Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI

Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus

Oleh : Lizatul Aini ( 1001047 ) Kelompok : 5

Tanggal Praktikum: 07-11-2013 Dosen : Dra. SYILFIA HASTI, M.Farm, Apt Asisten :

Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau 2013

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI


Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus

Oleh : Naila Husna( 1001060 ) Kelompok : 3

Tanggal Praktikum: 07-11-2013 Dosen : Silvia Hasti M.Farm,Apt Asisten :

Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau 2013

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. TUJUAN


Mengetahui cara pengerjaan pemeriksaan golongan darah Rhesus M e m a h a m i p r i n s i p p e n g g o l o n g a n d a r a h R h e s u s melalui analisa

II. TINJAUAN PUSTAKA


Golongan darah Rhesus Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak

perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh -antigen pada eritrositnya

sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen D,dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A atau B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D)walaupun golongan darah ABO nya sama.Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000,daya endap (sedimentation coefficient ) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis.Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit

janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonates adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin.

Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yangberperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk dengan

(1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal

faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda (1963) meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif. Setiap orang terlahir dengan golongan darah A, B, AB, atau O dan faktorRh positif (+) atau negatif (-). Faktor Rh ini menggambarkan partikel protein dalam sel darah seseorang. Mereka yang memiliki Rh ( -) berarti kekurangan protein dalam sel darah merahnya. Sebaliknya, jika Rh (+), berarti ia memiliki protein yang cukup. Orang asia dan afrika umumnya (sekitar 90%) memiliki Rh(+), sedangkan orang Eropa dan Amerika kebanyakan memiliki Rh (-).Masalah akan timbul jika ibu hamil memiliki Rh (-) sementara ayah Rh(+). Dalam kondisi seperti ini, si jabang bayi bisa saja memiliki darah dengan Rh(+) atau Rh (-). Namun, biasanya bayi akan mewarisi Rh (+) karena lebih bersifat dominan.Lantaran janin mewarisi Rh yang berbeda dengan Rh ibunya, akan terjadi ketidakcocokan Rh bayi dengan ibu atau yang lazim disebut erythoblastosisfoetalis.

Ketidakcocokan Rh Ketidakcocokan atau inkompatibilitas Rh ini bisa berakibat kematian pada janin dan keguguran berulang. Inilah alasan mengapa pemeriksaan faktor Rh ibu dan ayah perlu dilakukan sedini mungkin agar inkompatibilitas yang mungkin muncul bisa ditangani segera. Perbedaan Rh antara ibu dengan bayi membuat tubuh ibu memproduksi antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus menyerang calon bayi. Rh darah janin akan masuk melalui plasenta menuju aliran darah ibu. Melalui plasenta itu juga, antirhesusyang diproduksi ibu akan menyerang si calon bayi. Ant irhesuslalu akan menghancurkan sel-sel darah merah calon bayi. Kerusakan sel darah merah bisa memicu kerusakan otak, bayi kuning,g a g a l j a n t u n g ,

dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir.

Kasus kehamilan dengan kelainan Rh ini lebih banyak ditemui pada orang-orang asing atau mereka yang memiliki garis keturunan asing, seperti Eropa dan Arab.Sementara di Indonesia sendiri, walaupun tidak banyak, kasus seperti inikadang tetap ditemui.

Risiko Meningkat pada Kehamilan Kedua Pada kehamilan pertama,antirhesus kemungkinan hanya akan menyebabkan bayi terlahir kuning. Hal ini lantaran proses pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang menyebabkan warna kuning pada bayi.Tetapi pada kehamilan kedua, risikonya lebih fatal. Antirhesus ibu akansemakin tinggi pada kehamilan kedua. Akibatnya, daya rusak terhadap sel darah merah bayi pun semakin tinggi dan ancaman kematian janin kian tinggi. Saat plasenta lepas, pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan dinding rahim dengan plasenta juga putus. Akibatnya, sel-sel darah merah bayi dapat masuk ke dalam jumlah yang lebih besar. Selanjutnya, 48-72 jam setelah persalinan atau keguguran, tubuh ibu dirangsang lagi untk memproduksi zat antibodi/antirhesus lebih banyak lagi. Kelak saat ibu mengandung lagi, zat antibodi/antirhesus di tubuh ibu akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah janin.

Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi pada umumnya bila ada zat asing masuk dalam tubuh. Sekali ada makhluk asing yang sudah dikenali, maka antibodi akanmelindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkannya. Proses ini terjadi demi keselamatan ibu sendiri. Namun, kadar antibodi atau antirhesus pada setiap ibu tidak sama. Ada yang rendah, ad ayang tinggi. Yang gawat, bila antibody kadarnya tinggi. Dalam kondisi ini, janin harus dipantau dengan alat ultrasonografi. Dokter akan memanatu masalah pad apernapasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah. Kadangkadang lalu diputuskan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan di luar rahim. Mengenali rhesus khususnya rhesus negatif menjadi begitu penting karena di dunia ini hanya sedikit orang yang memiliki rhesus negatif. Persentase jumlah pemilik rhesus negatif berbedabeda antar kelompok ras. Pada ras bule (seperti warga Eropa, Amerika, dan Australia), jumlah pemilik rhesus negatif sekitar 15 18%. Sedangkan pada ras Asia, persentase pemilik rhesus negatif jauh lebih kecil. Menurut data Biro Pusat Statistik 2010, hanya kurang dari satu persen

penduduk Indonesia, atau sekitar 1,2 juta orang yang memiliki rhesus negatif. Karena persentasenya sangat kecil, jumlah pendonor pun amat langka, sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit.

Penanganan Kehamilan dengan Kelainan Rh Biasanya, langkah pertama yang dilakukan dokter adalah memastikan jenis Rh ibu dan melihat apakah antibodi telah tercipta.jika anti rhesus itu belum terbentuk, pada usia kehamilan 28 minggu dan 72 jam setelah persalinan, ibu akan diberi injeksi anti-D immunoglobulin (RhoGam).Sebaliknya,jika anti rhesus sudah tercipta, dokter akan melakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung. Diantaranya, monitoring secara reguler dengan

scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati yang merupakan gejala- gejala akibat rendahnya sel darah merah.

Tabel Fenotip dan Genotip Macam Rhesus Rhesus (+) Rhesus (-) Fenotip Rhesus Positif Rhesus Negatif Genotip Rh+Rh+ / Rh+RhRh-Rh-

III. BAHAN DAN ALAT


Alat Bahan Alkohol70% Kit golongan darah ABO (anti A,anti B , dan anti AB) Pipet tetes Tusuk gigi Lanset Kapas

Darah kapiler IV. CARA KERJA


1.Bersihkan jari manis bagian kiri dengan kapas yang telah dibasahi alcohol 2.Tusuk dengan lanset 1x tusukan, tetesan pertama dibuang dan tetesan selanjutnya diteteskan pada kertas golongan darah 3.Teteskan diatas tetesan darah pertama Kit anti A, tetesan darah kedua Kit anti B ,dan tetesan ketiga Kid anti AB. 4.Aduk dengan tusuk gigi dengan cara melingkar, amati aglutinasi yang terjadi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kelompok A 1 2 3 4 5 Jumlah % %= Pembahasaan Kegiatan pengujian golongan darah ini dilakukan untuk mengetahui cara menentukan golongan darah melalui perbedaan reaksi antara berbagai golongan darah kemudian menentukan golongan darah sistem Rhesus. Membran sel darah manusia mengandung bermacam-macam protein oligosakarida dan senyawa lainnya salah satunya antigen. Golongan darah sistem Rhesus yang akan diuji kali ini, didasari pada keberadaan antigen, yaitu antigen A dan antigen B antigen AB dan antigen D 1 2 1 _ 4 8 25,8% Golongan Darah B 3 1 3 2 2 11 35,48% AB 1 _ _ _ _ 1 3,22% O 2 3 2 3 1 11 35,48% + 7 6 6 5 7 31 100% Rhesus _ _ _ _ _ _ _ _

di membran sel darah merah. Darah yang diambil berasal dari kapiler pada bagian ujung jari

tangan.Sebelum darah diambil dengan menggunakan blood lancet, ujung jari tangan dibersihkan dengan alcohol 70% agar terhindar dari kuman-kuman yang dapat menyebabkan infeksi. Selanjutnya, darah yang keluar diteteskan pada kertas golongan darah, sesegera mungkin sebelum darah membeku. Masing-masing tetesan darah diberi serum anti A ,anti B ,anti AB dan anti D.

untuk

penentuan

Rhesus,

semua

praktikan

kelompok Vmengalami

A ( g a n j i l ) m e m i l i k i R h ( + ) / p o s i t i f , k a r e n a d a r a h ya n g t e r a m a t i aglutinasi.

VI. KESIMPULAN
Agl ut inogen D (an ti gen D) pada erit rosit golongan R h+, ti d ak pun ya Aglutinogen D berarti memiliki golongan Rh-. Kebanyakan penduduk asia memiliki Rh+ Kebanyakan penduduk Eropa memiliki Rh-

VII. DAFTAR PUSTAKA


Rachmawati, Anis. dkk. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia,Golongan Darah. FMIPA Universitas Negeri Jakarta. 2008 Sindu, E. Hemolytic disease of the newborn. Direktorat LaboratoriumKesehatan Dirjen. Pelayanan Medik Depkes dan Kessos RI Cunningham FG, MacDonald PC, et al. Williams Obstetrics. 18th edition1995. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: 706-721. Markum AH, Ismail S, Alatas H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta:Bagian IKA FKUI, 1991: 332-334

Anda mungkin juga menyukai