Anda di halaman 1dari 65

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA TENTANG PERAWATAN

GIGI TERHADAP KARIES GIGI PADA ANAK SLB

ALDY PRAYOGA
NIM : 1114160499

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DARUL AZHAR
BATULICIN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan gigi dan mulut sebagai bagian dari kesehatan badan, ikut

berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang (Darsini, 2017). Karies

gigi merupakan salah satu gangguan kesehatan gigi dan mulut. Karies gigi

terjadi akibat adanya kerusakan jaringan keras gigi yang meliputi enamel,

dentin, dan sementum. Proses kerusakan gigi ini dimulai adanya proses

demineralisasi yang diikuti kerusakan zat organik sehingga terjadi

perkembangan bakteri. Bakteri masuk ke dalam jaringan gigi melalui lapisan

dentin hingga ke bagian pulpa (Septianingtias, 2017).

Salah satu kesehatan mulut adalah kesehatan gigi. Kesehatan gigi menjadi

hal yang penting, khususnya bagi perkembangan anak. Karies gigi adalah

salah satu gangguan kesehatan gigi. Karies gigi terbentuk karena ada sisa

makanan yang menempel pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan

pengapuran gigi. Dampaknya, gigi menjadi keropos, berlubang, bahkan patah.

Karies gigi membuat anak mengalami kehilangan daya kunyah dan

terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan kurang

maksimal (Sinaga, 2018).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 menyatakan kejadian

karies gigi pada anak masih besar yaitu 60-90%. Di Indonesia kejadian karies

gigi pada anak masih tinggi, menurut data PDGI (Persatuan Dokter Gigi
Indonesia) menyebutkan bahwa sebanyak 89% penderita karies adalah anak-

anak (Norfai & Rahman,2017).

Prevalensi Indek DMF-T menurut data Riskesdas (2013), adalah 1,4%.

Hal ini melebihi dari target WHO yakni DMF-T hanya 1%, sehingga dapat

dikatakan bahwa Negara kita masih belum berhasil memenuhi target WHO.

Menurut data Riskesdas (2013), terjadi peningkatan prevalensi karies gigi di

Indonesia, yakni penderita karies gigi aktif meningkat sebesar 9,8% dari

43,4% pada tahun 2007 menjadi 53,2% pada tahun 2013, sedangkan penderita

pengalaman karies meningkat 5,1% dari 67,2% pada tahun 2007 naik menjadi

72,3% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Data Riskesdas tahun 2013, proporsi penduduk bermasalah gigi dan mulut

di Provinsi Kalimantan Selatan 36,1%.5 Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Nadya Novia Sari tahun 2014 di Puskesmas Cempaka Banjarmasin

ditemukan persentase nursing mouth caries (NMC) pada anak usia 2-5 tahun

mencapai 96%. Penelitian tersebut menunjukkan persentase anak yang

mengalami NMC sangat tinggi, hampir mencapai 100%. Tingginya tingkat

kejadian NMC ini bisa disebabkan banyak faktor, salah satunya kebiasaan

pemberian susu pada anak. (Riskesdas, 2013).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) 53,2 %, terjadi

peningkatan prevalensi karies pada penduduk Indonesia dibandingkan tahun

2007 43,2 %. Prevalensi karies anak balita berdasarkan Riskesdas 2012

diIndonesia adalah sekitar 90 %. Faktor penyebabnya karena orang tua belum

menganggap penting kesehatan gigi anak (Riskesdas, 2013). Menurut data


dari pengurus besar PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) menyebutkan

bahwa sedikitnya 89 % penderita gigi berlubang adalah anak-anak usia

dibawah 12 tahun (Sariningsih 2014). Berdasarkan hasil survey yang

dipaparkan Riskesdas 2013 presentase permasalahan gigi dan mulut di

Sulawesi Utara sebesar 31,6 % lebih tinggi dari presentase nasional sebesar

25, 9 % (Kemenkes RI, 2013).

Sehingga perawatan gigi pada anak-anak dapat dilakukan sedini mungkin.

Hal ini bertujuan untuk membersihkan plak yang terbentuk pada gigi

anak.Teknik umum membuang plak adalah dengan menyikat gigi dan

berkumur. Biasakan anak menyikat gigi sesudah makan dan sebelum tidur

agar supaya kebiasaan ini akan terus dilakukan hingga dewasa nanti agar

menurunnya jaringan pendukung gigi. Karies gigi ini nantinya menjadi

sumber infeksi yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit sistemik

(Achmad, 2015).

Sehingga dilakukan perawatan gigi pada anak-anak yang dapat dilakukan

sedini mungkin. Hal ini bertujuan untuk membersihkan plak yang terbentuk

pada gigi anak. Teknik umum membuang plak adalah dengan menyikat gigi

dan berkumur serta biasakan anak menyikat gigi sesudah makan dan sebelum

tidur agar supaya kebiasaan ini akan terus dilakukan hingga dewasa nanti

untuk menjaga supaya gigi tetap sehat, maka ada beberapa hal pokok yang

perlu diketahui oleh masyarakat, diantaranya adalah pengetahuan tentang

fungsi gigi dan penggunaannya secara benar, pengetahuan tentang pengaruh


makanan terhadap kesehatan gigi, serta pengetahuan tentang pentingnya

menjaga kebersihan dan pemeriksaan gigi (Achmad, 2015).

Dampak yang ditimbulkan akibat karies gigi secara ekonomi adalah

semakin lemahnya produktivitas masyarakat. Jika yang mengalami anak-anak

maka akan menghambat perkembangan anak sehingga akan menurunkan

tingkat kecerdasan anak, yang secara jangka panjang akan berdampak pada

kualitas hidup masyarakat (Asse, 2017).

Keberhasilan perawatan gigi anak tidak lepas dari kerja sama antara

beberapa pihak, untuk tetap mengawasi anaknya agar memperhatikan

kebersihan giginya, orang tua sebagai figur yang dapat memberikan

pemahaman yang lebih baik kepada anak tentang apa yang baik untuk

perawatan gigi anak dan orang tua sebagai motivator yang akan selalu

memberikan bimbingan kepada seorang anak untuk tetap memperhatikan

kebersihan giginya (Sunanti DA, 2012).


1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : Hubungan peran orang tua terhadap kebersihan gigi dan

mulut dengan kejadian karies gigi pada anak slb.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan peran orang tua terhadap kebersihan gigi dan mulut

dengan kejadian karies gigi pada anak slb.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi perawatan kebersihan gigi dan mulut dengan kejadian

karies gigi pada anak slb

2. Mengidentifikasi kejadian gigi karies pada anak slb

3. Menganalisa hubungan perawatan kebersihan gigi dan mulut dengan

kejadian karies gigi pada anak slb

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi responden

Hasil penelitian ini di harapkan kedepannya dapat menambah wawasan

mengenai perawatan kebersihan gigi dan mulut dengan kejadian karies gigi

pada anak slb


1.4.2 Bagi ilmu keperawatan

penelitian ini diharapkan kedepannya dapat memperkaya ilmu

pengetahuan dalam bidang keperawatan anak khususnya pencegahan yang

dapat dilakukan oleh anak slb

1.4.3 Bagi Pelayanan kesehatan

Penelitian ini diharapkan memberi masukan pada pelayanan kesehatan

seperti Puskesmas untuk membuat program rutin pemeriksaan pada anak.

Khususnya pada anak slb.

1.4.4 Bagi institusi Pendidikan

sebagai salah satu media pembelajaran, sumber informasi, wacana

kepustakaan terkait perawatan gigi pada anak .

1.4.5 Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya agar dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman serta wawasan dalam melakukan penelitian selanjutnya dan

sebagai penerapan ilmu yang telah di dapat selama ini.


1.5 Keaslian Penelitian

No Judul,peneliti,tahun Persamaan Perbedaan


1. Hubungan Pengetahuan dan 1. Variabel 1. Desain : Case
Perilaku Menggosok Gigi dengan dependen : Control
Kejadian Karies Gigi Tahun 2015 di Karies Gigi 2. Sempel : Simpel
(Studi Pada Siswa SD Yos Sudarso Rendom
Dan SDN 02 Desa Sungai Ayak 3. Varibel
Kecamatan belitang hilir Kabupaten Independen :
Sekadau). Rohmawati (2015). Pengetahuan dan
Perilaku
Menggosok Gigi
4. Subjek : Siswa SD
Yos Sudarso Dan
SDN 02 Desa
Sungai Ayak
Kecamatan
belitang hilir
Kabupaten
Sekadau
2. Hubungan Peran Orang Tua dengan 1. Metode : 1. Sempel : Total
Kejadian Karies Gigi Kuantitatif Sampling
pada Anak Prasekolah di TK Karta rini 2. Variabel
Sleman Independen :
Yogyakarta. Chandra P (2017). Peran orang tua
3. Subjek : Anak
Prasekolah
4. Desain : Cross
Sectional

3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu 1. Variabel 1. Metode: analitik


tentang Karies dan Peran Dependen : observasional
Ibu dalam Mencegah Karies pada Karies 2. Variabel
Anak Tunagrahita. Hanum F (2015). 2. Desain : Survei independen :
Cross Sectional Tingkat
Pengetahuan Ibu
tentang Karies dan
Peran
Ibu
3. Subjek : Anak
Tunagrahita
4. Prevalence of Early Childhood Caries 1.Subjek : Anak 1. Metode :
Among Preschool Children In Prasekolah Deskriptik Statistik
Dawadmi Saudi Arabia. Sher A 2. Desain : Studi
(2015). Cross Sectional
dengan stratied
random sampling
5 The relationship between 1. Variabel 1. subjeck :
Methamphetamine Use and Dental dependen : karies Narapidana
Caries and Missing Teeth. Marcia gigi
(2015) 2. Desain : cross
sectional
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Caries gigi

2.1.1. Definisi Gigi

Gigi merupakan salah satu aksesoris dalam mulut dan memiliki

struktur bervariasi dan banyak fungsi. Fungsi utama dari gigi adalah untuk

merobek dan mengunyah makanan (Muttaqin dkk, 2010). Gigi normal

terdiri dari tiga bagian : kepala, leher, akar. Gigi yang sehat tampak putih,

halus bercahaya, dan berjajar rapi (Potter dan Perry, 2010).

Gigi adalah jaringan tubuh yang paling keras dibandingkan yang

lainnya strukturnya berlapis mulai dari email yang amat keras, dentil

(tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah, pembuluh

saraf, dan bagian lain yang memperkokoh gigi (Rhamadhan, 2010).

2.1.2. Fungsi gigi

Gigi adalah pencernaan mekanik yang terdapat pada nagian mulut.

Gigi berfumgsi untuk merobek, memotong dan mengunyah makanan

sebelum makanan tersebut akan masuk ke kerongkongan. Gigi memiliki

struktur keras sehingga memudahkan untuk menjalankan fungsinya. Gigi

memiliki 3 fungsi utama yaitu, pengunyahan (mastikasi), keindahan


(estetika), dan berbicara (phonetic). Fungsi gigi menurut Rhamadhan,

2010 :
1. Pengunyahan

Gigi berperan penting untuk menghaluskan makanan agar lebih

mudah di telan serta meringankan proses pencernaan

2. Berbicara

Gigi sangat diperlukan untuk mengeluarkan bunyi ataupun huruf

tertentu seperti hutuf T, V, F, D, dan S. tanpa gigi, bunyi huruf ini tidak

terasa sempurna.

3. Estetik

Sebuah senyuman tidak akan lengkap tanpa hadirnya sederetan gigi

yang rapi dan bersih.

2.1.3. Bagian lapisan gigi

Dalam buku Sariningsih (2012) Gigi mempunyai beberapa bagian


yaitu :

1. Email

adalah jaringan keras pelindung gigi yang menutupi seluruh

permukaan mahkota gigi.

2. Dentin

adalah lapisan di bawah email yang bewarna kuning muda,

banyak mengandung sel-sel yang peka terhadap rangsangan panas,

dingin, asam, dan manis.

3. Pulpa

adalah rongga di bawah dentin yang berisi pembulu darah,

berguna sebagai pemasok makanan untuk gigi dan serabut saraf


yang sensitif terhadap rangsangan mekanis, termis, dan kimia.

4. Sementum

adalah akar gigi yang ditutupi dengan sementum tipis yaitu

jaringan mineral yang sangat mirip tulang.

Gambar 2.1 bagian gigi

Sumber : RIzki P, 2017

2.1.4. Bentuk dan fungsinya

Pada gigi manusia dapat ditemui 4 (empat) macam gigi yang

terdapat pada mulut yaitu gigi seri (ada delapan buah), gigi taring (ada

empat buah), gigi geraham kecil (ada delapan buah) dan gigi geraham

besar (ada dua belas buah). Bentuk dan fungsi gigi menurut tarwoto dkk,

(2009):

1. Gigi seri

Jumlah ny ada 8 buah, yaitu empat buah gigi seri atas dan empat

buah gigi seri bawah. Berfungsi memotong dan menggunting makanan


2. Gigi taring

Jumlahnya empat di atas dua dan di bawah dua. Gigi taring

terletak di sudut mulut, bentuk mahkotanya runcing dan akar gigi taring

hanya satu, berfungsi untuk mencabik makanan.

3. Gigi Geraham kecil

Jumlahnya ada delapan buah, empat buah di atas dan empat buah

bawah. Gigi geraham kecil merupakan pengganti gigi geraham sulung.

Letaknya di belakang gigi taring, akar gigi geraham kecil semua satu,

kecuali yang atas depan memiliki dua akar. Gigi geraham kecil

berfungsi untuk mengahaluskan makanan.

4. Gigi Geraham Besar

Jumlahnya dua belas buah, enam buah di atas dan enam buah di

bawah. Gigi geraham besar terletak di belakang gigi geraham kecil, tiga

buah sisi permukaannya lebar dan bertonjol, gigi geraham besar bawah

akarnya dua dan yang atas memiliki tiga akar, gigi geraham terakhir

sering akarnya bersatu menjadi satu, berfungsi untuk menggiling

makanan.

2.1.5. Penyakit gigi

Sakit gigi merupakan nyeri yang di rasakan di dalam atau di sekitar

gigi yang terasa saat saraf gigi teriritasi yang di sebabkan oleh berbagai

masalah gigi. Gigi merupakan salah satu alat pencernaan yang bertugas

sebagai melembutkan makanan agar mudah di cerna oleh lambung, dan


apabila gigi mengalami masalah akan kinerja pencernaan tidak akan

sempurna. Oleh sebab itu kesehatan gigi sangatlah penting (Tri Enrik

Pujiati, 2014). Beberapa masalah pada gigi yaitu:

1. Plak dan Karang Gigi

Plak adalah istilah umum untuk menggambarkan kumpulan

kuman yang tak terbentuk, kenyal dan lengket yang terkumpul pada

gigi, di atas dan di bawah gusi. Jika plak tidak di bersihkan, kuman plak

menghasilkan asam yang menyebabkan kerusakan gigi atau toksin yang

menyebabkan karang gigi dan gingivitis.

2. Hipersensitifitas Gigi

Merupakan rasa nyeri pada gigi atau terjadinya bengkak pada gigi

ataupun gusi. Sering terjadi pada gigi geraham, pada gigi bawah

maupun gigi atas. Gangguan pada gigi ini biasanya di sebut juga

dengan “impacted gigi”, atau pertumbuhan gigi geraham yang tumbuh

tidak benar, dan biasanya penanganannya harus dilakukan ekstraksi

atau pencabutan gigi geraham.

3. Peradangan Gusi (gingivitis)

Peradangan gusi biasanya bercirikan merah, bengkak, mudah

berdarah dan terasa sakit. Peningkatan peradangan akan mengakibatkan

gusi menyusut dan membentuk kantong di anatara gigi dan gusi. Ini

perangkap kantong karang gigi plak dan juga sisa-sisa makanan yang

mengakibatkan terjadinya infeksi dan abses. Penyakit gusi akan

mengakibatkan terjadinya kerusakan pada tulang yang akan mendukung


gigi dan merupakan salah satu penyebab utama hilangnya gigi pada

orang dewasa.

4. Gigi Berlubang

Kuman dalam plak gigi menghasilkan asam dari gula yang

menyebabkan kehilangan mineral gigi kejadian ini disebut

demineralisasi. Bila terjadi demineralisasi maka gigi menjadi

berlubang.

2.1.6. Karies Gigi

Plak merupakan masalah bagi mulut dan tidak terlihat oleh mata. Plak

akan bergabung dengan air ludah yang mengandung kalsium, membentuk

endapan garam mineral yang keras. Plak muncul sebagai substansi yang

lembut dan lengket yang melekat pada gigi seperti selai yang melekat di

sendok. Pertumbuhan plak di percepat dengan meningkatnya jumlah

bakteri dalam mulut, terakumulasinya bakteri dan sisa makanan. Jika tidak

di bersihkan, maka plak membentuk mineral yang disebut karang gigi

yang meningkat resiko karies gigi (Muttaqin dkk, 2010).

Karies gigi merupakan penyakit multifaktoral dengan 4 faktor utama

yang saling mempengaruhi yaitu hospes (saliva dan gigi), mikrorganisme,

substrat, sebagai factor tambahan yaitu waktu. Factor sekunder lain yang

penting adalah praktik hygiene oral, aliran saliva. Karies gigi adalah

sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini

menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak di tangani, penyakit ini dapat


menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya,

dan bahkan kematian (Muttaqin dkk, 2010).

Karies gigi merupakan sebuah penyakit infeksi yang merusak

struktur gigi, penyakit ini menyebakan gigi berlubang. Jika tidak di

tangani, penyakit ini menyebabkan nyeri gangguan tidur, penanggalan

gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian. Penyebab

penyakit tersebut karena komsumsi makanan yang manis dan lengket,

malas atau salah dalam menyikat gigi, kurangnya perhatian kesehatan

gigi dan mulut atau tidak pernah sama sekali memeriksa kesehatan gigi

(Listonio, 2013).

2.1.7. Etiologi Karies Gigi

Mulut kita penuh akan bakteri yang terdapat pada gigi dalam bentuk

plak, yang berasal dari saliva, maupun yang berasal dari sisa makanan.

Disini, bakteri tersebut memakan sisa makanan yang tertinggal pada gigi,

kemudian bakteri tersebut menghasilkan asam. Asam yang di hasilkan oleh

bakteri yang memakan lapisan email gigisehingga terbentuk suatu kavitas.

Normalnya ketika asam menggerogoti email, tidak terasa sakit. Tetapi

karena tidak di rawat, asam yang menimbulkan kavitas tersebut menembus

kelapisan denin dan sampai kerongga pulpa dan gigi, sehingga dapat

menimbulkan rasa sakit. Kavitas yang tidak di rawat, dapat

menghancurkan lapisan denin dan pulpa serta dapat mematikan saraf pada

gigi tersebut (Houwink, 2008).


2.1.8. Tanda dan gejala

Menurut tanda dan gejala karies gigi( Tarigan 2004 dalam Solikin

2013) antara lain adalah:

a. Terdapat spot putih seperti kapur pada permukaan gigi

b. Tampak lubang pada gigi.

c. Warna hitam pada tahap karies awal.

d. Sering terasa ngilu jika lubang sampai ke dentil.

e. Sakit berdenyut-denyut di gigi sampai kepala.

f. Timbul rasa sakit jika terkena air dingin, dan kemasukan makanan

terutama pada waktu malam.

g. Jika sudah parah akan terjadi peradangan dan timbul nanah

2.1.9. Pencegahan Karies gigi

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan

sedini mungkin sehingga karies gigi dapat dicegah agar tidak sampai

terjadi pada anak-anak. Sekolah merupakan salah satu lingkungan yang

dapat dijadikan sebagai tempat untuk mengalahkan promosi kesehatan

gigi. Teknik dan metode yang dapat dilakukan di sekolah terkait dengan

promosi kesehatan gigi dapat ilakukan oleh guru melalui ceramah

umum,media elektronik, media cetak seperti poster serta menggunakan

media di luar ruangan melalui spanduk (Notoatmodjo, 2010). Usia

sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk dilakukan upaya-upaya

kesehatan gigi dan mulut karena pada usia sekolah dasar merupakan awal

mula tumbuh gigi permanen dan merupakan kelompok risiko tinggi


karies gigi (Dinkes Kota Surabaya, 2015).Salah satu bentuk untuk

menjaga kesehatan gigi dan mulut agar tetap sehat adalah dengan melatih

kemampuan motorik seorang anak, termasuk diantaranya dengan

menggosok gigi. Kemampuan menggosok gigi secara baik dan benar

merupakan faktor cukup penting untuk pemeliharaan gigi dan mulut

(Riyanti, 2013). Waktu yang optimal untuk membersihkan gigi dilakukan

setelah makan di pagi hari dan sebelum tidur malam. Menyikat gigi

setelah makan di pagi hari bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa

makanan yang menempel setelah makan dan sebelum tidur malam

bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel

setelah makan malam.

Menggunakan pasta gigi yang berflourida bisa menguatkan gigi

dengn cara memasuki struktur gigi dan mengganti mineral yang hilang

akibat pengaruh asam, proses ini di sebut reminelisasi. Potter dan Perry

(2010) mengungkapkan bahwa pemberian flour dalam air minum telah

memainkan peran besar dalam mencegah karies gigi. Namun semakin

banyak menelan flourida akan mengakibatkan perubahan warna pada

email gigi.

Pasta gigi umumnya berwarna putih. Sebagai bahan pemolis

biasanya digunakan kalsium fosfat, kalium karbonat atau alumunium

hidroksida, maksudnya adalah agar dapat menghasilkan lebih baik

endapan berwarna pada gigi. Juga bahan pengaktif permukaan di

maksudkan untuk meningkatkan pembersihan. Pasta gigi di gunakan


menggosok gigi karena rasanya dan dengan demikian kebersihan gigi

dan mulut (Houwink, 2008).

2.1.10. Faktor penyebab karies gigi

Berikut adalah faktor lain yang dapat menyebabkan timbulnya karies

menurut (Gofur, 2012) antara lain :

1. Frekuensi menyikat gigi

Maksimal menyikat gigi 3x sehari, setelah makan pagi, makan

siang dan malam sebelum tidur, atau minimal 2x sehari setelah makan

pagi dan malam sebelum tidur.

2. Waktu menyikat gigi

Pagi hari setelah sarapan, dan malam sebelum tidur adalah waktu

yang tepat untuk menyikat gigi, karena air liur tidak banyak keluar pada

waktu tidur, sehingga gigi akan rusak apabila membiarkan sisa

makanan pada gigi tanpa menyikatnya.

3. Kebiasaan Makanan kariogenik

Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat

menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah

banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam

mulut, sehingga sangat mudah menempel pada permukaan gigi dan

sela-sela gigi. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat

yang paling erat berhubungan dengan proses karies adalah sukrosa,

karena mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap


pertumbuhan mikroorganisme asidogenik seperti pertumbuhan

streptococcus mutans dan streptococcus sobrinus.

4. Pendidikan orang tua

responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi lebih

cenderung menilai kesehatan gigi dibandingkan dengan pendidikan

yang lebih rendah.

5. Pengetahuan orang tua

Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengetahuan

orang tua mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak

menjadi kurang sehingga resiko anak terkena penyakit gigi dan mulut

menjadi lebih tinggi. pendidikan, dan pengetahuan, orang tua terhadap

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya karies gigi pada anak.

6. Tingkat ekonomi

Mc.Donal (2004), melaporkan bahwa satu di antara empat anak di

Amerika lahir dengan kemiskinan. Tercatat anak-anak dan remaja yang

hidup dalam kemiskinan menderita karies gigi dua kali lebih banyak

dibandingkan dengan teman sebaya yang berstatus ekonomi tinggi


2.1.11. Klasifikasi karies gigi

Menurut Tarigan (2014), klasifikasi karies gigi dapat dibagi menjadi:

1. Berdasarkan stadium karies

Karies gigi berdasarkan kedalamannya diklasifikasikan menjadi:

a. Karies superfisialis (karies email) yaitu karies yang baru mengenai

email saja belum sampai ke lapisan dentin.

Gambar 2.2 karies superfisialis

Sumber : Widayati, 2014


b. Karies media (karies dentin) yaitu karies yang sudah mengenai

dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Gambar 2.3 karies media

Sumber : Widayati, 2014


c. Karies profunda yaitu karies yang mengenai lebih dari setengah

dentin dan kadang-kadang sudah sampai mengenai pulpa. Karies

profunda dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:

1) Karies profunda stadium I. Karies telah melewati setengah

dentin, biasanya belum dijumpai radang pulpa.

2) Karies profunda stadium II. Masih dijumpai lapisan tipis yang

membatasi karies dengan pulpa. Biasanya disini telah terjadi

radang pulpa.

3) .Karies profunda stadium III. Pulpa telah terbuka dan dijumpai

bermacam-macam radang pulpa.

Gambar 2.4 karies profunda

Sumber : Widayati, 2014

2.1.12. Berdasarkan keparahan karies

Berdasarkan keparahan atau kecepatan berkembangnya karies dapat

dibagi menjadi empat yaitu:

1. Karies insipien yaitu karies yang mengenai kurang dari setengah

ketebalan email.
2. Karies moderat yaitu karies yang mengenai lebih dari setengah

ketebalan email, tetapi tidak mencapai pertemuan dentin-email.

3. Karies lanjutan yaitu karies yang mengenai pertemuan dentin-email dan

kurang dari setengah jarak pulpa.

4. Karies parah yaitu karies yang mengenai lebih dari setengah jarak ke

pulpa. c. Berdasarkan lokasi karies

2.1.13. Klasifikasi karies gigi

Menurut G.V Black dalam Tarigan (2014), mengklasifikasikan kavitas

atas lima bagian berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies gigi

yaitu:

1. Kelas I adalah karies yang terdapat pada bagian oklusal (ceruk dan

fissure) dari gigi premolar dan molar (gigi posterior) dan dapat juga

terjadi pada gigi anterior di foramen caecum.

2. Kelas II adalah karies yang terdapat pada bagian aproximal dari gigi-

gigi molar atau premolar yang umumnya meluas sampai bagian oklusal.

3. Kelas III adalah karies yang terdapat pada bagian aproximal dari gigi

depan, tetapi belum mencapai mango-insisalis (belum mencapai

sepertiga incisal gigi).

4. Kelas IV adalah karies yang terdapat pada bagian aproximal dari gigi-

geligi depan dan sudah mencapai margo-insisalis (telah mencapai

sepertiga insisal dari gigi).


5. Kelas V adalah karies yang terdapat pada bagian sepertiga leher dari

gigi-geligi depan maupun gigi belakang pada permukaan labial, lingual,

palatal, ataupun buccal dari gigi.

2.2. Peran orang tua

2.2.1. Pengertian

peran adalah perilaku yang berkenan dengan siapa yang memegang

posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status tepat seseorang dalam suatu

sistem sosial. setiap individu menempati posisi-posisi yang multipel.

misalnya seseorang suami yang memiliki peran sebagai kepala rumah

tangga dan sebagai pencari nafkah untuk keluarganya, dan posisi ibu

memiliki beberapa peran yang terkait yaitu sebagai penjaga rumah,

merawat anak, pemimpin kesehatan dalam keluarga, masak sahabat atau

teman bermain untuk anak-anaknya (friedman,2010). Peran adalah

seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. pean dipengaruhi oelh

keadaan sosial baik dari dalam suatu sistem. maupun luar yang bersifat

stabil (kozier barbara, 2010).

2.2.2. macam-macam peran.

ada dua macam peran yaitu :

1. peran formal

pean formal merupakan peran yang membutuhkan keterampilan

dan kemampuan tertentu dalam menjalankan peran tersebut. peran

formal yang standar terdapat dalam kelaurga yaitu ayah sebagai


pencari nafkah, ibu sebagai pengatur ekonomi keluarga di samping itu

tugas pokok sebagai pengasuh anak. jika salah satu anggota keluarga

tidak dapat memenuhi suatu peran maka anggota keluarga yang

lainnya mengambil alih kekosongan ini dengan memerankan perannya

agar tetap berfungsi (friedman, 2010).

2. peran informal

peran informal adalah peran yang mempunyai tuntutan yang

berbeda, tidak terlalu didasarkan pada usia, jenis kelamin dan lebih

berdasarkan pada atribut personalitas atau kepribadian individu.

pelaksaan pean informal yang efektif dapat mempermudah pelaksaan

peran-peran formal (friedman, 2010).

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Peran

1. Faktor Kelas Sosial

Menurut Notoatmodjo 2003 dalam prihantina 2014,

mengemukakan bahwa kelas sosial ditentukan oleh unsur-unsur

seperti pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Pendapatan

seseorang dari segi finansial akan memepengaruhi status ekonomi,

dimana dengan pendapatan yang lebih besar memungkinkan lebih

bisa terpenuhinya kebutuhan sehingga yang ada di masyarakat

bahwa semakin tinggi status ekonomi seseorang maka akan semakin

tinggi pula kelas sosialnya.

2. Faktor Bentuk Keluarga

Keluarga dengan orang tua lengkap dengan (ayah dan ibu) akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga

terutama anak, dimana anggota keluarga dengan adanya ayah dan ibu

akan menimbulkan perasaan aman dan nyaman dalam

mengembangkan dan memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial

dibandingkan dengan keluarga dengan orang tua tunggal yang hanya

mengenal salah satu sosok orang tua sehingga anggota keluarga atau

anak mengalami kesulitan mencari identitas diri.

3. Faktor Tahap Perkembangan Keluarga

Tahap perkembangan keluarga di mulai dari terjadinya

pernikahan yang menyatukan dua peribadi yang berbeda, dilanjutkan

dengan tahap persiapan menjadi orang tua. Tahap selanjutnya adalah

menjadi orang tua dengan anak usia bayi sampai tahap-tahap

berikutnya yang berakhir dengan tahap berduka. Dimana dalam

setiap tahap individu mempunyai peran yang berbeda sesuaidengan

keadaan.

4. Faktor Peristiwa Situasional Khususnya Masalah Kesehatan atau Sakit

Kejadian kehidupan situasional yang pasti akan berhadapan

dengan masalah sehat ataupun sakit. Peran ibu disini adalah sebagai

pembuat keputusan tentang kesehatan utama, pendidik, konselor, dan

pemberi asuhan dalam keluarga (Friedman, 2010).

2.2.4. kriteria pengukuran peran orang tua dalam perawatan gigi

untuk kriteria pengukuran terbagi menjadi tiga kategori yaitu : 3

selalu, 2 kadang kadang, 1 tidak pernah dengan diperoleh hasil apabila


tidak baik dengan nilai (15-30), dan dengan hasil baik dengan nilai (31-45)

(Prihantina P, 2014).

2.2.5. Peran Orang Tua Terhadap Perawatan Gigi

Peran serta orang tua sangat diperlukan didalam membimbing,

memberikan pengertian, meng- ingatkan, dan menyediakan fasilitas

kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya.

Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam

mencegah terjadinya aku- mulasi plak dan terjadinya karies pada anak.

Peng- etahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya

perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan

mulut anak. Pengeta- huan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun

secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Orang tua dengan

pengetahuan rendah mengenai kes- ehatan gigi dan mulut merupakan

faktor predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan

mulut anak (Riyanti E, 2012).

Anak usia prasekolah sebagian besar menghabiskan waktu mereka

dengan orang tua atau pengasuh mereka, khususnya ibu. Hal inilah yang

menun- jukkan bahwa pemeliharaan kesehatan gigi mulut anak dan

hasilnya dipengaruhi oleh pengetahuan ibu dan apa yang dipercayainya.

Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini merupakan

sesuatu hal yang kadang-kadang menimbulkan rasa kekhawatiran pada

setiap ibu. Para ibu mempunyai kekhawatiran bagaimana cara

mempersiapkan anak untuk mempersiapkan anak-anaknya saat menerima


perawatan gigi. Selain itu para ibu juga merasakan kekhawatiran apabila

telah melihat ada kelainan pada gigi anaknya. Rasa khawatir tersebut dapat

di- tanggulangi dengan cara mempersiapkan para calon ibu, dan para ibu

dalam mengambil langkah-langkah apa yang dapat dilakukan di dalam

mengenalkan per- awatan gigi pada anaknya serta menambah pengeta-

huan para ibu mengenai kelainan-kelainan pada gigi dan mulut anak yang

sering ditemukan (BS Suresh, et al, 2010 dan Riyanti E, 2012).

2.2.6. Perawatan gigi

1. Cara Menyikat Gigi dengan Baik dan Benar

Gosok gigi adalah cara paling mudah untuk menjaga kesehatan gigi

dan mulut. Akan tetapi banyak orang yang menyepelekan pentingnya

gosok gigi. Terdapat cara-cara untuk menggosok gigi dengan baik dan

benar (Jennifer Lucinda, 2013):

a. Ambil sikat dan pasta gigi, peganglah sikat gigi dengan cara sendiri

(yang penting nyaman untuk dipegang), oleskan pasta gigi di sikat

gigi yang sudah dipegang.

b. Sikat gigi (gigi depan dengan cara menjalankan sikat gigi pelan-pelan

dan naik turun. Kenapa harus pelan-pelan karena biasanya orang yang

menyikat gigi secara kasar, akan mengakibatkan gusi lecet dan

berdarah.

c. Langkah selanjutnya gosok bagian gigi sebalah kanan dan kiri. Cara

pengaplikasian hampir sama dengan menyikat gigi depan, yaitu gosok

perlahan dengan irama naik turun. Jika susah mengosok naik turun
bisa menggosok biasa namun dengan durasi lebih lama, karena

mengosok dengan cara naik turun walaupun pelan-pelan akan lebih

cepat menghilangkan sisa makanan yang tertempel.

d. Setelah selesai menggosok area gigi bagian kanan, kiri dan depan,

maka langkah selanjutnya adalah membersihkan/ menyikat gigi

bagian dalam (gigi geraham). Usahakan sikat dengan cara pelan-pelan

namun kotoran tak ada yang tertinggal karena biasanya plak kuning

terjadi di area ini jika gosok giginya tidak bersih. Caranya, gunakanan

ujung bulu sikat untuk menjangkau area gigi geraham dengan sedikit

tekanan sampai ujung sikat sedikit melungkung.

e. Langkah terakhir gosok gigi dalam (gigi tengah) dengan cara

menegakan lurus sikat gigi, lalu sikat gerakkan sikat keatas kebawah.

2.3 Konsep Tunarungu

2.3.1 Definisi Tunarungu

Tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya

kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila

ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila

dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal,

tetapi ketika dia berkomunikasi barulah diketahui bahwa mereka

tunarungu. Menurut Donal F. Moores, orang tuli adalah seseorang yang

kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB ISO atau lebih

sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui


pendengaran sendiri tanpa atau menggunakan alat bentu dengar. Orang

kurang dengar adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar

pada tingkat 35 dB sampai 69 dB ISO sehingga mengalami kesulitan untuk

mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa

atau dengan alat bantu dengar (Haenudin, 2013).

Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadan kehilangan

pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mengaplikasikan

berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Para ahli

mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu

mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi

dua katagori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli

adalah mereka yang indera pendengaranya mengalami kerusakan dalam

taraf berat sehingga oendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang

dengar adalah mereka yang indera pendengaranya mengalami kerusakan

tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan mampu tanpa

menggunakan alat bantu dengar (hearing aids) (Somantri, 2018).

Tunarungu adalah individu yang mengalami gangguan pada

pendengarannya. Tunarungu biasanya diikuti dengan tunawicara karena

mereka sulit untuk belajar tentang kata dan suara sehingga sulit pula untuk

mengeluarkan kata dan suara tersebut. Gangguan pendengaran ada dua

jenis, yakni gangguan pendengaran total (deaf) dan gangguan pendengaran

sebagian (hard of hearing) (Afin, (2016) dalam Fitriani (2019)).


2.3.2 Etiologi Tunarungu

Tunarungu memiliki berapa faktor penyebab ketunarunguan

menurut Fitriani (2019), seperti:

1. Faktor internal Faktor internal penyebab ketunarunguan sebagai

berikut: (1) Keturunan, kedua atau salah satu dari orangtua mengalami

tunarungu. Penyakit campak jerman (rubella) yang diderita ibu

sewaktu hamil; (2) Keracunan darah (toxaminia) yang diderita ibu

hamil.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal penyebab ketunarunguan yaitu sebagai berikut: (1)

Anak mengalami infeksi saat dilahirkan. Misal anak tertular herpes

impleks dari ibunya; (2) Meningitis (radang selaput otak) yang

menyerang telinga dalam (labyrinth); (3) Radang telinga bagian tengah

(otitis media). Radang ini mengeluarakan nanah yang menggumpal

dan menggangu hantaran bunyi.

Cartwright, Mangunsong (2014) dalam Fitriani (2019), membagi

penyebab ketunarunguan menjadi dua bagian besar yaitu penyebab

kehilangan yang bersifat pariferal dan disfungsi syaraf pendengaran pusat.

Penyebab kehilangan periferal adalah:

1. konduktif, yaitu disebabkan oleh kerusakan atau hambatan pada

konduksi suara. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kotoran di

telinga, infeksi pada saluran telinga, otitis media. Penyebab yang


konduktif ini menyebabkan tekanan gelombang suara pada pada

telinga dalam menjadi terhalang.

2. sensorineural, yaitu disebabkan oleh krusakan poada kokhlea dan

atau syaraf pendengaran yang membawa keotak hal ini dapat

disebabkan karena penyakit meningitis, infeksi, obat-obatan, bisul,

luka di kepala, suara keras, keturunan, infeksi virus, penyakit

sitemik, multiple sclerosis, campak, otosclerosis, trauma akustik,

gangguan vaskular, neritis, gangguan vestibular, presbycusis serta

penyebab lainnya.

Berdasarkan ketunarunguan ada beberapa penyebab yang dapat

mempengaruhi ketunarunguan menurut Somantri, (2018) ada beberapa

faktor, yaitu :

1. pada saat sebelum dilahirkan

a. salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau

mempunyai gen sel pembawa saraf abnormal, misalnya

dominet genes, recesive gen dan lain-lain.

b. Karena penyakit sewaktu ibu mengandung terserang suatu

penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat

kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan

ruang telinga. Penyakitnya itu ialah Rubella, moribili, dan lain-

lain.

c. Karena keracunan obat-obatan pada saat kehamilan, ibu

meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu


alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya

sehingga ia meninum obat peng gugur kandungan, hal ini akan

dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.

2. pada saat kelahiran

a. sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga

persalinan dibantu dengan penedotan (tang).

b. Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.

3. pada saat setelah kelahiran

a. ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak

(meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan

lain-lain.

b. Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak

c. Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat

pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.

2.3.3 Klasifikasi anak Tunarungu

Klasifikasi ketunarunguan menurut Somantri, (2018), dapat

diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan

ketunaruguan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Tingkat I

Kehilangan kemampuan mendengar antara 35-54 dB penderita

hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar khusus.

2. Tingkat II
Kehilangan kempuan mendengar antara 55-69 dB, penderita

kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam

kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan

berbahas secara khusus.

3. Tingkat III

Kehilangan kemampuan mendengar antara 70-89 dB.

4. Tingkat IV

Kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.

Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian.

Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali letihan berbicara, mendengar

berbahasa, dan memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Anak

yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III dan IV pada

hakekatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusu.

No Tingkat Ketunarunguan Pengaruh Terhadap Pemahaman Bahasa

Kemungkinan mengalami kesulitan pendengaran ringan


1. Ringan
dalam jarak tertentu. Selain itu juga mengalami kesulitan
27- 40 dB (ISO)
dalam beberapa bidang bahasa.
Memahami pembicaraan pada jarak 3-5 kaki (tatap
2. Sedang
muka). Mereka kehilangan sebanyak 50% aktivitas
41-55 dB (ISO)
diskusi kelas apabila suara tidak diperjelas atau tidak

didukung visual. Mereka memiliki keterbatasan kosa

kata atau pembicaraan-pembicaraan tertentu.


Pembicaraan harus diperkeras untuk dapat dipahami.
3. Nyata
Mereka akan mengalami penignkatan kesulitan dalam
56-70 dB (ISO)
kelompok diskusi, dan pembicaraannya cenderung

kurang sempurna. Selain itu juga memiliki kelemahan


dalam pemahaman bahasa, serta kosa katanya terbatas.
Kemungkinan hanya dapat mendengar suara yang
4. Berat
diperkeras dalam jarak satu kaki dari telinga. Namun
71-90 dB (ISO)
kemungkinan masih mampu mengidentifikasi asal suara,

serta membedakan vokal dan beberapa konsonan saja,

tidak semuanya. Pembicaraan dan bahasanya tidak

teratur dan cenderung kacau.


Sudah tidak dapat mendengar meskipun terhadap suara
5. Ekstrem
yang diperkeras, namun masih ada kesadaran adanya
91 dB atau lebih (ISO)
getaran atau vibrasi suara. Mereka lebih mengandalkan

penglihatannya dari pada pendengarannya, demikian

pula bicara dan bahasanya cenderung kacau.

Tabel 1.1 Tingkat Ketunarunguan Anak

Sumber : Gusliya (2019)

2.3.4 Krakteristik pada Tunarungu

Karakteristik anak tunarungu lebih terarahkan kepada kelainan dan

keterbatasan pada pendengaran dan pengucapan bahasa lisan. The

Importance of individual emotions in the development of serious attention

not only in education but also in an organizational setting Yasin, (2012)

dalam Fitriani (2019). diartikan secara bebas, yaitu pentingnya

perkembangan emosional individu tidak hanya di dalam pendidikan saja

tetapi juga di dalam pendidikan lainnya.

Beberapa karakteristik yang umumnya dimiliki oleh anak

Tunarungu menurut Gusliya, (2019) antara lain adalah sebagai berikut :

1. Segi fisik
a. Cara berjalannya agak kaku dan cenderung membukuk

b. Pernapasanya pendek

c. Gerakan matanya cepat dan beringas

d. Gerakan tangan dan kakinya

2. Segi bahasa

a. Miskin kosa kata

b. Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan dan kata-kata yang

abstrak (idiomatik)

c. Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat

panjang serta bentuk kiasan-kiasan.

d. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa

Dalam bahasa, anak tunarungu banyak mengalami kelemahan.

Mereka melihat alam ini sebagai sesuatu yang bisu, meskipun

sebenarnya pada diri anak tuna rungu ada garis khayal dalam

pikiranya, namun mereka tidak dapat mengungkapkannya.

Disebabkan putusnya garis khayal pendengaran, mereka

umumnya hanya dapat mengekpresikan bentuk dan

manfaatnya, dan ini merupakan salah satu keterbatasan

berbahasa bagi anak tunarungu.

Sedangkan karakteristik anak tunarungu menurut Desiningrum

(2016) dalam Fitriani (2019) adalah:


1. Keterlambatan dalam perkembangan bahasa karena kurangnya

exposure (paparan) terhadap bahasa lisan, khususnya apabila

gangguan dialami saat lahir atau terjadi pada awal kehidupan

2. Mahir dalam bahasa sandi, seperti bahasa isyarat atau pengejaan

dengan jari

3. Memiliki kemampuan untuk membaca gerak bibir

4. Bahasa lisan tidak berkembang dengan baik; kualitas bicara agak

monoton atau kaku

5. Pengetahuan terbatas karena kurangnya exposure terhadap lisann

6. Mengalami isolasi sosial, keterampilan sosial yang terbatas, dan

kurangnya kemampuan mempertimbangkan perspektif orang lain

karena kemampuan komunikasi yang terbatas.

2.3.5 Penatalaksanaan pada Tunarungu

Penatalaksanaan yang dapat diterapkan pada penderita Tunarungu menurut

(Safitri, 2018) dapat di lakukan dengan menggunakan terapi :

1. Terapi Visual

Anak-anak tunarungu memiliki kelemahan yang

berhubungan dengan verbal, hal ini dikarenakan mereka tidak

dapat mendengarkan orang atau benda lain bersuara. Menerapkan

terapi menggunakan gambar yang diberi keterangan dan cara

pengucapan dari orang tua bisa membantu anak mengenali nama-

nama benda di sekitarnya. Hal ini juga mmeperkaya kosakata anak

yang biasanya jauh tertinggal dari anak-anak lain seusianya.


2. Terapi musik

Tunarungu memiliki beberapa tingkatan dari yang paling

ringan, sedang, sampai berat. Untuk kelemahan pendengaran yang

masih ringan, alat bantu dengan sangat membantu. Sesekali

biarkan juga anak melangkah tanpa alat bantu dengan dan putar

musik klasik dan musik lain di dekat mereka. Terapi musik

membantu orang tua untuk memberikan pelatihan tentang

auoditory, cara berbiacara dan perkembangan bahasa. Musik bukan

hanya memberikan latihan tentang tinggi rendah nada, suara, dan

kosa kata. Lebih dari itu musik dapat memberikan terapi pada

emosi nak-anak berkebutuhan khusus yang biasanya lebih labil.

Dengan sering mendengarkan musik maka daya cipta dan

kreativitas anak bisa tumbuh dengan baik serta terasah.

3. Terapi Bermain

Mengenalkan anak tunarungu pada lingkungan sosial

disekitarnya merupakan cara terbaik agar anak mampu

berkomunikasi dengan orang lain dan menjalin hubungan sosial

yang baik. Inilah mengapa banyak di antara anak- anak tunarungu

yang disekolahkan disekolah umum. Permasalahan mereka hanya

pada lemahnya pendengaran sehingga dengan usaha kemampuan

untuk menangkap pelajaran seperti halnya anak nomal lainya bisa

dilakukan dengan baik.

4. Terapi Wicara
Penyandang tunarungu biasanya berhubungan erat dengan

tunawicara. Oleh karena mereka sulit mendengar maka sulit pula

bagi mereka untk berkata-kata. Oleh karenanya, terapi wicara

menjadi sarana yang tepat untuk melatih kosakata dan bahasa.

Untuk tunarungu yang dialami saat anak telah pernah mendengar

suara, biasanya terapi wicara sangat efisien, berbeda dengan

tunarungu semenjak lahir yang membutuhkan kesabaran ektra

untuk melatih mereka berbicara.

5. Terapi Terpadu (terapi visual, terapi mendengar, dan terapi wicara)

Para penyandang tunarungu yang mengggunakan alat bantu

dengar, terapi terpadu bisa menjadi pilihan tepat untuk membantu

sosialisasi dan pendidikan agar bisa meningkatkan kualitas hidup.

Awalnya anak diberikan gambaran visual tentang benda/objek

sekaligus nama dan pengertianya. Di sini penggunaan bahasa

isyarat dan kamus tunarungu sangat dibutuhkan untuk memberikan

pemahaman kepada mereka. Selanjutnya mulailah terapi

mendengar dilakukan. Setelah melatih pendengaran sampai mereka

memahaminya, barulah melatih bicara dengan terapi wicara

2.3.6 Faktor dan langkah yang mempengaruhi penguasaan kosakata pada

Tunarungu

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka dapat ditegaskan

penguasaan kosakata anak dipengaruhi oleh usia dan berkomunikasi.


Semakin usia matang semakin banyak kosakata yang diserap dan semakin

lancar dan trampil dalam berkomunikasi semakin banyak kosakata yang

dikuasai. Faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa atau bicara,

dan penguasaan kosakata menurut Iswanti, (2015) untuk anak tunarungu

sebagai berikut:

1. Faktor fisiologis terutama kondisi organ artikulasi

2. Faktor psikologis, seperti minat atau kecerdasan yang berpengaruh

terhadap cepat atau lambatnya anak dalam belajar

3. Faktor kondisi lingkungan

Faktor penguasaan kosakata anak tunarungu dipengaruhi oleh

berbagai hal. Hal tersebut akan membawa anak ke arah yang lebih baik

atau membawa ke arah yang lebih buruk. Orang di sekitar lingkungan

tempat tinggal merupakan faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap

perkembangan kosakata bagi anak tunarungu. Empat langkah untuk

menguasai kosakata menurut Iswanti, (2015) berpendapat sebagai berikut:

1. Mengenali, yaitu proses pemahaman atau mengetahui tentang sesuatu

hal yang dikatakan oleh orang lain agar teringat

2. Mendengarkan, yaitu suatu proses menangkap, memahami dan

mengingat dengan sebaik – baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu

yang dikatakan oleh orang lain kepadanya

3. Melafalkan, yaitu suatu kata atau perkataan yang diucapkan dengan

baik agar dapat dipahami oleh orang lain


4. Memaknai atau mengartikan, yaitu pemahaman seseorang tentang suatu

kata
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan visualisasi hubungan antara berbagai variable

untuk menjelaskansebuah fenomena (Wibowo, 2014). Hubungan antara

berbagai variable digambarkan dengan lengkap dan menyeluruh dengan alur

dan skema yang menjelaskan sebab akibat suatu fenomena. Sumber

pembuatan kerangka teori adalah dari paparan satu atau lebih teori yang

terdapat pada tinjauan pustaka.

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Anak Tunarungu Faktor-Faktor Yang


Karies Gigi
Mempengaruhi Karies Gigi :

1. Frekuensi menyikat gigi


Faktor-faktor yang 2. Waktu menyikat gigi
3. Kebiasaan Makanan
mempengaruhi anak
kariogenik
tunarungu : .
1. Faktor fisiologis
2. Faktor psikologis
3. Kondisi lingkungan

Peran Orang Tua Perawatan Gigi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Faktor-Faktor Yang


Peran Orang Tua : Mempengaruhi Perawatan
Gigi :
1. Kelas social
2. Bentuk keluarga 1. Pendidikan orang tua.
3. Tahap perkembangan 2. Pengetahuan orang tua.
keluarga 3. Tingkat ekonomi.
4. Peristiwa situasional
khususnya masalah kesehatan
Sumber : (Gofur, 2012)
3.2. kerangka Konsep

kerangka konsep adalah visualisasi hubungan berbagai variable yang

dirumuskan oleh peneliti sesudah membaca berbagai teori yang ada kemudian

menyusun teorinya sendiri yang akan digunakan sebagai landasan untuk

penelitinya (Wibowo, 2014). Kerangka konsep dari peneliti ini dapat dilihat pada

skema berikut :

Variabel Independen Variabel


Dependen

PERAN ORANG TUA KARIES GIGI

1. Kelas sosial Faktor-faktor yang mempengaruhi karies


2. Bentuk keluarga gigi :
3. Tahap perkembangan
keluarga 1. Frekuensi menyikat gigi
4. Peristiwa Situasional 2. Waktu menyikat gigi
3. Kebiasaan Makanan kariogenik
Khususnya Masalah 4. Pendidikan orang tua
Kesehatan atau Sakit 5. Pengetahuan orang tua
(Friedman, 2003 dalam 6. Tingkat ekonomi
prihantina 2014). (Sihate, 2005)

keterangan : : Diteliti

: Tidak diteliti
3.3. Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah pernyataan awal penelitian mengenai hubungan antara

Variabel yang merupakan jawaban penelitian tentang kemungkinan hasil

penelitian (Dharma K.K, 2011).

H0 :Ada pengaruh antara peran orang tua tentang perawatan gigi terhadap

terjadinya karies gigi pada anak tunarungu di SLB.

H1 :Tidak ada pengaruh antara peran orang tua tentang perawatan gigi

terhadap terjadinya karies gigi pada anak tunarungu di SLB.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

4.1.1. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni 2020.

4.1.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksankan di SLB Batulicin Kecamatan Batulicin

Kabupaten Tanah Bumbu. Penelitian memilih tempat tersebut karena jumlah

karies gigi cukup tinggi di Kecamatan Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu.

4.2 Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan desain penelitian cross

sectional. Menurut Notoatmodjo (2012), cross sectional merupakan jenis

penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel bebas

dan hanya satu kali pada satu saat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.

4.3 Populasi, Sampel dan Sampling

4.3.1 Populasi Penelitian

Menurut Hidayat (2014), populasi adalah objek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk


dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini

adalah 60 anak di SLB Batulicin kecamatan Batulicin.

N
Rumus : n =
1+ Nd ²

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan (0,05)

Sampel yang masih dapat ditolelir atau di inginkan sebanyak 10%

Jadi :

122
n= =54,9549=60
1+122(0,1) ²

Maka dapat disimpulkan, sampel dalam penelitian ini

menggunakan 60 responden.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Hidayat, 2014).

Pemilihan sempel harus memenuhi beberapa kriteria meliputi criteria

inklusi dan eksklusi untuk menentukan dapat atau tindakannya sampel tersebut

digunakan (Hidayah,2014). Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa

kriteria untuk menentukan responden, yaitu sebagai berikut :


a. Kriteria inklusi

1. Anak dengan Tunarungu

2. Orang tua yang bersedia menjadi responden.

3. Orang tua dengan anak yang mengalami karies gigi dan tidak

mengalami karies gigi.

b. Kriteria ekslusi

1. Anak yang tidak di dampingi orang tua nya.

2. Anak yang tidak mempunyai gigi.

Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili

populasi dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2017:81) sampel adalah bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dilakukan

karena peneliti memiliki keterbatasan dalam melakukan penelitian baik dari

segi waktu, tenaga, dana dan jumlah populasi yang sangat banyak. Maka

peneliti harus mengambil sampel yang benar-benar refresentatif (dapat

mewakili). Untuk menentukan besarnya sampel yang diambil dari populasi

peneliti menggunakan rumus yang dikemukakan oleh slovin dalam Mustafa

(2010:90) dengan tingkat kepercayaan 90% dengan nilai e =10% adalah

sebagai berikut:

4.4 Variabel Penelitian


Variabel adalah ukuran dan ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain

(Notoatmodjo, 2010).

4.4.1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan

atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini

adalah peran orang tua.

4.4.2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat karena adanya variabel

bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah terjadinya karies gigi.

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendifinisikan variabel secara opersional

dan berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk

melakukan obsevasi pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. Pada definisi operasional dapat ditentukan parameter yang

dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat, 2009).

4.4.3. Tabel Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Oprasional

No Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur


ukur
Variabel Seorang ayah Lembar pertanyaan Kuesione Nomin 1. Dikatakan
independen dan ibu yang terdiri dari 15 pernyataan r al kategori
: Peran bertanggung jawaban antara: (selalu 3, baik =31-
orang tua jawab dalam kadang-kadang 2, tidak 45
memegang pernah 1) 2. Dikatakan
posisi tertentu a. Orang tua kategori
Mengajarkan tidak baik
waktu dalam =15-30
menggosok gigi
: 3 pertanyaan
b. Orang tua
mengajarkan
perawatan alat
sikat gigi dan
persiapan alat
untuk menyikat
gigi : 6
pertanyaan
c. Orang tua
mengajarkan
anak untuk
menggosok
gigi,
memberikan
pasti gigi dan
berkumur : 3
pertanyaan
d. Orang tua
mengajarkan
cara untuk
menggosok gigi
: 3 pertanyaan

Variabel Karies gigi Lembar observasi terdiri Observas Nomin 1=Mengalamik


dependen: merupakn dari 2 bagian jawaban i al karies gigi
kejadian sebuah antara:
Karies gigi penyakit 1. Mengalami karies 2 =Tidak
infeksi yang gigi mengala
merusak a. Gigi nampak mi karies
struktur gigi berkapur, coklat gigi
kehitaman di
bagian
permukaan gigi
( email gigi )
yang mendakan
adanya
penghancuran
email gigi
b. Gigi nampak
berkapur, coklat
kehitaman yang
sudah mencapai
bagian dentin
atau bagian
pertengahan
antara
permukaan gigi
dan pulpa

c. Gigi nampak
berkapur, coklat
kehitaman yang
telah mendekati
atau telah
mencapai pulpa
sehingga terjadi
peradangan
pada pulpa
2. Tidak mengalami
karies gigi
a. Warna gigi
putih bersih
b. Tidak terdapat
lubang
berwarna
berkapur coklat
atau kehitaman

Sumber : Prihantina Putri Indra Ayu, 2014


4.6 Instrumen penelitian

Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun social yang diamati, secara spesifik

semua fenomena ini (Sugiyono, 2014).

4.6.1. Instrumen Variabel Independen Peran orang tua

Untuk menilai Peran orang tua peneliti menggunakan alat ukur

kuesioner yang meliputi waktu menggosok gigi, perawatan menggosok

gigi, Membantu inisiatif anak menggosok gigi dan mempersiapkan alat,

dan Cara menggosk gigi.

4.6.2. Kisi-Kisi lembar kuesioner

Tabel 4.2 kisi-kisi Lembar kuesioner

No Aspek Indikator No item Total item


1 Waktu menggosok orang tua mengajarkan 1, 2, 3 3
gigi waktu dalam menggosok
gigi
2 Perawatan alat Orang tua mengajarkan 4, 5, 6, 7, 8, 15 6
menggosok gigi perawatan alat sikat gigi
dan persiapan alat untuk
menggosok gigi
3 Membantu inisiatif Orang tua mengajarkan 9, 10, 14 3
anak menggosok anak untuk menggosok
gigi dan gigi, memberikan pasta
mempersiapkan gigi dan berkumur
alat
4 Cara menggosk Orang tua mengajarkan 11, 12, 13, 3
gigi cara untuk menggosok
gigi
Total 15 15

Sumber : Prihantina Putri Indra Ayu, 2014


4.6.3. Instrumen Variabel Dependen Karies gigi

Instrumen penelitian yang digunakan pada peneliti ini adalah

observasi, yang akan di lakukan dengan cara mengamati responden sesuai

dengan penelitian yang ingin dicapai.

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

4.7.1. Jenis Data yang Dikumpulkan

1. Data Primer

Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari hasil jawaban

responden terhadap kuesioner yang akan dibagikan kepada masyarakat

orang tua karies gigi di SLB Batulicin Kecamatan Batulicin Kabupaten

Tanah Bumbu tahun 2020 untuk mengetahui Peran orang tua di SLB

Batulicin Kecamatan Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2020.

2. Data Sekunder

Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari hasil jawaban

responden terhadap kuesioner yang dibagikan kepada ibu di SLB

Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2020 untuk mengetahui

kejadian karies gigi di SLB Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu tahun

2020.

4.7.2. Tekhnik pengumpulan data

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data

setelah mendapat persetujuan dari konsep penelitian yang telah

dilaksanakan,sebagai berikut :

1.Persiapan penelitian
a. Persiapan penelitian diawali setelah diberikan ijin untuk melakukan

Studi pendahuluan untuk menentukan tempat penelitian berdasarkan

masalah yang terjadi.

b. Setelah dikeluarkan surat ijin untuk melakukan pengambilan data

awal dari STIKes Darul Azhar, surat tersebut digunakan sebagai

permohonan pengambilan data di SLB Batulicin

c. Setelah semua data yang diperlukan sudah didapatkan dan telah

melakukan survei lapangan, kemudian peneliti menentukan tempat

penelitian, yaitu di SLB Batulicin. Dilanjutkan dengan proses

penyusunan proposal hingga sampai ketahap seminar proposal.

d. Setelah selesai melaksanakan seminar proposal, peneliti melakukan

revisi/perbaikan menambah akan atau pun mengurangi dari laporan

yang telah di seminarkan sesuai dengan saran yang diberikan oleh

penguji seminar proposal. Perbaikan tersebut dilakukan hingga

mendapat persetujuan dari kedua pembimbing penyusunan skripsi

untuk melanjutkan pembuatan surat rekomendasi penelitian ke

Kantor Kesbangpol dan surat ijin pelaksanaan penelitian ketempat

penelitian.

e. Setelah mendapat rekomendasi penelitian dari Kantor Kesbangpol

dan setelah diberikan ijin dari pihak SLB Batulicin, barulah

penelitian dilaksanakan.

2. Tahap penelitian
Setelah mendapat surat pengantar dari STIKes Darul Azhar

Batulicin untuk melakukan penelitian. Peneliti terlebih dahulu

melakukan persamaan persepsi mengenai penelitian dengan asisten

penelitian berjumlah 1 orang, kemudian dilanjutkan dengan peneliti

memberi surat tersebut kepada Kepala Sekolah di SLB Batulicin, setelah

mendapatkan ijin dari Kepala SLB Batulicin untuk melakukan

penelitian. Peneliti melakukan penelitian dengan tata cara sebagai

berikut :

a. Melakukan pengambilan sampel dan didapatkan jumlah sampel

sebanyak 60 siswa/I di SLB Batulicin dengan menggunakan teknik

Purposive sampling yang mana sampel juga disesuaikan dengan

semua kriteria inklusi maupun eksklusi dari ketentuan peneliti.

b. Menjelaskan prosedur penelitian, tujuan, manfaat, dan pelaksanaan

penelitian kepada siswa/I beserta orang tua yang menjadi sampel,

serta melakukan penanda tanganan informed consent sebagai

persetujuan bahwa responden bersedia menjadi sampel penelitian

yang dilakukan peneliti mengenai pengaruh peran orang tua tentang

perawatan gigi terhadap terjadinya karies gigi pada Tunarungu di

SLB Batulicin kecamatan Batulicin kabupaten Tanah Bumbu tahun

2020.

c. Peneliti melakukan pengukuran pertama dengan memberikan

kuesioner pada orang tua dan mengobservasi anak sesuai kriteria

inklusi maupun eksklusi penelitian yang telah ditetapkan.


d. Peneliti mengumpulkan semua data hasil dari 1 kali pengukuran

menggunakan lembar observasi dan kuesioner peran orang tua dan

karies gigi kemudian di rekap untuk dimasukan kedalam Komputer.

Melalui program SPSS dan mengunakan uji statistik yang telah

ditentukan sesuai dengan data yang didapatkan dari responden.

4.8 Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data

dengan cara sebagai berikut :

1. Editing

Setelah data terkumpul, sebelum diolah data tersebut diedit terlebih

dahulu oleh peneliti untuk menghindari kesalahan atau hal yang masih

meragukan agar mendapatkan data yang berkualitas (Arikunto, 2010).

2. Cooding

Untuk memudahkan dalam pengolahan data, maka data diberi kode

sesuai karakter masing-masing variabel penelitian. Hal ini dimaksudkan

untuk mempermudah dalam melakukan tabulasi dan analisis data :

a. Peran orang tua

Kode 1 : Baik

Kode 2 : Tidak Baik

b. Terjadinya karies gigi

Kode 1 : Mengalami karies gigi

Kode 2 : tidak mengalami karies gigi

3. Transferring
Mentrasfer atau memasukkn data yang telah kumpulkan kedalam

SPSS. Data yang ada disusun dalam bentuk table atau grafik distribusi

frekuensi dan diolah dengan menggunakan program SPSS (Nursalam,

2013).

4. Tabulating

Tabulating yaitu di kumpulkan dan di kelompokkan secara teliti

dan teratur bentuk table (distribusi frekuensi) data yang sudah di

dapatkan melalui pengisihan kuesioner.

Menurut Sugiyono (2014) hasil pengolahan data di bentuk dalam

persentase yang di interprestasikan dengan menggunakan kriteria

kuantitatif sebagai berikut :

100% : Seluruhnya

76%-99% : Hampir seluruhnya

52%-72% : Sebagian besar

50% : Setengahnya

26%-49% : Hampir setengahnya

1%-25% : Sebagian kecil

0% : Tidak satupun

4.9 Analisa Data

Pengelolaan data dan analisa data dilakukan dengan komputer

menggunakan Statistical Program and Service Solution (SPSS) versi 23.

Data yang di peroleh dianalisis dengan teknik sebagai berikut :


4.9.1. Analisa Univariat

Dalam penelitian ini analisis digunakan adalah analisis univariat,

kemudian data yang terhimpun dianalisis dengan menggunakan metode

deskriptif presentase. Analisis univariat dilakukan pada tiap variabel dari

hasil peneltian, biasanya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

dan persentase dari tiap variabel. Variabel dalam penelitian ini meliputi

variabel independen (Peran orang tua), variabel dependen (Terjadinya

karies gigi).

4.9.2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi. Analisa bivariat menggunakan uji Chi

Square yang bertujuan untuk mengetahui ada tidak nya pengaruh atau

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, yaitu untuk

mengetahui ada tidaknya Pengaruh antara peran orang tua dengan

terjadinya karies gigi pada anak Tunarungu di SLB Batulicin Kecamatan

Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu 2020.

4.9.3. Rumus chi square

X 2 =∑ ¿ ¿ ¿

Keterangan :

𝑥2 : Uji chi-square

𝑓𝑜 ∶ Frekuensi Observasi

𝑓ℎ ∶ Frekuensi yang diperoleh berdasarkan data


4.10 Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010), etika adalah ilmu atau pengetahuan

tentang apa yang dilakukan orang, atau pengetahuan tentang adat

kebiasaan orang. Pada penelitian ini menunjung tinggi prinsip etika

penelitian, antara lain :

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

penelitian dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya agar subyek

mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya.

Jika respondennya bersedia, maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan.

2. Anonimity (tanpa nama)

Anonimity merupakan pembelian jaminan dalam penggunaan

subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality merupakan etika dalam pemberian jaminan

kerahasiaan penelitian, baik informasi maupun berbagai masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahsiaan


oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset.
DAFTAR PUSTAKA

Angela A, (2007). Primary prevention in children with high caries risk.

Asmaul, h.2017. Peranan orang tua dan perilaku anak dalam menyikat gigi dengan kejadian
karies anak. Diakses dari http://ejournal.poltekkes-pontianak.ac.id
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Amirin, T., 2011, Populasi Dan Sampel Penelitian 4: Ukuran Sampel Rumus Slovin, Erlangga,
Jakarta..

Avi, D. (2017). Pemberian Motivasi Orang Tua Dalam Menggosok Gigi Pada Anak Usia
Prasekolah Terhadap Timbulnya Karies Gigi.Diakses dari  http://jurnal.strada.ac.id

Chandra, S. (2017). Hubungan peran orang tua dengan kejadian karies gigi
pada anak prasekolah di tk karta rini sleman yogyakarta.

Darsini, 2014. Pengaruh peran orang tua tentang perawatan gigi terhadap terjadinya karies
dentis pada anak pra sekolah. Diakses dari https://docplayer.info

Darsini. (2017). Pengaruh peran orang tua tentang perawatan gigi terhadap terjadinya karies
dentis pada anak pra sekolah.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu. (2018). Profil kesehatan kabupaten

Dinkes kota surabaya. 2015. Profil kesehatan kota surabaya tahun 2015. Seleksi pelayanan
kesehatan. Surabaya. Tersedia di http://www.depkes.go.id

Friedman, M. 2010. Buku ajar keperawatan keluarga : riset, teori, dan praktek. Edisi ke-5.
Jakarta: egc.

Gofur, abdul, 2012. Buku pintar kesehatan gigi dan mulut, yogyakarta.

Hanum, F. (2015). Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang karies dan peran
ibu dalam mencegah karies pada anak tunagrahita.
Hermawan, (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut
anak usia prasekolah di pos paud perlita vinolia kelurahan mojolangu

Houwink dkk, (2008). Ilmu kedokteran gigi pencegahan. Gadjah mada University press
yogyakarta indonesia. Yogyakarta

Hidayat. 2009. Metode penelitian keperawatan dan analisa data. Jakarta: Salemba Medika.

Kozier, barbara, dkk. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses dan praktik,
edisi 7, volume 1. Jakarta : egc

Kidd eam., & Bechal, (2008). Sj. Dasar-dasar karies: penyakit dan penanggulanganny. Egc.
Jakarta

Leeson C., & Roland. (2007). Buku ajar histologi. Edisi 5. Egc.jakarta

Lstiono B, (2013). Kesehatan gigi dan mulut, skrips. Gadjah Mada University Press yogyakarta
indonesia Yogyakarta

Marcia. (2015). The relationship between methamphetamine use and dental caries and missing
teeth.

Mirna, D. (2014). Insidensi karies gigi pada anak usia prasekolah di tk merahmandiangin
martapura periode 2012-2013.

Muttaqin dkk, (2010). Gangguan gastrointestinal.bjm. Novrinda. (2017). Peran orangtua


dalam pendidikan anak usia dini ditinjau dari latar belakang pendidikan. Diakses
dari https://ejournal.unib.ac.id

Mustofa, B. (2016). Dasar-dasar pendidikan anak pra sekolah : yogyakarta. Penerbit parama
ilmu

Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu perilakukesehatan. Jakarta: rineka cipta


Nursalam. 2013. Konsep penerapan Metode penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

Notoatmodjo, 2010. Metedologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Notoatmodjo,S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Widayati, N, 2014. faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia 4–6 tahun

potter, p. 2005. Buku ajaran fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik.jakarta: egc.

Potter dan Perry. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktek.edisi 4
volume 2.egc.jakarta

Prihantina, p. 2014. Hubungan peran orang tua terhadap perilaku menggosok


http://repository.uksw.edu

Pratiwi, donna. (2009). Gigi sehat-merawat gigi sehari-hari. Jakarta : pt. Kompas media
nusantara

Ramayanti, S. (2013). Peran makanan terhadap kejadian karies gigi.

Rohmawati. (2015). Hubungan pengetahuan dan perilaku menggosok gigi dengan kejadian
karies gigi tahun 2015 di studi pada siswa sd yos sudarso dan sdn 02 desa sungai
ayak kecamatan belitang hilir kabupaten sekadau.diakses
http://repository.unmuhpnk.ac.id

Riskesdas laporan hasil riset kesehatan dasar tahun 2013

Ramadhan., Gilang., & Ardyan, (2010). Serba serbi kesehatan gigi dan mulut. Bukune. Jakarta

Rizki p, 2017. Hubungan tindakan menggosok gigi dengan tingkat keparahan karies gigi pada
anak usia sekolah dasar di sd negri kembaran kecamatan kembaran. Diakses dari
http://repository.ump.ac.id

Riyanti, E. 2013. Hubungan pendidikan penyikatan gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan
mulut siswa-siswi sekolah dasar islam terpadu (sdit) imam bukhori. Skripsi.
Universitas padjajaran. Bandung. Diakses http:// repository.unpad.ac.id

Sher, A. (2015). Prevalence of early childhood caries among preschool children in dawadmi
saudi Arabia.
Situmorang N. (2007). Dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap Kualitas hidup.

Solikin, (2013).Hubungan tingkat pengetahuan orang tua tentang kesehatan gigi dan mulut
dengan kejadian karies gigi pada anak prasekolah di tk 01 pertiwi karangbangun
karanganyar.
Sugiyono. 2014.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, CV.

Tarwoto dkk, (2009). Anatomi dan fisiologi untuk mahasiswa keperawatan.cv. Trans info media.
Jakarta

Tarigan, rasinta. 2014. Karies gigi. Ed 2. Jakarta: egc

Virda, R. (2017). Hubungan peran ibu dengan perkembangan anak usia prasekolah. Diakses
dari http://repo.stikesicme-jbg.ac.id.pdf

Anda mungkin juga menyukai