TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke
terjadinya penyakit tersebut memerlukan waktu yang lama. Lebih dari 90%
trombosit dan pembentukan plak dari trombus intra koroner (Lily, 2011).
dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang ruptur dan biasanya
7
Obstruksi dinamik diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus
oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil (Sebastine et
namun bukan karena spasme atau trombus. Terjadi pada pasien dengan
makrofag, sel T dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis
komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos
pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu
dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah. Makrofag
8
koroner yang mengakibatkan penurunan perfusi miokard dan pasien
biasanya menderita angina stabil yang kronik seperti anemia (Ismantri, 2009).
Faktor risiko SKA dibagi dua yaitu faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Bender et al.,
2011; Strom, 2011). Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain:
1) Hipertensi
2) Diabetes Melitus
9
pada pasien-pasien diabetes dibandingkan pada pasien-pasien non
3) Hiperkolesterolemia
serta rendahnya kadar HDL dapat meningkatkan risiko PJK dan stroke
10
4) Merokok
disebabkan karena efek nikotin. Selain itu, nikotin juga memiliki efek
5) Kurang latihan
menit setiap hari selama 3-4 hari (Lewis et al., 2007). Orang yang
tidak aktif berolahraga memiliki risiko 1,9 kali lebih besar menderita
(Peter, 2008).
11
sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia
7) Stres
2015).
orang tuanya juga mengalami PJK. Bila orang tua menderita PJK
12
2) Usia
kelompok usia kurang dari sama dengan 65 tahun dan lebih dari 65
2012)
3) Jenis kelamin
lebih tinggi dan LDL lebih rendah, setelah menopause LDL meningkat
berarti bahwa laki-laki mempunyai risiko SKA 2–3 kali lebih besar dari
4) Etnis
Ras kulit putih lebih sering terjadi SKA, dari pada ras Afrika Amerika
13
(Lewis et al., 2007). Penelitian multi etnik yang dilakukan pada 33
2.1.4 Klasifikasi
angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris
14
bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila
maka diagnosis menjadi IMA NSTEMI. Pada angina pektoris tidak stabil
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24
jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
2.1.5 Patofisiologi
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak
tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
15
pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung. Akibat dari iskemia, selain
16
polos dada dan pemeriksaan penunjang lainnya. Keluhan pasien dengan
iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau
atau berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
intermiten atau beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina
nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang
sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa
rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan angina tipikal ini lebih
sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut lebih
prediktif terhadap diagnosis SKA. Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika
diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah (PERKI, 2015).
17
Gambar 2.1 Algoritma penegakkan diagnosis SKA (Hamm et al., 2011)
Keluhan nyeri dada pasien yang bersifat tipikal dan atipikal yang
abnormal dan irama jantung normal atau yang tidak dapat ditentukan.
infark miokardium pada dinding anterior dari jantung akibat adanya oklusi
18
Gambar 2.2 Gambaran EKG STEMI Anterior (1)
Keterangan :
Keterangan :
19
Gambar 2.4 Gambaran EKG STEMI Inferior (1)
Keterangan :
Keterangan :
20
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung, angina tipikal berupa
rasa tertekan atau berat daerah retrosternal menjalar ke lengan kiri, leher,
abdominal, sesak napas, dan sinkop. Suara jantung (S3), ronkhi basah
kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R serta V7-V9 sebaiknya direkam
iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam
21
angina cukup bervariasi, yaitu: normal, non-diagnostik, Left Bundle Branch
2015).
dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada
usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3
pada pria usia lebih dari 40 tahun adalah (≥0,2 mV), pada pria usia kurang
(≥0.15 mV). Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di
sadapan V3R dan V4R adalah (≥0.05 mV), kecuali pria usia kurang dari 30
tahun nilai ambang (≥0,1 mV) dianggap lebih tepat. Nilai ambang di
STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid anterior (elevasi di V3-V6). Pasien
mendapatkan terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang
miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB baru atau
persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST (≥1 mm) pada
22
sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST (≥1 mm) di
(NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen
Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG dapat dilihat pada tabel berikut:
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
23
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi
CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam
awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
(Santolo et al., 2013). Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal dan lipid
24
darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di
penegakkan diagnosis sindroma koroner akut baik yang bersifat non invasif
penting terutama pada fase akut oleh karena non invasif serta
cepat. Fungsi sistolik ventrikel kiri dapat kita ketahui, di mana ini
bersifat non invasif akan tetapi tidak semua rumah sakit memiliki
koroner akut atau penyebab nyeri dada yang lain. Alat ini tidak
25
2.1.7 Tindakan Umum
diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di
ruang gawat darurat. Sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan atau marka
jantung, terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
dosis Nitrogliserin (NTG) sublingual. Jika nyeri dada tidak hilang dengan
satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak tersedia
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (PERKI,
2015).
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering pada SKA ialah aritmia dan gagal
26
2.1.9 Penatalaksanaan Pasien SKA.
dan terapi reperfusi. Obat yang digunakan antara lain: obat anti-iskemia
pertama (PERKI, 2015). Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi
vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada Sinus Atrial (SA)
27
ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg
jika tidak terdapat kontra indikasi. Terapi statin dosis tinggi hendaknya
dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak
28
dengan cepat atau membuat persiapan untuk melakukan terapi
lain,
(Husein & Dewi, 2014). Akan tetapi masalah yang sering terjadi
2013).
PURSUIT dan FRISC (Wallentin et al., 2000) yang paling sering digunakan
adalah GRACE dan TIMI (Antman et al., 2000). Pada penilaian secara
risiko pada saat awal rawat dan pulang, karena kekuatan diskriminatifnya
yang baik dan juga merupakan prediksi yang paling akurat terhadap hasil
akhir klinis dan digunakan sebagai data yang sah untuk penelitian-penelitian
29
selanjutnya (PERKI, 2015). Penerapan secara umum dan ketepatan hasil
akhir dari skor GRACE dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko pada SKA.
Risiko skor TIMI untuk SKA non STE/APTS dibuat sebagai alat bantu
prognostik para klinisi (Fransisco et al., 2005) yang dapat digunakan secara
2000) untuk mengevaluasi hasil akhir klinis jangka pendek (14 hari) dan
jangka panjang (6 bulan) (Marc et al., 2003). Nilai skor tersebut dapat
(Lakhani et al., 2010) Penentuan risiko berdasarkan skor risiko TIMI untuk
Tabel 2.3 Angka kematian dalam 30 hari terhadap skor stratifikasi risiko
Risk score Odds of death by 30D
0 0.1 (0.1-0.2)
1 0.3 (0.2-0.3)
2 0.4 (0.3-0.5)
3 0.7 (0.6-0.9)
4 1.2 (1.0-1.5)
5 2.2 (1.9-2.6)
6 3.0 (2.5-3.6)
7 4.8 (3.8-6.1)
8 5.8 (4.2-7.8)
>8 8.8 (6.3-12)
*referenced to average mortality (95% confidence intervals)
30
Klasifikasi GRACE mencantumkan beberapa variabel yaitu usia, kelas
Killip, tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, cardiac arrest saat tiba di
ruang gawat darurat, kreatinin serum, marka jantung yang positif dan
mortalitas saat perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar
dari rumah sakit. Untuk prediksi kematian di rumah sakit, pasien dengan skor
risiko GRACE ≤108 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian 140
Untuk prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit,
pasien dengan skor risiko GRACE ≤88 dianggap mempunyai risiko rendah
31
Tabel 2.4 Skor GRACE
Prediktor Skor
Usia dalam tahun
<40 0
40-49 18
50-59 36
60-69 55
70-79 73
80 91
Laju denyut jantung (kali permenit)
<70 0
70-89 7
90-109 13
110-149 23
150-199 36
>200 46
Tekanan darah sistolik (mmHg)
<80 63
80-99 58
100-119 47
120-139 37
140-159 26
160-199 11
>200 0
Kreatinin (µmol/L)
0-34 2
35-70 5
71-105 8
106-140 11
141-176 14
177-353 23
≥ 354 31
Gagal jantung berdasarkan klasifikasi Killip
I 0
II 21
III 43
IV 64
Henti jantung saat tiba di RS 43
Peningkatan marka jantung 15
Deviasi segmen ST 30
Klasifikasi Killip juga digunakan sebagai salah satu variabel dalam klasifikasi
GRACE.
32
Tabel 2.5 Mortalitas 30 hari berdasarkan kelas Killip
hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu periode perawatan.
Satuan untuk lama rawat adalah hari, sedangkan cara menghitung lama
rawat adalah dengan menghitung selisih antara tanggal pulang (keluar dari
rumah sakit, baik hidup ataupun meninggal) dengan tanggal masuk rumah
Lama hari rawat merupakan salah satu unsur atau aspek asuhan dan
pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai atau diukur. Bila seseorang
dirawat di rumah sakit, maka yang diharapkan tentunya ada perubahan akan
derajat kesehatannya. Bila yang diharapkan baik oleh tenaga medis maupun
oleh penderita itu sudah tercapai maka tentunya tidak ada seorang pun yang
33
diagnosa yang tepat. Untuk menentukan apakah penurunan lama hari rawat
dikenal istilah yang lama dirawat (LD) yang memiliki karakteristik cara
berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode
menghitung selisih antara tanggal pulang (keluar dari rumah sakit, hidup
maupun mati) dengan tanggal masuk rumah sakit. Dalam hal ini, untuk
pasien yang masuk dan keluar pada hari yang sama – lama dirawatnya
dihitung sebagai 1 hari dan pasien yang belum pulang atau keluar belum
pasien. Ini akan mempengaruhi LOS. Kasus yang akut dan kronis akan
memerlukan lama hari rawat yang berbeda, dimana kasus yang kronis akan
memerlukan lama hari rawat lebih lama dari pada kasus-kasus yang bersifat
akut. Demikian juga penyakit yang tunggal pada satu penderita akan
mempunyai lama hari rawat lebih pendek dari pada penyakit ganda pada
satu penderita (Barbara J., 2008 ; Krzysztof, 2011). Lama hari rawat
merupakan salah satu indikator mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
34
Rata-rata lama hari rawat (Average Length of Stay) = X : Y
Keterangan :
Y : jumlah pasien rawat inap yang keluar ( hidup dan mati ) di rumah
Cara menghitung jumlah pasien rawat inap yang keluar rumah sakit
(hidup atau mati) dalam periode tertentu diperlukan catatan setiap hari
pasien yang keluar rumah sakit (hidup atau mati) dari tiap-tiap ruang rawat
diperoleh catatan perhitungan jumlah pasien rawat inap yang keluar dari
rumah sakit (hidup atau mati) dan jumlah total hari rawatnya (Depkes RI,
2005). Lama hari rawat ini dipengaruhi oleh adanya pemecahan protein yang
Kasus yang akut dan kronis akan memerlukan lama hari rawat yang
berbeda, dimana kasus yang kronis akan memerlukan lama hari rawat lebih
lama dari pada kasus-kasus yang bersifat akut. Demikian juga penyakit yang
tunggal pada satu penderita akan mempunyai lama hari rawat lebih pendek
dari pada penyakit ganda pada satu penderita (Barbara J., 2008 ; Krzysztof,
2011).
35