Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat tuhan yang maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun maklah ini dengan baik dan benar,
serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Keperawatan
gawat darurat dalam ruang lingkup Keperawatan.
Makalah ini telah dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwamasih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Batulicin, 25 September 2019

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan merupakan suatu keadaan cedera ataupun bukan cedera


yang mengancam nyawa seseorang yang membutuhkan pertolongan segera .
Salah satu kriteria kegawatdaruratan pada bagian kardiovaskulaer (jantung dan
pembuluh darah) adalah pingsan. Pingsan (sinkop) adalah hilangnya kesadaran
disebabkan oleh penurunan sementara aliran darah ke otak (Ginsberg, 2008).

Tiga persen sampai lima persen kasus yang masuk ke IGD (Instalasi Gawat
Darurat) adalah karena pingsan dan pingsan menempati jumlah 1%-3% dari total
pasien yang masuk rumah sakit. Dua puluh lima persen pasien pingsan dapat ditegakkan
diagnosisnya setelah pemeriksaan fisik sedangkan pada 40% pasien pingsan belum
diketahui penyebabnya (Rad et al,2014) .

Pingsan dapat terjadi karena kurang aliran darah ke otak, sehingga terjadi
penurunan perfusi serebral. Sebelum terjadinya pingsan akan ada episode presinkop.
Tanda-tanda pingsandilaporkan pasien seperti kram, mata berkunang, pusing,
pandangan melayang, terlihat pucat, merasa sesak (stress pernapasan) dan telinga
berdengung (Crain & Gershel, 2010).

Penyebab pingsan dapat diklasifikasikan dalam enam kelompok utama yaitu,


vaskular, kardiak, neurologik-serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan sinkop yang
tidak diketahui penyebabnya. Kelompok vaskular merupakan penyebab pingsan
terbanyak kemudian diikuti oleh kelompok kardiak (Rasjidi & Nasution, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien sinkop beserta penangananya ?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dengan baik dan benar tentang asuhan keperawatan
pada klien yang mengalami sinkop.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi sinkop
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi sinkop
3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi sinkop
4. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis sinkop
5. Mahasiswa mampu memahami diagnosis sinkop
6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan klien dengan sinkop
7. Mahasiswa dapat mengetahui evidance based nursing yang dapat diberikan terhadap
pasien sinkop.

1.4 Manfaat

Agar mahasiswa dapat menambah ilmu dan pengetahuan nya mengenai


penanganan dan mengetahui EBN yang dapat diberikan pada pasien sinkop.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sinkop atau pingsan merupakan permasalahan yang penting dewasa ini.


Sinkopsecara substansial mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada semua
dimensikesehatan terutama pada mobilitas, aktivitas sehari-hari, dan perawatan diri
sendiri.1Sinkop merupakan salah satu penyebab penurunan kesadaran yang
banyakditemukan di Unit Gawat Darurat (UGD). Sinkop adalah kehilangan
kesadaransementara dengan awitan akut yang diikuti dengan jatuh, dan
dengan pemulihanspontan dan sempurna tanpa intervensi. Sinkop merupakan gejala dari
suatu penyakitsehingga harus dicari etiologinya

2.2 Etiologi Sinkop


Faktor yang dapat memicu terjadinya syncope dibagi menjadi 2 yaitu: faktor psikogenik
(rasa takut, tegang, stres emosional, rasa nyeri hebat yang terjadi secara tiba2 dan tidak terduga
dan rasa ngeri melihat darah atau peralatan kedokteran seperti jarum suntik) dan Faktor non
psikogenik (posisi duduk tegak, rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, dan lingkungan yang panas,
lembab dan padat).
Penyebab paling umum dari sinkop pada orang tua adalah hipotensi ortostatik, refleks
sinkop, terutama CSS, dan arrhythmias jantung (Angel Moya et al, 2009).
Adapun penyebab syncope paling sering dibedakan menjadi beberapa bagian diantaranya
yaitu:
1. Kardiak (Jantung) dan pembuluh darah
a. Sumbatan Jantung
Gangguan pada jantung bisa disebabkan adanya sumbatan (obstruksi) pada jantung
sumbatan ini bisa disebabkan gangguan katup jantung, adanya tumor dan pembesaran otot-
otot jantung serta penyakit-penyakit jantung.
b. Listrik Jantung
Gangguan listrik jantung menyebabkan gangguan irama dan frekuensi denyutan
jantung sehingga volume darah yang dipompa ke tubuh dan yang sampai ke otak juga akan
berkurang.

c. Verrtebro vaskular sistem


Penyempitan pada pembuluh darah yang dikarenakan faktor umur, merokok, tekanan
darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes. Sistim vertebrobasilar ini berisiko untuk terjadi
penyempitan, dan jika ada gangguan sementara pada aliran darah ke otak tengah (midbrain)
dan reticular activating system, pingsan atau syncope mungkin terjadi.

2. Persyarafan
a. Vasovagal syncope
Di dalam tubuh manusia terdapat system reflek pada saraf yang secara tidak
sadar reflek saraf ini bisa menyebabkan penurunan tekanan darah
mendadak. Vasovagal syncope akibat dari tindakan saraf vagus yang kemudian akan
mengirim sinyal ke jantung kemudian memperlambat denyut jantung sehingga seseorang
pingsan. Vasovagal syncope ini biasanya dipicu oleh rasa takut, nyeri, cedera, kelelahan
dan berdiri terlalu lama. Situasi-situasi lain umumnya menyebabkan denyut jantung
untuk sementara melambat dan menyebabkan pingsan seperti mengejan, batuk, bersin
(Ocupational syncope) yang dapat menyebabkan vagal response.

b. Sinus Karotis
Sinus Karotis merupakan bagian dari pembuluh darah leher yang sangat sensitif
terhadap perubahan fisik dan regangan pembuluh darah pada daerah tersebut. Karena
terlalu sensitif, maka hal ini akan mengakibatkan pengiriman impuls pada saraf pusat
sehingga menstimulasi system saraf yang membuat kehilangan kesadaran.

3. Pengaruh posisi tubuh


a. Ortostatik Hypotensi
Postural Hypotension pembuluh-pembuluh darah perlu untuk mempertahankan
kekuatan mereka sehingga tubuh dapat menahan efek-efek dari gravitasi (gaya berat)
dengan perubahan-perubahan dalam posisi. Ketika posisi tubuh berubah dari berbaring ke
berdiri, sistim syaraf autonomik meningkatkan kekuatan pada dinding-dinding pembuluh
darah, membuat mereka mengerut, dan pada saat yang sama meningkatkan denyut
jantung supaya darah dapat dipompa naik keatas ke otak yang menyebabkan tekanan
darah yang relatif rendah pada saat berdiri. Hal ini biasa terjadi pada lansia dan ibu hamil.
Biasanya, pingsan akan terjadi ketika seseorang berdiri dengan cepat dan tidak
ada cukup waktu untuk tubuh untuk mengkompensasi. Hal ini membuat jantung
berdenyut lebih cepat, serta terjadi vasokontriksi pembuluh-pembuluh darah untuk
mempertahankan tekanan darah tubuh dan aliran darah ke otak.

4. Kekurangan komponen-komponen tubuh


a. Hipoglikemi
Penurunan gula darah tiba-tiba menyebabkan penurunan glukosa yang tersedia
untuk fungsi otak. Hal ini dapat dilihat pada penderita diabetes yang cenderung overdosis
insulin. Jika orang kehilangan dosis, mungkin tergoda mengambil dosis insulin tambahan
untuk menebus dosis yang terabaikan. Dalam kasus tersebut, gula darah cenderung tiba-
tiba jatuh, dan membuat orang menjadi shock insulin.
b. Ketidakseimbangan elektrolit
Hal ini dikarenakan perubahan konsentrasi cairan dalam tubuh dan juga secara
langsung mempengaruhi tekanan darah dalam tubuh.
c. Anemia
Anemia adalah suatu kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) lebih
spesifiknya adalah hemoglobin (Hb). Hal ini menyebabkan kurangnya jumlah oksigen
mencapai otak yang menyebabkan pingsan, dikarenakan Hb tersebut adalah alat
transportasi oksigen untuk sampai di sel dalam hal ini sel-sel yang ada di otak.

5. Penyebab lain
a. Kehamilan
Hal ini disebabkan oleh tekanan dari inferior vena cava (vena besar yang
mengembalikan darah ke jantung) oleh kandungan yang membesar dan
oleh orthostatic hypotension.
b. Obat-obatan
Obat-obat lain mungkin juga penyebab yang berpotensi dari pingsan atau
syncope termasuk yang untuk tekanan darah tinggi yang dapat melebarkan pembuluh-
pembuluh darah, antidepressants yang dapat mempengaruhi aktivitas elektrik jantung,
dan yang mempengaruhi keadaan mental seperti obat-obat nyeri, alkohol, dan kokain.

2.3 Patofisiologi
Hilangnya pada setiap jenis sinkop disebabkan oleh penurunan oksigenasi pada bagian-
bagian otak yang merupakan bagian kesadaran. Terdapat penurunan aliran darah, penggunaan
oksigen dan serebral. Jika iskemia hanya berakhir beberapa menit, tidak terdapat efek otak.
Iskemia yang lama mengakibatkan nekrosis jaringan otak pada daerah perbatasan dari perfusi
antara daerah vaskuler dari arteri serebralis mayor. Masalah pada jantung mungkin menyebabkan
jantung untuk berdenyut terlalu cepat atau terlalu perlahan.
Selain itu masalah pada klep jantung juga berpengaruh terhadap kekuatan  aliran darah
yang dipompa menuju otak. Denyut jantung yang cepat atau tachycardia adalah irama abnormal
yang dihasilkan ruang jantung bagian atas atau bagian bawah dan mungkin mengancam nyawa.
Jika jantung berdenyut terlalu cepat, mungkin tidak ada cukup waktu untuknya untuk mengisi
dengan darah diantara setiap denyut jantung, yang mengurangi jumlah darah yang dapat diantar
jantung keseluruh tubuh. Tachycardia bisa terjadi pada segala umur dan mungkin tidak
berhubungan pada penyakit jantung atherosclerotic. Dengan bradycardia, atau denyut jantung
yang lamban, kemampuan jantung untuk memompa darah mungkin dikompromikan. Ketika
jantung menua, sistik elektrik dapat menjadi rapuh dan jantung terhalang, atau gangguan-
gangguan dari sistim elektrik dapat terjadi, menyebabkan denyut jantung untuk melambat.
Selain itu vasovagal syncope adalah penyebab yang paling umum dari pingsan. Pada
situasi ini, keseimbangan antara kimia-kimia adrenaline dan acetyl choline terganggu. Adrenaline
menstimulasi tubuh, termasuk membuat jantung berdenyut lebih cepat dan pembuluh-pembuluh
darah menyempit. Acetyl choline melakukan sebaliknya. Ketika syaraf vagus distimulasi, acetyl
choline yang berlebihan dilepas, denyut jantung melambat dan pembuluh-pembuluh darah
melebar, membuat darah lebih sulit untuk mengalahkan gaya berat (gravitasi) dan dipompa ke
otak. Pengurangan sementara ini pada aliran darah ke otak menyebabkan episode pingsan
(syncope). Nyeri dapat menstimulasi syaraf vagus dan adalah penyebab yang umum dari
vasovagal syncope.

Gangguan suplay nutrisi Jantung Saraf Posisi tubuh

Dan elektrolit

 Hipoglikemia Hiper/ Sumbatan Vasovagal ortostatik hipertensi


Hiponatremi gg listrik sinud carotis postural hypotensi
gg. pemb. darah

Gangguan
Pompa jantung Tekanan darah menurun
Nurisi sel otak Gangguan suplai darah
Tidak adequat
Gangguan curah jantung
Kelemahan Penurunan
Kinerja otak Gangguan suplay O2 Penurunan suplay darah
Pada jaringan tubuh dan otak

Jaringan otak Penurunan aliran darah


Pd daerah perifer
Hipoksia Gangguan dan sel otak
Perfusi jaringan
Serebral

Penurunan suplay Gangguan perfusi Gangguan


O2 pada jaringan dan sel otak transportasi
Ke jaringan
Dan sel otak

Hipoksia jaringan dan sel otak


Syncope
Iskemia

Prognosa lebih buruk

2.4 Manifestasi Klinis Sinkop


Tanda gejala syncope bisa dilihat dalam 3 fase yaitu fase presyncope, fase syncope dan
fase post syncope.
1. Fase pre syncope:
Pasien mungkin merasa mual, perasaan tidak nyaman, berkeringat dingin dan lemah.
Mungkin ada perasaan dizziness (kepeningan) atau vertigo (dengan kamar yang berputar),
hyperpnea (kedalaman nafas meningkat) penglihatan mungkin memudar atau kabur, dan
mungkin ada pendengaran yang meredam dan sensasi-sensasi kesemutan dalam tubuh. Fase
pre-syncope atau hampir pingsan, gejala-gejala yang sama akan terjadi, namun pada fase ini
tekanan darah dan nadi turun dan pasien tidak sungguh kehilangan kesadaran.
2. Fase syncope:
Fase syncope ditandai dengan hilangnya kesadaran pasien dengan gejala klinis berupa:
a. pernapasan pendek, dangkal, dan tidak teratur
b. bradikardi dan hipotensi berlanjut
c. Nadi teraba lemah dan gerakan konvulsif pada otot lengan, tungkai dan wajah. Pada
fase ini pasien rentan mengalami obstruksi jalan napas karena terjadinya relaksasi otot
akibat hilangnya kesadaran.
3. Fase post syncope:
Fase terakhir adalah fase post syncope yaitu periode pemulihan dimana pasien kembali
pada kesadarannya. Pada fase awal postsyncope pasien dapat mengalami disorientasi, mual,
dan berkeringat. Pada pemeriksaan klinis didapatkan nadi mulai meningkat dan teraba lebih
kuat dan tekanan darah mulai naik.
Setelah episode pingsan, pasien harus kembali ke fungsi mental yang normal, meskipun
mungkin ada tanda-tanda dan gejala-gejala lain tergantung pada penyebab yang mendasari
pingsan. Contohnya, jika pasien ada ditengah-tengah serangan jantung, ia mungkin
mengeluh nyeri dada atau tekanan dada.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik   


1. EKG 85%
2. Darah lengkap 80%
3. Urin, tes human chororionic gonadotropin 76%
4. CT scan 58%
5. Sinar X 37%
(Salim et al, 2005)
Selain pemeriksaan fisik, tanda vital dan anamnase, klien syncope juga memerlukan beberapa
pemeriksaan untuk menegakkan diagnose dan penyebab syncope diantaranya yaitu:
1) EKG
Untuk mengetahui adanya gangguan listrik jantung dan sumbatan pada jantung
2) Holter monitor
Untuk mengetahui perubahan dan fluktuasi kondisi jantung serta mengetahui irama dan
denyut jantung yang abnormal yang mungkin terungkap sebagai penyebab yang potensial
dari pingsan atau syncope.
3) Tilt Table Test
Merupakan pemeriksaan untuk mendiagnosa ortostatic hypotensi. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara menempatkan pasien diatas meja, kemudian meja dimiringkan secara bertahap
dari posisi horisontal hingga posisi vertikal. Selama pemeriksaan tekanan darah dan nadi
terus dipantau sesuai dengan posisi-posisi yang berbeda.
4) Masase Carotis
Masase carotis dapat mendeteksi penyebab syncope, salah satu dugaannya yaitu aritmia
(takikardi). Masase carotis dapat dilakukan untuk menurunkan heart rate. Pemijatan
dilakukan di salah satu arteri carotis selama 10 menit dengan maksud untuk merangsang
system parasympatis sehingga dapat memperlambat denyut jantung.
5) CT Scan
Untuk mengetahui adanya lesi dalam otak dan sebagai pencitraan otak
6) Tes Laboratorium diantaranya: Complete Blood Count, tes elektrolit, glukosa darah, tes
fungsi ginjal

2.6 Penatalaksaan dan Pencegahan Syncope


Penanganan syncope sebenarnya cukup sederhana yaitu memastikan sirkulasi udara di
sekitarnya baik selanjutnya menempatkan pasien pada posisi supine atau
posisi shock ( shock position). Kedua posisi ini bisa memperbaiki venous return ke jantung dan
selanjutnya meningkatkan cerebral blood flow. Selain intervensi tersebut pasien dapat diberikan
oksigen murni 100% melalui face mask dengan kecepatan aliran 6-8 liter per menit dan minuman
manis. Bila intervensi dapat dilakukan segera maka biasanya kesadaran pasien akan kembali
dalam waktu relatif cepat. Pada pasien gangguan irama jantung bisa diberikan obat-
obatan arytmia seperti golongan beta blocker. Untuk gangguan listrik jantung dan sumbatan bisa
diberikan obat-obatan pacemaker (pacu jantung). Tatalaksana kegawatdaruratan medis dilakukan
yaitu penilaian tentang jalan napas (airway), pernapasan (breathing), sirkulasi( circulation),
kesadaran (disability). Pada pasien yang mengalami syncope, perlu dimonitor kesadarannya
secara berkala dengan melakukan komunikasi verbal dengan pasien. Apabila pasien dapat
merespon baik secara verbal maupun non verbal berarti aspek airway dan breathing baik.
Aspek circulation dapat dinilai dengan memonitor nadi arteri radialis dan pengukuran tekanan
darah.
Adapun pencegahan yang bisa dilakukan pada pasien syncope bergantung pada
penyebabnya, mungkin ada kesempatan untuk mencegah serangan-serangan pingsan seperti:
1. Pasien-pasien yang telah mempunyai episode vasovagal mungkin sadar atas tanda-tanda
peringatan dan mampu untuk duduk atau berbaring sebelum pingsan dan mencegah episode
pingsan.
2. Untuk pasien-pasien yang lebih tua dengan orthostatic hypotension, menunggu satu detik
setelah merubah posisi-posisi mungkin adalah segalanya yang diperlukan untuk mengizinkan
refleks-refleks tubuh untuk bereaksi.
3. Pemasukan cairan yang memadai mungkin cukup untuk mencegah dehidrasi sebagai
penyebab untuk pingsan atau syncope.
BAB III

KONSEP ASKEP

3.1 Kasus

Seorang siswi SMP usia 15 tahun di temukan jatuh dan kehilangan kesadaran
pada saat melakukan upacara, siswi tersebut memang sedang memiliki penyakit jantung
dan sering kali ketika upacara atau pun berdiri terlalu lama siswi tersebut sering pingsan.
Setelah diperiksa didapatkan keluhan nafas pendek, dangkal dan tidak teratur, bradikardi,
nadi teraba lemah, wajah yang keabu-abuan dan kulit ekstermitas yang pucat dan
didapatkan Tanda-tanda vital: tekanan darah 90/70 mmHg, pernapasan 28x/menit, suhu
38°C dan nadi 56x/menit . Apakah tindakan yang tepat dilakukan pada pasien tersebut ?

3.2 Pengkajian

3.2.1 Pengkajian Primary Survey

a. Circulacion
Periksa nadi karotis apabila nadi karotis tidak teraba lakukan resusitasi dan cek
tanda –tanda vital pasien yaitu didapatkan :
TD : 90/70mmHg
N : 56x/menit
R : 28x/menit
S : 38°C
Nadi teraba lemah, wajah yang keabu-abuan dan eksterimats kulit pucat
b. Airway
Bebaskan jalan nafas pasien menggunakan posisi head tilt-chin lift periksa
apakah ada sumbatan jalan nafas
c. Breathing
Lihat apakah ada pergerakan dinding dada, dengarkan apakah ada suara napas
tambahan pada pasien dan rasakan hembusan napas pasien. Didapatkan napas
pendek dangkal dan tidak teratur.
3.2.2. Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1 DS : pasien mengatakan sering Penyakit jantung Gangguan perfusi


pingsan dan pasien memiliki jaringan serebral
Sumbatan,
riwayat penyakit jantung
gangguan listrik,
DO : gangguan
pembuluh darah
- Pasien tampak lemah
Tekanan darah
- Wajah keabu-abuan
menurun
- Ekstermitas kulit pucat
Gangguan suplai
- TD : 90/70 mmHg, darah

- N : 56x/menit Gangguan curah


jantung
- RR : 28 x/menit
Gangguan suplay
- S : 38 0C
O2 ke otak

penurunan aliran
oksigen ke serebral

3.2.3 Diagnosa Keperawatan

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran oksigen ke


serebral

3.2.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa
Intervensi Keperawatan Rasional
. Keperawatan
1. Gangguan perfusi Tujuan: kebutuhan darah, 1. Tanda vital merupakan
jaringan serebral oksigen di otak terpenuhi, salah satu indikator
b.d penurunan perfusi jaringan efektif. keadaan umum dan
aliran oksigen ke sirkulasi pasien
Kriteria hasil: TTV stabil,
serebral 2. Membantu memperbaiki
pasien berkomunikasi dan
venousreturn ke jantung
berorientasi dengan baik.
dan selanjutnya meningkat
1. Pantau tanda-tanda vital cerebral blood flow.
2. Posisikan pasien dengan 3. Tingkat kesadaran
posisi syok kaki diangkat seseorang juga dipengaruhi
45 derajat oleh perfusi oksigen ke
3. Pantau tingkat kesadaran otak
4. Berikan terapi O2 yang 4. Mencegah hipoksia otak
adekuat lebih berat

3.2.5 Analisis Jurnal PICO VIA

1. ………..

No Kriteri Jawab Keterangan


a
1 p ya Terapi Objective Pacemaker (PM) efektif ketika sinkop dikaitkan
dengan bradikardia, tetapi sinkop kambuh dan cedera jatuh setelah
implantasi PM dapat terjadi dan Sebagian besar kejadian sinkop
disebabkan oleh perilaku abnormal dari sistem sirkulasi.
2 i ya Di antara 1666 pasien yang telah di lakukan intervensi secara
berturut-turut yang diselidiki dalam unit sinkop tersier oleh carotid
dapat dilakukan pemijatan sinus (CSM), uji kemiringan head-up
(HUT) dan pemantauan EKG, 106 (6,4%; usia, ( 17-65 tahun)
menerima PM.
3 C ya Hasil perbandingan dari 1705 pasien yang diselidiki, 39 (2,3%)
memiliki PM pada saat evaluasi dan dikeluarkan dari
penelitian. Sedangkan dari 1666 pasien yang tersisa, 106 (6,4%)
menerima PM baru setelah evaluasi . Dibandingkan dengan sisa
anggota, pasien yang menerima PM setelah evaluasi lebih tua dan
lebih sering terjadi laki-laki. Mayoritas pasien yang menerima PM
baru (71%) berusia> 60 tahun. Karakteristik dasar mulai berdasarkan
usia (di atas / di bawah 60 tahun).
4 O - -
5 V ya -Focus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian.terlihat dari
judul” Terapi mondar-mandir dalam pengelolaan sinkop yang tidak
dapat dijelaskan: studi prospektif pusat perawatan
tersier”menunjukan penelitian ini berfokus terhadap pasien sinkop
tujuan dari penelitian ini . Kami bertujuan untuk mensurvei indikasi
dan hasil implantasi PM diselidiki dalam unit sinkop tersier oleh
karotid-pemijatan sinus (CSM), uji kemiringan head-up (HUT) dan
pemantauan EKG, 106 (6,4%; usia, 65 ± 17 tahun) menerima PM,
mengikuti evaluasi sinkop yang tidak dapat dijelaskan. Dan hasil
dari penelitian ini untuk terapi PM dipenuhi pada 32/106 pasien
(30%) oleh CSM, pada 41/106 (39%) oleh HUT, pada 14/106 pasien
(13%) oleh implantable loop-recorder (ILR) dan pada 19 / 106
(18%) oleh EKG standar.

-Apakah penelitian ini diambil dengan cara yang tepat,ya.sudah tepat


,tetapi ada beberapa keterbatasan dalam jurnal ini .

-Apakah data yg dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian.ya,


karena tujuan dari penelitian ini adalah bertujuan untuk mensurvei
indikasi dan hasil implantasi PM

-Apakah analisis data yang di lakukan cukup baik,

6 I ya Apakah penelitian itu penting ?


Jurnal diatas penting dalam menentukan intervensi terbaik untuk
pasien sinkop .agar sinkop pada pasien dapat berkurang atau
sembuh .
7 A ya Apakah penelitian ini dapat di terapkan ?
Menurut kami penelitian ini bisa digunakan di rumah sakit terutama
pada pasien yang mengalami sinkop yang memiliki resiko jatuh.

2. Jurnal ke2
Judul : Hubungan Pengetahuan Siswa Palang Merah Remaja dengan Tindakan
Pertolongan Pertama Penderita Sinkop di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Bukittinggi

Penulis : Vita Febrina, Rima Semiarty, Abdiana

Publikasi : Jurnal Kesehatan Andalas. 2017;6(2)

Abastrak : Sinkop ialah suatu keadaan hilangnya kesadaran seseorang secara tiba-tiba. Penderita
sinkop membutuhkan pertolongan cepat dan tepat untuk mencegah kondisi penderita semakin
menurun, tetapi sebagian orang tidak mengetahui cara penanggulangannya. Tujuan penelitian ini
adalah menentukan hubungan antara pengetahuan anggota Palang Merah Remaja (PMR) dan
tindakan pertolongan pertama penderita sinkop di MTsN 1 Bukittinggi. Penelitian analitik ini
menggunakan rancangan cross sectional study. Subjek adalah 47 orang anggota PMR MTsN 1
Bukittinggi tahun ajaran 2013-2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Analisis yang
digunakan adalah uji chisquare. Hasil studi ialah 72,3% anggota PMR MTsN 1 Bukittinggi
memiliki pengetahuan yang baik tentang sinkop dan 27,7% kurang baik. Ada 51,1% anggota
memiliki tindakan yang baik dalam pemberian pertolongan pertama pada penderita sinkop dan
48.9% anggota memiliki tindakan yang kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
hubungan antara pengetahuan anggota PMR dengan tindakan pertolongan pertama penderita
sinkop di MTsN 1 Bukittinggi (p = 0,024 derajat kemaknaan p< 0,05 ). Simpulan studi ini adalah
sebagian besar anggota PMR MTsN 1 Bukittinggi memiliki pengetahuan dan tindakan
pertolongan pertama yang baik pada penderita sinkop.

No Kreteria Jawab Keterangan


1 P Ya Hasil pengamatan mendapatkan kejadian sinkop juga
sering dialami oleh siswa-siswi di MTsN 1
Bukittinggi. MTsN ialah sekolah formal yang
setingkat dengan sekolah menengah pertama.
Berdasarkan keterangan dari pembina Palang Merah
Remaja di MTsN 1 Bukittinggi maka diketahui
sinkop paling sering terjadi pada hari Senin yaitu
saat siswa–siswi sedang melaksanakan upacara
bendera di sekolah dan siswa–siswi yang sinkop
pada saat itu dapat mencapai empat hingga lima
orang.
2 I Ya Setelah dilakukan penelitian pada 47 anggota
PMR MTsN 1 Bukittinggi tentang tindakan
pertolongan pertama pada penderita sinkop meliputi
pertolongan pertama yang dapat diberikan pada saat
menghadapi penderita seperti memeriksa apakah ada
sumbatan pada pernapasan,longgarkan pakaian
sampai menyediakan trasportasi ke rumah sakit jika
dibutuhkan.
3 C Ya Hasil setelah dilakukan penelitian pada 47 responden
pada anggota PMR MTsN 1 Bukittinggi tentang
sinkop dan pertolongan pertama pada maka
diperoleh hasil 34 responden (72,3%) berada dalam
kategori pengetahuan yang baik, artinya responden
menguasai > 75% pengetahuan tentang sinkop dan
13 responden (27,7%) berada dalam kategori
pengetahuan yang kurang baik, artinya responden
menguasai ≤ 75% pengetahuan tentang sinkop.
4 O Ya Hasil studi ialah 72,3% anggota PMR MTsN 1
Bukittinggi memiliki pengetahuan yang baik tentang
sinkop dan 27,7% kurang baik. Ada 51,1% anggota
memiliki tindakan yang baik dalam pemberian
pertolongan pertama pada penderita sinkop dan
48.9% anggota memiliki tindakan yang kurang baik.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hubungan
antara pengetahuan anggota PMR dengan tindakan
pertolongan pertama penderita sinkop di MTsN 1
Bukittinggi (p = 0,024 derajat kemaknaan p< 0,05 ).
Simpulan studi ini adalah sebagian besar anggota
PMR MTsN 1 Bukittinggi memiliki pengetahuan dan
tindakan pertolongan pertama yang baik pada
penderita sinkop.

No Kreteria Keterangan
1 V Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan
cross-sectional study.
2 I Berdasarkan keterangan dari pembina Palang Merah Remaja di
MTsN 1 Bukittinggi maka diketahui sinkop paling sering
terjadi pada hari Senin yaitu saat siswa–siswi sedang
melaksanakan upacara bendera di sekolah dan siswa–siswi
yang sinkop pada saat itu dapat mencapai empat hingga lima
orang.
3 A Dapat diterapkan karena Tindakan pemberian pertolongan
pertama yang benar dapat menyelamatkan nyawa penderita
mencegah terjadinya kecacatan, serta dapat menunjang
terjadinya penyembuhan.

BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan
Sinkop atau pingsan merupakan permasalahan yang penting dewasa ini.
Sinkopsecara substansial mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada semua
dimensikesehatan terutama pada mobilitas, aktivitas sehari-hari, dan perawatan diri
sendiri.Sinkop merupakan salah satu penyebab penurunan kesadaran yang
banyakditemukan di Unit Gawat Darurat (UGD). Sinkop adalah kehilangan
kesadaransementara dengan awitan akut yang diikuti dengan jatuh, dan
dengan pemulihan spontan dan sempurna tanpa intervensi. Sinkop merupakan gejala
dari suatu penyakit sehingga harus dicari etiologinya.
b. Saran
Diharapkan untuk pembaca makalah ini, dapan mengaplikasikan serta
mengembangkan materi yang telah di paparkan, dan untuk dosen pembimbing dapat
memberi masukan serta arahan agar dapat meningkatkan pengetahuan kami.

DAFTAR PUSTAKA

Benditt, Jean DG, Blanck J, Brignole M, Sutton R. Syncope. Amerika: Blackwell; 2006.hlm.3-4..

Maolinda N, Sriati A, Maryati I. Hubungan pengetahuan dengan sikap siswa terhadap


pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMAN 1 Margahayu. Jurnal Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Padjajaran Bandung. 2012;1(1):1-15
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.hlm.161-66

Tim Esensi. Mengenal UKS. Jakarta: Erlangga; 2012.hlm.33-4 Sumanto A. Petunjuk palang
merah remaja. Jakarta: Arya Pustaka; 2011.hlm.1-2. 5. Bala DKY, Rakhmat A, Junaidi.

Anda mungkin juga menyukai