di rumah sakit sudah mengikuti dan memenuhi persyaratan dalam
standar tersebut atau tidak (Depkes RI, 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari quality service?
2. Apa saja manfaat dari quality service?
3. Apa dimensi dari quality service?
4. Bagaimana indikator penilaian mutu asuhan keperawatan?
5. Bagaimana audit mutu keperawatan?
6. Bagaimana kepuasan pasien?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian quality service.
2. Untuk mengetahui manfaat quality service.
3. Untuk mengetahui dimensi quality service.
4. Untuk mengetahui indikator penilaian mutu asuhan keperawatan.
5. Untuk mengetahui audit mutu keperawatan.
6. Untuk mengetahui kepuasan pasien.

2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Quality Service
Quality Service adalah seberapa jauh perbedaan antara harapan dan kenyataan
para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Quality Service dapat diketahui
dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang benar-benar
mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan.
Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan serius oleh perusahaan,
yang melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan. Kualitas pelayanan
menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan perusahaan supaya mampu bertahan
dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan gaya hidup
pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas.
Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat
ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah dikembangkan oleh
Parasuraman, Berry dan Zeithaml (dalam Lupiyoadi (2006:181). Layanan adalah
proses interaksi antara pelanggan dan penyedia layanan (Gronroos, (1998) dalam
Suh dan Pedersen 2010). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, serta ketepatannya
dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2007). Menurut Tjiptono (2007)
Kualitas Pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian
atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Jadi kesimpulan dari kualitas pelayanan adalah penilaian yang diberikan
pelanggan dari membandingkan kinerja perusahaan dengan harapan pelanggan itu
sendiri.

B. Manfaat Quality Service


Keberhasilan suatu perusahaan dalam membangun bisnisnya, tidak luput dari peran
pelayanan yang baik dan memuaskan pelanggannya. Kualitas pelayanan akan
memberi manfaat yang cukup besar bagi perusahaan sebagai berikut (Simamora,
2003:180):
1. Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami konsumen
melebihi harapannya) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis untuk

3
penetapan harga premium. Perusahaan yang mampu memberikan kepuasan
tinggi bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu harga yang signifikan.
2. Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga.
Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh
pelanggan yaitu tarif lebih mahal dibebankan untuk pelayanan yang
membutuhkan penyelesaian yang cepat.
3. Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial
untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produk-produk baru dari
perusahaan.
4. Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif bagi perusahaan
dan produk-produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat menjadi pembela
bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu negatif.
5. Pelanggan merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelijen
pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada
umumnya.

C. Dimensi Quality Service


Konsep kualitas pelayanan yang dihasilkan oleh Parasuraman adalah SERVQUAL.
Terdapat 5 dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi
(2006:182) sebagai berikut:
1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Ini meliputi
fasilitas fisik (Gedung, Gudang, dan lainnya), teknologi (peralatan dan
perlengkapan yang dipergunakan), serta penampilan pegawainya. Secara singkat
dapat diartikan sebagai penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi
komunikasi.
2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Harus
sesuaidengan harapan pelanggan berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan
tanpa kesalahan, sikap simpatik dan dengan akurasi tinggi. Secara singkat dapat

4
diartikan sebagai kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan secara
akurat, tepat waktu, dan dapat dipercaya.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan,
dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
tanpa alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas
pelayanan. Secara singkat dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu
pelanggan dengan memberikan layanan yang baik dan cepat.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan,
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya
pelanggan kepada perusahaan. Dimensi assurance terdiri dari empat sub-
dimensi, yaitu :
a. Competence (Kompetensi)
Keahlian dan keterampilan yang harus dimiliki penyedia jasa dalam
memberikan jasanya kepada pelanggan.
b. Credibility (Kredibilitas)
Kejujuran dan tanggung jawab pihak penyedia jasa sehingga pelanggan
dapat mempercayai pihak penyedia jasa.
c. Courtesy (Kesopanan)
Etika kesopanan, rasa hormat, dan keramahan pihak penyedia jasa kepada
pelanggannya pada saat memberikan jasa pelayanan.
d. Security (Keamanan/Keselamatan)
Rasa aman, perasaan bebas dari rasa takut serta bebas dari keragu-raguan
akan jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak penyedia jasa kepada
pelanggannya.

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki suatu pengertian dan
pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara
spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Dimensi empathy terdiri dari tiga sub dimensi, yaitu :

5
a. Access (Akses)
Tingkat kemudahan untuk dihubungi dan ditemuinya pihak penyedia jasa
kepada pelanggannya.
b. Communication (Komunikasi)
Kemampuan pihak penyedia jasa untuk selalu menginformasikan sesuatu
dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pelanggan dan pihak penyedia
jasa selalu mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh pelanggan.
c. Understanding Customer (Mengerti Pelanggan)
Tingkat usaha pihak penyedia jasa untuk mengetahui dan mengenal
pelanggan beserta kebutuhan-kebutuhannya. Menurut Tjiptono (2006) ada 4
karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya dengan barang, keempat
karakteristik tersebut meliputi:
1) Intangibility
Jasa berbeda dengan barang, jika barang menggunakan suatu objek, alat
atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau
usaha. Jasa bersifat intangible yang artinya tidak dapat dilihat, dirasa,
diraba, dicium atau didengar sebelum dibeli.
2) Inseparability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi.
Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi
dan dikonsumsi secara bersamaan.
3) Variability
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandarized output,
artinya banyak bentuk variasi, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa,
kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada 3 faktor yang
menyebabkan variabilitas kualitas jasa Tjiptono (2006) yaitu kerjasama
atau partisipasi konsumen selama penyampaian jasa, moral/motivasi
karyawan dalam melayani konsumen, dan beban kerja perusahaan.
4) Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan,
dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan
berlalu begitu saja.

6
D. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur,
proses dan outcome system pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga
dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu
pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi,
dokumen, instrument, audit (EDIA).
1. Aspek Struktur (Input)
Struktur adalah semua input untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan),
M4 (dana), M5 (pemasaran) dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan
bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu
pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya
(efisiensi) dan mutu dari masing-masing komponen struktur.

2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenagaprofesi lain yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasien. Interaksi ini diukur
antara lain adalah bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan
diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit
dan prosedur pengobatan.

3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain
terhadap pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
1) Angka infeksi nosocomial : 1-2%
2) Angka kematian kasar : 3-4%
3) Kematian pasca bedah : 1-2%
4) Kematian ibu melahirkan : 1-2%
5) Kematian bayi baru lahir : 20/1000
6) NDR (Net Death Rate) : 2,5%
7) ADR (Anesthesia Death Rate) : 1/5000

7
8) PODR (Post-Operation Death Rate) : 1%
9) 1POIR (Post-Operative Infection Rate) : 1%

b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:


1) Biaya per unit untuk rawat jalan.
2) Jumlah penderita yang mengalami dekubitus.
3) Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur.
4) BOR : 70-85%
5) BTO (Bed Turn Over) : 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat
tidur/tahun.
6) TOI (Turn Over Interval) : 1-3 hari TT yang kosong.
7) LOS (Length of Stay) : 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial, gawat
darurat, tingkat kontaminasi dalam darah, tingkat kesalahan, dan kepuasan
pasien).
8) Normal tissue removal rate : 10%

c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan
jumlah keluhan dari pasien/keluarganya, surat pembaca di koran, surat
kaleng, surat masuk di kotak saran dan lainnya.

d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas :


1) Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS
dengan asal pasien
2) Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan
jumlah kunjungan SMF spesialis.
3) Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut
di atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika bukan angka
standar nasional, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil
pencatatan mutu pada tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama,
setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf lainnya yang terkait.

8
e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi.
2) Pasien diberi obat salah.
3) Tidak ada obat/alat emergensi.
4) Tidak ada oksigen.
5) Tidak ada suction (penyedot lendir).
6) Tidak tersedia alat pemadam kebakaran.
7) Pemakaian obat.
8) Pemakaian air, listrik, gas dan lain-lain.

Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH (Singapore


General Hospital, 2006) meliputi :
1) Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran pasien, beban
kerja perawat, model tempat tidur, tingkat perlukaan, dan keluhan keluarga.
2) Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya kepuasan pasien,
tingkat ekonomi pasien, respon perawat terhadap pasien dan peraturan rumah
sakit.
3) Clinical incident diantaranya jumlah pasien phlebitis, jumlah pasien ulkus
dekubitus, jumlah pasien pneumonia, jumlah pasien tromboli dan jumlah pasien
edema paru karena pemberian cairan yang berlebih.
4) Sharp injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali, kurangnya
keterampilan perawat dan complain pasien.
5) Medication incident, meliputi lima tidak tepat (jenis obat, dosis, pasien, cara,
waktu).

Berikut ini uraian tentang masing-masing indikator:


1) Indikator Mutu Umum :
a) Penghitungan Tempat Tidur Terpakai ( BOR )
Bed occupancy rate adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Standar internasional BOR dianggap baik
adalah 80 – 90 % sedangkan standar nasional BOR adalah 70 – 80 %.

9
Rumus penghitungan BOR sbb:
Rumus : Jumlah Hari Perawatan x 100%

Jumlah TT x Jumlah Hari Persatuan Waktu

Keterangan:
i. Jumlah hari perawatan adalah jumlah total pasien dirawat dalam satu hari kali jumlah
hari dalam satu satuan waktu.
ii. Jumlah hari per satuan waktu. Kalau diukur per satu bulan, maka jumlahnya 28 – 31
hari, tergantung jumlah hari dalam satu bulan tersebut.

b) Penghitungan Rata-rata Lama Rawat (ALOS)


Average Length of Stay (ALOS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini di samping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnose
tertentu yang dijadikan tracer (yang perlu pengamatan lebih lanjut). Secara
umum ALOS yang ideal antara 6 – 9 hari, di ruang MPKP pengukuran ALOS
dilakukan oleh kepala ruangan yang dibuat setiap bulan dengan rumus sbb :

Rumus : Jumlah Hari Perawatan Pasien Keluar

Jumlah Pasien Keluar (Hidup+Mati)

Keterangan:
i. Jumlah hari perawatan pasien keluar adalah jumlah hari perawatan pasien keluar
hidup atau mati dalam satu periode waktu.
ii. Jumlah pasien keluar (hidupatau mati) : jumlah pasien yang pulang atau meninggal
dalam satu periode waktu.

c) Penghitungan TOI (TempatTidurTidakTerisi)


Turn Over Interval ( TOI ) adalah rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati
dari saat diisi berikutnya. Indikator ini dapat memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong hanya
dalam waktu 1 – 3 hari, di MPKP pengukuran TOI dilakukan oleh kepala

10
ruangan yang dibuat setiap bulan dengan rumus sbb :

Rumus : ( Jumlah TT X Hari ) – Hari Perawatan RS

Jumlah Pasien Keluar (Hidup+Mati)

Keterangan:
i. Jumlah TT : jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki
ii. Hari perawatan : jumlah total hari perawatan pasien yang keluar hidup dan mati
iii. Jumlah pasien keluar : jumlah pasien yang dimutasikan keluar baik pulang,
mutasilari, atau meninggal.

2) Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan;


a) Keselamatan Pasien (Pasien Safety)
Pelayanan keperawatan dinilai bermutu jika pasien aman dari kejadian
jatuh, ulkus dekubitus, kesalahan pemberian obat dan cidera akibat restrain.
b) Keterbatasan Perawatan Diri
c) Kebersihan Dan Perawatan Diri
Kebersihan dan perawatan diri merupakan kebutuhan dasar manusia yang
harus terpenuhi agar tidak timbul masalah lain sebagai akibat dari tidak
terpenuhinya kebutuhan tersebut, misal penyakit kulit, rasa tidak nyaman,
infeksi saluran kemih, dll. Pelayanan keperawatan bermutu jika pasien
terpelihara perawatan dirinyadan bebas dari penyakit yang disebabkan oleh
hgiene yang buruk.
d) Kepuasan Pasien
Salah satu indicator penting lainnyadari pelayanan keperawatan yang
bermutu adalah kepuasan pasien. Tingginya tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan keperawatan tercapai bila terpenuhi kebutuhan pasien/keluarga
terhadap pelayanan keperawatan yang diharapkan.
e) Kecemasan
Cemas adalah perasaan was-was, khawatir atau perasaan tidak nyaman
yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman.
Kecemasan yang masih ada setelah intervensi keperawatan, dapat menjadi
indikator klinik.

11
f) Kenyamanan
Rasa nyaman (comfort) adalah bebas dari rasa nyeri atau nyeri terkontrol.
Pelayanan keperawatan dinilai bermutu jika pasien merasa nyaman dan bebas
dari rasa nyeri dan menyakitkan.
g) Pengetahuan
Indikator mutu lain adalah pengetahuan dimana salah satunya
diimplementasikan dalam program discharge planning. Discharge planning
adalah suatu proses yang dipakai sebagai pengambilan suatu keputusan dalam
hal memnuhi kebutuhan pasiendari suatu tempat perawatan ketempat lainnya.
Dalam perencanaan kepulangan, pasien dapat dipindahkan kerumahnya
sendiri atau keluarga, fasilitas rehabilitasi, nursing home atau tempat-tempat
lain diluar rumah sakit.

E. Audit Mutu Keperawatan


1. Audit Personalia
Audit personalia adalah pemeriksaan dan penilaian data-data personalia.
Audit personalia mengevaluasi kegiatan-kegiatan personalia yang dilakukan
dalam suatu organisasi, baik bagian per bagian maupun organisasi secara
keseluruhan. Hasil pemeriksaan dan penilaian menunjukkan atau
mencerminkan hal-hal berikut.
a. Mengidentifikasi sumbangan departemen personalia kepada organisasi.
b. Meningkatkan kesan professional terhadap departemen personalia.
c. Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme lebih besar di antara
karyawan departemen personalia.
d. Menstimulasi keseragaman kebijakan dan praktik personalia.
e. Memperjelas tugas dan tanggung jawab departemen personalia .
f. Menemukan masalah personalia secara kritis.
g. Mengurangi biaya sumber daya manusia melalui prosedur personalia yang
lebih efektif.
h. Menyelesaikan keluhan lama dengan aturan legal.
i. Meningkatkan kesediaan untuk menerima perubahan yang diperlukan
dalam departemen personalia.

12
j. Memberikan tinjauan terhadap system informasi departemen.

2. Laporan Audit
Laporan audit umumnya disusun sebagai berikut:
a. Judul.
b. Daftar isi.
c. Ringkasan dan kesimpulan, terutama berguna untuk pimpinan eksekutif
puncak.
d. Masalah pokok (tujuan audit, analisis, evaluasi , dan sebagainya)
e. Kesimpulan dan saran.
f. Tubuh (berisi: data, fakta pandangan, serta alasan yang merupakan dasar
kesimpulan dan saran).
g. Sumber data.
h. Lampiran yang dianggap penting.

13
14
15
16
17
F. Kepuasan Pasien
Nursalam (2003:105) menyebutkan kepuasan adalah perasaan senang seseorang
yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu
produk dengan harapannya. Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya
terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. (Kotler, 2004:
42).
Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Dengan
mengetahui tingkat kepuasan pasien ,manajemen rumah sakit dapat melakukan
peningkatan mutu pelayanan. Persentase pasien yang menyatakan puas terhadap
pelayanan berdasarkan hasil survey dengan instrumen yang baku (Indikator Kinerja
Rumah Sakit, Depkes RI Tahun 2005:31).
Menurut Yazid (2004:286), ada enam faktor menyebabkan timbulnya rasa tidak
puas pelanggan terhadap suatu produk yaitu:
1. Tidak sesuai harapan dan kenyataan;
2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan;
3. Perilaku personel kurang memuaskan;
4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang;
5. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga
tidak sesuai;
6. Promosi/iklan tidak sesuai dengan kenyatannya.

Lebih lanjut menurut Kotler (2000:38) ada beberapa cara mengukur kepuasan
pelanggan:
1. Sistem keluhan dan saran;
2. Survey kepuasan dan pelanggan;
3. Pembeli bayangan;
4. Analisis kehilangan pelanggan;

18
Menurut Leonard L. Barry dan pasuraman “Marketing serviscompetin through
Quality” (New York Freepress, 1991: 16). Yang dikutip Kotler (2000:40)
mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh pelanggan
dalam mengevaluasi kualitas jasa pelayanan, antara lain:
1. Tangible (kenyataan), yaitu berupa penampilan fasilitas fisik , peralatan materi
komunikasi yang menarik, dan lain-lain;
2. Empati, yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk memberikan perhatian
secara pribadi kepada konsumen;
3. Cepat tanggap, yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi
keluhan dari konsumen;
4. Keandalan, yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang
dijanjikan, terpercaya dan akurat dan konsisten;
5. Kepastian , yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan
dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen;

19
Table 20.7 adalah instrument kepuasan berdasarkan lima karakteristik diatas
(Nursalam, 2007)

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indikator mutu pelayanan keperawatan merupakan hal yang sangat penting
bagi suatu institusi rumah sakit, karena mutu pelayanan keperawatan ini
merupakan penilaian bagi masyarakat terhadap suatu rumah sakit. Indikator
mutu ini merupakan citra dari suatu rumah sakit. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan indikator mutu pelayanan keperawatan di ruang
rawat inap.

B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa penyusunan makalah kami ini sangatlah kurag
dari kesempurnaan, oleh karena itu bagai pembaca atau mahasiswa yang
membaca makalah ini, kami mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah arti
dan kami sebagai manuasia membuka hati kami untuk kritik dan saran yang
membangun demi penyusunan makalah selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2013. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

22

Anda mungkin juga menyukai