Anda di halaman 1dari 10

Nama : Fadila Turahmah

Nim : 2207160
Mata kuliah : Asuhan kebidanan pranikah dan prakonsepsi
Dosen pembimbing : Silvie permata sari M.Keb

PEMERIKSAAN PADA SKRINING PRANIKAH


1. Pemeriksaan fisik dan cek laboratorium
Serangkaian pemeriksaan akan dijalani oleh calon suami dan istri. Menurut Direktorat
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Indonesia,
berikut beberapa jenis tes kesehatan untuk menikah yang dianjurkan:
1. Tes darah
Kedua pihak akan menjalani pemeriksaan darah sebagai salah satu tes kesehatan pra
nikah. Tes darah ini meliputi pengecekan trombosit, leukosit, Hb, eritrosit, dan
hematokrit, serta laju endap darah.
Untuk perempuan, pemeriksaan tingkat Hb bertujuan mengetahui ada tidaknya risiko
thalasemia yang akan menurun pada anak di kemudian hari. Thalasemia adalah kelainan
darah yang diturunkan dari orang tua, ditandai dengan terbentuknya hemoglobin yang
abnormal.
2. Tes golongan darah dan rhesus
Tes golongan darah dan rhesus dilakukan untuk mengetahui kecocokan rhesus
antarpasangan. Pemeriksaan ini juga bertujuan mencari tahu efek yang dapat muncul
terhadap ibu dan anak.
Saat pria dengan rhesus positif menikah dengan wanita yang memiliki rhesus negatif,
akan ada risiko munculnya ketidaksesuaian pada keturunan. Hal yang mungkin terjadi
adalah kondisi cacat pada anak di kemudian hari. Kondisi ini disebut inkompatibilitas
rhesus.
Inkompatibilitas rhesus dapat berdampak fatal pada kesehatan janin. Contohnya, bayi
terlahir dalam kondisi otot lemah, mengalami gangguan pernapasan, dan terkena penyakit
kuning.
3. Tes gula darah
Tes gula darah berguna untuk mengantisipasi komplikasi kadar gula tinggi yang mungkin
ditimbulkan, khususnya ketika nanti sang wanita hamil. Karena itulah, pemeriksaan ini
termasuk dalam daftar tes kesehatan pra nikah.
Selain itu, mengetahui kadar gula darah akan membantu dalam mengendalikannya supaya
tidak melewati batas normal. Pasalnya, kadar gula darah yang berlebih dapat
meningkatkan risiko penyakit diabetes.
4. Tes urine
Tes urine dilakukan dengan memeriksa warna, bau, jumlah, serta kandungan kimia dalam
urine yang Anda keluarkan. Pemeriksaan ini bertujuan mengetahui apakah Anda dan
pasangan menderita penyakit sistemik atau metabolisme tertentu.
5. Tes HIV/AIDS
Tes HIV/AIDS merupakan salah satu pemeriksaan yang wajib dilakukan sebelum Anda
dan pasangan menikah. Pemeriksaan ini menggunakan sampel darah dan bertujuan
mendeteksi ada tidaknya infeksi HIV atau AIDS dalam tubuh calon pengantin. Dengan
begitu, pengendalian sekaligus penularannya dapat dilakukan sedini mungkin.
6. Tes hepatitis B
Pemeriksaan hepatitis B bertujuan menghindari penularan penyakit hati ini pada pasangan
melalui hubungan badan. Hepatitis B sendiri tergolong penyakit berbahaya yang dapat
meningkatkan risiko cacat fisik pada bayi. Tak hanya itu, penyakit ini berpotensi
menambah risiko kematian pada bayi baru lahir.
7. Tes TORCH
Tes TORCH dilakukan untuk menghindari kelahiran prematur dan keguguran. TORCH
adalah singkatan dari toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex.
Pemeriksaan serologi ini sangat bermanfaat, terutama untuk mengetahui risiko kehamilan
yang bermasalah. Misalnya, sindrom rubella kongenital, kelahiran prematur, cacat
kongenital, infeksi pasca-persalinan, gangguan sistem imun, dan lain-lain. 
Apabila Anda atau pasangan mengalami masalah sistem imun, kemungkinan mengidap
HIV, atau memiliki riwayat rubella, penggunaan narkoba suntik, serta gonta-ganti
pasangan seksual, tes TORCH wajib dijalani.
2. Pemeriksaan herediter/ yang diturunkan dari otang tua
a. Talasemia
Thalassemia adalah penyakit keturunan yang membuat kemampuan tubuh dalam
memproduksi hemoglobin darah menjadi sangat terbatas. Akibatnya, aliran oksigen
ke seluruh tubuh jadi terhambat.  Anak-anak yang terlahir dari orang tua pengidap
talasemia, memiliki kemungkinan 25 persen mewarisi gen talasemia sehingga bisa
mengalami penyakit serupa. Risiko ini makin besar pada orang keturunan Asia
Tenggara, India, Cina, Timur Tengah, Mediterania, dan Afrika Utara.

b. Hemofilia  
Hemofilia adalah penyakit keturunan yang mengganggu proses pembekuan darah.
Gejala utama hemofilia adalah perdarahan yang berlangsung lebih lama. Penyakit ini lebih
sering terjadi pada pria. Hemofilia terjadi ketika darah kekurangan protein pembentuk
faktor pembekuan. Akibatnya, darah penderita hemofilia sukar membeku. Pada
pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa memar dan tanda perdarahan di bagian
tubuh lain, seperti gusi dan sendi.

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang,


seperti:

 Tes darah

Tes darah bertujuan untuk mengetahui jumlah sel darah secara lengkap. Meski
tidak memengaruhi sel darah merah secara langsung, perdarahan akibat hemofilia
bisa menyebabkan seseorang mengalami kekurangan sel darah merah dan
hemoglobin (anemia).

Tes darah juga dilakukan untuk mendeteksi fungsi dan kerja faktor pembekuan
darah melalui pemeriksaan PT (prothrombin time), APTT (activated partial
thromboplastin time), dan fibrinogen. Pemeriksaan ini juga bisa menentukan
tingkat keparahan hemofilia, dengan mengukur jumlah faktor VII dan IX.

 Tes genetik

Tes genetik dilakukan untuk mendeteksi kelainan genetik yang menyebabkan


hemofilia, terutama pada orang yang keluarganya memiliki riwayat hemofilia.
Tes ini juga dapat mengetahui apakah seseorang merupakan pembawa (carrier)
hemofilia.

Bagi ibu hamil yang memiliki riwayat hemofilia dalam keluarga, dianjurkan
untuk melakukan tes genetik pada masa kehamilan. Tes genetik pada ibu hamil
dapat mengetahui risiko janin menderita hemofilia. Pemeriksaan yang bisa
dilakukan selama kehamilan meliputi:

 Chronionic villus sampling (CVS), yaitu pengambilan sampel dari


plasenta untuk melihat apakah janin mengalami hemofilia. Tes ini
dilakukan pada minggu ke-11 sampai ke-14 masa kehamilan.
 Amniocentesis, yaitu tes untuk memeriksa sampel cairan ketuban. Tes
ini dilakukan pada minggu ke-15 sampai ke-20 masa kehamilan.

c. Sickle cell disease


 Darah Lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap pasien anemia sel sabit dapat ditemukan
penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit, serta peningkatan leukosit dan
trombosit. Hitung retikulosit umumnya meningkat, namun bisa bervariasi
tergantung pada keparahan hemolisis. Apusan darah tepi akan menunjukkan sel
target, pemanjangan sel, dan eritrosit sel sabit. Adanya sel darah merah
dengan Howel Jolly bodies menandakan pasien asplenik.

 Rontgen
Rontgen ekstremitas berguna untuk mengevaluasi infark subakut dan
kronik, serta untuk mengevaluasi jumlah dan keparahan osteonekrosis yang
terjadi sebelumnya. Rontgen juga bisa mengevaluasi deformitas dan komplikasi
lain terkait infark tulang. Pada tahap awal daktilitis, rontgen bisa menunjukkan
edema jaringan lunak. Pembentukan tulang baru periosteal bisa tampak 7-10 hari
kemudian. Selain itu, bisa juga terlihat adanya ekspansi medula, penipisan
korteks, resorpsi trabekular, dan lusensi fokal pada 2-3 minggu onset gejala.
 MRI
MRI adalah metode terbaik untuk mendeteksi tanda awal osteonekrosis
pada pasien. MRI juga bisa digunakan untuk mendeteksi adanya osteomyelitis.
Pada MRI bisa tampak hiperplasia sumsum tulang, traktus sinus, dan abses
periosteal.
 Pemeriksaan Lain
Skrining penyakit sel sabit sudah wajib dilakukan di Amerika Serikat.
Skrining dapat dilakukan dengan mengambil sampel villus chorionic pada usia
kehamilan 8-12 minggu untuk menganalisis DNA. Selain itu, DNA dari sel cairan
amnion bisa diambil pada usia kehamilan 16 minggu. Anak dengan penyakit sel
sabit juga sering kali memiliki gangguan fungsi pernapasan. Tes fungsi
pernapasan sebaiknya dilakukan pada pasien dengan riwayat episode thoraks
rekuren atau saturasi oksigen yang rendah. Karena fungsi paru akan menurun
seiring usia, penting untuk menentukan pasien mana yang memerlukan
pengawasan ketat dan mana yang tidak

3. Pemeriksaan penyakit menular

Berikut ini adalah sejumlah pemeriksaan yang umum dilakukan pda penyakit
menular:
1. pemeriksaan untuk klamidia dan gonore
Pemeriksaan klamidia dan gonore dilakukan melalui tes urine atau tes usab (swab
test) pada penis atau pada rahim. Sampel dari tes ini kemudian akan dianalisis lebih
lanjut di laboratorium.
2. Skrining HIV, sipilis, dan hepatitis
Pemeriksaan sifilis dilakukan dengan uji darah atau tes usap dari sampel jaringan
genital Anda.Pemeriksaan HIV dan hepatitits hanya membutuhkan uji darah.

3. pemeriksaan untuk herpes genital


biasanya dokter bisa melakukan biopsi (sampel jaringan) dari kutil atau luka lecet
untuk memeriksa herpes. Sampel ini kemudian dianalisis lebih lanjut di laboratorium.
Ketika hasil tes skrining IMS negatif bukan berarti Anda tidak memiliki herpes. dokter
menyarankan Anda untuk melakukan uji darah. Hanya saja, hasil pemeriksaan tersebut
tidak bisa pasti karena tergantung dari tingkat sensitivitas tes dan stadium infeksi yang
Anda alami. Masih terdapat peluang kesalahan dalam hasil skrining infeksi menular
seksual untuk herpes.
4. Skrining penyakit menular seksual HPV
biasanya HPV pada pria didiagnosis dari pemeriksaan visual oleh dokter atau
biopsi dari kutil genital. Sementara untuk wanita,pemeriksan yang perlu dilakukan
yakni:
 Pap test
Tes untuk memeriksa adanya pertumbuhan sel abnormal di dalam rahim, pap test
direkomendasikan dilakukan oleh wanita setiap tiga tahun sekali mulai usia 21-65
tahun.
 Tes HPV
Tes HPV biasanya dilakukan sebagai tindak lanjut bagi wanita usia 30 tahun ke
atas setelah melakukan pap test. Jadwal tes HPV dapat dilakukan setiap 5 tahun
sekali jika pap test sebelumnya tergolong normal. Wanita berusia 21-30 tahun
akan disarankan tes HPV bila menunjukkan hasil abnormal pada pap test terakhir.
HPV juga dikaitkan dengan kanker vulva, vagina, penis, anus, serta kanker mulut
dan tenggorokan.
5. Tes TORCH
TORCH adalah jenis penyakit yang ditimbulkan Toxoplasma, Rubella, dan
Herpes. Penularannya sendiri bisa datang dari konsumsi makanan mentah hingga
kontak dengan kotoran hewan peliharaan. Anda atau pasangan sebaiknya melakukan
tes ini untuk menghindari keguguran dan kelahiran prematur

4. Penyakit organ reproduksi dan kesuburan

a. Penyakit pada Sistem Reproduksi Wanita

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ luar dan dalam. Organ reproduksi
wanita bagian dalam meliputi vagina, rahim, saluran telur (tuba falopi), dan indung
telur (ovarium). Sementara organ reproduksi wanita bagian luar terdiri dari vulva,
kelenjar Bartholin, dan klitoris.

Beberapa penyakit pada sistem reproduksi wanita yang sering terjadi adalah:

 Endometriosis

Salah satu penyakit pada sistem reproduksi wanita yang sering kita dengar
adalah endometriosis. Penyakit ini terjadi ketika jaringan yang membentuk lapisan
dalam dinding rahim tumbuh di tempat lain di dalam tubuh.

Jaringan tersebut dapat tumbuh di ovarium, bagian belakang rahim, usus, atau
bahkan di kandung kemih. Jaringan yang salah tempat ini akan menyebabkan nyeri
haid yang hebat, perdarahan menstruasi yang deras, nyeri saat berhubungan
seksual, serta sulit hamil.

 Radang panggul

Penyakit kedua yang kerap terjadi pada sistem reproduksi wanita adalah radang
panggul. Penyakit ini diakibatkan oleh bakteri penyebab infeksi yang merambat
masuk ke dalam panggul melalui vagina atau leher rahim.

Salah satu penyebab radang panggul yang paling umum adalah penyakit menular
seksual, seperti klamidia dan gonore. Jika tidak diobati dengan baik, penyakit ini
bisa menyebabkan nyeri panggul jangka panjang, tersumbatnya saluran
telur, infertilitas, dan kehamilan ektopik.
 PCOS

PCOS atau sindrom ovarium polikistik adalah kondisi yang memengaruhi


kadar hormon wanita. Wanita yang menderita penyakit ini akan menghasilkan
hormon seks androgen dalam jumlah yang lebih banyak.

Akibatnya, penderita akan mengalami sulit hamil, serta menstruasi yang tidak
teratur atau bahkan tidak menstruasi sama sekali.

 Miom

Miom atau fibroid rahim adalah tumor jinak yang tumbuh di rahim. Tumor pada
miom terbentuk dari jaringan otot rahim. Penyakit pada sistem reproduksi wanita
ini sering menyerang wanita di usia produktif.

Gejalanya dapat berupa perdarahan dari vagina di luar masa haid, nyeri panggul,
kram atau nyeri pada perut, nyeri punggung, sering merasa ingin pipis, serta nyeri
saat berhubungan seksual.

 Kanker pada organ reproduksi wanita

Kanker pada organ reproduksi wanita dikenal dengan istilah kanker ginekologi.
Beberapa jenis kanker ginekologi adalah kanker rahim, kanker mulut
rahim, kanker ovarium, dan kanker vagina

b. Penyakit pada Sistem Reproduksi Pria

Pria juga memiliki sistem reproduksi yang berada di luar dan di dalam tubuh.
Organ reproduksi pria yang terletak di luar tubuh meliputi penis, skrotum (kantong
zakar), dan testis.

Sedangkan organ reproduksi pria yang berada di dalam tubuh adalah epididimis,
saluran vas deferens, saluran kemih, vesikula seminalis (kantung air mani), kelenjar
prostat, dan kelenjar bulbourethral.
Berikut ini adalah beberapa penyakit yang dapat menyerang sistem reproduksi pria:

 Epididimitis

Penyakit ini terjadi akibat adanya peradangan pada epididimis, yakni saluran di
dalam skrotum yang menempel pada testis. Saluran ini berperan untuk mengangkut
serta menyimpan sperma yang diproduksi oleh testis.

Epididimitis dapat menyebabkan buah zakar bengkak dan nyeri, air mani


mengandung darah, nyeri saat buang air kecil dan ejakulasi, serta gangguan
kesuburan.

 Orchitis

Penyakit ini merupakan salah satu penyakit pada sistem reproduksi pria yang
cukup sering terjadi. Orchitis adalah peradangan pada testis, yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Orchitis bisa menyerang salah satu
testis maupun keduanya sekaligus.

Sama seperti epididimitis, orchitis juga bisa menyebabkan buah zakar bengkak dan


nyeri. Bila tidak ditangani, penyakit ini bisa menyebabkan kemandulan dan
penurunan produksi hormon testosteron.

 Gangguan prostat

Prostat adalah kelenjar pada sistem reproduksi pria yang membungkus saluran
kemih atau uretra. Kelenjar ini memproduksi cairan mani yang berfungsi untuk
menyuburkan dan melindungi sperma.

Gangguan pada prostat dapat berupa peradangan prostat (prostatitis), pembesaran


prostat (BPH), atau kanker prostat.
 Hipogonadisme

Hipogonadisme pada pria terjadi ketika tubuh tidak menghasilkan hormon


testosteron yang cukup. Pada pria dewasa, kondisi ini dapat menyebabkan
penurunan libido, gangguan produksi sperma dan fungsi organ-organ reproduksi,
serta infertilitas.

 Masalah pada penis

Masalah pada penis tak jarang dikeluhkan oleh para pria. Beberapa penyakit yang
bisa menyerang organ reproduksi pria ini adalah disfungsi ereksi, kelainan bentuk
penis seperti hipospadia atau penis bengkok (penyakit Peyronie), dan kanker penis.

Selain beragam penyakit pada sistem reproduksi yang telah disebutkan di atas, pria
dan wanita juga bisa terkena penyakit menular seksual, seperti herpes genital,
HIV/AIDS, sifilis, dan gonorea. Penyakit ini ditularkan dari satu orang ke orang
lain melalui hubungan seksual.

Penyakit pada sistem reproduksi, baik pada pria maupun wanita, bisa
menyebabkan kemandulan. Oleh karena itu, Anda dianjurkan untuk selalu menjaga
kesehatan organ reproduksi dengan menjalani perilaku seks yang aman dan
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin ke dokter untuk mendeteksi penyakit-
penyakit tertentu.

Anda mungkin juga menyukai