Anda di halaman 1dari 5

a.

Down syndrome / trisomi 21


Down syndrome adalah kondisi yang menyebabkan anak dilahirkan dengan kromosom yang
berlebih atau kromosom ke-21.
3 tipe down syndrome:
 Translocation. Tipe ini terjadi sekitar 4 pengidap down syndrome. Translocation merupakan
tipe yang jarang terjadi yang mungkin diturunkan dari orang tua pada anak-anak.
 Mosaicism. Tipe yang paling jarang terjadi ini mempunyai kondisi yang lebih ringan dengan
mengalami hambatan pertumbuhan yang sedikit.
 Trisomy 21. Tipe down syndrome trisomy 21 ini paling sering terjadi dan dialami lebih dari
90 persen orang pengidap down syndrome.
Faktor Risiko
 Mempunyai adik atau kakak dengan down syndrome.
 Wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun.
 Jika mempunyai bayi dengan down syndrome.
 Usia ibu saat mengandung merupakan faktor yang bisa meningkatkan risiko mempunyai bayi
dengan down syndrome.
 Wanita yang mempunyai anak dengan down syndrome bisa berisiko melahirkan bayi dengan
kondisi tersebut pada kehamilan berikutnya.
 Faktor down syndrome lainnya adalah faktor keturunan.
Tanda dan Gejala
 Telapak tangan yang hanya memiliki satu lipatan.
 Mata miring ke atas dan ke luar.
 Berat dan panjang saat lahir dibawah berat pada umumnya.
 Mulut kecil.
 Bagian hidung kecil dan tulang hidung rata.
 Tangan lebar dengan ukuran jari yang pendek.
 Bertubuh pendek.
 Mempunyai kepala kecil.
 Lidah menonjol keluar.
 Terdapat jarak yang luas antara jari kaki pertama dan kedua.
Pemeriksaan
Trimester pertama:
 Pemeriksaan darah: Dokter akan memeriksa tingkat protein PAPP-A dan hormon
hCG di dalam darah.
 Ultrasound: Dokter akan melihat bentuk bayi dari gambar dan menilai lipatan jaringan
pada bagian belakang leher. Bayi dengan kelainan ini cenderung memiliki cairan
berlebih di bagian tersebut.
Trimester kedua:
 Tes darah: Hal ini untuk memeriksa protein AFP dan hormon estriol dalam darah.
 Ultrasound: Saat bayi lebih berkembang, pemeriksaan ini dapat memperlihatkan lebih
jelas ciri fisik sindrom Down.
 Pemeriksaan lainnya juga bisa dilakukan untuk memeriksa sampel DNA terkait
kromosom 21 tambahan sebelum dilahirkan, yaitu:
Chorionic villus sampling (CVS): Hal ini berguna untuk mengambil sel dari plasenta.

 Amniosentesis: Cairan diambil dari kantung ketuban yang mengelilingi bayi.


 Percutaneous umbilical blood sampling: Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan
darah yang dikeluarkan dari tali pusar.
Saat bayi dilahirkan, dokter mungkin mencurigai jika alami sindrom Down berdasarkan
penampilannya. Hal ini dapat dikonfirmasi melalui tes darah, atau tes kariotipe, yang berkaitan
dengan kromosom. Cara ini dapat memperlihatkan ada atau tidaknya kromosom-21 tambahan.
Komplikasi
 Gangguan pada jantung.
 Masalah pada pendengaran dan penglihatan.
 Gangguan gastrointestinal.
 Obesitas.
 Masalah pernapasan.
 Tiroid yang kurang aktif.
 Alami kejang.
 Leukemia sejak dini.
 Demensia sejak dini.

b. Autosomal dominant disease : Achondroplasia


Masalah pada pertumbuhan tulang yang ditandai dengan tubuh tidak proporsional dan
kerdil/ dwarfisme. Tinggi tubuh pengidap achondroplasia untuk laki-laki dewasa rata-rata
sekitar 131 sentimeter. Untuk wanita dewasa rata-rata tinggi tubuhnya adalah 124 sentimeter.

Penyebab
mutasi genetik FGFR3, bagian gen yang bertugas untuk menghasilkan protein yang disebut
Fibroblast Growth Factor Receptor 3. Jenis protein tersebut memiliki peran yang sangat penting
dengan proses osifikasi atau proses berubahnya tulang rawan menjadi tulang keras.
1. Mutasi yang Terjadi Secara Spontan
Sekitar 80 persen kasus achondroplasia terjadi karena mutasi genetik yang ternyata
tidak diturunkan atau diwariskan oleh orangtua.
2. Mutasi yang Diwariskan
Sekitar 20 persen kasus achondroplasia terjadi karena diwariskan dari salah satu atau
kedua orangtua.
Gejala
 Ukurang tungkai, jari, dan lengan yang terlihat pendek.
 Ukuran kepala terlihat lebih besar dengan dahi yang tampak menonjol.
 Setelah tumbuh gigi, akan terlihat gigi berdempetan dan letaknya tidak sejajar.
 Mengalami masalah pada bentuk tulang belakang, misalnya lordosis atau kifosis.
 Kanal pada tulang belakang sempit.
 Telapak kaki lebar dan pendek.
 Tungkai yang berbentuk seperti huruf O.
 Kekuatan otot lemah.
Diagnosis
1. Selama Kehamilan
 USG
Pemeriksaan tersebut dilakukan guna mengetahui kondisi kesehatan dan perkembangan
janin dalam rahim sekaligus mengetahui ada atau tidaknya gejala achondroplasia lebih
dini, seperti pada ukuran kepala yang lebih besar.
 Deteksi mutasi gen FGFR3
Deteksi terjadinya mutasi gen ketika masih berada di dalam kandungan bisa dilakukan
dengan pengambilan sampel air ketuban ibu atau jaringan ari-ari atau plasenta yang
dinamakan chorionic villus sampling. Meski begitu, prosedur ini bisa meningkatkan
risiko terjadinya keguguran, jadi sebaiknya diskusikan dengan dokter.
2. Setelah Kelahiran
pemeriksaan lanjutan, salah satunya adalah tes DNA. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan pengambilan sampel DNA dari darah, lalu akan dilakukan pengamatan di
laboratorium. Sampel DNA ini dipakai untuk mendeteksi ada atau tidaknya kelainan
gen FGFR3.
Komplikasi
 Kelebihan berat badan atau obesitas.
 Infeksi telinga yang terjadi berulang karena terjadi penyempitan saluran pada telinga.
 Keterbatasan gerak karena kelainan tungkai dan lengan.
 Mengidap stenosis spinal, penyempitan pada kanal tulang belakang yang
mengakibatkan saraf yang berada di sumsum tulang belakang mengalami tekanan.
 Hidrosefalus, penumpukan cairan pada ventrikel dalam otak.
 Sleep apnea, henti napas ketika sedang tidur.

c. Autosomal resesif disease : Thalassemia


Kelainan darah yang menyebabkan tubuh kekurangan hemoglobin. disebabkan oleh mutasi
pada DNA sel yang membuat hemoglobin. Molekul hemoglobin terbuat dari rantai alfa dan
beta. Ketika terjadi mutasi, produksi rantai kedua rantai ini berkurang, sehingga menghasilkan
thalassemia alfa atau beta.
Pada alpha-thalassemia, tingkat keparahannya tergantung pada jumlah mutasi gen yang
diwarisi orang tua. Semakin banyak gen yang bermutasi, semakin parah kondisinya. Sedangkan
tingkat keparahan beta-thalassemia, tergantung pada bagian mana dari molekul hemoglobin
yang terpengaruh.

a.Alfa-Thalassemia
Ada empat gen yang terlibat dalam terbentuknya rantai ini. Jika pengidapnya mendapatkan
dua dari masing-masing orang tuanya, kemungkinan akan mewarisi:
 Jika mewarisi satu gen yang bermutasi, pengidapnya hanya menjadi pembawa dan
tidak akan memiliki tanda atau gejala.
 Pengidpa yang memiliki dua gen yang bermutasi biasanya mengalami gejala ringan.
 Bila ada tiga gen yang bermutasi, gejalanya mencakup sedang hingga parah.
 Mewarisi empat gen yang bermutasi adalah hal yang jarang terjadi. Pasalnya, keadaan
ini dapat mengakibatkan lahir mati.
b. Beta-Thalassemia
Terdapat dua gen yang terlibat dalam pembentukan rantai beta hemoglobin. Pengidapnya
mendapatkan satu dari masing-masing orang tua. Kondisi yang dapat diwariskan, yaitu:
 Saat mewarisi satu gen yang bermutasi, pengidapnya akan memiliki tanda dan gejala
ringan. Kondisi ini disebut thalassemia minor atau beta-thalassemia.
 Jika ada dua gen yang bermutasi, tanda dan gejalanya bisa sedang hingga parah.
Kondisi ini disebut thalassemia mayor atau anemia Cooley.
 Bayi dengan dua gen beta hemoglobin biasanya terlihat sehat saat dilahirkan. Tanda
dan gejala kemudian muncul perlahan dalam dua tahun pertama kehidupan.
Gejala
 Kelelahan
 Kelemahan
 Kulit pucat atau kekuningan
 Deformitas tulang wajah
 Pertumbuhan lambat
 Pembengkakan perut
 Urin gelap
Diagnosis
Tes darah dapat mengungkapkan jumlah hemoglobin dan kelainan ukuran, bentuk atau warna
sel darah merah ini. Prosedur ini juga bisa menganalisis DNA untuk mencari mutasi gen.
Pengujian dapat dilakukan sebelum bayi lahir. Tes yang digunakan untuk mendiagnosis
thalassemia pada janin meliputi:
 Chorionic villus sampling. Tes yang dilakukan dengan mengambil sampel jaringan
plasenta untuk dianalisis. Pemeriksaan ini bisa dilakukan saat kehamilan memasuki
minggu ke-11.
 Amniocentesis. Tes ini dilakukan dengan cara mengambil sampel air ketuban dan
dilakukan saat kehamilan sudah memasuki minggu ke-16.
Komplikasi
 Transfusi darah. Perawatan ini dapat dilakukan setiap beberapa minggu. Seiring waktu,
transfusi darah menyebabkan penumpukan zat besi dalam darah sehingga berisiko
merusak jantung, hati, dan organ lainnya.
 Terapi khelasi. Ini adalah perawatan untuk menghilangkan kelebihan zat besi dari darah
akibat transfusi. Terapi khelasi penting dilakukan mengingat sering melakukan
transfusi berisiko menyebabkan komplikasi.
 Transplantasi sel induk. Juga disebut transplantasi sumsum tulang. Perawatan ini lebih
ditujukan untuk pengidap talasemia berat. Prosedur ini melibatkan penerimaan infus sel
punca dari donor yang kompatibel, biasanya saudara kandung.
Pengobatan
 Pasangan yang ingin merencanakan kehamilan perlu menjalani tes darah untuk melihat
nilai hemoglobin dan melihat profil sel darah merah di dalam tubuh mereka.
 Melakukan skrining thalassemia.
 Konsultasi genetik.
 Pemeriksaan prenatal.

d. X-linked resesif : Hemofilia


Hemofilia adalah gangguan pada sistem pembekuaan darah yang langka. Kondisi ini terjadi
ketika tubuh kekurangan protein tertentu yang dibutuhkan dalam proses pembekuaan darah.
Sehingga dibutuhkan lebih banyak waktu bagi darah untuk membeku pada pengidap hemofilia,
dibandingkan dengan orang normal.

Jenis
 Hemofilia tipe A. Penyakit ini disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan darah
VIII.
 Hemofilia tipe B. Disebabkan karena kekurangan atau penurunan produksi faktor
pembekuan IX.
Penyebab
Penyebab utama hemofilia merupakan masalah pada gen, alias mutasi genetik yang
membuat tubuh tak cukup memiliki faktor pembekuan tertentu. Untaian DNA atau sebutan
lainnya adalah kromosom merupakan suatu rangkaian instruksi lengkap yang mengendalikan
produksi berbagai faktor.
Peran kromosom dalam tubuh bukan cuma menentukan jenis kelamni pada bayi saja,
tapi kromosom juga berperan dalam mengatur kinerja sel-sel tubuh. Setiap manusia memiliki
sepasang kromosom seks. Pada wanita XX, sedangkan pria XY.
Hal yang perlu diingat adalah hemofilia merupakan penyakit keturunan yang diwarisi
lewat mutasi pada kromosom X. Oleh sebab itu pria cenderung menjadi pengidap, sementara
wanita cenderung menjadi pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut
Faktor Risko
Kelainan genetic yg diwariskan keluarga
Gejala
 Kulit yang mudah memar.
 Perdarahan di area sekitar sendi.
 Kesemutan.
 Rasa serta rasa nyeri ringan pada siku, lutut, dan pergelangan kaki.
Pengobatan
 Pendarahan internal. Pendarahan ini dapat menekan saraf yang menyebabkan rasa mati
rasa atau nyeri.
 Kerusakan sendi. Jika pendarahan parah, kelebihan darah internal dapat menyebabkan
tekanan ekstra pada sendi yang menyebabkan radang sendi atau kerusakan sendi.
 Infeksi. Ada risiko infeksi karena transfusi darah berulang dan produk darah yang
terkontaminasi.
Pencegahan
Jika ada riwayat keluarga dapat melakukan pemeriksaan kesehatan pada bayi saat lahir atau
bahkan sebelum lahir, dalam tiga bulan pertama kehamilan (dengan chorionic villous sampling
atau amniosentesis).
 Hindari penggunaan obat antiinflamasi non-steroid.
 Rawat persendian dengan berolahraga untuk mengurangi beban kerja pada persendian.
 Bepergian dengan hati-hati.
 Menjalani vaksinasi hepatitis A dan B.
 Segera atasi perdarahan jika terjadi.
 Menjalani tes rutin untuk infeksi, terutama infeksi yang ditularkan melalui darah,
setidaknya setiap tahun.

Anda mungkin juga menyukai