Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Asuhan keperawatan pada anak Hipospadia saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Tasikmalaya 3 Desember 2012

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. 1 DAFTAR ISI............................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN................................................................... 3
A. Latar Belakang......................................................................... 3 B. Tujuan....................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................ 5 A. Definisi....................................................................................... 5 B. Etiologi.......................................................................................
5

C. Klasifikasi....................................................................... 6 D. Tanda & Gejala............................ 7 E. Patofisiologi................. 7 F. Pemeriksaan Diagnostik................................................. 7 G. Komplikasi.................................................................................. 8 H. Penatalaksanaan.. 8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.............................................

11

A. Pengkajian................................................................................. 11 B. Diagnosa.................................................................................... 11 C. Intervensi............................................................................... 12

BAB IV PENUTUP...................................................................................... DAFTAR PUSTAKA...................................................................... ..........

16

A. Simpulan..................................................................................... 16
17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kelainan pada alat kelamin pria ( penis/phallus) merupakan salah satu masalah yang memerlukan perhatian khusus. Secara fisiologis organ tersebut (penis/phallus) memiliki beberapa fungsi, antara lain: sebagai saluran pembuangan urin, phallus juga berfungsi sebagai organ seksual. Salah satu kelainan yang akan dibahas adalah hypospadia. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis) Letak lubang kencing abnormal bermacammacam; dapat terletak pada kepala penis namun tidak tepat diujung (hipospadiatipeglanular), pada leher kepala penis (tipekoronal), pada batang penis (tipepenil), pada perbatasan pangkal penis dan kantung kemaluan (tipepenoskrotal), bahkan pada kantung kemaluan (tipeskrotal) atau daerah antara kantung kemaluan dan anus (tipeperineal) (Arif Mansjoer, 2000). Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki di Amerika Serikat. Pada beberapa negara insidensi hipospadia semakin meningkat. Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi dengan berat badan rendah. Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit hitam daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi dan Italia. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya di bawah maka di anggap perempuan. Masalah yang di timbulkan akibat hipospadia dapat berupa masalah fungsi reproduksi, psikologis maupun sosial.

B. Tujuan 1. Tujuan umum Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui, memahami dan mempelajari serta dapat menjelaskan mengenai penyakit hipospadia. 2. Tujuan khusus - Untuk mengetahui dan memahami pengertian hipospadia - Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi hipospadia - Untuk mengetahui dan memahami etiologi dan gejala hipospadia - Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi hipospadia - Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan hipospadia - Untuk mengetahui dan memahami komplikasi hipospadia - Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada anak dengan hipospadia

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang..Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000). Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut chordee (Ngastiyah, 2005) Berdasarkan dari pengertian diatas hipospadia yaitu suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. B. Etiologi Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapaetiologi dari hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik,endokrin, dan faktor lingkungan. Sekitar 28% penderita ditemukan adanya hubungan familial. Beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain : 1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone-hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yangmengatur organogenesis kelamin (pria). Pembesaran tuberkel genitaliadan perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testosteron selama proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi sejumlah testosteron, atau biasa juga karena reseptor hormoneandrogennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukupakan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akanmemberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim

yang berperandalam sintesis hormone androgenandrogen converting enzyme(5alpha-reductase) tidak mencukupi pun akan berdampak sama. 2. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadikarena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebutsehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. 3. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan danzat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Hipospadia hipospadia adalah : 1. Undescensus testikulorum (tidak turunnya testis ke skrotum) 2. Hidrokel. 3. Mikophalus / mikropenis4. 4. Interseksualitas. C. Klasifikasi 1. Tipe hipospadia yang lubang uretranya didepan atau di anterior: Hipospadia Glandular yaitu lubang kencing sudah berada pada kepala penis hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya HipospadiaSubcoronal yaitu lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis (cekungan kepala penis). 2. Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di tengah: Hipospadia Mediopenean yaitu lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari batang penis. Hipospadia Peneescrotal yaitu lubang kencing terletak di antara buah zakar (skrotum) dan batang penis. 3. Tipe hipospadia yang lubang uretranya berada di belakang atau posterior Hipospadia Perineal yaitu lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar (skrotum). sering disertai kelainan penyerta yang biasanya

terjadi bersamaan pada penderita hipospadia. Kelainan yang sering menyertai

D. Gejala 1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis 2. Penis melengkung ke bawah 3. Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis 4. Jika berkemih, anak harus duduk.

E. Patofisiologi

F. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaantambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaanginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal. G. Komplikasi 1. Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis flap, dan edema. 2. Komplikasi lanjut a. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari pasca operasi b. c. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama Fistula uretrocutaneus, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5 10% d. e. f. g. Adanya rambut dalam uretra yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas Striktur uretra, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut Residual chordee / rekuren chordee, akibat dari rilis chordee yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.

H. Penatalaksanaan Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok agar urin tidak mbleber ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia. Tahapan operasi rekonstruksi antara lain 1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok.Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra. 2. Uretroplasty Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama. Variasi teknik yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine. 1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap :

10

a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glands penis. Dilakukan pada usia 1 -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan prepusium bagian dorsal dan kulit penis. b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glands, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit prepusium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang. 2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadia jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya prepusium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadia. Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.

11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Fisik Pemeriksaan genetalia Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal. Kaji fungsi perkemihan Adanya lekukan pada ujung penis Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi Terbukanya uretra pada ventral Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria, drinage. 2. Mental - Sikap pasien sewaktu diperiksa - Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan - Tingkat kecemasan - Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

12

PRE OPERASI 1. Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan 2. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi. POST OPERASI 1. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik

berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat. 2. Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi 3. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter 4. Perubahan eliminasi urine (retensi urin) berhubungan dengan trauma operasi

C. INTERVENSI PRE OPERASI 1. Diagnosa keperawatan: Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan. Tujuan : mengurangi kecemasan orang tua terlihat tenang Intervensi : Evaluasi tingkat pemahaman keluarga tentang diagnosa Akui masalah pasien dan dorong mengekspresikan masalah Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Catat komentar atau perilaku yang menunjukkan penerimaan

13

Libatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan keperawatan dan berikan kenyamanan fisik pasien.

Anjurkan keluarga untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan

2. Diagnosa keperawatan: Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi. Tujuan: menyatakan pemahaman diagnosa dan program pengobatan. Intervensi: Diskusikan diagnosa, rencana terapi dan hasil yang diharapkan Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang Identivikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medis seperti perubahan penampilan, insisi, terjadinya kesulitan pernafasan, demam, peningkatan nyeri dada POST OPERASI 1. Diagnosa keperawatan: Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kesiapan peningkatan regimen terapeutik baik. Intervensi: Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat

14

Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana pengaruh pada keluarga

Buat jadwal aktivitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi

Ajarkan keluarga untuk menjaga dan selalu menngawsi perkembangan status kesehatan keluarga.

2. Diagnosa keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang. Intervensi: NIC 1 : Manajemen nyeri Intervensi : Kaji secara komperhensif mengenai lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan Ajarkan teknik nonfarmakologi (relaksasi) Bantu pasien & keluarga untuk mengontrol nyeri Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri) NIC 2 : Monitor tanda vital Intervensi : Monitor TD, RR, nadi, suhu pasien Monitor keabnormalan pola napas pasien
15

Identifikasi kemungkinan perubahan TTV Monitor toleransi aktivitas pasien Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat

NIC 3 : Manajemen lingkungan Intervensi : Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman

3. Diagnosa keperawatan: Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi. Intervensi: NIC 1 : Kontrol infeksi Intervensi : Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar Ajarkan pada pasien & keluarga tanda gejala infeksi & kapan harus melaporkan kepada petugas Batasi pengunjung Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien

NIC 2 : Perawatan luka Intervensi :

16

Catat karakteristik luka, drainase Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan Ajarkan pada pasien dan kelurga cara prosedur perawatan luka

NIC 3 : Perlindungan infeksi Intervensi 4. Diagnosa : Monitor peningkatan granulossi, sel darah putih Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi. keperawatan: Perubahan eliminasi urine (retensi urin)

berhubungan dengan trauma operasi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan retensi urin berkurang. Intervensi: Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada inkontinensia (ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin) Menjaga privasi untuk eliminasi Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit) Menyediakan perlak di kasur Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan

17

Menganjurkan untuk mencegah konstipasi Monitor intake dan output Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan .

BAB IV PENUTUP A. Simpulan Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis) Letak lubang kencing abnormal bermacam-macam; dapat terletak pada kepala penis namun tidak tepat diujung (hipospadiatipeglanular), pada leher kepala penis (tipekoronal), pada batang penis (tipepenil), pada perbatasan pangkal penis dan kantung kemaluan (tipepenoskrotal), bahkan pada kantung kemaluan (tipeskrotal) atau daerah antara kantung kemaluan dan anus (tipeperineal)

18

DAFTAR PUSTAKA

http://wikipedia.id/hipospadia-.html diakses tgl 3-12-2012 http://www.scribd.com/doc/100185684/makalah-hipospadia-baru diakses tgl 312-2012 http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/.../asuhan-keperawatan.html diakses tgl 3-12-2012

19

Anda mungkin juga menyukai