“ FIMOSIS HIPOSPADIA “
DOSEN PEMBIMBING
Disusun oleh :
SEKOLAH VOKASI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Fimosis.......................................................................................................................3
B. Hipospadia.................................................................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................8
B. Saran..........................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
akibatnya marak penggunaan pestisida serta tinginya kandungan polusi di udara. Zat
polutan dari pabrik, limbah dan menumpuknya sampah bisa menimbulkan hipospadia.
Upaya yang diberikan dengan tindakan sirkumsisi (sunat) adalah jaian keluarnya,
apalagi jika fimosisnya menetap dan terjadi infeksi. Untuk melakukan sirkumsisi pada
anak juga harus dipertimbangkan masalah pembiusannya karena akan mempengaruhi
kondisi kejiwaannya kelak kemudian hari. Selain itu akan membahayakan, karena dapat
melukai penisnya dan jahitan kulit penis tidak dapat dikerjakan secara sempurna.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Fimosis dan Hipopasdia?
2. Bagaimana Fimosis dan Hipopasdia bisa terjadi?
3. Apa tanda dan gejala Fimosis dan Hispopadia?
4. Bagaimana asuhan atau penatalaksanaan Fimosis dan Hipospadia?
C. Tujuan
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mengetahui gambaran umum tentang
penyakit fimosis dan hipospadia dan proses asuhan kebidanannya.
D. Manfaat
1. Untuk memperdalam pengetahuan khususnya pada kasus fimosis dan hipospadia.
2. Mampu menjelaskan pengertian fimosis dan hipospadia.
3. Mampu menjelaskan penyebabkan fimosis dan hipospadia.
4. Mampu menjelaskan tanda dan gejala fimosis dan hipospadia.
5. Mampu menjelaskan penatalaksaan pasien dengan kasus fimosis dan hipospadia.
6. Mampu melakukan asuhan kepada pasien fimosis dan hipospadia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fimosis
1.1 Pengertian Fimosis
Fimosis adalah keadaan dimana kulit penis (preputium) melekat pada bagian
kepala penis (glands) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga
bayi dan anak menjadi kesulitan dan kesakitan saat kencing. Fimosis pada bayi laki-laki
yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan
baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis sehingga sulit
ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya
karena infeksi atau benturan.
1.2 Penyebab Fimosis
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang diantara kutup
dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi
melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya, bisa dari
bawaan dari lahir atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan. (Putra,2012:394)
3
c. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal
d. Penis mengejang pada saat buang air kecil
e. Bayi atau anak sering menangis sebelum urin keluar/Air seni keluar tidak lancar
f. Timbul infeksi
1. Sunat
Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan masalah fimosis secara
permanen. Rekomendasi ini diberikan terutama bila fimosis menimbulkan kesulitan
buang air kecil atau peradangan di kepala penis (balanitis). Sunat dapat dilakukan dengan
anestesi umum ataupun local.
2. Obat
Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang meningkatkan elastisitas kulup.
Pemberian salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari, harus
dilakukan secara teratur dalam jangka waktu tertentu agar efektif.
3. Peregangan
Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap kulup yang dilakukan
setelah mandi air hangat selama lima sampai sepuluh menit setiap hari. Peregangan ini
harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari luka yang menyebabkan
pembentukan parut.
B. Hipopasdia
2.1 Pengertian Hipopasdia
Hipospadia merupakan kelainan kongenital berupa adanya muara urethra yang
terletak proximal dibandingkan lokasi yang seharusnya. Kelainan ini terjadi ketika masa
embrio dan dipengaruhi berbagai keadaan. Malformasi kongenital pada laki-laki di mana
muara uretra eksterna berada ventral penis bukan di ujung. Prevalensi hipospadia di
beberapa negara barat didapatkan angka 8:1000 kelahiran hidup dan dilaporkan akan
4
terjadinya peningkatan setiap tahunnya. Hipospadia patut di waspadai dewasa ini karena
perkembangan prevalensinya di beberapa negara yang cukup pesat tanpa diketahui
penyebabnya.
Kata hipospadia berasal dari Bahasa,Yunani yaitu Hypo, yang berarti dibawah,
dan Spadon, yang berarti lubang. Kelainan ini sering dikaitkan dengan gangguan
pembentukan seks primer ataupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa. Belum ada
penelitian yang menyebutkan angka kejadian Hypospadia yang pasti di Indonesia. Namun
terdapat beberapa penelitian yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia yang
menemukan kasus ini tidak dalam jumlah yang sedikit. Hal ini menguatkan fakta bahwa
hipospadia di Indonesia memilki angka kejadian yang cukup tinggi, namun kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai kelainan ini menyebabkan tidak banyak kasus yang
dapat ditangani di rumah sakit, ataupun fasilitas dan tenaga kesehatan yang belum merata
sehingga kasus ini tidak terdeteksi.
Di Indonesia beberapa penelitian dilakukan dan menemukan angka kejadian yang
cukup merata untuk kelainan hipospadia, dengan tipe yang bervariasi. Hipospadia distal
banyak ditemukan di Indonesia dan teknik TIP sebagai tatalaksana masih menjadi pilihan
utama. kongenital yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki.
2.2 Penyebab Hipopasdia
Beberapa penelitian mengemukakan semakin berat derajat hipospadia, semakin
besar terdapat kelainan yang mendasari. Beberapa kemungkinan dikemukakan oleh para
ahli mengenai etiologi hipospadia. Adanya efek pada produksi testosterone oleh testis
dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron, defisiensi
reseptor androgen di penis, maupun penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan
reseptor androgen dapat menyebabkan hipospadia. Adanya paparan estrogen atau
progestin pada ibu hamil di awal kehamilan dicurigai dapat meningkatkan resiko
terjadinya hipospadia. Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering
ditemukan pada pestisida di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan obat-
obatan. Namun beberapa penelitian mengemukakan bahwa pil kontrasepsi tidak
menimbulkan hipospadia. Beberapa penelitian menemukan bahwa ibu hamil yang
terpapar diethylstilbestrol meningkatkan resiko terjadinya hipospadia.
Pada Ibu hamil yang melakukan diet vegetarian diperkirakan terjadi peningkatan
resiko terjadinya hipospadia. Hal ini dapat disebabkan adanya kandungan yang tinggi
dari fitoestrogen pada sayuran. Respon Activating Transcription Factor (ATF3) terhadap
aktivitas antiandrogen terbukti berperan penting terhadap kelainan hipospadia.20 Pada
5
ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsy seperti asam valproat juga
diduga meningkatkan resiko hipospadia. Pada anak laki-laki yang lahir dengan program
Intra-cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki
insidensi yang tinggi pada hipospadia. Intra uterine growth retardation, berat bayi lahir
rendah, bayi kembar, turunan hipospadia juga merupakan faktor resiko hipospadia yang
dapat dikendalikan semasa kehamilan. Chong et al tidak menemukan adanya korelasi
antara kelahiran prematur dengan hipospadia. Beberapa kelainan yang sering ditemukan
bersamaan dengan hipospadia adalah kelainan kromosom dan ambigu genitalia seperti
hermafrodit maupun pseudohermafrodit.
6
2. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis
bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua sisi.
Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi yang dilakukan hanya
satu tahap, akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan
ukuran penis yang cukup besar.
Tujuan pembedahan :
1.Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial.
2.Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hipospadia dan Fimosis merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi
ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainnya yaitu adanya kelainan pada muara
uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan tersebut sering
diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk kebawah.
Fimosis adalah keadaan dimana kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala
penis (glands) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga bayi dan
anak menjadi kesulitan dan kesakitan saat kencing.
1.Sunat
7
2.Obat
3.Peregangan
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan
penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan sampai bayi
berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi.
Komplikasi potensial meliputi infeksi dan obstruksi uretra.
B. Saran
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi asuhan kebidanan anak dengan Fimosis dan
Hipospadia merupakan salah satu ilmu yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya
bidan agar dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan kebidanan
pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab
bidan sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan Kebidanan
secara komprehensif.
8
DAFTAR PUSTAKA
Sri Weli Teguh Pujo Sakti, Supangat, Septa Surya Wahyudi. 2018. The Association Between
Hypospadias Occurrence With Exposure Of Pesticides In Agroindustry Enviroment.
NurseLine Journal. 3 (2), 60-64.
Krisna, D.M., M. Akhada. 2017. Hipospodia: Bagaimana Karateristiknya di Indonesia. 2(2):
325-333.