Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH EPIDEMIOLOGI KESEHATAN REPRODUKSI

PENYAKIT HIPOSPADIA

DISUSUN OLEH:
FATHIMAH
K011201197

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes.

DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan rahmat-Nya yang berupa iman dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Makalah Epidemiologi Kesehatan
Reproduksi Penyakit Hipospadia” dengan tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini sendiri adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Epidemiologi Kesehatan Reproduksi. Makalah ini akan membahas
mengenai penyakit Hipospadia.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk makalah ini sebagai bahan evaluasi dalam pembuatan
makalah kami berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para
pembaca dan untuk banyak orang.

Makassar, 14 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Penyakit Hipospadia................................................................3
B. Epidemiologi Penyakit Hipospadia...........................................................4
C. Etiologi Penyakit Hipospadia....................................................................4
D. Patofiologi Penyakit Hipospadia...............................................................5
E. Manifestasi Klinis Penyakit Hipospadia...................................................6
F. Faktor Risiko Penyakit Hipospoda............................................................6
G. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Hipospadia...................................8
BAB III..................................................................................................................10
PENUTUP..............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang kesehatan, merupakan keadaan sehat baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan reproduksi
menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu keadaan
fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya. Salah satu aspek penting dari kesehatan
adalah kesehatan reproduksi. Menjaga kesehatan organ reproduksi
merupakan hal yang penting karena terkait dengan bagaimana kita
menjamin keberlangsungan hidup manusia dari generasi ke generasi
sehingga generasi berikutnya bisa lebih berkualitas dibanding dengan
generasi pada saat ini.
Penyakit reproduksi merupakan penyakit yang terjadi pada organ-
organ reproduksi. Penyakit ini bisa disebabkan oleh infeksi, hormon,
genetik, dan berbagai faktor lainnya. Infeksi yang terjadi pada organ
reproduksi perempuan dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus,
maupun kombinasinya. Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang
disebabkan oleh adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat
fase organogenesis di trimester pertama.
Hipospadia merupakan salah satu kelainan bawaan sejak lahir pada
alat genetalia laki-laki. Kata Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu
Hypo, yang berarti dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang. Penyakit
hipospadia adalah kelainan bawaan pada anak laki-laki, ditandai dengan
posisi anatomi pembukaan saluran kemih dibagian ventral atau bagian
anterior penis. Bentuk pada penis berbeda dengan bentuk penis normal
yaitu penis biasanya melengkung dan ukurannya lebih kecil dari ukuran
penis normal. 

1
Di negara barat, prevalensi hipospadia 8 berbanding 1000
kelahiran hidup dan dilaporkan mengalami peningkatan di setiap
tahunnya. Pada kebanyakan kasus, faktor penyebab terjadinya hipospadia
belum dapat diketahui dengan pasti, meskipun telah diketahui bahwa
perkembangan saluran kemih terjadi pada minggu 7 sampai 16 minggu
usia kehamilan dan sangat dipengaruhi oleh kadar androgen. Hipospadia
merupakan kelaninan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1000 kelahiran
hidup. Bayi yang menderita hipospasoa sebagiknya dilakukan operasi pada
6-12 bulan. Jika tidak dilakukan maka akan berpengaruh terhadap masa
yang akan datang.
Berdasarkan uraian diatas, di dalam makalah ini akan dibahas lebih
lanjut mengenai penyakit kesehatan reproduksi pria yaitu penyakit
hipospadia.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian penyakit hipospadia?
2. Bagaimana epidemiologi penyakit hipospadia?
3. Bagaimana etiologi penyakit hipospadia?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit hipospadia?
5. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hipospadia?
6. Apa saja faktor risiko penyakit hipospadia?
7. Bagaimana pencegahan dan pengobatan penyakit hipospadia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit hipospadia
2. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit hipospadia
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit hipospadia
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit hipospadia
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit hipospadia
6. Untuk mengetahui faktor risiko penyakit hipospadia
7. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit hipospadia

2
BAB II
PEMBAHASAN
D. Pengertian Penyakit Hipospadia
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan
karena adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase
organogenesis di trimester pertama. Hipospadia adalah salah satu contoh
kelainan bawaan alat genetalia masculina. Sesuai dengan asal kata bahasa
Yunani Hypo artinya bawah dan Spadon artinya lubang maka hipospadia
adalah kelainan bawaan yang ditandai dengan adanya lubang saluran
kencing atau uretra yang berada di sisi depan bawah atau bagian ventral
dari penis. Karena letak uretra yang tidak normal ini menyebabkan adanya
perubahan pancaran air kencing saat keluar dari penis.
Hipospadia merupakan penyakit kelainan bawaan pada anak laki-
laki, posisi anatomi pembukaan saluran kemih di bagian ventral atau
bagian anterior penis. Bentuk penis biasanya melengkung dan ukurannya
lebih pendek daripada laik-laki normal. Kelainan terbentuk pada masa
embrional karena adanya gangguan pada masa perkembangan alat kelamin
dan sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer maupun
gangguan aktivitas seksual saat dewasa. Penyakit hipospadia ditandai
dengan lubang eretra berada pada bagian bawah depan penis, Chordee atau
keadaan dimana penis yang bengkok karena adanya jaringan ikat
disepanjang saluran uretra, dan kulit pembungkus ujung penis yang
berlebih pada bagian belakang.
Kelainan ini diklasifikasikan menjadi ringan (glans atau penis) atau
berat (skrotum atau perineal) tergantung lokasi anatomi dari meatus uretra.
Hipospadia tahap kesatu, yang dimana pembukaan uretra berada di ujung
penis tetapi tidak tepat di tempat yang seharusnya, dianggap kelainan kecil
dan tidak membutuhkan perawatan. Hipospadia tahap kedua, dimana
pembukaan uretra berada disepanjang bagian bawah tangkai penis dan
dapat diperbaiki dengan pembedahan rekonstruktif. Hipospadia tahap

3
ketiga, dimana pembukaan uretra berada lebih dekat dengan skrotum, dan
biasanya dapat diperbaiki namum diperlukan dua kali pembedahan.
E. Epidemiologi Penyakit Hipospadia
Hipospadia adalah salah satu kelainan kongenital yang paling
sering terjadi pada laki laki setelah penyakit Undencensus testis. Menurut
penelitian, prevalensi hipospadia di seluruh dunia bervariasi. Di negara
barat, prevalensi hipospadia 8 berbanding 1000 kelahiran hidup dan
dilaporkan mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Amerika Utara
memiliki prevalensi tertinggi di dunia yaitu 34,2 tiap 10.000 angka
kelahiran hidup. Di Australia memiliki prevalensi 17-34 tiap 10.000
kelahiran hidup. Asia memiliki angka prevalensi rendah yaitu 0,6-6,9 tiap
10.000 angka kelahiran hidup.
Prevalensi hipospadia di Indonesia belum diketahui secara pasti,
namun diduga kejadiannya merata. Hipospadia merupakan salah satu dari
16 jenis kelainan kongenital yang menjadi prioritas surveilans kelainan
bawaan di Indonesia walaupun belum ada data epidemiologi nasional
mengenai hipospadia di Indonesia.
Hipospadia tidak menyebabkan mortalitas namun pada beberapa
kasus dapat menyebabkan infertilitas. Pada studi kohort ditemukan bahwa
laki-laki dengan penyakit hipospadia mempunyai probabilitas lebih rendah
untuk mempunyai anak secara biologis dan menggunakan teknologi
bantuan reproduksi seperti fertilisasi in vitro.
F. Etiologi Penyakit Hipospadia
Etiologi hipospadia belum diketahui secara jelas namun diduga
bersifat multifaktorial. Faktor genetik diduga poligenik dan kejadiannya
lebih banyak diamati pada laki-laki dengan riwayat keluarga hipospadia.
Selain itu faktor hormonal yang berkaitan dengan androgen serta faktor
lingkungan juga diduga dapat menyebabkan hipospadia. Hipospadia
diturunkan secara merata dari pihak ibu dan ayah dengan kemungkinan
sebesar 55-77% atau murni kelainan genetik sebesar 30%. Kejadian ini

4
umumnya berhubungan dengan hipospadia distal dan medial. Sekitar 90%
hipospadia bersifat idiopatik.
Pada kebanyakan kasus, faktor penyebab terjadinya hipospadia
belum dapat diketahui dengan pasti, meskipun telah diketahui bahwa
perkembangan saluran kemih terjadi pada minggu 7 sampai 16 minggu
usia kehamilan dan sangat dipengaruhi oleh kadar androgen.
G. Patofiologi Penyakit Hipospadia
Patofisiologi hipospadia berhubungan dengan perkembangan
genitalia eksterna pria pada usia kehamilan 8-20 minggu. Sebelumnya
genitalia eksterna pria dan wanita memiliki struktur yang mirip.
Perkembangan selanjutnya terjadi dalam dua fase, yaitu fase yang tidak
dipengaruhi hormon (hormone independent) dan fase yang dipengaruhi
hormon (hormone dependent).
a. Fase Hormone Independent
Perkembangan genitalia awalnya tidak dipengaruhi hormon dan
terjadi selama minggu ke-8 hingga minggu ke-12 usia kehamilan. Pada
fase ini terbentuk lempeng uretra dan garis tengah tuberkulum genital.
b. Fase Hormone Dependent
Memasuki minggu ke-11 dan ke-16 usia kehamilan, fase
perkembangan dipengaruhi hormon dan dimulai dengan diferensiasi
gonad menjadi testis pada janin yang memiliki kromosom XY.
Androgen yang disekresikan oleh testis janin memiliki fungsi penting
dalam pemanjangan tuberkulum genital yang disebut phallus (penis).
Selama pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke arah depan
sehingga lipatan-lipatan tersebut membentuk dinding lateral dari uretra
(urethral groove). Bagian distal dari urethral groove yang disebut
lempeng uretra memanjang menjadi lekukan menuju ujung phallus.
Penyatuan lipatan labioskrotal pada garis tengah membentuk
skrotum, dan penyatuan lipatan uretra yang berdekatan dengan
lempeng uretra akan membentuk penile urethra. Akhirnya glans penis
dan preputium menutup pada garis tengah. Apabila penyatuan lipatan

5
uretra terjadi tidak sempurna, akan terbentuk muara uretra abnormal di
sepanjang sisi ventral penis, biasanya di dekat glans, sepanjang batang
penis, atau dekat pangkal penis. Kelainan inilah yang disebut sebagai
hipospadia. Bila muara uretra yang abnormal terbentuk pada sisi dorsal
penis, maka kelainan tersebut disebut sebagai epispadia. Pada kasus
yang jarang, ostium uretra meluas di sepanjang rafe skrotalis. Hal ini
karena penyatuan kedua lipatan uretra sama sekali tidak terjadi,
terbentuklah celah sagital lebar di sepanjang penis dan skrotum dan
kedua penebalan skrotum yang tampak mirip labia mayora.
H. Manifestasi Klinis Penyakit Hipospadia
Manifestasi klinis menurut Nurrarif & Kusuma (2015) yang sering
muncul pada penyakit hipospadia sebagai berikut:
- Tidak terdapat preposium ventral sehingga prepesium dorsal menjadi
berlebihan (dorsal hood).
- Sering disertai dengan korde atau penis melengkung ke arah bawah.
- Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.
Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kelainan.
Secara umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun
cenderung berkaitan dengan masalah kosmetik karena letak muara uretra
pada bagian ventral penis. Biasanya juga ditemukan kulit luar bagian
ventral lebih tipis atau bahkan tidak ada, dimana kulit luar di bagian dorsal
menebal. Pada hipospadia sering ditemukan adanya chorda.
Chorda adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari
penis. Keluhan yang mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urin
yang lemah ketika berkemih, nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam
berhubungan seksual. Hipospadia sangat sering ditemukan bersamaan
dengan cryptorchismus dan hernia inguinalis sehingga pemeriksaan
adanya testis tidak boleh terlewatkan.
I. Faktor Risiko Penyakit Hipospoda
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya hipospadia yaitu :
- Faktor genetik dan embrional

6
Genetik merupakan faktor risiko yang diduga kuat
mempengaruhi proses terjadinya hipospadia. Penelitian
menyebutkan bahwa anak laki-laki yang memiliki saudara yang
mengalami hipospadia beresiko 13,4 kali lebih besar mengalami
hipospadia, sedangkan anak yang memiliki ayah dengan riwayat
hipospadia beresiko 10,4 kali mengalami hal yang sama. Selama
masa embrional, kegagalan dalam pembentukan genital folds dan
penyatuanya diatas sinus urogenital juga dapat menyebabkan
terjadinya hipospadia. Biasanya semakin berat derajat hipospadia
ini, semakin besar terdapat kelainan yang mendasari. Kelainan
kromosom dan ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun
pseudohermafrodit merupakan kelainan yang kerap kali ditemukan
bersamaan dengan hipospadia.
- Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses
yang kompleks dan melibatkan berbagai gen serta interaksi hormon
yang ada pada ibu hamil. Proses pembentukan saluran uretra ini
terjadi pada minggu ke-6 trimester pertama dan bersifat
androgendependent, sehingga ketidaknormalan metabolisme
androgen seperti defisiensi reseptor androgen di penis, kegagalan
konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron, serta penurunan
ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor androgen mungkin
dapat menyebabkan terjadinya hipospadia.
- Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor
penyebab hipospadia seperti terdapat paparan estrogen atau
progestin pada ibu hamil di awal kehamilan, paparan estrogen
tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang menempel pada
buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi oleh ibu
hamil. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti
epilepsi seperti asam valporat juga diduga meningkatkan resiko

7
hipospadia tetapi untuk pil kontrasepsi yang mengandung hormon
estrogen dan progestin diketahui tidak menyebabkan hipospadia.
- Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-
cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF)
memiliki insiden yang tinggi pada hipospadia. Selain itu faktor ibu
yang hamil dengan usia terlalu muda atau terlalu tua juga sangat
berpengaruh, diketahui bayi yang lahir dari ibu yang berusia >35 tahun
beresiko mengalami hipospadia berat. Kelahiran prematur serta berat
bayi lahir rendah, bayi kembar juga sering dikaitkan dengan kejadian
hipospadia.
J. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Hipospadia
a) Pencegahan
Pencegahan hipospadia yang dapat dilakukan oleh ibu hamil untuk
dapat mengurangi risiko hipospadia pada janin dengan melakukan :
 Menghindari kebiasan merokok dan tidak mengonsumsi
alcohol
 Menghindari pekerjaan yang memiliki risiko terpapar pestisida
 Mengonsumsi suplemen asam folat sesuai anjuran dokter
kandungan
 Mempertahankan berat badan ideal selama kehamilan
 Rutin memeriksakan kehamilan di dokter kandungan.
b) Pengobatan
Jika posisi uretra sangat dekat dari posisi yang seharusnya dan
bentuk penis tidak melengkung, penanganan tidak perlu untuk
dilakukan. Namun jika letak uretra jauh dari posisi normal maka perlu
dilakukan pembedahan atau operasi. Terapi hipospadia hingga saat ini
adalah pembedahan. Waktu optimal untuk operasi hipospadia adalah
saat berusia 6-12 bulan. Hal ini terkait dengan psikologi anak dan
proses identifikasi sosial.

8
Teknik yang dipilih untuk perbaikan hipospadia tergantung pada
saat operasi. Manajemen operasi pada kelainan hipospadia bertujuan
untuk :
a. Merekonstruksi penis menjadi terlihat normal beik penampakan
mapupun fungsinya terutama saat ereksi yaitu tegak lurus kembali
sehingga dapat digunakan untuk berhubungan seksual pada saat
dewasa nanti.
b. Reposisi muara uretra ke ujung penis agar memungkinkan pasien
berkemih secara normal dan sambil berdiri
c. Adanya neourethra yang adekuat dan lurus

9
BAB III
PENUTUP
K. Kesimpulan
Hipospadia merupakan penyakit kelainan bawaan pada anak laki-
laki, posisi anatomi pembukaan saluran kemih di bagian ventral atau
bagian anterior penis. Bentuk penis biasanya melengkung dan ukurannya
lebih pendek daripada laik-laki normal. Hipospadia adalah salah satu
kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada laki laki. Prevalensi
hipospadia di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun diduga
kejadiannya merata. Etiologi hipospadia belum diketahui secara jelas
namun diduga bersifat multifaktorial. Faktor genetik diduga poligenik dan
kejadiannya lebih banyak diamati pada laki-laki dengan riwayat keluarga
hipospadia.
Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kelainan.
Secara umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun
cenderung berkaitan dengan masalah kosmetik karena letak muara uretra
pada bagian ventral penis. Faktor risiko hipospadia terdiri dari faktor
hormonal, faktor embrional dan genetik, dan faktor lingkungan.
Pencegahan hipospadia yang dapat dilakukan oleh ibu hamil untuk dapat
mengurangi risiko hipospadia pada janin dengan menjaga kesehtana janini
dan sering memeriksakan kehamilannya. Jika posisi uretra sangat dekat
dari posisi yang seharusnya dan bentuk penis tidak melengkung,
penanganan tidak perlu untuk dilakukan. Namun jika letak uretra jauh dari
posisi normal maka perlu dilakukan pembedahan atau operasi.
L. Saran
Masyarakat dan klinisi perlu untuk memahami ciri-ciri penyakit
hipospadia secara dini sehingga kedepannya diharapkan dapat melakukan
diagnosis dan terapi hipospadia menjadi lebih cepat dan tepat tertangani.

10
DAFTAR PUSTAKA
Annida, S., Nadya, M., Setiawan, G., & Wahyudo, R. (2018). Paparan Pestisida
dan Kemungkinan Dampaknya pada Kejadian Hipospadia. Jurnal
Medula, 7(5), 199-204.
Elfiah, U. Rekonstruksi Kelainan Kongenital: HIPOSPADIA.
Maabuat, P. V., & deQueljoe, E. (2021). Pengenalan Gangguan Reproduksi Anak
Pria Pra-Pubertas di Kelurahan Meras Kecamatan Bunaken, Kota
Manado. The Studies of Social Sciences, 3(2), 22-29.
Martiwi, T. N. Analisis biopsikososial spiritual seorang anak hipospadia dan
Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD) di Yayasan Sayap Ibu
(YSI) Bintaro (Bachelor's thesis, Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah).
Nur Khasanah, A. (2022). Asuhan Keperawatan An. R Dengan Hipospadia Post
Operasi Uretroplasty Di Ruang Cendana 4 Rsup Dr. Sardjito
Yogyakarta (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Noegroho, B. S. (2018). Karakteristik Pasien Hipospadia di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung Tahun 2015-2018. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 2(5), 355-358.
Suhaid, D. N., dkk. 2021. Kesehatan Reproduksi. Sukoharjo: Pradina Pustaka.
Tangkudung, F. J., Patria, S. Y., & Arguni, E. (2016). Faktor Risiko Hipospadia
pada Anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Sari Pediatri, 17(5), 396-
400.
YURI, P. (2021). Ekspresi Kolagen Tipe 1, Elastin, Fiblirin-1 Dan Fibronektin
Untuk Menilai Abnormalitas Tunika Dartos Pada Pasien Hipospadia
Dengan Chordee (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Anda mungkin juga menyukai