Anda di halaman 1dari 47

STROKE

Oleh:
Kelompok 30D

Andi Ari Sandy 1930912310144


Jessica Firajanti.A.Kumpang 1930912320095
Ilma FI Ahsani Nur Alaina 1930912320002
Ketty Ramina 1930912320051
Jessica Manoralisa 1930912320050
Wahyu Sandika Putra 1930912310037
Shania Indah Chineko 1930912320142
Eka Amelia 1930912320059
Muhammad Bayu Wirabuana 1930912310066

Pembimbing:
dr. H. Hasyim Fachir, Sp. S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
2020
1. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam
(kecuali ada tindakan dari pembedahan atau kematian) tanpa tanda-tanda
penyebab non vaskuler, termasuk didalamnya tanda-tanda perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intraserebral, iskemik atau infark serebri. 1

2. Faktor Risiko

Faktor resiko Faktor risiko stroke cukup beragam. Hal ini terkait dengan beragam

pula variasi dari stroke. Faktor risiko antara stroke hemoragik dan stroke iskemik hampir

mirip, tetapi ada beberapa perbedaan yang harus diperhatikan. Bahkan, perbedaan faktor

risiko dapat ditemui pada jenis-jenis stroke iskemik berdasarkan etiologinya. Secara

umum, faktor risiko stroke terdiri dari faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi (non-

modifiable risk factors) dan faktor risiko yang bisa dimodifikasi (modifiable risk factors).

Faktor risiko stroke yang tidak bisa dimodifikasi (non-modifiable risk factors) terdiri

dari:

a. Usia

Angka kejadian stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Peningkatan tersebut terjadi hingga 2 kali lipat untuk setiap dekade pertambahan

usia setelah menginjak usia 55 tahun. 2 Penuaan mempengaruhi struktur dan fungsi

dari vaskular otak, baik mikro maupun makro. Selain itu, usia tua juga rentan

memiliki berbagai macam komorbid, diantaranya adalah penyakit kardiovaskular

yang juga merupakan faktor risiko bagi stroke.3

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin sebagai faktor risiko stroke juga bergantung pada usia. Pada usia

muda, perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk untuk terkena stroke
2
daripada laki-laki. Pada usia tua, laki-laki memiliki faktor risiko yang sedikit lebih

tinggi untuk terkena stroke daripada perempuan. Hal yang menyebabkan perempuan

memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena stroke pada usia yang lebih

muda terkait dengan terjadinya kehamilan, post-partum, hormon, dan penggunaan

kontrasepsi. Namun secara umum, angka kejadian stroke pada perempuan tercatat

lebih banyak karena masa hidup perempuan yang relatif lebih panjang daripada laki-

laki.

c. Ras

Ras kulit hitam cenderung berisiko lebih tinggi terkena stroke daripada ras

kulit putih. Pada pria dan wanita dalam rentang usia 45-64 tahun, ras kulit hitam

memiliki risiko hingga 3 kali lipat daripada ras kulit putih.2

d. Genetik

Genetik termasuk ke dalam faktor risiko stroke. Orang yang memiliki riwayat

keluarga dengan penyakit stroke hingga 30%. Kembar monozigot memiliki risiko

1,65 kali lipat daripada kembar dizigot. Beberapa mutasi atau kelainan genetik juga

bisa menyebabkan beberapa kondisi yang menyebabkan stroke, seperti CADASIL

dan sickle cell anemia.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi (modifiable risk factors) sangat penting untuk

digali pada pasien karena dengan adanya identifikasi dini dan modifikasi segera maka

dapat menurunkan risiko terjadinya stroke. Faktor risiko ini juga dapat mempengaruhi

strategi intervensi bagi penanganan pasien. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi

(modifiable risk factors) terdiri dari:

a. Hipertensi

Hipertensi dapat menyebabkan stroke melalui beberapa mekanisme. Tekanan

yang tinggi pada lumen pembuluh darah secara kronis menyebabkan terganggunya

3
struktur dan fungsi endotel dan otot polos pembuluh darah, termasuk pembuluh

darah otak. Peningkatan tekanan pada endotel menyebabkan peningkatan

permeabilitas pada blood-braib barrier dan menyebabkan lokal atau multifokal

edem otak. Kerusakan endotel dan terganggunya blood-brain barrier juga

menginisiasi terbentuknya trombus yang nantinya dapat menyebabkan lesi iskemik

pada otak. Selain itu degenerasi pada otot polos dan endotel pembuluh darah otak

dapat menjadi predisposisi intracerebral haemorrhage. Selain mempengaruhi

pembuluh darah otak secara langsung, hipertensi juga mempengaruhi pembuluh

darah di luar dari otak. Hipertensi dapat menjadi penyebab kerusakan

kardiovaskular, mempercepat proses arterisklerotik sehingga dapat membetuk

emboli dan thrombus yang bisa sampai ke otak.

b. Diabetes

Orang yang menderita diabetes 2 kali lebih berisiko terkena stroke daripada

yang tidak. Diabetes menjadi faktor risiko baik bagi stroke iskemik maupun

hemoragik.2 Risiko ini cenderung lebih tinggi pada populasi muda dengan diabetes.

Ada beberapa mekanisme yang dapat menginisiasi stroke pada pasien diabetes,

termasuk terjadinya disfungsi endotel, inflamasi sistemik, kekakuan pembuluh

darah, dan penebalan pada membran basal kapiler.

c. Dislipidemia

Dislipidemia memiliki hubungan yang kompleks dengan stroke. Peningkatan

kolesterol total cenderung meningkatkan risiko stroke iskemik. Namun penurunan

kolesterol total justru cenderung meningkatkan risiko stroke hemoragik.

Peningkatan kadar HDL cenderung menurunkan risiko stroke iskemik. Kadar HDL

yang rendah (<0,90 mmol/L), kadar trigliserid yang tinggi (>2,30 mmol/L) dan

adanya hipertensi berasosiasi dengan peningkatan 2 kali lipat risiko morbiditas dan

4
mortalitas stroke.4

d. Obesitas

Obesitas berasosiasi dengan hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, dan penyakit

kardiovaskular yang merupakan faktor risiko bagi stroke. Berdasarkan

INTERSTROKE, hal yang berpengaruh terhadap risiko stroke adalah waist-to-hip

ratio, bukan sekedar body mass index (BMI).

e. Penyakit Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular, seperti atrial fibrilasi (AF) meningkatkan risiko

terjadinya stroke, khususnya kardioemboli stroke. Atrial fibrilasi memudahkan

terjadi penggumpalan darah di jantung dan gumpalan ini dapat menjadi trombus

yang menyumbat darah di pembuluh darah otak.2 Non valvular atrial fibrilasi secara

independen berasosiasi dengan peningkatan risiko stroke 3-5 kali lipat. Penyakit

katup juga dapat meningkatkan risiko stroke.4

f. Merokok

Merokok dapat meningkatkan risiko stroke baik pada perokok aktif maupun

pasif. Risiko bagi perokok aktif tergantung pada jumlah rokok per hari yang dihisap.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hubungan jumlah rokok yang dihisap per

hari dengan risiko stroke bersifat linear. Risiko stroke meningkat 12% untuk setiap 5

batang rokok per hari. Perokok pasif memiliki risiko 45% lebih tinggi daripada

orang yang sama sekali tidak terpapar rokok.5

g. Alkohol

Konsumsi alkohol berhubungan secara linear dengan risiko stroke hemoragik.

Hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke iskemik sifatnya curvilinear.

Artinya, apabila dikonsumsi dalam jumlah 2 gelas sehari bagi pria dan 1 gelas

alkohol sehari bagi wanita justru berefek protektif terhadap stroke iskemik.

5
Sedangkan, Konsumsi berat alkohol justru akan meningkatkan risiko stroke

iskemik.2,4

h. Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik tentunya berdampak pada kesehatan. Kurangnya

aktivitas fisik meningkatkan risiko terjadinya obesitas dan penyakit kardiovaskular

yang meningkatkan risiko stroke.

i. Inflamasi dan Infeksi

Peningkatan biomarker inflamasi berasosiasi dengan peningkatan risiko

stroke. Mekanismenya masih bersifat uncertain. Namun, hal ini dihubungkan

dengan aterosklerosis yang melibatkan proses inflamasi. Proses inflamasi juga dapat

terjadi melalui jalur infeksi.2

3. Klasifikasi

Stroke secara umum diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke


hemoragik atau stroke perdarahan. Stroke iskemik yang meliputi sekitar 85% dari
seluruh kejadian stroke terjadi karena adanya oklusi pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan infark cerebri karena penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke
parenkim otak. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena adanya kumpulan
darah pada rongga tengkorak yang tertutup sehingga berpotensi menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial.6 Berdasarkan oklusinya, stroke non hemoragik
diklasifikasikan menjadi:7
a. Stroke embolik
Emboli tidak terjadi pada pembuluh darah otak pada stroke non hemoragik tipe ini,
melainkan di tempat lainnya seperti jantung dan sistem vaskular sistemik.
Pada penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel dapat terjadi embolisasi kardiogenik.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang menyebabkan gangguan
pada katup mitral, fibrilasi atrium, infark kordis akut, dan embolus yang
6
berasal dari vena pulmonalis. Kelainan jantung tersebut mengakibatkan curah
jantung berkurang dan biasanya muncul di saat penderita tengah beraktivitas
fisik seperti pada saat penderita sedang berolah raga8
b. Stroke trombotik
Stroke trombotik dapat terjadi akibat adanya penggumpalan pada pembuluh darah
yang menuju otak. Stroke trombotik dibagi menjadi 2 yaitu, stroke pada
pembuluh dasar besar (termasuk sistem arteri carotis) merupakan 70% kasus
stroke non hemoragik trombus dan stroke pada pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah
kecil terjadi apabila aliran darah terhalang, biasanya terkait dengan hipertensi
serta merupakan indikator penyakit atherosklerosis.9
Stroke iskemik dibagi berdasarkan perjalanan klinis atau durasi waktu terjadinya menjadi:
a. Transient Ischemic Attack
TIA atau serangan iskemia sementara merupakan stroke dengan gejala neurologis
yang timbul akibat gangguan peredaran darah pada otak akibat adanya emboli
maupun thrombosis dan gejala neurologis akan menghilang dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Pada RIND atau defisit neurologis iskemia sementara gejala neurologis yang
timbulakan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam sampai kurang dari
sama dengan 21 hari
c. Stroke in Evolution
Stroke in evolution atau stroke progresif merupakan stroke yang sedang berjalan dan
gejala neurologis yang timbul makin lama makin berat.
d. Completed Stroke
Completed stroke atau stroke komplit memiliki gejala neurologis yang menetap dan
tidak berkembang lagi.

Klasifikasi menurut Oxfordshire Community Stroke Project (OCSP), stroke


iskemik dibagi menjadi:8
a. Cerebral infarction
b. Lacunar infarct (LACI)
c. Total anterior circulation infarct (TACI)
d. Partial anterior circulation infarct (PACI)
7
e. Posterior circulation infacrts (POCI)
Stroke hemoragik dibagi berdasarkan tempat terjadinya perdarahan. Jika
perdarahan terjadi pada parenkim otak maka disebut sebagai perdarahan
intraserebal dan meliputi sekitar 10-15% seluruh kasus stroke; jika terjadi pada
ruang subarachnoid maka disebut sebagai perdarahan subarachnoid yang
diperkirakan terjadi pada sekitar 5% dari seluruh kejadian stroke; dan jika mengisi
ventrikel otak maka disebut perdarahan intraventrikel.6
Stroke juga dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: iskemik (yaitu
yang disebabkan oleh gumpalan di pembuluh darah di otak), atau hemoragik (yaitu
yang disebabkan oleh pendarahan di otak). Dua klasifikasi utama ini memungkinkan
klasifikasi lebih lanjut menjadi subtipe lainnya. 7,8
Sistem kategorisasi subtipe stroke iskemik, terutama berdasarkan
etiologi dan mekanismenya yang dikembangkan oleh Trial of Org in Acute
Stroke Treatment (TOAST). Klasifikasi TOAST adalah yang paling banyak
digunakan dan mencakup7,8
a. Large Vessel Atherothrombosis
Aterosklerosis dari pembuluh utama yang menyuplai otak merupakan
mekanisme penting dalam stroke iskemik. Secara luas diasumsikan bahwa
kebanyakan stroke iskemik serebral disebabkan oleh trombosis middle
cerebral artery (MCA) in situ. Penyakit pembuluh darah besar dapat
menyebabkan iskemia melalui emboli (emboli arteri-ke-arteri) atau
penurunan aliran darah (penyebab hemodinamik). Emboli dari penyakit
pembuluh besar biasanya berupa agregat trombosit atau trombus yang
terbentuk pada plak aterosklerotik. Debu aterosklerotik dan kristal
kolesterol juga dapat berkontribusi. Dalam atheroemboli, trombus terbentuk
di dinding pembuluh darah, pecah dan melepaskan potongan gumpalan, yang
terbawa ke hilir dan menumpuk di cabang arteri yang lebih kecil,
menghasilkan multiple smaller stroke.8
Aterosklerosis simptomatik paling sering terjadi pada pembelahan
arteri karotis komunis ke dalam arteri karotis eksternal dan internal. Tempat
ekstrakranial umum lainnya adalah arkus aorta, arteri subklavia proksimal,
dan arteri vertebralis.8

8
b. Cardioembolism
Stroke kardioemboli merupakan 25-35% penyebab dari semua stroke
iskemik, membuat penyakit jantung menjadi penyebab utama stroke yang
paling umum secara keseluruhan. Proporsi stroke yang terkait dengan stroke
kardioemboli meningkat tajam seiring bertambahnya usia, terutama karena
karakteristik epidemiologis pada populasi atrial fibrilasi (AF), sumber utama
kardioemboli utama yang paling umum.6,7
Ada beberapa gangguan jantung yang mungkin merupakan sumber
emboli, tetapi tidak semua sumber menimbulkan ancaman yang sama.
Mereka biasanya dibagi berdasarkan asalnya di jantung (atrium, katup,
ventrikel) dan potensi emboli (risiko tinggi atau risiko rendah). Sumber
kardioemboli yang paling penting secara klinis adalah AF non-rematik,
endokarditis infektif, katup jantung prostetik, infark miokard baru, dilatasi
kardiomi-opati, tumor intrakardiak, dan stenosis katup mitral rematik.
Kardioemboli terjadi sebagai akibat dari penggumpalan darah, yang
mungkin telah terbentuk di dalam jantung, terlepas, memasuki sirkulasi dan
kemudian bersarang di bagian hilir arteri serebral. Gumpalan dapat
terbentuk di dalam jantung karena stasis darah intrakardiak (misalnya
fibrilasi atrium) atau akibat menempel pada perangkat atau lesi trombogenik
(misalnya katup prostetik yang ditanamkan).7
c. Small-vessel Disease
Infark akibat penyakit pembuluh darah kecil di otak pertama kali
dikenali oleh ahli saraf dan neuro-patologi Prancis pada abad ke-19, yang
juga menggunakan istilah "lacune" dari temuan otopsi dari kavitasi kecil.
Namun, pentingnya infark lakunar sebagai salah satu subtipe stroke iskemik
utama tidak dikenali dengan jelas sampai penelitian C. Miller Fisher pada
tahun 1960- an, yang berdasarkan pengamatan klinikopatologis yang cermat
meletakkan dasar bagi pemahaman patologis kita tentang infark lakunar.7
Infark lakunar adalah infark subkortikal kecil (diameter <15 mm) yang
disebabkan oleh oklusi satu arteri yang menembus. Infark lakunar biasanya
terletak di ganglia basal, talamus, kapsul internal, korona memancar, dan
batang otak. Patologi arteri ditandai dengan penyakit intrinsik arteriol kecil
(40-200 μm) yang disebabkan oleh mikroateroma atau disorganisasi arteri
segmental. Infark lacunar juga dapat disebabkan oleh aterosklerosis
intrakranial (pada situatheroma di mulut pembuluh yang menembus). 7
d. Cryptogenic
Pasien yang mengalami TIA / stroke seringkali memiliki etiologi yang
tidak ditentukan setelah evaluasi diagnostik standar. Laporan sebelumnya
menunjukkan bahwa 20-25% dari penderita stroke diklasifikasikan sebagai
stroke kriptogenik, tetapi masih menjadi perdebatan tentang stroke mana
yang harus diberi label kriptogenik - tingkat bukti apa yang diperlukan.
Proporsi dari stroke “kriptogenik” tersebut mungkin berasal dari emboli
jantung yang tidak dikenali (AF paroksismal), aorta subklinis, dan emboli
aterotrombotik arteri besar, khususnya di antara pasien lanjut usia. 7
e. Other determined causes
Stroke yang disebabkan oleh diseksi arteri ekstrakranial, vaskulopati
nonateroscleotik, keadaan hiperkoagulasi atau gangguan hematologi. 7,8
f. Undetermined causes
Termasuk pasien yang mempunyai kelainan konduksi atau struktural,
stenosis arteri besar intrakranial atau ekstrakranial, koagulopati. Sekitar
40% dari stroke iskemik adalah penyebab yang tidak dapat ditentukan.
Stroke dapat dianggap kriptogenik setelah penilaian standar ketika
pemeriksaan klinis dan neuroimaging menunjukkan infark serebral dalam
yang dangkal atau besar. Emboli kriptogenik baru-baru ini diberi istilah
Embolic Stroke of Unknown Source (ESUS).
Ada dua jenis stroke hemoragik: perdarahan subarachnoid (SAH), yang
meliputi sekitar 5% dari semua stroke, dan perdarahan intracerebral
hemorrhage (ICH), yang menyumbang sekitar 10% dari semua stroke. 4,5
a. Subarachnoid hemorrhage
Perdarahan subaraknoid adalah hasil perdarahan dari pembuluh darah
otak, aneurisma atau malformasi vaskuler ke dalam ruang subaraknoid, yaitu
ruang yang mengelilingi otak tempat pembuluh darah berada di antara
arachnoid dan pia mater. Perdarahan subaraknoid (SAH) adalah perdarahan
arteri akut di bawah mater arachnoid, membran seperti jaring laba-laba yang
menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Diantarai antara dura mater
yang lebih dangkal dan jauh lebih tebal dan pia mater yang lebih dalam ruang
subaraknoid diisi dengan serebrospinal cairan (CSF) yang memungkinkan
hematoma berkembang dengan cepat dan menyebabkan gejala meningeal
akut yang khas. Selain ekspansi darah di dalam ruang subaraknoid, infiltrasi
ruang subdural serta parenkim.5,6
b. Intracerebral hemorrhage (ICH)
Stroke yang disebabkan oleh ICH didefinisikan sebagai tanda-tanda
klinis yang berkembang pesat dari disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
pengumpulan darah di dalam parenkim otak atau sistem ventrikel yang tidak
disebabkan oleh trauma. ICH terjadi secara spontan atau ketika pembuluh
darah yang melemah di dalam otak pecah, menyebabkan darah bocor,
meningkatkan tekanan intrakranial, menyebabkan kerusakan pada sel-sel
otak.5,6

4. Patofisiologi
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat oklusi pembuluh darah serebral dan
menyebabkan infark serebral. Sindrom neurologis yang dihasilkan sesuai
dengan bagian otak yang disuplai oleh satu atau lebih pembuluh serebral. Stroke
iskemik diklasifikasikan berdasarkan penyebab oklusi pembuluh darah. Dua
penyebab stroke iskemik yang menonjol: penyakit trombotik-aterosklerotik
pada pembuluh darah serebral atau ekstra-serebral, dan emboli serebral.9
Plak ateromatosa biasanya terbentuk di titik-titik percabangan dan lengkungan
arteri serebralis. Tempat yang paling sering adalah (1) di arteri karotis interna;
pada asalnya dari karotis kommunis; (2) di bagian servikalis dari arteri vertebralis
dan di persimpangannya untuk membentuk arteri basilaris; (3) di batang atau di
percabangan utama arteri serebralis media; (4) di arteri serebralis posterior bagian
proksimal saat mereka berputar di sekitar otak tengah; dan (5) di arteri serebralis
anterior bagian proksimal yang lewat di anterior dan melengkung di atas korpus
kallosum.9
Pada emboli serebral, bahan emboli terdiri dari fragmen yang telah terlepas
dari trombus di dalam jantung ("cardioembolic"). Agak lebih jarang, sumbernya
adalah intra-arterial dari ujung distal trombus di dalam lumen arteri karotis atau
vertebralis yang tersumbat atau sangat stenotik, atau bekuan yang berasal dari
sistem vena sistemik dan melewati celah di dinding jantung, atau asal embolus
mungkin dari plak ateromatosa besar di aorta. Bahan trombotik atau terinfeksi
(endocarditis) yang melekat pada katup jantung aorta atau mitral dan terlepas juga
merupakan sumber emboli, seperti juga gumpalan yang berasal dari katup jantung
prostetik. Embolisme yang disebabkan oleh lemak, sel tumor (atrial myxoma),
fibrokartilago, cairan ketuban, atau udara masuk ke dalam diagnosis banding
stroke hanya dalam keadaan khusus.9
Oklusi akut dari pembuluh intra-kranial menyebabkan penurunan aliran darah
ke bagian serebral yang disuplai. Jika aliran darah pulih ke jaringan iskemik
sebelum infark yang signifikan berkembang, pasien mungkin hanya mengalami
gejala sementara, dan sindrom klinisnya disebut TIA.10
Konsep penting lainnya adalah penumbra iskemik, yang didefinisikan sebagai
jaringan yang iskemik tetapi disfungsional secara reversibel yang mengelilingi area
inti infark. Penumbra iskemik pada akhirnya akan berkembang menjadi infark
jika tidak terjadi perubahan aliran, dan oleh karena itu penyelamatan penumbra
iskemik adalah tujuan terapi revaskularisasi.10
Infark serebral fokal terjadi melalui dua jalur berbeda: (1) jalur nekrotik di
mana kerusakan sitoskeletal seluler berlangsung cepat, terutama karena kegagalan
energi sel; dan (2) jalur apoptosis di mana sel-sel diprogram untuk mati. Iskemia
menghasilkan nekrosis dengan cara membuat neuron kekurangan glukosa dan
oksigen, yang pada gilirannya mengakibatkan kegagalan mitokondria untuk
menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion membran berhenti berfungsi dan
neuron terdepolarisasi, memungkinkan kalsium intraseluler meningkat.
Depolarisasi seluler juga menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal sinaptik;
kelebihan glutamat ekstraseluler menghasilkan neurotoksisitas dengan
mengaktifkan reseptor glutamat postsinaptik yang meningkatkan influks kalsium
neuron. Radikal bebas diproduksi oleh degradasi lipid membran dan disfungsi
mitokondria. Radikal bebas menyebabkan kerusakan katalitik pada membran dan
kemungkinan merusak fungsi vital sel lainnya.10
Derajat iskemia yang lebih rendah, seperti yang terlihat pada penumbra
iskemik, mendukung kematian seluler apoptosis yang menyebabkan sel mati
beberapa hari hingga beberapa minggu kemudian. Demam secara dramatis
memperburuk cedera otak selama iskemia, seperti halnya hiperglikemia (glukosa
>11,1 mmol/L [200 mg/dL]), sehingga masuk akal untuk menekan dan mencegah
hiperglikemia sebanyak mungkin. Manfaat hipotermia ringan yang diinduksi
untuk meningkatkan luaran stroke adalah subjek penelitian klinis yang
berkelanjutan.10
Gambar 1. Patogenesis Stroke Iskemik6

b. Stroke Hemoragik
Pada stroke hemoragik, yang terjadi adalah pecahnya pembuluh darah
dan menumpuknya darah di parenkim otak. Serupa dengan yang terjadi pada
stroke iskemik, di mana zat pembuluh darah akan mengakibatkan edema
vasogenik pula pada stroke hemoragik. Namun, adanya penumpukan darah
di parenkim otak juga mengakibatkan adanya lesi desak ruang yang jauh
lebih masif dan progresif dibandingkan stroke iskemik.11
Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan
perdarahan subaraknoid.
 Perdarahan Intraserebral
Pada perdarahan intraserebral, perdarahan masuk ke dalam parenkim
otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak
yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Hal ini dapat disebabkan
oleh diathesis perdarahan dan penggunaan antikoagulan seperti heparin,
hipertensi kronis, serta aneurisma.11
Masuknya darah ke dalam parenkim otak menyebabkan terjadinya
penekanan pada berbagai bagian otak seperti serebelum, batang otak, dan
thalamus. Darah mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya
bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke rongga subaraknoid yang
akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningen. Hal
ini menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang menimbulkan tanda
dan gejala seperti nyeri kepala hebat, papil edema, dan muntah proyektil.11
 Perdarahan Subaraknoid
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis,
pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering
meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang ruptur ke
dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui sistem ventrikuler ke dalam
rongga subaraknoid. Adanya perluasan intraventrikuler sering berakibat
fatal.11

Gambar 2. Patogenesis Stroke Hemoragi6


5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya.

Gejala klinis dan defisit neurologis yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi

iskemi.12

1. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan

hemihipestesi yang terutama melibatkan tungkai.

2. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan

hemihipestesi yang terutama mengenai lengan disertai dengan afasia (apabila

mengenai area otak dominan) atau hemispatial (apabila mengenai area otak

nondominan)

3. Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi

homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik atau

sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila terdapat infark pada lobus temporalis

medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila terjadi infark korteks visual dominan dan

splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan

mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks temporooksipitalis.

4. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial

seperti disartria, diplopia dan vertigo; gangguan sereberal seperti ataksia atau

hilang keseimbangan atau penurunan kesadaran.

5. Infark lacunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau

sensorik tanpa disertai afasia.

Gejala awal serangan stroke terjadi mendadak (tiba-tiba), yang sering


dijumpai antara lain:12
 Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai
(hemiparesis, hemiplegi).
 Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai
(hemihipestesi, hemianastesi).
 Gangguan bicara (disartria).
 Gangguan berbahasa (afasia).
 Gejala neurologik lainnya seperti jalan sempoyongan (ataksia), rasa
berputar (vertigo), kesulitan menelan (disfagia), melihat ganda
(diplopia), penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kwadran-
anopsia).
Kebanyakan penderita stroke mengalami lebih dari satu macam gejala
di atas. Pada beberapa penderita dapat pula dijumpai nyeri kepala, mual,
muntah, penurunan kesadaran, dan kejang pada saat terjadi serangan stroke,
gejala ini sering muncul pada keadaan stroke hemoragik sebagai gejala
prodromal dalam peningkatan tekanan intrakranial.12
Untuk memudahkan pengenalan gejala stroke bagi masyarakat awam,
digunakan istilah FAST (Facial movement, Arm movement, Speech, Time: acute
onset). Maksudnya, bila seseorang mengalami kelemahan otot wajah dan
anggota gerak satu sisi, serta gangguan bicara, yang terjadi mendadak patut
diduga mengalami serangan stroke.13
Stroke menimbulkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan area
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang terdampak. Pada stroke
iskemik, penyumbatan dari pembuluh darah mengganggu aliran darah
menuju daerah spesifik pada otak, fungsi neurologis yang terganggu
tergantung pada area tersebut dan menghasilkan lebih atau sedikit pola
jenis dari defisit neurologis. Stroke hemoragik menghasilkan lebih sedikit
keterlibatan fokal yang terprediksi karena komplikasi seperti peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri, kompresi jaringan otak dan pembuluh
darah, atau penyebaran
darah pada ruang subarachnoid atau ventrikel serebri dapat merusak fungsi
otak pada lokasi yang jauh dari pendarahan.
Stroke pada arteri serebri anterior menimbulkan manifestasi paralisis
dan defisit sensoris kontralateral yang secara khusus atau primer mengenai
kaki. Mungkin juga terdapat abulia (apati), sindrom diskoneksi seperti alien
hand (gerakan involunter dari aktivitas kompleks motorik), afasia
transkortikal ekspresif, dan inkontinensia urin. Suplai arteri serebri media
berhubungan dengan wajah dan fungsi tungkai atas, sedangkan suplai arteri
serebri anterior berhubungan dengan fungsi tungkai bawah. Hal ini
menjelaskan mengapa stroke pada arteri serebri media mengenai wajah dan
tangan lebih berat, sedangkan stroke pada arteri serebri anterior mengenai
kaki. (Gambar 3)

Gambar 3. Suplai Arteri Korteks Motor Primer (Potongan Coronal)

Arteri serebri media memberikan suplai hampir sebagian besar sisa


hemisper otak. Cabang kortikal termasuk divisi superior, yang menyuplai
representasi motorik dan sensorik wajah, lengan, tangan dan area ekspresi
bahasa (broca) dari hemisper dominan (Gambar 4). Bagian inferior
menyuplai radiasi visual, korteks visual yang berhubungan dengan visi
macular, dan area bahasa reseptif (wernick) dari hemisper dominan. Maka
stroke dalam distribusi arteri serebri media menyebabkan hemiparesis yang
secara primer
mengenai wajah dan tangan (karena keterlibatan daerah sensori primer),
prefensi pandangan terhadap hemisper yang terpengaruh (karena
keterlibatan bidang mata frontal), afasia jika hemisper dominan dipengaruhi
(karena keterlibatan area broca, area wernick, atau keduanya), dan
hemianopia (karena keterlibatan radiasi optik yang mengarah pada area
visual utama).

Gambar 4. Basis Anatomi dari Sindrom Arteri Serebri Media

Oklusi pada arteri serebri posterior menghasilkan homonimus


hemianopia yang mengenai lapang pandang kontralateral, kecuali visi
makular yang terpisah. Kontras dengan gangguan visual dari infark wilayah
arteri serebri media, gangguan yang disebabkan oleh arteri serebri posterior
mungkin lebih padat. Oklusi yang dekat dengan asal arteri serebri posterior
setinggi midbrain, abnormalitas okular mungkin terjadi, termasuk
kelumpuhan pandangan vertikal, kelumpuhan nervus oculomotor (III),
internuklear optalmoplegia, kemiringan deviasi mata. Keterlibatan lobus
oksipital hemisper dapat menyebabkan afasia anomik (kesulitan penamaan
objek), aleksia tanpa agraphia (ketidakmampuan membaca tanpa gangguan
penulisan), atau agnosia visual. Terakhir yaitu kegagalan untuk
mengidentifikasi objek yang disajikan di sisi kiri bidang visual, yang
disebabkan oleh lesi korpus kollosum yang memutus korteks visual kanan
dari
area bahasa hemisper kiri. Infark arteri serebri posterior bilateral dapat
menyebabkan kebutaan kortikal, kerusakan memori (dari keterlibatan lobus
temporal), atau ketidakmampuan untuk mengenali wajah yang dikenal
(prosopagnosia), serta berbagai sindrom visual dan perilaku. 14

6. Penegakkan Diagnosis
Stroke akut merupakan kondisi kegawatdaruratan dengan jendela
terapi yang sangat pendek, sehingga memerlukan diagnosis yang cepat.
Diagnosis awal ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.15
a. Anamnesis
Anamnesis ditanyakan terutama mengenai gejala awal, waktu awitan,
aktivitas penderita saat serangan, dan faktor risiko stroke. Gejala awal
serangan stroke terjadi secara mendadak. Gejala yang sering ditemukan ialah
gangguan global, berupa gangguan kesadaran, dan gangguan fokal. Gangguan
fokal pada stroke akut antara lain15,16:
a) Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi wajah, lengan, dan tungkai
(hemiparesis, hemiplegia).
b) Kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, wicara (disartria) dan sebagainya.
c) Gangguan sensorik pada salah satu sisi wajah, lengan dan tungkai
(hemihipestesi, hemi anestesi).
d) Gangguan fungsi keseimbangan, jalan sempoyongan (ataksia), rasa
berputar (vertigo).
e) Gangguan fungsi penghidu.
f) Gangguan fungsi penglihatan seperti melihat ganda (diplopia),
penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kwadrananopsia).
g) Gangguan fungsi pendengaran.
h) Gangguan neurobehavioral yang meliputi: gangguan atensi, gangguan
memori, gangguan bicara verbal, gangguan mengerti pembicaraan,
gangguan pengenalan ruang, dan gangguan fungsi kognitif lain.
Terdapat perbedaan antara gejala stroke iskemik dan hemoragik. Pada
stroke iskemik gejala yang didapatkan seperti yang disebutkan diatas,
sedangkan pada stroke hemoragik gejala yang dominan ialah gejala
peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit kepala, muntah, dan
penurunan kesadaran. Gejala penekanan parenkim otak karena perdarahan
intraserebral juga dapat memberikan gejala tergantung daerah otak yang
terkena/terdorong bekuan darah.15,16
b. Pemeriksaan Fisik7,11
a) Pemeriksaan tanda vital: pernapasan, nadi, suhu, tekanan darah (diukur
pada sisi kanan dan kiri).
b) Pemeriksaan ekstremitas
c) Pemeriksaan vaskular: pemeriksaan bruit karotis dan subklavia
d) Pemeriksaan neurologis:
 Kesadaran: tingkat kesadaran diukur dengan Glasgow Coma Scale
(GCS)
 Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Laseque, Kernig dan
Brudzinski.
 Pemeriksaan saraf kranialis terutama Nn. VII, XII, IX/X.
 Motorik: kekuatan, tonus, reflex fisiologis, reflex patologis.
 Sensorik.
 Tanda serebelar: dismetria, disdiadokokinesia, ataksia, nistagmus.
 Pemeriksaan fungsi kognitif
 Pasien dengan penurunan kesadaran, perlu dilakukan pemeriksaan
refleks batang otak, meliputi pola pernafasan, refleks pupil, refleks
kornea, refleks muntah, dan refleks okulo-sefalik.
e) Pemeriksaan skala stroke yang dianjurkan berdasarkan guideline AHA
2019 menggunakan National Institutes of Health Stroke Scale Score
(NIHSS), dapat dilihat pada gambar 5. Skor ini berfungsi untuk menilai
defisit dan keparahan stroke, serta untuk mengukur perubahan status
klinis pasien. Interpretasinya dapat dilihat pada gambar 6.15,16
Gambar 5. Skoring NIHSS.12

Gambar 6. Interpretasi skor NIHSS.12


c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pendukung yang diperlukan dalam penatalaksanaan
stroke akut di fasilitas Kesehatan tingkat lanjut, antara lain15,16:
a) CT scan kepala atau MRI. Pemeriksaan CT scan non kontras dapat
dilakukan dalam 24 jam pertama sejak admisi pasien ke rumah sakit.
Pemeriksaan neuroimaging bertujuan untuk membedakan tipe stroke
iskemik dan hemoragik, serta menggugurkan adanya kemungkinan lesi
SSP non iskemik.17 Pada CT scan stroke iskemik dapat dilihat gambaran
hipodens pada lokasi lesi.18 Sedangkan, pada CT scan stroke hemoragik
didapatkan lesi hiperdens.17 Hasil CT scan pada stroke iskemik dan
hemoragik dapat dilihat pada gambar 7.18
A B

Gambar 7. Hasil CT scan stroke iskemik dan hemoragik. Stroke


iskemik memberikan gambaran lesi hipodens (A). Stroke
hemoragik menunjukkan gambaran lesi hiperdens (B).19

b) EKG
c) Kadar gula darah
d) Elektrolit serum
e) Tes faal ginjal
f) Darah lengkap
g) Faal hemostasis
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan sesuai indikasi ialah

foto toraks, tes faal hati, Analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam

darah, pungsi lumbal, dopler transcranial, dan EEG.17

Jika pada fasilitas layanan kesehatan tidak ada pemeriksaan penunjang seperti CT Scan
atau MRI, dapat menggunakan Siriaj Score.17
Tabel 2. Siriraj Score18

d. Kriteria Diagnosis
a) Diagnosis klinis: skrining stroke akut pada instalasi gawat darurat
dapat menggunakan skoring ROSIER (Recognition of Stroke in
Emergency Room) pada tabel 1. Bila skor >0 dan tanpa hipoglikemia,
maka pasien kemungkinan mengalami stroke.7
Tabel 1. Skoring ROSIER.19
Gejala Poin
Penurunan kesadaran atau sinkop -1
Kejang -1
Onset akut
Kelemahan wajah asimetris +1
Kelemahan lengan asimetris +1
Kelemahan tungkai asimetris +1
Gangguan bicara +1
Defek lapang pandang +1

b) Stroke iskemik: defisit neurologis global atau salah satu/beberapa


defisit neurologis fokal yang terjadi mendadak dengan bukti gambaran
neuroimaging otak.18
c) Stroke Hemoragik: defisit neurologis fokal atau global yang muncul
tiba- tiba, disertai tanda peningkatan tekanan intracranial dan
dibuktikan dengan adanya lesi perdarahan pada pemeriksaan
neuroimaging otak.18,19

7. Tatalaksana
Penatalaksaan stroke terbagi menjadi tatalaksana umum dan
tatalaksana khusus. Tatalaksana khusus berbeda antara stroke iskemik dan
stroke hemoragik.20
a. Tatalaksana umum pada ruang gawat darurat
 Stabilisasi Jalan Nafas, Pernafasan dan Oksigenasi
o Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa nasofaring pada
pasien yang tidak sadar.21
o Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia atau syok atau
pasien dengan risiko aspirasi.21
o Suplementasi oksigen diberikan untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%.21
o Pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu, dan
saturasi oksigen dalam 72 jam pada pasien dengan defisit
neurologis yang nyata.21
 Stabilisasi Hemodinamik20
o Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena
o Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk
memantau kecukupan cairan dan sarana memasukkan cairan
dan nutrisi.
o Menurunkan tekanan darah pada pasien stroke iskemik akut
dalam 24 jam pertama apabila TDS >220 mHg atau TDD>120
mmHg. Dapat digunakan labetolol, nitropaste, nitroprusid,
nikardipid atau diltiazem IV.
o Pemantauan jantung selama 24 jam pertama.
 Pengendalian Peningkatan Tekanan Intrakranial20
o Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema
serebral.
o Monitor TIK dipasang pada pasien dengan GCS<9 dan penurunan
kesadaran karena peningkatan TIK.
o Tatalaksana pasien dengan peningkatan TIK20:
i. Tinggikan posisi kepala 20-30o.
ii. Posisi pasien menghindari tekanan vena jugular.
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau hipotonik.
iv. Hindari hipertermia dan jaga normovolemia.
v. Osmoterapi menggunakan manitol 0.25-0.50 gr/kgBB,
selama>20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan target ≤
310 mOsm/L. Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis
inisial 1 mg/kgBB IV.
vi. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
vii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang
adekuat dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi
naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk,
suction, bucking ventilator. Agen nondepolarized seperti
vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada
histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan. Pasien
dengan 43 kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan
otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternative.
viii. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema
otak dan tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi
dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
ix. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar.
x. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal
yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.
o Sasaran terapi adalah TIK <20 mmHg dan CPP>70 mmHg.
 Pengendalian Kejang20
o Diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti oleh fenitoin,
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di
ICU.
o Pada stroke perdarahan ontraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan.
 Pengendalian Suhu Tubuh20
o Pasien stroke dengan demam, diberikan antipiretika berupa
parasetamol 650 mg.
o Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur.
 Gastroprotektor.
 Pencegahan DVT dan emboli paru.
 Manajemen Nutrisi.
b. Tatalaksana Khusus pada Stroke
 Tatalaksana Khusus Stroke Iskemik
Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi jaringan ke otak yang
mengalami infark dan mencegah serangan stroke berulang.
o Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)
Obat ini juga disebut dengan tPA atau alteplase. 20 Diberikan
dengan dosis 0.6-0.9 mg/kgBB.11 Pemberian alteplase pada 3-4,5
jam pertama (Golden Period) setelah onset gejala menghasilkan
outcome yang lebih baik dibandingkan penundaan terapi.
Alteplase direkomendasikan pada pasien yang memenuhi kriteria
berikut21:
i. Diberikan dalam 3-4,5 jam setelah onset stroke iskemik
ii. Pasien berusia ≤80 tahun, tanpa riwayat diabetes melitus dan
stroke, skor NIHSS ≤25, tidak menggunakan obat
antikoagulan, kerusakan iskemik tidak melebihi sepertiga
area arteri seberi media.
iii. Tekanan darah <185/110 mmHg
iv. Level glukosa >50 mg/dL
o Terapi endovascular: trombektomi mekanik, pada stroke iskemik
dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah intracranial,
onset<8 jam.22
o Manjemen hipertensi (Nikardipin, ARB, ACE-Inhibitor, CCB, B-
bloker, Diuretik).22
o Manajemen gula darah (Insulin, Anti Diabetik Oral).22
o Pencegahan stroke sekunder menggunakan antiplatelet.
Pemberian antiplatetel (aspirin, klopidogrel, silostazol) dalam 48
jam setelah onset serangan dapat menurunkan risiko kematian
dan mengurangi terjadinya stroke iskemik ulangan sebesar 25%.20
o Neuroprotektor (sitikolin, pirasetam, pentoksifilin).22
o Perawatan di Unit Stroke.22
o Neurorehabilitasi.22
o Tindakan intervensi: Carotid Endartersctomy (CEA), Carotid
Artery Stenting (CAS), dan Stenting pembuluh darah intracranial.22
 Tatalaksana Khusus Stroke Hemoragik20,22
o Koreksi koagulopati menggunakan Prothhrombine Complex
Concentrate (PCC) bila disebabkan karena antikogulan.
o Manajemen hipertensi: pasien dengan TDS 150-220 mmHg tanpa
kontraindikasi, dapat diberikan antihipertensi hingga TDS
mencapai 140 mmHg.
o Manajemen gula darah.
o Pencegahan stroke hemoragik berulang.
o Pencegahan DVT dengan menggunakan LMW heparin subkutan
dosis rendah.
o Neuroprotektor.
o Perawatan di Unit stroke.
o Neurorehabilitasi.
o Tindakan intervensi: Kraniotomi evakuasi hematom, kraniotomi
dekompresi, VP shunt/ external drainage.
c. Tatalaksana Umum di Ruang Rawat22
 Cairan
o Berikan cairan isotonis seperti NaCl 0,9% dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12
mmHg.
o Kebutuhan cairan 30mL/kgBB
o Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur urine output
ditambah pengeluaran cairan yang tidak dirasakan.
o Selalu periksa elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan
magnesium)
o Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai AGD
o Hindari cairan hipotonik atau glukosa, kecuali pada keadaan
hipoglikemia.
 Nutrisi
o Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan bila fungsi menelan baik.
o Pipa nasogastric digunakan pada pasien dnegan gangguan
menelan atau penurunan kesadaran.
o Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-39 kkal/kg/hari dengan
komposisi: karbohidrat 30-40%, Lemak 20-35%, Protein 20-3-%.
o Pertimbangkan gastrotomi bila penggunaan NGT >6 mgg.
o Hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada
pasien yang mendapat warfarin.
 Pencegahan dan penanganan komplikasi
o Mobilisasi terbatas untuk cegah dekubitus
o Antibiotika atas indikasi
o Pencegahan DVT dengan heparin subkutan 5000 IU dua kali
sehari atau LMWH atau heparinoid.
o Bila tidak bisa menerima antikoagulan, dapat menggunakan
stocking eksternal atau aspirin.20
d. Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut20
 Pada pasien stroke iskemik akut, apabila TDS>220 mmHg atau
TDD>120 mmHg, tekanan darah diturunkan sekitar 15% dalam 24
jam pertama.
 Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik,
tekanan darah diturunkan hingga TDS<185 mmHg dan TDD<100
mmHg.
 Pasen stroke perdarahan intraserebral akut, tekanan darah
diturunkan dengan antihipertensi intravena bila TDS>200 mmHg
atau Mean Arterial Pressure >150 mmHg. Pantau tekanan darah
setiap 5 menit.
 Pasien dengan TDS>180mmHg atau MAP>130 mmHg, apabila
terdapat gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial maka,
tekanan darah diturunkan dan dijaga CPP≥60 mmHg. Apabila tidak
bergejala, maka tekanan darah diturunkan secara hati-hati
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
hingga MAP 110 mmHg atau TD 160/90 mmHg.
8. Vaskularisasi Otak

Vaskularisasi pada otak ini di bagi menjadi 2 jenis arteri dengan masing-masing
2 buah pada setiap jenisnya yaitu, 2 arteria carotis interna dan 2 arteria vertebralis
(beberapa buku menyebutnya arteria vertebrobasilaris). Keempat arteri ini terletak di
daerah ruang subarachnoid dan cabang-cabangnya akan beranastomosis pada permukaan
inferior brain yang akan membentuk Circulus Willisi.24
A. Sistem Carotis
Dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Pars servikalis : berasal dari arteri karotis komunitis dalam trigonumkarotikum
sampai ke dasar tengkorak.
2. Pars petrosa : Terletak dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus venous
karotikus internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisi depan ujung
puncak piramid pars petrosa hanya dipisahkan dari ganglion trigeminal yang terletak
di sisi lateral oleh septum berupa jaringan ikat atau menyerupai tulang pipih.
3. Pars kavernosa : Melintasi ujung kavernosus, membentuk lintasan berliku menyerupai
huruf “S” yang sangat melengkung, dinamakan Karotis spphon.
4. Pars serebralis : dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk cabang arteri
oftalmika, yang segera membelok ke rostral dan berjalan di bawah nervus optikus dan
ke dalam orbita.
Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang memperdarahi kulit dahi, pangkal
hidung, dan kelopak mata dan beranastomisis dengan arteri fasialis serta arteri maksilaris
interna.

Percabangan arteri : 24

a) Arteri opthalmica
Arteri ini berasal dari arteri carotis interna yang muncul dari bagian sinus
cavernosus. Arteri ini masuk ke daerah orbita dengan melalui canalis opticus di
bawah dan lateral nervus opticus
Arteri ini memperdarahi struktur-struktur orbita lainnya dan cabang terminalnya
memperdarahi bagian frontal kulit kepala, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, dan
dorsum nasi.
b) Arteria communican posterior
Merupakan pembuluh darah kecil yang berasal dari arteri carotis interna yang
bagiannya dekat dengan bagian terminasinya (arteri carotis interna).
Arteri ini berjalan ke arah posterior di atas nervus occulomotoric untung bergabung
dengan arteria cerebri posterior untuk ikut membentuk circulus willisi.

c) Arteria choroidea
Arteri ini berjalan ke arah posterior di dekat traktus opticus, masuk ke dalam cornu
inferior ventrikuli lateralis, dan berakhir pada bagian Plexus choroideus.
Arteri ini pula ikut membentuk cabang-cabang pada daerah Crus cerebri, corpus
geniculatum laterale, tractus opticus, dan capsula interna.
d) Arteri cerebri anterior
- Arteri ini berjalan ke depan dan ke arah medial, juga superior terhadap nervus
opticus yang masuk ke daerah fisura longitudinal cerebri
- Arteri ini berhubungan dengan arteri cerebri anterior di sisi kontralateral
- Dengan melewati daerah arteri communicans anterior
- Selanjutnya, arteri ini melengkung di atas bagia corpus colosum dan beranastomosis
dengan arteri cerebri posterior
- Diketahui cabang-cabang kortikal ini memperdarahi seluruh bagian permukaan
medial cortex cerebri di bagian posterior hingga mencapai sulcus parieto-occipitalis.
e) Arteri cerebri media
Berjalan ke arah lateral sulcus lateralis cerebri
Arteri ini memperdarahi seluruh daerah lateral hemisphere lateral, kecuali daerah
pita sempit yang di suplai oleh arteria cerebri anterior, polus occipitalis, dan
permukaan inferolateral hemispherium cerebri, yang diperdarahi oleh arteri cerebri
posterior.
Diketahui bahwa arteri ini juga memperdarahi semua area motorik, kecuali “area
Tungkai”.
Gambar 8. Vaskularisasi otak24,25

Gambar 9. Circulus Willisi24


B. Sistem Vertebrobasilar
Suplai darah otak terbagi atas arteri karotis interna disebut dengan sistem karotis dan arteri
vertebralis disebut dengan sistem vertebro-basilar.25,26 Struktur supratentorium mendapat
suplai darah dari sistem vertebro-basilar dan karotis, sedangkan struktur infratentorium
hanya mendapat suplai darah dari sistem vertebro-basilar. Sistem vertebro-basilar
mengurus sebagian lobus temporalis, keseluruhan lobus oksipitalis, mesensefalon, pons,
medulla oblongata, bagian kaudal diensefalon, serebelum, telinga dan bagian atas medulla
spinalis.25
a. Susunan Vaskular Sistem Vertebro-basilar
Arteri vertebralis merupakan cabang utama arteri subklavia, berjalan keatas dan
memasuki foramen prosesus tranversus vertebrae C6. Arteri vertebralis keluar dari tulang
vertebrae melalui foramen prosesus tranversus C1 dan melengkung kebelakang melingkari
tulang atlas dan berada pada sulcus arteri vertebralis berjalan ventral antara occiput dan
atlas, lalu melewati membran atlanto-accipital. Arteri vertebralis memasuki duramater
setinggi foramen magnum. Pada ruang subarachnoid A. Vertebralis berjalan pada bagian
ventral dan cranial sekitar batang otak. A. Vertebralis kiri dan kanan menyatu membentuk
arteri basilaris pada batas kaudal pons.25

Gambar 1. Arteri vertebralisdan basilar 26

Percabangan arteri vertebralis dan arteri basilaris:


1. Cabang-cabang intracranial A. Vertebralis adalah :25,26
 A. Spinalis anterior, memperdarahi medulla spinalis dan medial medulla
oblongata
 A. Spinalis posterior, memperdarahi medulla oblongata posterior
 A. Serebellaris inferior posterior, memperdarahi bagian dorsolateral medula
oblongata, bagian basal hemisfer serebelli, vermis inferior, nuclei serebellar dan
pleksus koroid ventrikel empat

Cabang A. Basilaris selanjutnya akan :


 A. Basilaris memberikan cabang-cabang kecil ke batang otak melalui cabang
paramedian, sirkumferensia brevis dan sirkumferensia longus. Memperdarahi
medial medulla oblongata dan pons.
 Cabang Interpedunkulus, memperdarahi nucleus merah, substansia nigra,
nucleus N III, substansi retikuler batang otak atas.
 A. auditori interna, memperdarahi telinga dalam, kanalis semisirkularis,
sakulus, utrikulus dan koklea

Gambar 2. Vaskularisasi serebral

Pada serebrum, arteri yang paling berperan adalah arteria serebri


anterior, arteria serebri media, dan arteria serebri posterior. Arteria serebri
media merupakan cabang terbesar dari arteria karotis interna berjalan ke
lateral di dalam sulcus lateralis serebri. Arteri ini mesuplai seluruh area
motorik dan sensorik homonkulus daerah lengan, tangan, dan wajah, kecuali
area tungkai pada hemisphere serebri, dapat dilihat pada gambar 4. Arteria
serebri anterior berjalan ke depan dan medial, dan masuk ke dalam fisura
longitudinalis serebri. Dengan demikian arteri ini mendarahi area tungkai di
gyrus precentralis, untuk sensorik dan motorik. Arteria serebri posterior
merupakan cabang dari arteri basilaris. Arteri ini pada masing-masing sisi
melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling mesencephalon. Arteria
serebri posterior terutama mensuplai daerah lobus oksipitalis dan sebagian
batang otak.25,26 Suplai arteri pada korteks serebri dapat dilihat pada gambar
10, homonkulus serebri dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 10. Suplai arteri pada cortex serebri bagian motorik dan sensorik
(tampak lateral).26
9. Mekanisme Aterosklerosis
Aterosklerosis terjadi akibat proses kronik dari lesi dinding arteri.
Terjadinya lesi arteri berhubungan dengan retensi lipid di tunika intima oleh
matriks proteoglikan yang menyebabkan modifikasi dan inflamasi arteri. Proses
terbentuknya aterosklerosis dapat dibagi menjadi tiga proses, yaitu formasi fatty
streaks, formasi ateroma, dan atheroma dinding tipis dan trombosis.
a. Fatty Streaks
Terbentuknya fatty streaks merupakan tanda awal dari aterosklerosis.
Pembentukan aterosklerosis dimulai dengan penumpukan lipoprotein pada lapisan
tunika intima arteri. Salah satu lipoprotein yang paling sering menjadi penyebab
terbentuknya aterosklerosis adalah low density lipoprotein-cholesterol (LDL).
Dislipidemia merupakan faktor utama terbentuknya aterosklerosis. LDL memiliki
kemampuan infiltrasi ke dalam endothelium dan adhesi ke komponen matriks
ekstraseluler, seperti proteoglikan. Akibat penumpukan lipoprotein ini, maka
keseimbangan komponen pada matriks akan terganggu. Terperangkapnya LDL
kemudian menyebabkan oksidasi spontan dan oksidasi sel dari partikel yang
terperangkap.
Oksidasi lipid dan sitokin-sitokin pada arteri kemudian menyebabkan
aktivasi sel endotel. Monosit dan limfosit T akan infiltrasi ke lapisan intima
vaskular. Lipid yang teroksidasi juga dapat mensekresikan sitokin untuk
mengaktivasi makrofag dan sel T. Kemokin kemudian berperan dalam menarik
sitokin, serta menginisiasi aktivasi dan migrasi leukosit ke lapisan intima arteri.
Diferensiasi monosit ke makrofag kemudian terjadi, dan makrofag akan
mengambil lipid yang teroksidasi melalui reseptor scavenger untuk membentuk sel
busa atau foam cell. Akumulasi dari sel busa pada dinding arteri kemudian yang
membentuk fatty streaks. 27
b. Pembentukan Ateroma
Kerusakan jaringan vaskular berkelanjutan kemudian menyebabkan sekresi
sitokin-sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan. Hal ini menyebabkan migrasi sel
otot polos ke bagian lumen arteri dan sintesis matriks ekstraseluler yang
mengakibatkan pembentukan fibrous cap pada ateroma. Fibrous cap, yang tersusun
atas penumpukan makrofag, limfosit T, sel otot polos, dan jaringan kaya kolagen,
merupakan cikal bakal terbentuknya aterosklerosis matur.27,28
c. Ateroma Dinding Tipis dan Trombosis
Makrofag pada daerah lesi akan menghasilkan meta proteinase, yang
memiliki efek dalam lisis matriks ekstraseluler. Sintesis kolagen dihambat oleh
TNF-á yang disekresi oleh sel T. Hal ini menyebabkan rentannya fibrous cap
mengalami ruptur. Kerusakan dari fibrous capakan meny ebabkan terekspos nya
kolagen dan lipid terhadap aliran darah, yang kemudian akan mengaktivasi adhesi
platelet dan pembentukan bekuan darah.28,29

inflamasi, yang merangsang pembentukan dan sekresi zat-zat lain yang akan
menarik leukosit yang beredar dalam darah untuk mendekati tempat tempat
inflamasi seperti interleukin-8, ICAM-1 dan 2, VCAM-1, yang merupakan
regulator pengumpulan sel-sel leukosit ke permukaan pembuluh darah yang
mengalami gangguan.28
Lapisan endotel yang licin pada pembuluh darah merupakan
perlindungan penting melawan pembentukan trombus, dan menjadi
trombosis arteri. Pada pembuluh darah besar seperti aorta, ateroma yang
banyak dan berat umumnya tidak mengakibatkan penyumbatan lumen tetapi
mengakibatkan daerah endotel menjadi kasar. Dalam pembuluh darah kecil,
ateroma dapat benar-benar berupa lingkaran yang mengakibatkan
penyempitan lumen yang nyata.28,29,30
Gambar 12. Tahapan Perkembangan Aterosklerosis. 23
Gambar 13. Trombosis, komplikasi utama aterosklerosis. 24
DAFTAR PUSTAKA

1. Mutiarasari D. Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and Prevention.


Fakultas Kedokteran, Universitas Tadulako. 2019;6(1):61-62.

2. Boehme AK, Esenwa C, Elkind MSV. Stroke risk factors, genetics, and
prevention.

3. Yousufuddin M, Young N. Aging and ischemic stroke. Impact Journal.


2019:11(9):2542.

4. Choudhury MSJH, Chowdhury TI, Nayeem A, Jahan WA. Modifiable and


non-modifiable risk factors of stroke: a review update. J Natl Inst Neurosci
Bangladesh. 2015;1(1):23-5.

5. Pan B, Jin X, Jun L, Qiu S, Zheng Q, Pan M. The relationship between


smoking and stroke : a meta-analysis. Medicibe. 2019;98(12):2-4.

6. Bahrudin M. Neurologi klinis. Malang: Universitas Muhammadiyah


Malang; 2017.

7. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf. In:


Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2010:269-292.

8. Amarenco P, Bogousslavsky J, Caplan LR, Donnan G a., Hennerici MG.


Classification of stroke subtypes. Cerebrovasc Dis. 2009;27(5):493-501.

9. Smith WS, Johnston CS, Hemphill JC. Cerebrovascular disease. In:


Hauser SL, Josephson SA, editors. Harrison’s neurology in clinical
medicine. 4th ed. New York: McGraw Hill Education; 2017.

10. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s principles of
neurology. New York: McGraw Hill Education; 2014.

11. National Stroke Association. Explaining Stroke: National Stroke


Association;2013.

12. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan
tata laksana penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009.

13. Ropper A, Samuels M, Klein J. Adams and Victor's Principles of


Neurology 10th ed. McGraw-Hill Education: 2014

14. Yousufuddin M, Young N. Aging and ischemic stroke. Impact Journal.


2019:11(9):2542.
15. IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
primer. IDI. Jakarta. 2014.

16. PERDOSSI. Panduan praktik klinis neurologi. PERDOSSI. 2016.

17. Rumui N, Harjoko A, Musdholifah A. Case-based reasoning for stroke disease


diagnosis. IJCCS.2018;12(1):33-42.

18. Saudin D, Rajin M. Metode pengkajian neurologis menggunakan national


institutes of health stroke scale (NIHSS) pada pasien stroke di instalasi gawat
darurat di RSUD Dr Iskak Tulungagung. Jurnal EDUNursing. 2017;1(1):1-6.

19. Bairin M, Heiss WD. Textbook of Stroke Medicine. 2nd edition.


Cambridge: Cambridge University; 2013. 33-43.

20. Mutiarasari D. Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and Prevention.


Medika Tadulako. 2019;6(1):60-73.

21. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Acuan Praktik


Klinis Neurologi. PERDOSSI; 2016.

22. POKDI STROKE PERDOSSI. Guideline Stroke. Jakarta: PERDOSSI;2011.

23. Powers WJ, Rabinstein AA, Ackerson T, Adeoiye OM, Bambakidis NC, Becker K,
et al. Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic
Stroke: 2019 Update to the 2018 Guidelines for the Early Management of
Acute Ischemic Stroke. American Heart Asscociation. 2019;366.

24. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Erlangga; 2003.125-9.

25. Duus P. Topical Diagnosis in Neurology; Anatomy, Physiology, Sign,


Symtomp. Fourth edition. Stuttgart-New York: Thieme. 2005.

26. Feneiz H, Dauber W. Pocket Atlas of Human Anatomy. Fourth Edition.


Stuttgart-New York. 2000.

27. Pahwa R, Jialal I. Atherosclerosis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.


2019.

28. 29. Kopaei M, Setorki M, Doudi M, Baradaran A, Nasri H. Atherosclerosis:


Process, indicators, risk factors and new hopes. Int J Prev Med.
2014;5(8):927–46.

29. Simon RP. Aminoff MJ, Greenberg DA. Clinical Neurology. 10th edition.
United States: Mc Graw Hill Education; 2018. p.371-9.

30. Nakajima SH, Chester KW. Acute Ischemic Stroke. Critical and Urgent
Care. 2020;10-1.

Anda mungkin juga menyukai