Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

CHRONIC KIDNEY DISEASE + ANEMIA RENAL +

DIABETES MELITUS TIPE II

Oleh:
Anthony Hermawan, S. Ked
1930912310013

Pembimbing:
dr. Rina Yuniarti, Sp. PD

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
DESEMBER, 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Chronic Kidney Disease + Anemia Renal + Diabetes Melitus Tipe


II

Oleh:
Anthony Hermawan, S.Ked
1930912310013

Pembimbing:
dr. Rina Yuniarti, Sp. PD

Banjarmasin, Desember 2020


Telah setuju diajukan

.……………………….
dr. Rina Yuniarti, Sp. PD

Telah selesai dipresentasikan

.………………………
dr. Rina Yuniarti, Sp. PD

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................. 1

BAB 2 LAPORAN KASUS .......................................................... 2

BAB 3 PEMBAHASAN................................................................ 16

BAB 4 PENUTUP.......................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 26

iii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama

lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal

seperti proteinuria. Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan kerusakan

serta penurunan fungsi ginjal dapat berasal dari genetik, perilaku, lingkungan

maupun proses degeneratif.1 Prevalensi CKD meningkat seiring meningkatnya

jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta

hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami CKD pada stadium

tertentu. Hasil systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al,

2016, mendapatkan prevalensi global CKD sebesar 13,4%. Menurut hasil Global

Burden of Disease tahun 2010, CKD merupakan penyebab kematian peringkat ke-

27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. 2

Prevalensi di Indonesia pada pasien usia lima belas tahun keatas di Indonesia yang

didata berdasarkan jumlah kasus yang didiagnosis dokter adalah sebesar 0,2%.

Prevalensi CKD meningkat seiring bertambahnya usia, didapatkan meningkat

tajam pada kelompok umur 25-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%),

umur 55-74 tahun (0,5%), dan tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun (0,6%).

Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%).3

Anemia merupakan penyulit yang paling sering dijumpai pada CKD.

Anemia merupakan komplikasi yang penting karena merupakan prediktor

kejadian kardiovaskuler dan kematian pada CKD. Pada CKD umumnya anemia
2

mulai timbul pada stadium 3 dan hampir selalu ditemukan pada stadium 5, namun

pada beberapa pasien anemia telah timbul lebih awal dimana penurunan Laju

Filtrasi Glomerulus (LFG) masih relatif ringan.4 Penelitian National Health and

Nutrition Examination Survey (NHANES) mendapatkan insiden anemia pada

CKD stadium 1 dan 2 adalah kurang dari 10%, pada stadium 3 adalah 50% , pada

stadium 4 mencapai 60% dan 70% pasien CKD stadium 5 mengalami anemia

sedangkan pada pasien yang menjalani hemodialisis didapatkan 100% pasien

mengalami anemia.5 Penyebab utama anemia pada CKD adalah defisiensi relatif

hormon eritropoietin, namun banyak faktor lain yang berkontribusi pada anemia

renal yaitu yaitu penurunan usia eritrosit karena toksisitas uremik, kehilangan

darah melalui saluran cerna, defisiensi besi, defisiensi folat, hiperparatiroid berat,

inflamasi dan infeksi.5

Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degeneratif dengan sifat

kronis. Diabetes mellitus yang dalam perjalanannya akan terus meningkat baik

prevalensinya maupun keadaan penyakit itu mulai dari tingkat awal atau yang

berisiko DM sampai pada tingkat lanjut atau terjadi komplikasi. Penyakit DM

merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global

menunjukkan bahwa jumlah penderita DM tahun 2011 mencapai 366 juta orang.

Diabetes melitus telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu,

pengeluaran biaya kesehatan untuk DM telah mencapai 465 miliar USD. Jika

tidak ada tindakan yang di lakukan, jumlah ini di perkirakan akan meningkat

menjadi 552 juta orang pada tahun 2030.6


3

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 ANAMNESIS

Pasien atas nama Tn. S, usia 44 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 19

November 2020 dengan keluhan utama berupa badan lemas disertai kelopak mata

bawah pucat. Pasien mengeluhkan badan lemas sejak 3 hari SMRS. Pasien juga

mengeluhkan sesak saat bernafas sejak 3 hari yang lalu. Keluhan ini muncul

secara tiba-tiba, dan dirasakan secara terus-menerus. Pasien mengatakan keluhan

sesak saat beraktivitas dan membaik saat pasien beristirahat. Pasien juga

merupakan pasien penyakit ginjal, dengan cuci darah rutin yang dijadwalkan

setiap hari senin sampai kamis. Pasien mengaku rutin melakukan cuci darah sejak

2 bulan yang lalu. Pada saat cuci darah pasien biasa ditarik sebanyak 3 kg setiap

cuci darah. Pasien juga rutin mendapatkan suntikan saat melakukan cuci darah

untuk meningkatkan kadar darah merah. Cuci darah dilakukan melalui paha atas.

Pasien buang air kecil dengan volume kurang lebih 250 cc per harinya. Pasien

tidak mengeluhkan nyeri ataupun ada darah saat berkemih. Pasien menyangkal

riwayat perdarahan. Tidak ada batuk, demam dan nyeri dada yang dirasakan

pasien. Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi, dan riwayat penyakit

kencing manis sejak 5 tahun yang lalu. Pasien meminum obat katopril untuk

penyakit darah tingginya dan metformin untuk penyakit kencing manis. Riwayat

mengkonsumsi alkohol, rokok, maupun obat-obat terlarang disangkal.


4

2.2 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum tampak sakit ringan, berat badan 75 kg, tinggi badan 170

cm, IMT 26.0 yang berarti termasuk obesitas tingkat 1. Kesadaran compos mentis

dengan GCS E4V5M6, tekanan darah 180/90 mmHg, nadi 70 kali/menit,

frekuensi napas 24 kali/menit, suhu aksila 36,7oC, saturasi oksigen 98% dengan

suplementasi O2. Pada pemeriksaan konjungtiva tampak pucat. Pada pemeriksaan

leher tidak ditemukan adanya pembesaran tiroid, KGB. Pemeriksaan JVP

didapatkan hasil 5+5 cm H2O. Pemeriksaan dada inspeksi didapatkan simetris kiri

dan kanan, irama nafas regular, tidak ada terdapat luka dan bekas operasi. Pada

palpasi tidak ada nyeri tekan, fremitus vocal normal simetris kiri dan kanan, ictus

cordis teraba di linea midclavicula ics v. pada perkusi didapatkan suara sonor di

seluruh lapang paru, batas paru hepar berada di ics v, batas kanan jantung berada

di ics v linea parasternal dekstra, batas kiri jantung berada di ics v linea

midclavicula sinistra, batas atas jantung berada di ics iii linea parasternal sinistra.

Pada auskultasi didapatkan suara nafas dasar vesikuler dengan suara rhonki pada

bagian bawah paru. Pada palpasi jantung dtidak ditemukan ictus cordis dan pada

auskultasi didapatkan suara jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur. Pada

inspeksi pemeriksaan perut didapatkan bentuk perut datar, tidak ada bekas luka,

tidak terdapat pembesaran organ. Pada auskultasi didapatkan bising usus kurang

lebih 12x/menit, tidak terdapat bruit, pada palpasi tidak didapatkan nyeri tekan,

dan tidak ada pembesaran organ, dan pada auskultasi didapatkan perkusi seluruh

regio timfani, dan tidak didapatkan shifting dullness. Pada pemeriksaan


5

ekstremitas akral teraba hangat, Capillary Refill Time (CRT) normal kurang dari 2

detik, didapatkan pitting edema pada ekstremitas inferior.

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 18 November 2020, didapatkan

hemoglobin 6.4 g/dL, leukosit 5.6 ribu/uL, eritrosit 2.39 juta/uL, hematokrit 19.9

%, trombosit 128 rb/ul, RDW-CV 15.2 %, MCV 83.3 Fl, MCH 26.8 Pg, MCHC

32.2 %

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap 18/11/2020


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6.4 14.0 – 18.0 g/dL
Leukosit 5.6 4.0 – 10.5 ribu/uL
Eritrosit 2.47 4.10 – 6.00 juta/uL
Hematokrit 19.9 42.0 – 52.0 %
Trombosit 128 150 – 450 rb/ul
RDW-CV 15.2 12.1 – 14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 83.3 75.0 – 96.0 Fl
MCH 26.8 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 32.2 33.0 – 37,0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.2 0.0-1.0 %
Eosinofil% 21.3 1.0-3.0 %
Neutrofil% 52.0 50.0-81.0 %
Limfosit % 20.6 20.0-40.0 %
Monosit % 5.9 2.0-8.0 %
Basofil# 0.01 <1.00 Ribu/ul
Eosinofil# 1.20 <3.0 Ribu/ul
Neutrofil# 2.94 2.50-7.00 Ribu/ul
Limfosit# 1.16 1.25-4.00 Ribu/ul
Monosit# 0.33 0.30-1.00 Ribu/ul
KIMIA
GINJAL
Ureum 111 0-50 mg/dL
Kreatinin 10.70 0.72-1.25 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 136 136 – 145 Meq/L
6

Kalium 3.8 3.5 – 5.1 Meq/L

Hasil Pemeriksaan EKG


Pemeriksaan EKG pada tanggal 18 November 2020 saat pasien berada di Bangsal
IPD RSUD Ulin banjarmasin sebagai berikut:

Irama sinus bradikardi, 55x/menit, Axis normoaxis, T inversi pada v1, low
voltage

2.4 RESUME DATA DASAR

Pasien atas nama Tn. S, usia 44 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 19

November 2020 dengan keluhan utama berupa badan lemas disertai konjungtiva

pucat. Pasien mengeluhkan badan lemas sejak 3 hari SMRS. Pasien juga

mengeluhkan sesak saat bernafas sejak 3 hari yang lalu. Sesak dirasakan terus

menerus, sesak dirasakan saat beraktivitas dan membaik saat istirahat. Pasien juga

merupakan pasien penyakit CKD, dengan HD rutin yang dijadwalkan setiap hari

senin sampai kamis. Pasien mengaku rutin melakukan HD sejak 2 bulan yang lalu.

Keadaan umum tampak sakit ringan. Pada pemeriksaan mata didapatkan


7

konjungtiva pucat. Pemeriksaan dada didapatkan suara nafas dasar vesikuler

dengan suara rhonki pada bagian bawah paru. Pada pemeriksaan ekstremitas akral

teraba hangat. Pulsasi a. dorsalis pedis, a. poplitea, dan a. femoralis masih teraba.

Terdapat pitting edema pada ekstremitas inferior. Pada pemeriksaan darah

lengkap tanggal 18 November 2020 di RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan pasien

anemia dengan Hb 6.4 g/dl; Eritrosit 2.470.000/ul; Hematokrit 19.9%; Trombosit;

128.000/ul; RDW-CV 15.2%; MCH 26.8 pg; dan MCHC 32.2%. Pada

pemeriksaan ginjal, di dapatkan Ureum 136Meq/L; Kreatinin 10.70Meq/L. Pada

pemeriksaan EKG Irama sinus, 55x/menit, Axis normoaxis, low voltage.

2.5 DAFTAR MASALAH

No Masalah Data Pendukung


.
1. Chronic Kidney Disease 1. Merupakan pasien CKD stage V on HD
Stage V rutin
2. Konjunctiva pucat
3. Pitting edem pada ekstremitas inferior
4. Hemoglobin 6.4 g/dL
5. Urine Output ± 250 cc
6. GFR 6 ml/min/1.73m2
7. Riwayat Diabetes Mellitus (+)
8. Riwayat Hipertensi (+)
2. Anemia Renal 1. Badan lemas.
2. Konjunctiva pucat
3. Hemoglobin 6.4 g/dL
4. Urine Output ± 250 cc
5. Ureum : 111 mg/dL
6. Kreatinin 10.71 mg/dL
3. Diabetes Mellitus Tipe II 1. Riwayat Diabetes Mellitus (+)
4. Hipertensi 1. Riwayat Hipertensi (+)
2. TD : 180/ 90 mmHg
5. Heart Faillure St C FC III 1. Sesak
2. Sesak membaik saat beristirahat
3. Pitting edema
4. Anemia
5. Riwayat Hipertensi (+)
8

2.6 RENCANA AWAL

No Masalah Rencana Rencana Terapi Rencana Rencana


. Diagnosis Monitoring Edukasi
1. Chronic - 1. HD Rutin 1. Cek 1. Bed rest
Kidney 2. Protein 1.2 Keluhan 2. Menjelaska
Disease gr/kgBB/hr Utama n tentang
Stage V 3. CaCo3 3x500mg 2. TTV penyakit
on HD 3. Cek Ureum pasien dan
rutin 4. Cek apa terapi
Kreatinin yang akan
5. Cek urine diberikan
output

2. Diabetes - 1. Diet DM 1. Cek GDS 1. Menjelask


Mellitus Keb.basal: 1644 2. TTV an tentang
Tipe II kcal Penyakit
Koreksi Umur >
40 thn
-5%,Aktivitas
+10%,
Overweight -
10%
Total kalori=
1562 kcal/hari
Karbohidrat 50%
= 781 kcal/hari
Protein 25 % =
390.5 kcal/hari
Lemak 25% =
390.5 kcal/hari

2. Inj. Insulin
jika HbA1c ≥
7.5%
3. Anemia - 1. Transfusi PRC 1. Cek Darah 1. Edukasi
renal Hb >8 Rutin tentang
2. Terapi EPO 2. TTV pengaruh
jika pada terapi penyakit
konservatif terhadap
tidak mencapai kondisi
Hb target, dan lemahnya
harus sudah tubuh yang
9

disingkirkan dialami.
penyebab lain
dari anemia.
3. As. Folat
1x5mg

4. Heart 1. ISDN 3x5mg 1. TTV 1.


Faillure 2. Concor 2,5mg 2. Cek keluhan Menjelaskan
St C FC 1x1 tentang
III penyakit
pasien dan
apa terapi
yang akan
diberikan
5 Hiperten 1. Amlodipine 1. TTV 1. edukasi
si 1x10mg tentang
2. Candesartan hipertensi
1x16 mg
3. Clonidin 0,15
mg 3x1

2.7 RENCANA TINDAK LANJUT

19 November 2020
Subjective Objective Assesment Planning
1. Badan Lemas 1. GCS 456 1. CKD St V on 1. HD
2. Sesak 2. TD 170/100 HD 2. Heparin
3. HR 75 2. Hipertensi standard
4. RR 20 3. DM tipe 2 3. Transfusi PRC
5. T 36,5 4. Heart Failure 2 kolf
6. Konj. Pucat
(+/+)
7. Hb 6

20 November 2020
Subjective Objective Assesment Planning
1. Lemas 1. GCS 456 1. CKD St V on 1. Transfusi PRC
2. Sesak 2. TD 180/100 HD 1 kolf
3. HR 76 2. Anemia Renal 2. Amlodipine
4. RR 20 3. Hipertensi 1x10mg
5. T 36,5 stage 2 3. Candesartan
6. Spo2 98% on 4. DM tipe 2 1x16mg
room air normoglikemik 4. Clonidin 0,15
7. Konj. Pucat 5. HF st C FC III mg 3x1
10

(+/+) 5. ISDN 3x5mg


8. Pitting edem 6. Concor 2,5mg
eks inferior : 1x1
(+/+) 7. As. Folat
1x5mg
8. CaCo3
3x500mg
9. Evaluasi Hb
11

BAB 3

PEMBAHASAN

Pasien atas nama Tn. S, usia 44 tahun dengan keluhan utama berupa badan

lemas dengan konjungtiva pucat. Pasien mengeluhkan badan lemas sejak 3 hari

SMRS. Pasien juga mengeluhkan sesak saat bernafas sejak 3 hari yang lalu.

Keluhan ini muncul secara tiba-tiba, dan dirasakan secara terus-menerus. Keluhan

membaik saat pasien beristirahat. Pasien juga merupakan pasien penyakit CKD,

dengan HD rutin yang dijadwalkan setiap hari senin sampai kamis. Pasien

mengaku rutin melakukan HD sejak 2 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat

penyakit darah tinggi, dan riwayat diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/90 mmHg, konjungtiva pucat ,

Pemeriksaan JVP didapatkan hasil 5+5 cm H2O, batas paru hepar berada di ics v,

batas kanan jantung berada di ics v linea parasternal dekstra, batas kiri jantung

berada di ics 5 linea midclavicula sinistra, batas atas jantung berada di ics iii linea

parasternal sinistra, pada auskultasi didapatkan suara rhonki pada bagian bawah

paru, akral teraba hangat, terdapat pitting edem pada kedua ekstremitas inferior.

Pada pemeriksaan darah didapatkan anemia (Hb 6.4 g/dl), Eritrosit 2.470.000/uL,

Kreatinin 10.70 mg/dL, Ureum 111 mg/dL.

Pasien memiliki riwayat DM, dimana DM merupakan salah satu etiologi

yang dapat menyebabkan CKD. Penyakit DM menyebabkan glukosa dalam darah

meningkat akibat insulin yang tidak cukup untuk mengikat yang menyebabkan

terjadinya peningkatan osmolaritas darah. Saat terjadi peningkatan osmolaritas

darah akan membuat filtrasi glomerulus melebihi batas normal (hiperfiltrasi). Saat
12

terjadi hiperfiltrasi maka terjadi kematian sel ginjal dan menyebabkan beban ke

sel ginjal yang masih berfungsi dengan baik. Nefron ginjal yang masih hidup atau

berfungsi akan mempertahankan laju filtrasi ginjal dengan meningkatkan daya

filtrasi dan rearbsorbsi zat terlarut dari nefron tersisa. Namun proses ini tidak akan

berlangsung lama, karena selanjutnya akan terjadi maladaptasi berupa sklerosis

nefron yang tersisa dan akan berakhir dengan penurunan progresif fungsi nefron

walau penyakit dasarnya sudah tidak aktif.7

Riwayat hipertensi juga merupakan salah satu etiologi CKD. Hipertensi

menyebabkan rangsangan barotrauma pada kapiler glomerolus dan meningkatkan

tekanan kapiler glomerolus tersebut, yang lama kelamaan akan menyebabkan

glomerolusclerosis. Glomerulusclerosis dapat merangsang terjadinya hipoksia

kronis yang menyebabkan kerusakan ginjal. Hipoksia yang terjadi menyebabkan

meningkatnya kebutuhan metabolisme oksigen pada tempat tersebut, yang

menyebakan keluarnya substansi vasoaktif (endotelin, angiotensin dan

norephineprine) pada sel endotelial pembuluh darah lokal tersebut yang

menyebabkan meningkatnya vasokonstriksi. Aktivasi RAS (Renin Angiotensin

Sistem) disamping menyebabkan vasokontriksi, juga menyebakan terjadinya stres

oksidatif yang meningkatkan kebutuhan oksigen dan memperberat terjadinya

hipoksia. Stres oksidatif juga menyebabkan penurunan efesiensi transport natrium

dan kerusakan pada DNA, lipid & protein, sehingga pada akhirnya akan

menyebabkan terjadinya tubulointertitial fibrosis yang memperparah terjadinya

kerusakan ginjal (Gambar 1).8


13

Gambar 1. Mekanisme kerusakan ginjal pada hipertensi.

Penurunan faal ginjal terjadi akibat berkurangnya unit struktural ginjal

(nefron) yang masih berfungsi dengan baik. Hal ini akan menyebabkan

bertambahnya beban pada nefron yang masih berfungsi baik dan secara bertahap

akan menyebabkan kerusakan nefron yang masih tersisa tersebut serta

mempercepat progresivitas kerusakan ginjal. Penyakit CKD pada umumnya

bersifat progresif. Hal ini berarti bahwa pada saat tertentu fungsi ginjal akan terus

menurun sampai pada tahap akhir (the point of no return). Progresivitas penyakit

ini akan terus berlanjut meskipun lesi yang mengawali proses terjadinya

kerusakan ginjal tersebut dihilangkan. Penyakit CKD ini pun biasanya disertai

dengan berbagai komplikasi, seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran

nafas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot, serta anemia. Kerusakan

struktur dan fungsi ginjal bisa disertai dengan penurunan LFG. Penurunan laju

fitrasi glomerulus ini berhubungan dengan gambaran klinik yang akan ditemukan

pada pasien. Salah satunya adalah penurunan kadar hemoglobin atau hematokrit di

dalam darah yang dapat dikatakan sebagai anemia.9


14

Pada penyakit CKD terdapat klasifikasi yang terbagi menjadi 5 stage.

National Kidney Foundation mengeluarkan klasifikasi standar berdasarkan tingkat

Glomerular Filtration Rate (GFR) dan ada atau tidaknya bukti renal injury. Pasien

dengan stage 1 dan 2 memerlukan bukti adanya kerusakan ginjal (e.g.,

proteinuria), dan GFR masing-masing ≥ 90 dan 60–89 mL/menit. Stage 3, 4, dan 5

dengan GFR masing-masing 30–59, 15–29, dan <15 mL/menit tanpa

memperhatikan adanya bukti kerusakan ginjal.1 Tingkat GFR dapat dihitung

menggunakan rumus Cockcorft-Gault, data yang diperlukan adalah berat badan

dan tinggi badan pasien. Untuk menghitung nilai GFR menggunakan rumus :10

Berdasarkan rumus Cockcorft-Gault, didapatkan hasil GFR pasien adalah 6

mL/menit yang berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan oleh National Kidney

Foundation adalah stage 5 yaitu kurang dari 15 mL/menit.

Pasien mengatakan badan terasa lemas, dan berdasarkan dari hasil

pemeriksaan darah Hb pasien dibawah normal yaitu 6.4 g/dl. Hasil tersebut sesuai

dengan keluhan pasien, dimana badan lemas dapat juga disebabkan oleh anemia.

Penyebab anemia pada CKD ada sebelas, salah satunya yaitu akibat adanya
11
defisiensi produksi eritropoietin (EPO). Anemia pada pasien dengan CKD

utamanya disebabkan kurangnya produksi EPO oleh karena penyakit ginjalnya.

Faktor tambahan lainnya yang mempermudah terjadinya anemia antara lain

defisiensi zat besi, inflamasi akut maupun kronik, inhibisi pada sumsum tulang
15

dan pendeknya masa hidup eritrosit. Selain itu, kondisi komorbid seperti

hemoglobinopati dapat memperburuk anemia pada pasien CKD.12 Penurunan

kadar Hb diakibatkan terganggunya produksi hormon eritropoetin. Eritropoitin

merupakan hormon glikoprotein yang merupakan stimulan eritropoiesis, sebuah

pathway metabolisme yang menghasilkan eritrosit. Sintesis dominan eritropoitin

terjadi pada sel di area interstitial peritubular ginjal, selain hati dan otak. Sel-sel

ini memproduksi dan melepaskan eritropoetin ketika tingkat oksigen sangat

rendah. Tingkat oksigen yang rendah dimungkinkan mengindikasikan anemia,

dimana jumlah sel darah merah mengalami penurunan, sehingga hemoglobin yang

membawa oksigen keseluruh tubuh juga mengalami penurunan.13

Pasien juga mengeluhkan sesak napas. Sesak napas yang dirasakan oleh

pasien bisa diakibatkan dari CKD. Hal ini didukung adanya kerusakan pada unit

filtrasi ginjal sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang akhirnya

menjadi iskemik ginjal. Terjadi pelepasan renin di aparatus juxtaglomerulus

sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Lalu angiotensin I

diubah menjadi angiotensin II oleh converting enzyme. Angiotensin II

merangsang pelepasan aldosteron dan ADH sehingga menyebabkan retensi NaCl

dan air terjadi hipervolemia kemudian ventrikel kiri gagal memompa darah ke

perifer (Hipertrofi ventrikel kiri) selain itu dapat terjadi edema paru atau efusi

pleura kemudian timbul sesak nafas. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak

dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi

ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan

resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat
16

ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Hal ini menjadi penjelasan

lainnya mengenai sesak napas yang bisa terjadi, selain itu dapat mempertegas

adanya hubungan yang erat antara gagal ginjal kronis dengan gagal jantung

kongestif.14

Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan pitting edema di kedua ekstremitas

inferior. Pada penyakit CKD, terjadi penurunan fungsi ginjal dimana ginjal

berfungsi untuk mengekresikan cairan. Akibat dari penurunan fungsi ginjal akan

mengakibatkan retensi cairan dalam tubuh dengan gejala edema terutama pada

tangan, kaki, asites, bahkan edema paru. Pasien yang telah mengalami penurunan

fungsi ginjal terutama tahap akhir mengalami keadaan dimana ginjal tidak mampu

mempertahankan keseimbangan kadar cairan dan elektrolit. Cairan dalam tubuh

tidak mampu dikeluarkan oleh ginjal akibat kerusakan bagian ginjal yaitu tubulus

yang berfungsi melakukan reasbsorpsi dan ekskresi cairan dan elektrolit, yang

pada akhirnya membuat cairan tertahan didalam tubuh sehingga terjadi

penimbunan cairan dan elektrolit terutama natrium dan kalium.15 Selain itu,

penyakit CKD dapat menyebabkan komplikasi pada kardiovaskular yang dapat

menyebabkan terjadinya edema pada kedua kaki.


17

BAB IV

PENUTUP

Dilaporkan seorang laki-laki berusia 44 tahun yang dirawat di ruang

Penyakit Dalam Pria RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 19 November 2020

dengan diagnosis CKD Stage 5, anemia renal, diabetes melitus tipe 2, dan HF

Stage C FC III yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pasien diterapi berdasarkan penatalaksanaan CKD. Pada

tanggal 20 November, pasien diperbolehkan pulang dan melanjutkan pengobatan

di poli IPD RSUD Ulin Banjarmasin.


18

DAFTAR PUSTAKA

1. Agnez ZF. Chronic kidney disease stage v. J Agromed Unila. Lampung;


2014.
2. Infodatin. Situasi penyakit ginjal kronis. RISKESDAS; 2017.
3. Aisara S, Azmi S, Yanni M. Gambaran klinis penderita penyakit ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas;2018.
4. Kandarini Y. Penatalaksanaan pada penyakit ginjal kronik. RSUP Sanglah
Denpasar;2015.
5. Kandarini Y. penatalaksanaan anemia pada penyakit ginjal kronik. RSUP
Sanglah Denpasar;2017.
6. Etika AN, Monalisa V. Riwayat penyakit keluarga dengan kejadian diabetes
melitus. Journal Care; 2016.
7. Cao and Cooper, Pathogenesis of diabethic nephropathy, J of Diabetes
Investigation, 2011 August; 2 (4): 243-7
8. Kadir A. Hubungan patofisiologi hipertensi dan hipertensi renal. Jurnal
Ilmiah Kedokteran;2016:15-25.
9. Isro’in L, Mas’udah. Pelatihan penghitungan glomerullo filtration rate
(GFR) on line bagi penderita diabetes melitus dan hipertensi. Jurnal
ADIMAS; 2020.
10. Ismatullah A. Manajemen terapi anemia pada pasien gagal ginjal kronik. FK
Universitas Lampung; 2015.
11. Biggar P, Kim GH. Treatment of renal anemia: erithropoiesis stimulating
agents and beyond. Kidney Res Clin Pract; 2017.
12. Agustina W, Purnomo AE. Menurunnya kadar hemoglobin pada penderita
end stage renal disease (ESRD) yang menjalani hemodialisis di kota
malang. Prosiding Seminar Nasional. Malang; 2018.
19

13. Hidayat R, Azmi S, Pertiwi D. Hubungan kejadian anemia dengan penyakit


ginjal kronik pada pasien yang dirawat di bagian ilmu penyakit dalam RSUP
dr M Djamil Padang tahun 2010. J Kes Andalas; 2016.
14. Mutiara UG. A 42 years old woman with stage 5 chronic renal failure and
moderate anemia. J Med Unila; 2014.
15. Harsismanto, Rifa’I, Anggraini T. Pelaksanaan pembatasan asupan cairan
dan natrium pada pasien ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUD
dr M Yunus Bengkulu. ResearchGate; 2015.

Anda mungkin juga menyukai