Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURAT

“ SYNCOPE “

Nama Kelompok :
1. Murniningtyas Putri R (10216023)
2. Nindia Ayu Permadani (10216024)
3. Novirda Lila N (10216023)

PRODI S1-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sinkop atau pingsan merupakan permasalahan yang penting dewasa ini.
Secara substansial mengakibatkan pe-nurunan kualitas hidup pada semua
dimensi kesehatan terutama mobilitas, aktivitas sehari-hari, dan perawatan
diri sendiri. Sinkop digambarkan sebagai masalah yang relatif kompleks dan
seringkali berpotensi membahayakan, kadang- kadang manifestasi klinis tidak
jelas. (Moya et al., 2009)
Studi prospektif 1 tahun terakhir terhadap pasien sinkop menunjukkan
mortalitas yang tinggi, kematian mendadak ditemukan berkisar antara 3-24%
dalam 1 tahun. Kematian berlebih ditemukan pada pasien dengan kelainan
kardiovaskular yang mendasari. Sinkop adalah T-LOC (transient loss of
consciousness) yang disebabkan karena hipoperfusi serebral global sementara
yang ditandai dengan onset cepat, durasi pendek, dan pemulihan lengkap
spontan. Definisi sinkop ini berbeda dengan definisi lainnya, karena
memasukkan penyebab ketidaksadaran, yaitu hiperplantasi serebral global
sementara. (Gofir A, 2011)
Sinkop merupakan salah satu penyebab penurunan kesadaran yang banyak
ditemukan di Unit Gawat Darurat (UGD). Sinkop didefinisikan sebagai
hilangnya kesadaran sesaat, dengan kehilangan postur tubuh (jatuh).
Merupakan 3% dari kunjungan UGD dan 6% dari kunjungan rawat jalan ke
rumah sakit. Mengatasi penyebab pingsan lainnya sangat penting karena
prognosis dan pengobatannya berbeda. Sinkop merupakan gejala suatu
penyakit sehingga harus dicari etiologinya. Dalam studi berbasis populasi
didapatkan prevalensi sinkop pada pria sama dengan wanita, kejadiannya
hampir 2 kali lipat pada pasien dengan riwayat kardiovaskular. Kematian
sekitar 30% lebih tinggi pada sinkop yang tidak diketahui sebabnya.
Sinkop sering dijumpai, dan sangat penting untuk melakukan evaluasi
klinis pada praktek medis. Dalam hal kunjungan ke rumah sakit, sinkop
mencapai 3% kunjungan ruang gawat darurat dan 1% - 6% dari kunjungan
pasien umum di rumah sakit Amerika Serikat. Minimal 3% populasi
mengalami sinkop selama pengamatan 25 tahun. (Moya et al., 2009)
Sinkop relatif sering terjadi di semua kelompok usia, mulai dari 15% anak
usia di bawah 18 tahun dan 23% pada pasien lansia berusia di atas 70 tahun.
Prevalensi dan kejadian sinkop meningkat seiring bertambahnya usia, dengan
30% tingkat kekambuhan. (Moya et al., 2009)
Penelitian di Irlandia menyatakan kunjungan pasien sinkop murni sebesar
1,1% dari seluruh kunjungan ke UGD. Di Amerika Serikat prevalensi 19%
penduduk mngalami sinkop, dengan karakteristik usia > 75 tahun (21%) dan
45-54 tahun (20%), laki-laki dibanding perempuan 15% : 22%. (Moya et al.,
2009)
Sinkop umum terjadi pada populasi masyarakat dan episode pertama
muncul pada karakteristik usia yang ditunjukkan oleh Gambar 1. Prevalensi
sangat tinggi untuk sinkop pada pasien 10 - 30 tahun, dengan puncak 47%
pada wanita dan 31% pada pria berusia sekitar 15 tahun. (Moya et al., 2009)

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Definisi dari Syncope?
2. Apa Klasifikasi dari Syncope?
3. Apa Etiologi dari Syncope?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Syncope?
5. Bagaimana Patofisiologi dari Syncope?
6. Apa Komplikasi dari Syncope?
7. Apa Penunjang dari Syncope?
8. Apa Penatalaksanaan dari Syncope?
9. Bagaimana WOC dari Syncope?
10. Bagaimana Konsep ASKEP Syncope?
11. Bagaimana ASKEP Syncope?

1.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi dari Syncope
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Syncope
3. Untuk Mengetahui Etiologi dari Syncope
4. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis dari Syncope
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Syncope
6. Untuk Mengetahui Komplikasi dari Syncope
7. Untuk Mengetahui Penunjang dari Syncope
8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan dari Syncope
9. Untuk Mengetahui WOC dari Syncope
10. Untuk Mengetahui Konsep ASKEP Syncope
11. Untuk Mengetahui ASKEP Syncope

1.4. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil pembuatan makalah ini secara teoritis diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan atau
memperkaya konsep-konsep, teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari
pembuatan makalah yang sesuai dengan bidang ilmu dalam suatu asuhan
keperawatan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan
pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan Syncope.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
penyusunan program pemecahan masalah yang berkaitan dengan
Syncope.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Syncope


Syncope atau yang biasa dikenal dengan istilah pingsan merupakan kondisi
dimana terjadi penurunan bahkan kehilangan kesadaran yang terjadi secara
tiba-tiba dan bersifat sementara yang disebabkan oleh aliran darah di otak
yang tidak tercukupi. Hal ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan
bradikardi secara mendadak sehingga menimbulkan hipotensi. Onset dari
syncope ini cepat, durasi singkat, dan pemulihan terjadi secara spontan dan
sempurna. Penyebab lain kehilangan kesadaran yang perlu dibedakan dari
syncope yaitu kejang, iskemik vertebrobasilar, hipoksemia, dan hipoglikemia.
(Longo, 2012)
Syncopal prodrome (presyncope) merupakan suatu kondisi yang umum
terjadi dimana penurunan kesadaran mungkin terjadi tanpa ada gejala
peringatan apapun. Gejala khas dari presyncope yaitu pusing, pingsan, lemah,
lelah serta gangguan penglihatan dan pendengaran. (Toivonen L, 2009)
Syncope merupakan suatu mekanisme tubuh dalam mengantisipasi
perubahan suplai darah ke otak dan biasanya terjadi secara mendadak dan
sebentar atau kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta
kemampuan untuk berdiri karena pengurangan aliran darah ke otak. Pingsan,
"blacking out", atau syncope juga bisa diartikan sebagai kehilangan kesadaran
sementara yang diikuti oleh kembalinya kesiagaan penuh. Pingsan merupakan
suatu bentuk usaha terakhir tubuh dalam mempertahankan kekurangan zat-zat
penting untuk di suplai ke otak seperti oksigen dan substansi-substansi lain
(glukosa) dari kerusakan yang bisa permanen. (McPhee SJ,2010)

2.2. Klasifikasi Syncope


Klasifikasi Syncope menurut (Longo,2012 dan Morag 2013) :
1. Syncope di Mediasi Saraf (Neurally Mediated Syncope)
Syncope dimediasi saraf merupakan syncope tersering yang ada
pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Syncope yang
dimediasi oleh saraf ini merupakan jalur terakhir yang ditempuh dari
refleks sistem saraf sentral dan perifer. Terdapat perubahan yang bersifat
cepat dan sementara pada aktivitas autonom eferen yang ditandai dengan
peningkatan aliran parasimpatik sehingga menyebabkan bradikardi dan
simpatoinhibition sehingga menyebabkan vasodilatasi. Perubahan pada
aktivitas autonom eferen menyebabkan penurunan tekanan darah dan
penurunan aliran darah otak dibawah kemampuan autoregulasi. (Longo,
2012)
Terkadang neurally mediated syncope disebut juga vasovagal
syncope dan atau situational refleks syncope. neurally mediated syncope
disebut syncope situasional pada beberapa kondisi yaitu pada saat pungsi
vena, berkemih, batu, menelan, defekasi, dan neuralgia glosofaringeal.
(Morag, 2013)
Gejala yang timbul pada syncope yang dimediasi saraf antara lain
pusing, lelah, pucat, jantung berdebar, mual, hiperventilasi, dan menguap.
Sementara beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan syncope
yaitu berdiri tegak dalam waktu yang lama, suhu lingkungan yang hangat,
penurunan volume intravaskular, konsumsi alkohol, hipoksemia, anemia
serta faktor emosi. (Morag, 2013)
2. Syncope Hipotensi Orthostatik
Hipotensi orthostatik didefinisikan sebagai penurunan tekanan
darah sistolik paling sedikit 20 mmHg atau tekanan darah diastolik
minimal 10 mmHg dalam waktu 3 menit saat berdiri. Kondisi ini
merupakan suatu manifestasi yang muncul akibat disfungsi sistem saraf
otonom pusat maupun perifer sehingga menyebabkan kegagalan
vasokonstriksor simpatis (saraf otonom). Dalam beberapa kasus, tidak
terjadi kompensasi pada denyut jantung meskipun terjadi hipotensi,
sedangkan pada kegagalan parsial otonom, denyut jantung dapat
meningkat sampai batas tertentu, tetapi tidak mampu untuk
mempertahankan curah jantung. Syncope hipotensi orthostatis merupakan
penyebab tersering syncope pada orang usia lanjut. (Morag, 2013)
Gejala khas yang muncul pada syncope hipotensi ortostatik antara
lain pusing, presyncope yang terjadi jika terdapat perubahan postural yang
mendadak. Ada juga gejala non spesifik lainnya seperti kelelahan,
perlambatan kognitif, atau sakit kepala. Penglihatan juga mungkin kabur
karena retina atau lobus oksipital mengalami iskemi. Selain itu juga
mungkin terjadi dyspnea ortostatik yang diduga disebabkan oleh
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi karena tidak adekuatnya perfusi dari
apeks paru. Gejala pada syncope hipotensi orthostatik dapat diperparah
jika beraktivitas terlalu berat, berdiri terlalu lama, peningkatan suhu
lingkungan.
3. Syncope Kardiovaskular
Syncope kardiovaskular disebabkan oleh aritmia dan penyakit
struktural jantung. Kondisi ini dapat terjadi dalam kombinasi karena
penyakit struktural jantung membuat jantung lebih rentan terhadap
aktivitas listrik abnormal. . (Longo, 2012)
Aritmia merupakan penyebab utama dari bradikardi dan takikardi.
Bradiaritmia dapat menyebabkan syncope karena terjadi disfungsi nodus
sinus yang parah dan atrioventrikular block. Bradiaritmia karena
disfungsi nodus sinus sering dikaitkan dengan takiaritmia atrium, yang
dikenal sebagai kelainan sindrom takikardi-bradikardia. Penyebab
tersering syncope pada sindrom takikardia-bradikardia adalah jeda yang
berkepanjangan setelah penghentian episode takikardi.Takiaritmia
ventrikel merupakan salah satu penyebab tersering syncope.
Kemungkinan syncope dengan takikardi ventrikular tergantung pada
ventricular rate. Jika ventricular rate dibawah 200 denyut permenit,
kondisi ini cenderung tidak menyebabkan syncope. Terganggunya fungsi
hemodinamik selama takikardi ventrikular disebabkan oleh kontraksi
ventrikular yang tidak efektif, menurunnya pengisian diastolik karena
waktu pengisian ventrikel yang singkat, kehilangan sinkronisasi
arterioventrikular dan terjadinya iskemi miokard secara bersamaan.
Syncope dapat disebabkan oleh kelainan struktural jantung dengan
cara mengganggu volum curah jantung. Beberapa contoh penyakit
jantung struktural yang menyebabkan syncope yaitu penyakit katup,
iskemia miokard, hipertropi, masa jantung dan efusi perikardial. Selain
mengganggu curah jantung, penyakit struktural jantung ini juga dapat
menyababkan syncope melalui mekanisme patofisiologis lainnya. Sebagai
contoh yaitu, gangguan struktural seperti stenosis aorta dan kardiomiopati
dapat menyebabkan terjadinya refleks vasodilatasi sehingga memicu
syncope, contoh lainnya yaitu pada pengobatan agresif gagal jantung
dengan menggunakan diuretik dan atau vasodilator dapat menyebabkan
hipotensi orthostatik yang dapat menyebabkan syncope.

2.3.Etiologi Syncope
Penyebab syncope dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) Syncope
yang dimediasi oleh syaraf (2) Syncope akibat hipotensi ortostatik dan (3)
Syncope Kardiovaskular. (Longo, 2012)
1. Syncope yang dimediasi oleh syaraf terdiri dari sekelompok heterogen
gangguan fungsional yang ditandai oleh perubahan sementara pada
refleks yang bertanggung jawab untuk mempertahankan homeostasis
kardiovaskular. Kegagalan sementara dalam pengontrolan tekanan darah
disebabkan oleh vasodilatasi episodik dan bradikardi yang terjadi pada
berbagai kombinasi.
2. Adapun pada pasien dengan hipotensi ortostatik, homeostasis
kardiovaskular kronik terganggu karena kegagalan kontrol otonom.
3. Sedangkan pada syncope kardiovaskular mungkin disebabkan oleh
aritmia atau penyakit jantung struktural yang dapat menyebabkan
penurunan curah jantung. Terdapat perbedaan yang sangat jelas pada
gambaran klinis, dasar mekanisme patofisiologi, intervensi terapi dan
prognosis pada ketiga penyebab syncope ini.

2.4.Manifestasi Klinis
Tanda gejala syncope bisa dilihat dalam 3 fase yaitu fase pre syncope, fase
syncope dan fase post syncope. (McPhee SJ,2010)
1. Fase pre syncope
Pasien mungkin merasa mual, perasaan tidak nyaman, berkeringat
dingin dan lemah. Mungkin ada perasaan dizziness (kepeningan) atau
vertigo (dengan kamar yang berputar), hyperpnea (kedalaman nafas
meningkat) penglihatan mungkin memudar atau kabur, dan mungkin ada
pendengaran yang meredam dan sensasi-sensasi kesemutan dalam tubuh.
Fase pre-syncope atau hampir pingsan, gejala-gejala yang sama akan
terjadi, namun pada fase ini tekanan darah dan nadi turun dan pasien tidak
sungguh kehilangan kesadaran.
2. Fase syncope
Fase syncope ditandai dengan hilangnya kesadaran pasien dengan
gejala klinis berupa:
a. Pernapasan pendek, dangkal, dan tidak teratur
b. Bradikardi dan hipotensi berlanjut
c. Nadi teraba lemah dan gerakan konvulsif pada otot lengan, tungkai
dan wajah. Pada fase ini pasien rentan mengalami obstruksi jalan
napas karena terjadinya relaksasi otot akibat hilangnya kesadaran.
3. Fase post syncope
Fase terakhir adalah fase post syncope yaitu periode pemulihan
dimana pasien kembali pada kesadarannya. Pada fase awal postsyncope
pasien dapat mengalami disorientasi, mual, dan berkeringat. Pada
pemeriksaan klinis didapatkan nadi mulai meningkat dan teraba lebih kuat
dan tekanan darah mulai naik. Setelah episode pingsan, pasien harus
kembali ke fungsi mental yang normal, meskipun mungkin ada tanda-
tanda dan gejala-gejala lain tergantung pada penyebab yang mendasari
pingsan. Contohnya, jika pasien ada ditengah-tengah serangan jantung, ia
mungkin mengeluh nyeri dada atau tekanan dada.

2.5.Patofisiologi Syncope
Syncope merupakan konsekuensi dari hipopefusi serebral secara global
dan dengan demikian merupakan suatu kegagalan mekanisme autoregulasi
aliran darah otak. Adapun faktor yang bertanggung jawab atau autoregulasi
dari aliran darah otak antara lain faktor myogenik, metabolit lokal, serta
kontrol neurovaskular otonom. Dalam keadaan normal, rentang aliran darah
otak sekitar 50-60 ml/menit per 100 gram jaringan otak dan tetap relatif
konstan selama tekanan perfusi mmulai 50-150 mmHg. Jika terjadi
penghentian aliran darah selama 6-8 menit maka akan menyebabkan hilangnya
kesadaran, sedangkan penurunan kesadaran akan terjadi saat aliran darah
menurun sampai 25 ml/menit per 100 gram jaringan otak.
Dari sudut pandang klinis, penurunan tekanan darah sistolik sistemik
dibawah 50 mmHg akan menyebabkan syncope. Penurunan kardiak output
dan atau resistansi vaskuar sistemik (faktor penentu tekanan darah) merupaka
hal yang mendasarai patofisiologi dari syncope. Beberapa penyebab umum
terjadinya gangguan curah jantung yaitu penurunan efektif volum darah yang
bersirkulasi, peningkatan tekanan dada, emboli paru masif, bradikardi dan
tachyaritmia, penyakit katup jantung, dan disfungsi miokardia.
Dalam posisi berdiri memberikan beban stres fisiologis yang unik pada
manusia. Posisi ini dapat dikatakan membebankan karena pada posisi berdiri
akan terjadi penumpukan sekitar 500-1000 ml darah pada ekstremitas bawah
dan sirkulasi splanknikus. Oleh karena hal inilah, umumnya periode syncope
sering terjadi pada saat berdiri. Pada saat terjadi penumpukan aliran darah
pada ekstremitas bawah, akan terjadi penurunan aliran balik vena ke jantung
dan mengurangi pula pengisian ventrikel sehingga menyebabkan curah
jantung dan tekanan darah berkurang.
Perubahan hemodinamik yang terjadi dapat memicu refleks kompensasi
yang diprakarsai oleh baroreseptor di sinus karotis dan arkus aorta, sehingga
menghasilkan peningkatan aliran simpatis dan penurunan aktivitas nervus
vagus. Refleks kompensasi ini membuat peningkatan resistensi perifer, aliran
darah dari vena kembali ke jantung dan kardiak output, sehingga dapat
membatasi penurunan tekanan darah. Namun, jika respon kompensasi ini
gagal maka hipoperfusi serebral akan terjadi, seperti pada neurally mediated
syncope dan orthostatic hypotension. (Morag, 2013)
2.6.Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan fisik, tanda vital dan anamnase, klien syncope juga
memerlukan beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnose dan penyebab
syncope diantaranya yaitu: (Toivonen L, 2009)
1. EKG
Untuk mengetahui adanya gangguan listrik jantung dan sumbatan pada
jantung
2. Holter monitor
Untuk mengetahui perubahan dan fluktuasi kondisi jantung serta
mengetahui irama dan denyut jantung yang abnormal yang mungkin
terungkap sebagai penyebab yang potensial dari pingsan atau syncope.
3. Tilt Table Test
Merupakan pemeriksaan untuk mendiagnosa ortostatic hypotensi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menempatkan pasien diatas meja,
kemudian meja dimiringkan secara bertahap dari posisi horisontal hingga
posisi vertikal. Selama pemeriksaan tekanan darah dan nadi terus dipantau
sesuai dengan posisi-posisi yang berbeda.
4. Masase Carotis
Masase carotis dapat mendeteksi penyebab syncope, salah satu
dugaannya yaitu aritmia (takikardi). Masase carotis dapat dilakukan untuk
menurunkan heart rate. Pemijatan dilakukan di salah satu arteri carotis
selama 10 menit dengan maksud untuk merangsang system parasympatis
sehingga dapat memperlambat denyut jantung.
5. CT Scan
Untuk mengetahui adanya lesi dalam otak dan sebagai pencitraan otak
6. Tes Laboratorium diantaranya: Complete Blood Count, tes elektrolit,
glukosa darah, tes fungsi ginjal

2.7.Penatalakasanaan
Tatalaksana yang perlu dilakukan pada syncope yaitu pemeriksaan dan
penanganan cepat terhadap airway (jalur napas), breathing (pernapasan),
circulation (sirkulasi), dan status kesadaran. Pada syncope yang tidak
berhubungan dengan kelainan kardiovaskular, penanganannya dapat dilakukan
dengan meletakan pasien dalam posisi berbaring. Pada posisi ini dapat
memperbaiki venous return ke jantung dan kemudian dapat meningkatkan
aliran darah otak. Jika pasien sudah tersadar, diharapkan untuk tidak terburu-
buru mendudukan posisi pasien, karena dapat menyebabkan syncope yang
berulang. Adapun terapi lainnya yang dibutuhkan jika pasien syncope tidak
segera sadar yaitu akses intravena, administrasi oksigen, pembukaan jalan
napas, pemberian glukosa, Pharmacologic circulatory support, dan
Pharmacologic or mechanical restraints. (McPhee, 2010)
Penatalaksanaan sinkope menurut Kamadjaya, 2009
1. Tatalaksana kegawatdaruratan medis :
1) Pada penderita yang mengalami syncope perlu dimonitor kesadarannya
secara berkala dengan melakukan komunikasi verbal dengan penderita.
Apabila penderita dapat merespon baik secara verbal maupun non-
verbal berarti airway & breathing penderita baik.
2) Circulation dapat dinilai dengan memonitor nadi arteri radialis dan
pengukuran tekanan darah. Tekanan darah sistolik, meskipun turun,
pada umumnya masih berada di atas 70 mmHg. Sebaliknya, pada
penderita yang mengalami syok tekanan darah dapat menurun secara
drastis sampai di bawah 60 mmHg. Pada hipotensi berat semacam itu
dapat terjadi hilangnya kesadaran dimana pnderita tidak memberikan
respon dengan rangsang verbal. Hilangnya kesadaran dapat dipastikan
dengan tidak adanya respon motorik terhadap rangsang nyeri, misalnya
dengan cubitan, pada ekstremitas atas penderita.
3) Apabila terjadi penurunan atau kehilangan kesadaran yang disertai
hipotensi maka segera lakukan posisi supine, dimana kepala dan
tungkai diletakkan lebih tinggi daripada kepala.
4) Pada penderita yang hilang kesadarannya perlu dilakukan intervensi
untuk membebaskan jalan nafas yaitu dengan chin lift dan head tilt
yang bertujuan untuk mengangkat pangkal lidah ke anterior untuk
membebaskan orofaring dan mengevaluasi fungsi pernafasan dengan
look-feel-listen. Diberikan oksigen tambahan dengan sarana face mask
dengan tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas.
2. Penanganan syncope sebenarnya cukup sederhana yaitu :
1) Menempatkan penderita pada posisi supine atau shock position. Kedua
manufer ini akan memperbaiki venous return ke jantung dan
selanjutnya meningkatkan cerebral blood flow. Selain intervensi tsb
penderita dapat diberikan oksigen murni 100% melalui face mask
dengan kecepatan aliran 6-8 liter per menit. Bila intervensi dapat
dilakukan segeran maka biasanya kesadaran penderita akan kembali
dalam waktu relatif cepat.
2) Setelah kesadaran pulih tetap pertahankan penderita pada posisi
supine, jangan tergesa-gesa mendudukkan penderita pada posisi tegak
karena hal ini dapat menyebabkan terulangnya kejadian syncope yang
dapat berlangsung lebih berat dan membutuhkan waktu pemulihan
lebih lama.
2.8. WOC
p
Syncope

Hipoperfusi serebral

Kegagalan autoregulasi

Penurunan cardic Aliran darah ke otak Posis tubuh


ouput

Suplai O2 Beban stres


Efektif vol darah
fisiologi
yang bersirkulasi

TD
Penurunan suplai
Jaringan Otak darah pada jaringan
tubuh dan otak

Ganguan suplai
Hipoksia MK :Gangguan
darah
perfusi jaringan
serebral
MK : Penurunan suplai O2 pada
Penurunan Penurunan aliran
jaringan & sel otak
curah jantung darah pada daerah
perifer dan sel otak

MK : Hipoksia

MK :
Gangguan
perfusi
jaringan
2.9.Konsep ASKEP Syncope
1. Pengkajian
1) Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan
diagnosa medis.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: Penurunan Kesadaran/ Syncope
b. Riwayat penyakit sekarang: Syncope
c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita anemia
d. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat
kesehatan keluarga pasien
3) Pola Kesehatan Fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan
yang berkaitan dengan oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diet buruk seperti obesitas akan mempengaruhi
oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang
kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas
berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa
olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh
dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam
penginderaan pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian
terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang
memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi
seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam
agama pasien.
4) Pemeriksaan fisik :
a. Head to toe
- Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva
sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie (
karena emboli atau endokarditis)
- Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
- Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
- Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris
antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
- Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan
cepat(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
b. System pernafasaan :
- Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
- Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernafasaan tertinggal
- Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
- Auskultasi ; suara abnormal (wheezing dan ronchi)
c. System Kardiovaskuler :
- Inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah trauma
- Palpasi ; bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
- Suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah
denyut jantung paradok
d. System neurologis
- Inpeksi ; gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
- Palpasi ; kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak
- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialamu dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale
e. Pemeriksaan sekunder
1) Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas
Tanda :
- Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau
berdiri
- Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak
teratus (disritmia)
- Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain
ventrikel
- Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung
- Friksi ; dicurigai Perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau
ventrikel
- Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa
atau bibir.
3) Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
4) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit
atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri,
koma nyeri
5) Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau
terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah, perubahan berat badan
6) Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
- Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri
dalam dan viseral)
- Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal ,
prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah.
Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap,
tertekan, seperti dapat dilihat.
- Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
a. Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
b. Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10) Interkasi social
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal :
penyakit, perawatan di RS
Tanda :
- Kesulitan istirahat dengan tenang
- Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
- Menarik diri
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d penurunan cardiac output
2. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d penurunan aliran oksigen ke
serebral
3. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer;
penghentian aliran arteri-vena

3. Intervensi
1) Penurunan curah jantung b/d penurunan cardiac output
Tujuan : aliran darah jantung adekuat
Kriteria hasil : perabaan nadi kuat, tekanan darah normal
Intervensi:

1. Periksa ABC dan jika diperlukan bebaskan jalan nafas dan pijat
jantung
Rasional: mengatasi kondisi gawat pasien lebih awal dapat
memperbaiki prognosis.
2. Pantau frekuensi nadi, RR, TD secara teratur
Rasional: Tanda vital sebagai acuan kondisi sirkulasi pasien.
3. Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
Rasional: Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer
terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai
akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
4. Pantau intake dan output setiap 24 jam.
Rasional: Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung
dengan menahan produksi cairan dan natrium.
5. Batasi aktifitas secara adekuat.
Rasional: Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki
efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan
kerja berlebihan.
2) Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran
oksigen ke serebral.
Tujuan: kebutuhan darah, oksigen di otak terpenuhi, perfusi jaringan
efektif.
Kriteria hasil: TTV stabil, pasien berkomunikasi dan berorientasi
dengan baik.
Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda vital
Rasional: Tanda vital merupakan salah satu indikator keadaan
umum dan sirkulasi pasien
2. Posisikan pasien dg posisi syok kaki diangkat 45 derajat
Rasional: Membantu memperbaiki venous return ke jantung dan
selanjutnya meningkat cerebral blood flow.
3. Pantau tingkat kesadaran
Rasional: Tingkat kesadaran seseorang juga dipengaruhi oleh
perfusi oksigen ke otak
4. Berikan terapi O2 yang adekuat
Rasional: mencegah hipoksia otak lebih berat
3) Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah
perifer; penghentian aliran arteri-vena
Tujuan: pemenuhan oksigen dan darah pada jaringan terpenuhi.
Kriteria hasil: Tidak terdapat tanda sianosis dan hipoksia jaringan.
Intervensi:
1. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab,
catat kekuatan nadi perifer.
Rasional: Vasokonstriksi sistemik yang diakibatkan oleh
penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi.
2. Dorong latihan kaki aktif/pasif.
Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena
dan menurunkan resiko tromboplebitis.
3. Pantau pernafasan
Rasional: Pompa jantung yang gagal dapat mencetuskan distres
pernafasan.

4. Analisa Data
No Analisa Data ETIOLOGI MASALAH
1 Ds: Penurunan cardiac Penurunan
Sebelum pingsan output Curah Jantung
Ny.F mengatakan
ke temannya bahwa Penurunan efektif vol.
dia merasa pusing darah yang bersikulasi
berkunang kunang
dan pandangan Penurunan tekanan
sekitar gelap serta darah
berkeringat dingin.
Do: Gangguan suplai darah
Bradikardi, TD :
100/60 mmHg, Nadi
: 65x/m, Suhu :
360C, Pernafasan :
24x/m, Warna kulit
pucat

2 Ds: Penurunan aliran darah Gangguan


Sebelum pingsan ke otak perfusi
Ny.F mengatakan jaringan
ke temannya bahwa Suplai O2 menurun serebral
dia merasa pusing
berkunang kunang Otak
dan pandangan
sekitar gelap serta
berkeringat dingin.
Do:
Penurunan
kesadaran/ pasien
pingsan

3 Ds: Posisi Tubuh Gangguan


Sebelum pingsan perfusi
Ny.F mengatakan Beban strees fisiologi jaringan
ke temannya bahwa
dia merasa pusing Penurunan suplai darah
berkunang kunang pada jaringan tubuh dan
dan pandangan otak
sekitar gelap serta
berkeringat dingin. Penurunan aliran darah
Do: pada daerah perifer dan
Turgor kulit jelek , sel otak
Akral teraba dingin,
Pasien tampak
pucat. Nadi :
65x/menit
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SYNCOPE

3.1. Ilustrasi Kasus


Pada hari minggu, 10 Maret 2019 jam 07.00 sampai 09.00 pagi di lapangan
gumul ada acara CFD. Seorang ibu bernama Ny. F mendadak pingsan setelah
mengikuti senam di CFD. Ny. F dibawa oleh temannya ke UGD Rumah Sakit
Gumul menggunakan mobil. Klien datang dengan nadi teraba lemah.
Sebelum pingsan Ny. F mengatakan ke temannya bahwa dia merasa pusing
berkunang kunang dan pandangan sekitar gelap serta berkeringat dingin.
Keadaan Umum jelek, BB/TB : 60 Kg / 150 cm, Kesadaran: Coma (GCS4
E1V1M2) Tekanan darah : 100/60 mmHg, Nadi : 65x/m, Suhu : 360C,
Pernafasan : 24x/m, pupil anisokor, reaksi pupil terhadap cahaya menurun.

3.2. Riwayat Penyakit sekarang


Pada hari minggu, 10 Maret 2019 jam 07.00 sampai 09.00 pagi di lapangan
gumul ada acara CFD. Seorang ibu bernama Ny. F mendadak pingsan setelah
mengikuti senam di CFD. Ny. F dibawa oleh temannya ke UGD Rumah Sakit
Gumul menggunakan mobil. Klien datang dengan kondisi napas pendek,
dangkal, tidak teratur, dan nadi teraba lemah. Sebelum pingsan Ny. F
mengatakan ke temannya bahwa dia merasa pusing berkunang kunang dan
berkeringat dingin. Teman Ny. F sudah memberikan pertolongan pada Ny. F
dengan memberikan minyak kayu putih dan memijat Ny. F tetapi Ny.F tidak
kunjung sadar dan akhirnya dibawa ke Rumah Sakit.

3.3.Riwayat penyakit dahulu


Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mempunyai riwayat penyakit
anemia tetapi tidak sampai dirawat dirumah sakit.

3.4.Riwayat penyakit keluarga


Keluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
menular atau penyakit generative seperti diabetes, TB dan sebagainya.
3.5.Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d penurunan cardiac output
2. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d penurunan aliran oksigen ke
serebral
3. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer;
penghentian aliran arteri-vena
3.6.Format Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
No. Rekam Medis 22032011 Diagnosa Medis : -
Nama : Ny. F Jenis Kelamin : L/P Umur : 28 th
IDENTITAS

Agama : islam Status Perkawinan :Menikah Pendidikan : S1


Pekerjaan :Pegawai Bank Sumber informasi : Penolong (teman) dan keluarga
Alamat : Ds. Njanti Kec. Papar Kab. Kediri
TRIAGE P1 P2 P3 P4

GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran / Syncope
Mekanisme Sakit :
Pada hari minggu, 10 Maret 2019 jam 07.00 sampai 09.00 pagi di lapangan gumul ada acara
CFD. Seorang ibu bernama Ny. F mendadak pingsan setelah mengikuti senam di CFD. Ny. F
dibawa oleh temannya ke UGD Rumah Sakit Gumul menggunakan mobil. Klien datang nadi
teraba lemah. Sebelum pingsan Ny. F mengatakan ke temannya bahwa dia merasa pusing
berkunang kunang, pandangan gelap dan berkeringat dingin. Teman Ny. F sudah memberikan
pertolongan pada Ny. F dengan memberikan minyak kayu putih dan memijat Ny. F tetapi Ny.F
tidak kunjung sadar dan akhirnya dibawa ke Rumah Sakit.

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik  Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Tidak ada masalah
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten Implementasi :-
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  N/A
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor  N/A
PRIMER SURVEY

Keluhan Lain: -

Diagnosa Keperawatan:
BREATHING
Tidak ada masalah
Gerakan dada :  Simetris  Asimetris Implementasi :
Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal
Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur
Retraksi otot dada :  Ada  N/A
Sesak Nafas :  Ada  N/A
Keluhan Lain: -
RR : 24x/menit
PRIMER SURVEY

Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d
CIRCULATION
penurunan cardiac output

Nadi :  Teraba  Tidak teraba Implementasi :


Sianosis :  Ya  Tidak 1. Penurunan curah jantung b/d
CRT :  < 2 detik  > 2 detik penurunan cardiac output
Pendarahan :  Ya  Tidak ada 1) Melakukan periksaan ABC
Keluhan Lain:
dan jika diperlukan bebaskan
Syncope
jalan nafas dan pijat jantung.
2) Melakukan pemantauan
frekuensi nadi, RR, TD secara
teratur
3) Mengkaji perubahan warna
kulit terhadap sianosis dan
pucat
4) Melakukan pemantauan intake
dan output setiap 24 jam
5) Batasi aktifitas secara adekuat

Evaluasi :
Pasien tidak bradikardi
Tekan darah 110/70 mmHg, Nadi :
80x/m, Suhu : 360C, Pernafasan :
18x/m, Warna kulit tidak pucat
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral
b/d penurunan aliran oksigen ke
serebral
DISABILITY
2. Gangguan perfusi jaringan b/d
penurunan sirkulasi darah perifer;
penghentian aliran arteri-vena

Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon Implementasi :


Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen  coma 1. Gangguan perfusi jaringan serebral
GCS :  Eye 1  Verbal 1  Motorik 2 b/d penurunan aliran oksigen ke
Pupil :  Isokor  Unisokor  miosis  Medriasis serebral
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
1) Melakukan pemantauan tanda-
Keluhan Lain : refleks cahaya mengalami penurunan
tanda vital
2) Memposisikan pasien dg
posisi syok kaki diangkat 45
derajat
3) Melakukan pemantauan
tingkat kesadaran
4) memberikan terapi O2 yang
adekuat
2. Gangguan perfusi jaringan b/d
penurunan sirkulasi darah perifer;
penghentian aliran arteri-vena
1) mengobservasi adanya pucat,
sianosis, belang, kulit
dingin/lembab, catat kekuatan
nadi perifer.
2) Dorong latihan kaki aktif/pasif
3) Melakukan pemantauan
pernafasan
Evaluasi :
1. Pasien sadar
2. Turgor kulit membaik,
3. Akral teraba hangat,
4. Pasien tidak pucat.
5. Nadi : 80x/menit (dalam rentang
normal)

Diagnosa Keperawatan:
EXPOSURE
Tidak ada masalah.
Deformitas:  Ya  Tidak Implemantasi :
Contusio :  Ya  Tidak 1. … … …
Abrasi :  Ya  Tidak 2. … … …
Penetrasi :  Ya  Tidak 3. … … …
Laserasi :  Ya  Tidak 4. … … …
Edema :  Ya  Tidak 5. … … …
Keluhan Lain:
…… Evaluasi :

Diagnosa Keperawatan:
ANAMNESA
Tidak ada masalah.
Riwayat Penyakit Saat Ini : Cidera Kepala Berat Implementasi :
1. … … …
Alergi : 2. … … …
Tidak ada 3. … … …
4. … … …
Medikasi : 5. … … …
Tidak ada
Evaluasi :
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Tidak ada

Makan Minum Terakhir:


Even/Peristiwa Penyebab:
Kecelakaan lalu lintas

Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg, Nadi : 65x/m, Suhu :
360C, Pernafasan : 24x/m,
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
Tidak ada masalah
Kepala dan Leher: Implementasi :
Inspeksi : Distribusi rambut merata, warna rambut hitam, 1. … …
terdapat darah mengering di ujung rambut, Tidak terdapat 2. … … …
SECONDARY SURVEY

jejas di leher, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat 3. … … …


pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar 4. … … …
tiroid. 5. … … …

Palpasi : Bentuk kepala tidak terdapat adanya benjolan.


Evaluasi :
Dada:
Inspeksi: thoraks simetris, klien tidak menggunakan otot
bantu nafas (retraksi dada), pergerakan dinding dada sama,
pernafasan 28 x/menit, warna kulit merata.
Palpasi : Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama,
tidak terdapat massa, tidak terdapat fraktur thorak.
Perkusi : perkusi paru agak redup di bagian lobus tengah
dextra
Auskultasi : gurgling di lobus tengah dextra
Abdomen:
-
Pelvis:
Terpasang kateter ukuran 16, warna urin normal
(kekuningan )
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi adanya luka babras pada bagian lutut kanan,
deformitas tangan kiri
Palpasi : cracless di bagian tangan kiri
Punggung :
-
Neurologis :
GCS 4 (E 1V1M2)

Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tidak ada masalah
 RONTGEN  CT-SCAN  USG  EKG Implementasi :
 ENDOSKOPI  Lain-lain, ... ... 1. … … …
Hasil : 2. … … …
hematom ± 12 cm dahi kanan (subdural 3. … … …
haematom) 4. … … …
HbsAg : Negatif 5. … … …
WBC : 14,59 [10^3/uL]
RBC: 3,99 [10^6/uL] Evaluasi :
HGB: 10,3 [g/dL]
HCT: 32,6 [%]

Tanggal Pengkajian : 10 Maret 2019 TANDA TANGAN MAHASISWA:


Jam : 08.30 WIB
Keterangan :
NAMA TERANG :

Anda mungkin juga menyukai