Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“HIPOSPADIA”

Disusun oleh :

1. Khoirun Nisa (P1337420516048)


2. Agam Sayogo (P1337420516065)
3. Siti Lilya Ma’rifah (P1337420516056)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena anugerah dan
rahmat-Nya jualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah
memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang
memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang
positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun
bahan materi untuk menyusun makalah ini.

Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi bahasanya.
Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa penulis harapkan
demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.

Magelang, Agustus 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... 2


Daftar Isi .................................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang ...................................................................................................... 4


2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 6
3. Tujuan ................................................................................................................... 6

BAB II Tinjauan Teori

A. Definisi Hipospadia .............................................................................................. 7


B. Etiologi Hipospadia .............................................................................................. 7
C. Klasifikasi Hipospadia .................................................................................. ...... 8
D. Manifestasi Klinis Hipospadia ...................................................................... ...... 9
E. Patofisiologi Hipospadia ............................................................................... ...... 9
F. Pathway Hipospadia ...................................................................................... .... 10
G. Komplikasi Hipospadia ................................................................................. .... 11
H. Pemeriksaan Penunjang Hipospadia ............................................................. .... 11
I. Penatalaksanaan Hipospadia ......................................................................... .... 12

BAB III Laporan Kasus

A. Pengkajian ..................................................................................................... .... 14


B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................. .... 17
C. Rencana Keperawatan ................................................................................... .... 17

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................................... 20

Daftar Pustaka ........................................................................................................... 21

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang sangat
penting, karena selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai
alat seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas.Salah
satu kelainan konginetal terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu
hipospadia dan epispadia.Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang
uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo (below) dan
spaden (opening).Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan
defisiensi uretra.Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan
fascia Bucks dan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi
tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett,
1986, Mc Aninch,1992).
Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah
pengaruh terhadap psikologis dan sosial anak. Penyebab dari hiposapadia ini
sangat multifaktorial antara lain disebabkan oleh gangguan dan
ketidakseimbangan hormone, genetika dan lingkungan. Ganguan keseimbangan
hormon yang dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Sedangkan dari faktor genetika , dapat terjadi karena gagalnya
sintesis androgen sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Dan
untuk faktor lingkungan adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang
dapat mengakibatkan mutasi.
Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian
hipospadia seperti di daerah Atlantameningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per
1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun1993. Banyak penulis melaporkan
angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran
laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karenaIndonesia belum
mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapaangka
kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000

4
menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak
yangmenderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan
repair hipospadia.
Penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan
prosedur pembedahan. Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk
merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal
atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan.Umumnya di
Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia dan epispadia karena kurangnya
pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang
lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya di bawah maka di
bilang anak itu perempuan.Oleh karena itu kita sebagai seorang tenanga medis
harus menberikan informasi yang adekuat kepada para orang tua tentang penyakit
ini.Para orang tua hendaknya menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan
hipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapat
dilakukan penanganan yang tepat.

5
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Hipospadia ?
2. Apa etiologi dari Hipospadia ?
3. Apa klasifikasi Hipospadia ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Hipospadia ?
5. Bagaimana pathway Hipospadia ?
6. Bagaimana manifestasi klinis Hipospadia ?
7. Apa Komplikasi Hipospadia ?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang Hipospadia ?
9. Bagaimana penatalaksanaan Hipospadia ?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan definisi Hipospadia
2. Menjelaskan Etiologi Hipospadia
3. Menjelaskan Klasifikasi dari Hipospadia
4. Menjelaskan patofisiologi dari Hipospadia
5. Menjelaskan pathway dari Hipospadia
6. Menjelaskan manifestasi klinis Hipospadia
7. Menjelaskan komplikasi Hipospadia
8. Menjelaskan Pemeriksaan penunjang hipospadia
9. Menjelaskan penatalaksanaan Hipospadia

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara
pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat
dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia
menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria.Kelainan hipospadia
lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral
batang penis.Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut
diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang
melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat
pada penis bagian bawah, bukan diujung penis.Beratnya hipospadia
bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu
pada glans penis.Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang
uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang
pada skrotum atau dibawah skrotum.Kelainan ini sering berhubungan
kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis
melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana
meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke
proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis) (Mansjoer,
2000 : 374)
B. ETIOLOGI
Penyebab yang jelas belum diketahui.Dapat dihubungkan dengan faktor
genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor
yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :

7
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria).Atau biasa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan
tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan
suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

C. KLASIFIKASI
1. Tipe sederhana adalah tipe balanitik atau glandular, disini meatus terletak
pada pangkal glans penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan.Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil, meatus terletak antara glans penis dan skrotum. Pada tipe ini
umumnya disertai kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah (chordee)
atau glans penis menjadi pipih.Pada kelainan tipe penil diperlukan
intervensi tindakan bedah bertahap.Mengingat kulit di bagian ventral
prepusium tidak ada, sebaliknya pada bayi ini tidak dilakukan sirkumsisi
karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah plastic
selanjutnya.Tindakan koreksi atau chordee umumnya dilakukan sekitar 2
tahun, sedangkan reparasi tipe hipospadial umumnya dilakukan sekitar
umur 3 sampai 5 tahun.

8
3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal. Kelainan ini cukup besar, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, ada kalanya disertai skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Pada kejadian
ini perlu diperhatikan kemungkinan adanya
pseudohermafroditisme.Tindakan bedah bertahap dilakukan pada tahun
pertama kehidupan bayi. (Markum, 1991: 257)
D. PATOFISIOLOGI
Fungsi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis.Ada berbagai derajat
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada
glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di
perineum.Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai
chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral
dari penis.(Muscari, 2007 : 357)

9
E. PATHWAY
Gangguan Ketidakseimbangan Genetic dan lingkungan
hormon

gangguan perkembangan embrio

Malformasi Kongenital Hipospadia/Epispadia

Gangguan Citra
Tubuh

Pembedahan

Pre-OP Post-OP

Kurangnya info mengenai


Kondisi luka insisi perawatan
bedah luka tidak
adekuat
ansietas
nyeri akut resiko infeksi

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala hipospadi, antara lain: lubang penis tidak terdapat diujung penis,
penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena
adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.
(Muslihatum, 2010:163)

10
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung
kearah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini di
sebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar
mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis.Jaringan fibrosa
ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika
dartos.Walaupun adanya chordee adalah salah satu cirri khas untuk
mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia
memiliki chordee. (Mansjoer, 2000 : 374)
Tanda dan gejala lainnya :
1. Terbuka uretra pada saat lahir, posisi ventral atau dorsal.
2. Adanya chordee (penis melengkung kebawah) dengan atau tanpa
ereksi.
3. Adanya lekukan pada ujung penis (Suriadi,2010:142)
4. Meatus uretra ventral, biasanya pada glans penis namun dapat
berada pada batang penis atau perineum.
5. Kulit yang bercelah, akibat gagal menyatu.
6. Korde, perlekatan yang menyebabkan pelengkungan penis kearah
ventral, paling terlihat jelas saat ereksi. Keadaan ini berkaitan
dengan bentuk kelainan yang lebih berat. (Lissauer,2008:125)

G. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada
sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru
dibuat) atau fisula, infertilitas, serta gangguan psikososial.
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa

11
Komplikasi paska operasi yang terjadi:
a. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi
b. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas
c. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu
tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan
pemeriksaan radiologis yaitu :
a. Rontgen
b. USG sistem kemih-kelamin.
I. PENATALAKSANAAN
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumya terdiri dari
beberapa tahap yaitu:
1. Operasi penglepasan choorde atau tunneling
Dilakukan pada usia 1 1/2 – 2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi
eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi
chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih
terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes
ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam
korpus kavernosum.
Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu
pembuatan uretra pada gland penis dan muaranya.Bahan untuk menutup
luka eksisi chordee dan pembuatan tunnelling diambil dari preputium
penis bagian dorsal.Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi
mutlak untuk sirkumsisi.

12
2. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama.Uretra dibuat dari
kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudional paralel di
kedua sisi.
Beberapa tahun terakhir, sudah mulai diterapkan operasi yang
dilakukan hanya satu tahap akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada
hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar. Operasi
hipospadia ini sebaiknya sudah selesai dilakukan seluruhnya sebelum si
anak masuk sekolah, karena dikhawatiran akan timbul rasa malu pada anak
akibat merasa berbeda dengan teman-temannya. (Mansjoer, 2000 : 375)
Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan
penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian
pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai
sekolah.Pada saat ini perbaikan hipospadia dianjurkan sebelum anak
berumur 18 bulan.
Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan
buang air pada anak dan pada saat dewasa, mungkin akan terjadi gangguan
dalam melakukan hubungan seksual. (Muslihatum, 2010:164)
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan, untuk
mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis.Pembedahan
biasanya tidak dijadwalkan sampai bayi berusia 1 sampai 2 tahun, ketika
ukuran penis menyetakan sebagai ukuran yang layak dioperasi.
(Speer,2007:168)
Koreksi dengan pembedahan dilakukan pada usia 2 tahun sehingga
meatus uretra berada pada ujung penis, ereksi dapat lurus, dan penis
terlihat normal. Pada sebagian besar kasus hipospadia yang hanya
mengenai glans penis, pembedahan tidak diperlukan kecuali kadang-
kadang untuk alasan kosmetik. (Lissauer,2008:125)

13
BAB III
LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi:
a. Nama : tergantung pada pasien
b. Umur : biasanya terjadi pada bayi baru lahir
c. Jenis kelamin : pada umumnya terjadi pada laki-laki
d. Pendidikan : orang tua yang biasanya rendah
e. Pekerjaan :pada orang tua yang tergolong berpenghasilan
rendah
f. Diagnosa medis : Hipospadia.
2. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis,tetapi berada dibawah atau
didasar penis,penis melengkung ke bawah,penis tampak berkerudung
karena adanya kelainan pada kulit dengan kulit,jika berkemih anak harus
duduk. (Muslihatum,2010:163)
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui
dengan pasti penyebabnya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu.
Adanya riwayat ibu pada saat kehamilan, misalnya adanya gangguan
atau ketidakseimbangan hormone dan factor lingkungan. Pada saat
kehamilan ibu sering terpapar dengan zat atau polutan yang bersifat
tertogenik yang menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat
menyebabkan pembentukan penis yang tidak sempurna.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Adanya riwayat keturunan atau genetic dari orang tua atau saudara-
saudara kandung dari pasien yang pernah mengalami hipospadia.

14
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nyeri/kenyamanan
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan kenyamanan dan
tidak mengalami nyeri.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi cairan dan elektrolit dalam
tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c. Pola aktivitas
Aktifitas pasien hipospadia tidak ada masalah.
d. Pola eliminasi
Pada saat BAK ibu mengatakan anak harus jongkok karena pancaran
kencing pada saat BAK tidak lurus dan biasanya kearah bawah,
menyebar dan mengalir melalui batang penis.
e. Pola tidur dan istirahat
Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan
atau tiaak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya.
f. Pola sensori dan kognitif.
Secara fisik daya penciuman, perasa, peraba dan daya penglihatan
pada pasien hipospadia adalan normal, secara mental kemungkinan
tidak ditemukan adanya gangguan.
g. Pola persepsi diri
Adanya rasa malu pada orang tua kalau anaknya mempunyai kelainan.
Pada pasien sendiri apabila sudah dewasa juga akan merasa malu dan
kurang percaya diri atas kondisi kelainan yang dialaminya.
h. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peraen serta megnalami tmbahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.

15
i. Pola seksual
Adanya kelainan pada alat kelamin terutama pada penis pasien akan
membuat pasien mengalami gangguan pada saat berhubungan seksual
karena penis yang tidak bisa ereksi.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua pasien akan mengalami stress pada kondisi
anaknya yang mengalami kelainan.
k. Pola higiene.
Pada umumnya pola hygiene pasien tidak ada masalah.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi
Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan
Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integumen
Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan
 Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
 Kaji fungsi perkemihan
 Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
 Adanya lekukan pada ujung penis
 Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
 Terbukanya uretra pada ventral

16
 Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan,
drinage.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan yang ditandai
dengan ekspresi wajah nyeri
2. Cemas berhubungan dengan stressor yang ditandai dengan gelisah
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
(anomali) ditandai dengan perasaan negatif tentang tubuh
4. Resiko Infeksi ditandai dengan prosedur infasif

C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan

Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen Nyeri (1400)


berhubungan dengan keperawatan selama 2x 24 jam  Lakukan pengkajian nyeri
prosedur diharapkan pasien membaik dengan secara komprehensif,termasuk
pembedahan yang indikator: lokasi,durasi,frekuensi,kualitas
ditandai dengan NOC : Tingkat Nyeri (2102) dan faktor pencetus)
ekspresi wajah nyeri  Mampu mengontrol nyeri  Observasi reaksi non verbal
(tau penyebab nyeri) mengenai ketidaknyamanan
dipertahankan dari skala 3
(sedang) ke skala 5 (tidak
ada)  Kontrol lingkungan yang dapat
 Mampu mengenali nyeri mempengaruhi nyeri seperti
skala,intensitas,frekuensi suhu rungan dan kebisingan
nyeri dipertahankan pada  Ajarkan tentang teknik non
skala 3(sedang) ditingkatkan farmakologi seperti nafas dalam
ke skala 5 (tidak ada) relaksasi dan distraksi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri

17
Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :
dengan stressor yang keperawatan selama 2x24 jam Pengurangan Kecemasan (5820)
ditandai dengan pasien menunjukkan pengetahuan  Gunakan pendekatan yang
gelisah tentang proses penyakit dengan tenang dan meyakinkan
kriteria hasil:  Berada di sisi klien untuk
NOC : tingkat kecemasan (1211) meningkatkan rasa aman dan
 Perasaan gelisah mengurangiketakutan
dipertahankan pada skala 3  Dorong keluarga untuk
(sedang) ditingkatkan ke mendampingi klien dengan cara
skala 5 (tidak ada) yang tepat
 Rasa cemas yang  Instruksikan klien untuk
disampaikan secara lisan menggunakan teknik relaksaki
dipertahankan pada skala 3
(sedang) ditingkatkan ke
skala 5 (tidak ada)

Gangguan citra Setelah dilakukan tindakan NIC :


tubuh berhubungan keperawatan selama 2x24 jam, Peningkatan Citra Tubuh (5220)
dengan perubahan gangguan body image 1. Kaji secara verbal dan nonverbal
fungsi tubuh pasien teratasi dengan kriteria hasil: respon klien terhadap tubuhnya
(anomali) ditandai NOC : 2. Monitor frekuensi mengkritik
dengan perasaan Citra Tubuh (1200) dirinya
negatif tentang  Sikap terhadap penggunaan 3. Jelaskan tentang pengobatan,
tubuh strategi untuk meningkatkan perawatan, kemajuan dan prognosis
penampilan dipertahankan pada penyakit
skala 1 (tidak pernah positif) ke 4. Dorong klien mengungkapkan
skala 5 (konsisten positif) perasaannya
 Penyesuaian terhadap perubahan 5. Identifikasi arti pengurangan
tubuh akibat pembedahan melalui pemakaian alat bantu
dipertahankan pada skala 1 6. Fasilitasi kontak dengan individu

18
(tidak pernah positif) ke skala 5 lain dalam kelompok kecil
(konsisten positif)

Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC :


ditandai dengan keperawatan selama 2x 24 jam Perlindungan Infeksi (6550)
prosedur infasif diharapkan pasien membaik dengan  Monitor adanya tanda dan gejala
indikator: infeksi sistemik dan lokal
NOC :  Batasi jumlah pengunjung yang
Keparahan Infeksi (0703) sesuai
 Kemerahan dipertahankan pada  Anjurkan istirahat
skala 2 (cukup berat) ditingkatkan  Anjurkan peningkatan mobilitas
pada skala 4 (ringan) dan latihan dengan tepat
 Nyeri dipertahankan pada skala 2  Instruksikan pasien untuk minum
(cukup berat) ditingkatkan pada antibiotik yang diresepkan
skala 4 (ringan)

19
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hipospadia dan epispadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat
di deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainnya yaitu adanya
kelainan pada muara uretra pria.Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis.
Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang
menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan
penampilan dan fungsi normal penis.Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan
sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang
layak di operasi.Komplikasi potensial meliputi infeksi dan obstruksi uretra.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Husein dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Penerbit Behrman,
Richard E.2010.Esensi Pediatri. Jakarta:EGC
Brough, Helen.2007.Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Lissauer,Tom.2006.At a Glance Neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Markum, A H.1991.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Muslihatum, Wafi Nur .2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Penerbit Fitramaya
Short, J R. 2011. Sinopsis Pediatri.Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher
Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta:
EGC

21

Anda mungkin juga menyukai