Anda di halaman 1dari 13

Sickle cell anemia (anemia sel sabit)

• Merupakan penyakit autosomal resesif (AR), disebabkan mutasi genetik


pada rantai β hemoglobin.
• Hemoglobin (Hb S) membentuk polimer yang ketika dideoksigenasi
menyebabkan sel-sel kehilangan bentuk bikonkaf menjadi tampak
seperti sel "sabit".
• Akibatnya, pasien mengalami anemia hemolitik, harapan hidup yang
pendek, dan nyeri yang sering timbul akibat vaso-oklusi pembuluh
darah kecil akibat kerusakan bentuk eritrosit.
• Penyakit ini lebih umum di antara orang Afrika-Amerika, sehingga
semua orang keturunan Afrika harus diskrining selama kehamilan.
• Pemeriksaan ibu biasanya dilakukan dengan elektroforesis hemoglobin
untuk membedakan Hb S dari Hb A.
• Jika pasien positif, maka pasangannya juga bisa diskrining. Jika
pasangannya juga positif, maka kemungkinan besar janin terkena 25%,
dan dapat memilih untuk menjalani diagnosis janin invasif atau tidak.
Inkompatibilitas Rhesus
• Terjadi ketika ibu bergolongan rhesus negatif, sedangkan janin memiliki
golongan rhesus positif.

• Perbedaan golongan darah ini akibat ayah memiliki golongan darah rhesus
positif.
• Golongan darah rhesus tidak terlalu berpengaruh pada kondisi kesehatan
seseorang sehari-hari, namun akan berpengaruh pada saat kehamilan.
• Untuk mengetahui golongan darah rhesus, calon ibu hamil dan pasangan dapat
melakukan tes golongan darah.
Inkompatibilitas Rhesus
• Ibu hamil dengan kondisi tersebut baru
membentuk antibodi terhadap rhesus setelah
kehamilan pertama.
• Inilah sebabnya kasus inkompatibilitas rhesus
tidak terjadi pada kehamilan pertama.
• Sedangkan pada kehamilan kedua dan
seterusnya, antibodi yang sudah terbentuk
dalam tubuh ibu akan menyerang darah bayi
dengan golongan rhesus positif, sehingga
menyebabkan sel-sel darah bayi hancur.

• Namun jika ibu rhesus negatif pernah terpapar golongan darah rhesus positif, misalnya
lewat transfusi darah, inkompatibilas rhesus dapat saja terjadi sejak kehamilan pertama,
karena sudah terbentuk antibodi sebelumnya.
Inkompatibilitas
Rhesus

Gejala pada janin/bayi baru lahir


• Gejala utama dari inkompatibilitas rhesus pada bayi
adalah penyakit kuning.
• Kulit dan mata bayi akan tampak kekuningan akibat
penumpukan bilirubin di dalam tubuhnya
(hiperbilirubinemia). Bilirubin merupakan zat yang
dihasilkan saat sel darah merah dihancurkan.
• Kondisi berat  hydrops fetalis (Erythroblastosis
fetalis)
• Hidrops fetalis adalah: akumulasi cairan di ruang
ekstraseluler setidaknya di dua kompartemen tubuh
(misal: torak, abdomen)
Inkompatibilitas
Rhesus
Fokus skrining dan pengobatan
• Bila ibu diketahui rhesus negatif dan ayah rhesus positif, lakukan skrining
antibodi ibu, bila antibodi ibu belum terbentuk, maka fokus pengobatan dan
pencegahan inkompatibilitas rhesus adalah mengurangi efek penyakit
tersebut kepada bayi.
• Untuk mencegah inkompatibilitas rhesus, pada ibu dapat diberikan anti-D
immunoglobulin (Rh IgG) / RhoGAM
• Pemberian RhoGAM pada kehamilan pertama akan membantu mencegah
sistem imun ibu untuk membentuk antibodi terhadap rhesus.
• Pemberian RhoGAM dilakukan pada :
• Setelah minggu ke 28 pada kehamilan pertama.
• Pada jam ke-72 setelah persalinan bayi dengan rhesus positif.
DOWN SYNDROME
• Sindrom Down adalah kelainan genetik yang
menyebabkan penderitanya memiliki tingkat
kecerdasan yang rendah, dan kelainan fisik yang khas.
• Sebagian penderita dapat mengalami kelainan yang
ringan, tetapi sebagian lainnya dapat mengalami
gangguan yang berat hingga menimbulkan penyakit
jantung.
• Penderita Down syndrome memiliki kelainan fisik khas,
yang kadang bisa dideteksi sebelum lahir, antara lain:
• Ukuran kepala lebih besar.
• Bagian belakang kepala datar.
• Sudut mata luar naik ke atas.
• Bentuk telinga kecil atau tidak normal.
• Mulut cenderung terbuka dengan lidah sedikit menjulur.
DOWN SYNDROME
DOWN SYNDROME
• Penyebab Down Syndrome
• Down syndrome terjadi ketika ada satu salinan ekstra dari kromosom
nomor 21 (Trisomi 21). Kromosom atau struktur pembentuk gen
normalnya berpasangan, dan diturunkan dari masing-masing orang
tua.
• Trisomi 21 juga meningkatkan risiko terjadinya abortus dan lahir mati.

• Faktor risiko terjadinya Trisomi 21 antara lain usia tua saat hamil, atau
terdapat penderita Down syndrome lain dalam keluarga.
SKRINING DOWN SYNDROME
• Skrining  pemeriksaan laboratorium darah dan USG
pada trimester satu.
• Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan air
ketuban dan plasenta, guna memastikan apakah
terdapat kelainan gen.
• Melalui pemeriksaan USG, dokter kandungan menilai
ketebalan cairan tulang belakang janin (nuchal
translucency/NT).

Pemeriksaan darah
• Kadar protein PAPP-A (pregnancy-associated plasma protein-A) dan hormon HCG (human chorionic
gonadotropin) pada trimester 1.
• Pada trimester 2, dilakukan pemeriksaan MSAFP (maternal serum alpha-fetoprotein), estriol, HCG, dan
hormon inhibin A (quad screen)
• Seluruh pemeriksaan tersebut menjadi dasar bagi dokter, untuk menentukan apakah perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan yang lebih berisiko, yaitu pengambilan sampel air ketuban atau plasenta.
SKRINING DOWN SYNDROME
Pemeriksaan cairan ketuban
• Tes air ketuban atau amniocentesis dilakukan untuk
mengetahui apakah janin menderita kelainan genetik.
Amniocentesis dilakukan pada trimester kedua, saat kehamilan
memasuki usia 15 minggu.

Pemeriksaan plasenta
• Kelainan genetik juga dapat diketahui melalui pengambil
sampel jaringan plasenta. Pemeriksaan ini disebut chorionic
villus sampling (CVS).
• CVS dilakukan oleh dokter kandungan saat kehamilan
memasuki usia 10-13 minggu.
• Untuk mendeteksi kemungkinan memiliki anak yang
menderita Down syndrome, pasangan disarankan melakukan
konseling genetik sebelum merencanakan kehamilan, terutama
jika memiliki anggota keluarga yang menderita kelainan ini.
THALASEMIA
• Thalasemia adalah anemia hemolitik herediter (diturunkan) yang terjadi karena adanya
mutasi genetik, yang berakibat reduksi rantai α atau β yang membentuk Hemoglobin.
• Memengaruhi kemampuan tubuh untuk membuat hemoglobin yang sehat, yakni protein
kaya zat besi yang ditemukan dalam sel darah merah.

• Terjadi kerusakan sel darah merah yang cepat


(penghancuran sel darah merah prematur di sumsum
tulang, hati, dan limpa).
• Berdasarkan kerusakan rantai genetik: α-thalasemia dan
β-thalasemia
• Berdasarkan tingkat ringan-berat penyakit: thalasemia
mayor dan minor
• Skrining: CBC (complete blood count) dan Hb
elektroforesis
Group B Streptococcus (GBS)

• GBS adalah bakteri Streptococcus agalactiae β-hemolitik gram positif yang menyebabkan ISK,
korioamnionitis, dan endomiometritis selama kehamilan.

• Juga merupakan patogen utama penyebab sepsis


neonatal yang berat.
• Meskipun sepsis neonatal onset dini terjadi pada 2
sampai 3 per 1.000 kelahiran hidup, angka kematian
akibat sepsis GBS berkisar dari 2% sampai 50%,
tergantung usia kehamilan pada saat persalinan.
• Satu studi baru-baru ini menunjukkan angka
kematian keseluruhan sebesar 4%, 2% pada bayi
cukup bulan dan 16% pada bayi prematur.
Group B Streptococcus (GBS)

• GBS adalah organisme komensal yang berada di saluran gastrointestinal (GIT)


dan genitourinari (GUT).
• Berbagai penelitian telah menunjukkan berbagai kolonisasi asimtomatik pada
wanita hamil, dari 10% hingga 35%.

• Untuk melindungi bayi dari infeksi GBS,


program skrining luas telah dilaksanakan
dengan menggunakan kultur rektovaginal
pada usia kehamilan 35-37 minggu.
• Bila hasil positif  antibiotik

Anda mungkin juga menyukai