PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini
merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnya
terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnyapemulihan. Pada masa lampau
kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya
obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah
kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan pertama
kali pada tahun 1600, danpada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari
kelemahan ototakibat paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang
menderitapenyakit Miastenia gravis merasa lebih baik setelah minum obat
efidrinyang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Dan
pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary Walker melihatadanya
gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis dengan keracunan kurare. Mary
Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin untuk mengobati Miastenia
gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam penyembuhan penyakit ini. Miastenia
gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara wanita dan pria yang
menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkat manusia yang kedua yang paling sering
terserang penyakit ini adalah priadewasa yang lebih tua. Kematian dari penyakit
Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat
dilakukannya perbaikan dalam perawatan intensif untuk pertahanan sehingga
komplikasi yang timbul dapat ditangani dengan lebih baik. Penyembuhan dapat
terjadi pada 10 % hingga20 % pasien dengan melakukan timektomi elektif pada
pasien-pasien tertentu dan yang paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini.
1.2.
1
2
3
4
Tujuan
Mengetahui tentang penyakit Myastheni Gravis
Mengetahui tanda dan gejala Myastheni Gravis
Mengetahui cara pencegahan Myastheni Gravis
Mengetahui pelaksanaan Myastheni Gravis
BAB II
PUSTAKA
2.1.
Definisi
Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun paut saraf otot yang didapat.
Penyakit ini memiliki karakteristik, yaitu kelemahan dan kelelahan otot skelet.
Manifestasi klinis berupa kelemahan berf uktuasi dan bervariasi yang mengenai otot
okuler,anggota gerak, pernapasan, dan bulbar (Saktivi, 2015).
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang
(volunteer). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh
fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terusmenerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas, penyakit ini timbul karena
adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction.
Dimana bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan
pulih kembali (Gde Agung DKK).
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi
transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002). Miastenia
gravis merupakan salah satu penyakit otot yang sering terjadi, mengenai 1:40.000
orang di Amerika Serikat. Usia awitan tersering adalah 20-40 tahun. Ada
kecenderungan wanita lebih banyak terkena jika penyakit ini terjadi sebelum usia 40
tahun.
2.2.
Etiologi
Miastenia Gravis merupakan sidrom klinis akibat kegagalan transmisi
neuromuscular yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh
autoantibodi, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot. Antibodi ini
dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myasthenia Gravis
dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun. Myasthenia Gravis Foundation of
America menjelaskan penyebab dari penyakit ini sebagai berikut:
Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam
otak. Impul-impul syaraf ini berjalan turun melewati syaraf-syaraf menuju tempat
dimana syaraf-syaraf bertemu dengan serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar
berhubungan dengan serabut otot. Ada tempat atau jarak antara keduanya, tempat ini
disebut persimpangan neuromuskular.
Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir,
syaraf bagian akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin.
Asetilkolin berjalan menyeberangi jarak yang ada diantara serabut syaraf dan serabut
otot (persimpangan neuromukcular) menuju serabut otot dimana banyak diikat oleh
reseptor asetilkolin. Otot menutup atau mengkerut ketika reseptor telah digiatkan
oleh asetilkolin. Pada Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada angka
reseptor asetilkolin. Penurunan ini disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan
dan merintangi reseptor asetilkolin.
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun.
Biasanya antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut
antigen yang menyerang tubuh. Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus.
Antibodi menolong tubuh untuk melindungi dirinya dari protein-protein asing ini.
Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem imun pada orang dengan Myasthenia
Gravis membuat antibodi melawan reseptor pada persimpangan neuromuscular.
Antibodi tidak normal dapat ditemukan dalam darah pada banyak orang-orang
dengan Myasthenia Gravis. Antibodi menghancurkan reseptor dengan lebih cepat
dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi. Kelemahan otot terjadi ketika
asetilkolin tidak dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan neuromuskular.
Selain penjelasan mengenai penyebab Myasthenia Gravis, terdapat juga
penjelasan mengenai kemungkinan adanya peranan kelenjar thymus dalam penyakit
ini. Kelenjar thymus yang terletak di daerah dada atas di bawah tulang dada,
memainkan peranan penting dalam mengembangkan system imun pada awal
kehidupan. Sel-sel ini membentuk bagian dari system normal imun tubuh. Kelenjar
ini sedikit besar pada saat bayi, tumbuh secara berangsur-angsur sampai masa
pubertas, dan kemudian menjadi mengecil dan digantikan dengan pertumbuhan
bersama usia.
Pada orang-orang dewasa dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak
normal. Ini mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid
hyperplasia. Kondisi ini umumnya hanya ditemukan pada limpa dan tunas getah
bening pada saat reaksi aktif imun. Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis
menghasilkan thymoma atau tumor pada kelenjar thymus. Umumnya tumor ini jinak,
tapi bisa menjadi berbahaya. Hubungan antara kelenjar thymus dan Myasthenia
Gravis masih belum sepenuhnya dimengerti. Para ilmuwan percaya bahwa kelenjar
thymus mungkin memberikan instruksi yang salah mengenai produksi antibodi
reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang transmisi neuromuskular.
2.3. Klasifikasi
A. Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan,
tidak ada kasus kematian.
B. Kelompok II Myasthenia Umum
1. Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot
rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat
baik. Angka kematian rendah.
2. Myasthenia umum sedang
2.4.
terhadap reseptor asetilkolin di paut saraf otot mengurangi transmisi impuls saraf ke
otot. Antibodi terhadap reseptor muskarinik lebih jarang ditemukan.
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis
dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini
mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer.
Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan mampu merangsang sekitar 2000
serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang
dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi
banyak serabut otot, tetapisetiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron
motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan
serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan
neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari
tiga komponen dasar: unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang
mempunyai lebar sekitar 200. Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan
vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin
disintesis dan disimpan dalam akson terminal (bouton). Membran plasma
aksonterminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membran
postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran postsinaps dibentuk
oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan aluratau palung sinaps
dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.Bagian ini mempunyai banyak
lipatan (celah-celah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran
postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial
lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada
membran postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin
yaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran
presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zatgelatin, dan melalui
gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membranakson
terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan
dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan
reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan
perubahan permeabilitas terhadap natrium maupun kalium pada membran postsinaps.
Influks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyababkan
depolarisasi lempengakhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP
ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membrane otot yang
tidak berhubungan
dengan
sarkolema. Potensial
ini
saraf,
memicu
yang
serangkaian
akan
disalurkan
reaksi
yang
sepanjang
mengakibatkan
yang
merupakan
produk
dari
sel
justru
melawan
reseptor
Manifestasi Klinis
Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala
yang timbul juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otototot yang paling sering diserang adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak
mata, bicara, menelan mengunyah, dan bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai
menyerang pada otot pernafasan. Dengan ikut terserangnya otot-otot yang
mengontrol pernafasan, maka hal ini menyebabkan penderita mengalami beberapa
gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas yang pendek, kesulitan untuk menarik
nafas yang dalam sampai dengan gagal nafas sehingga memerlukan bantuan
ventilator.
Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang
menimbulkan ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda).
10
Diagnosis
Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
11
12
intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin atau mg). Bila kelemahan itu
benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis,
strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
13
Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3
tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga
injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus,
dan lain-lain akan bertambah berat.
Laboratorium
o Antistriated muscle (anti-SM) antibody
Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita
timoma dalam usia kurang dari 40 tahun.Sehingga merupakan salah satu tes yang
penting pada penderita miastenia gravis. Pada pasien tanpa timoma anti-SM Antibodi
dapat menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun.
o Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR
Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk antiMuSK Ab.
o Antistriational antibodies
Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine
(RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien timomadengan miastenia gravis
pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang
kuat akan adanya timoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.Hal ini
disebabkan dalam serum 10 beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan
adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot
jantung penderita.
14
Elektrodiagnostik
Pemeriksaan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi
Pencegahan
Pencegahannya yaitu dengan beberapa cara
1.
Pencegahan primer
15
Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakitdan
menunjukkan adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat dilakukan
adalah dengan cara pengobatan antara lain dengan mempengaruhi proses
imunologik pada tubuh individu, yang bisa dilaksanakan dengan;
Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang biasanya menggunakan
Azathioprine.
3.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini
mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi
individu serta tidak terjadi komplikasi pada individu.
Yang dapat dilakukan dengan;
a. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan.
Karena hal ini dapat memperburuk kelemahan otot yang dideritaoleh
individu.
b. Istirahat yang cukup
c. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan kacamata
khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata.
d. Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat
2.8.
16
istirahat,
banyaknya
ACh
dengan
rangsangan
saraf
(asetilkolinesterase
inhibitor)
dan
terapi
antikolinesterase,
sepertiprostigmin,
neurologi
utama
dari
Thymectomi
ini
adalah
17
sulit untuk dijelaskan dan masih tidak dapat dibuktikan oleh standar yang
seksama.
Timektomi telah digunakan untuk mengobati pasien dengan miastenia
gravis sejak tahun 1940 dan untuk pengobatan timoma denga atau tanpa
miastenia gravis sejak awal tahun 1900.Tujuan utama dari timektomi ini
adalah tercapainya perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi
dosis obat yang harus dikonsumsi pasien,dimana beberapa ahli percaya
besarnya angka remisi setelah pembedahan adalah antara 20-40% tergantung
dari jenis timektomi yang dilakukan. Ahli lainnya percaya bahwa remisi yang
tergantung dari semakin banyaknya prosedur ekstensif adalah antara 4060%pada lima hingga sepuluh tahun setelah pembedahanadalah kesembuhan
yang permanen dari pasien.
Secara umum, kebanyakan pasien mulai mengalami perbaikan dalam
waktu satu tahun setelah timektomi dan tidak sedikit yang menunjukkan
remisi yang permanen (tidak ada lagi kelemahan serta obat-obatan).
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling
murah untuk pengobatan miastenia gravis. Kortikosteroid memiliki efek yang
kompleks terhadap sistem imun dan efek terapi yang pasti terhadap miastenia
gravis masih belum diketahui. Kerja kortikosteroid untukmencegah kerusakan
jaringan oleh pengaruh imunologik ataubekerja langsung pada transmisi
neromuskuler. Durasi kerja kortikosteroid dapat berlangsung hingga 18 bulan,
dengan rata-rata selama 3 bulan. Dimana respon terhadap pengobatan
kortikosteroid akanmulai tampak dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi
terapi.
Pasien yang berespon terhadap kortikosteroid akan mengalami
penurunan dari titer antibodinya. Karena kortikosteroid diperkirakan memiliki
efek pada aktivasi sel T helper dan pada fase proliferasi dari sel B. Sel t serta
antigen-presenting cell yang teraktivasi diperkirakan memiliki peran yang
18
ventilasi,
mampu
menghambat
terjadinya
mortalitas
dan
dengan
menggunakan
Azathioprine,
Cyclosporine,
19
dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki
efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan 15 obat
imunosupresif lainnya.Azathioprine biasanya digunakan pada pasien
miastenia gravis yang secara relatif terkontrol tetapi menggunakan
kortikosteroid dengan dosis tinggi.
Azathioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan 2-3
mg/kgbb/hari.Pasien diberikan dosis awal sebesar 25-50 mg/hari hingga
dosis optimal tercapai. Respon Azathioprine sangat lambat, dengan
respon maksimal didapatkan dalam 12-36 bulan. Kekambuhan
dilaporkan terjadi pada sekitar 50% kasus, kecuali penggunaannya juga
dikombinasikan dengan obat imunomodulasi yang lain.
Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi
dengan baik oleh tubuh dansecara umum memiliki efek samping yang
lebih sedikitdibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya. Perbaikan
lambatsesudah 3-12 bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid
lebihefektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.
Cyclosporine
Respon
terhadap
Cyclosporine
lebih
cepat
dibandingkan
azathioprine.Dosis awal pemberian Cyclosporine sekitar 5 mg/kgbb/hari
terbagi dalam dua atau tiga dosis.Cyclosporine berpengaruh pada
produksi dan pelepasan interleukin-2 dari sel Thelper.Supresi terhadap
aktivasi
sel
T-helper,
menimbulkan
efek
pada
produksi
20
d. Plasma exchange
Plasma Exchange (PE) PE paling efektif digunakan pada situasi
dimana terapi jangka pendek yang menguntungkan menjadi prioritas.Berguna
untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapatditurunkan sampai 50%
akan terjadi perbaikan klinik.
Dasar terapi dengan PE adalah pemindahan anti-asetilkolin secara
efektif.Respon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi. Dimana pasien
yang mendapat tindakan berupa hospitalisasi dan intubasi dalam waktu yang
lama serta trakeostomi, dapat diminimalisasikan karena efek dramatis dari PE.
Terapi ini digunakan pada pasien yang akan memasuki atau sedang
mengalami masa krisis. PE dapat memaksimalkan tenaga pasien yang akan
menjalani timektomi atau pasien yang kesulitan menjalani periode pasca
operasi. Belum ada regimen standar untuk terapi ini, tetapi banyak pusat
kesehatan yang mengganti sekitar satu volume plasma tiap kali terapi untuk 5
atau 6 kali terapi setiap hari.Albumin (5%) dengan larutan salin yang
disuplementasikan dengan kalsium dan natrium dapat digunakan untuk
replacement.
Efek PE akan muncul pada 24 jam pertama dan dapat bertahan hingga
lebih dari 10 minggu. 2,7,8 Efek samping utama dari terapi PE adalah terjadi
retensi kalsium, magnesium, dan natrium yang dapat menimbulkan terjadinya
hipotensi.Ini diakibatkan terjadinya pergeseran cairan selama pertukaran
berlangsung.Trombositopenia dan perubahan pada berbagai faktor pembekuan
darah dapat terjadi pada terapi PE berulang.Tetapi hal itu bukan merupakan
suatu keadaan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya perdarahan, dan
pemberian freshfrozen plasma tidak diperlukan
e. Intravena Immunoglobulin (IVIG)
Mekanisme kerja dari IVIG belum diketahui secara pasti, tetapi IVIG
diperkirakan mampu memodulasi respon imun.Reduksi dari titer antibodi
21
tidak dapat dibuktikan secara klinis, karena pada sebagian besar pasien tidak
terdapat penurunan dari titer antibodi. Produk tertentu dimana 99%
merupakan IgG adalah complement-activating aggregates yang relatif aman
untuk diberikan secara intravena. Efek dari terapi dengan IVIG dapat muncul
sekitar 3-4 hari setelah memulai terapi.
Tetapi berdasarkan pengalaman dan beberapa data, tidak terdapat
respon yang sama antara terapi PE dengan IVIG, sehingga banyak pusat
kesehatan yang tidak menggunakan IVIG sebagai terapi awal untuk pasien
dalam kondisi krisis.Sehingga IVIG diindikasikan pada pasien yang juga
menggunakan terapi PE, karena kedua terapi ini memiliki onset yang cepat
dengan durasi yang hanya beberapa minggu.
Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama,
dilanjutkan 1 gram/kgbb/hari selama 2 hari. IVIG dilaporkan memiliki
keuntungan klinis berupa penurunan level anti-asetilkolin reseptor yang
dimulai sejak 10 hingga 15 hari sejak dilakukan pemasangan infus.
Efek samping dari terapi dengan menggunakan IVIG adalah flulike
symdrome seperti demam, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, dan malaise
dapat terjadi pada 24 jam pertama.Nyeri kepala yang hebat, serta rasa mual
selama pemasangan infus, sehingga tetesan infus menjadi lebih lambat.
3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot
Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah
b. Alat bantuan non medikamentosa
Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khususyang
dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher yang kena,
diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk menghindari faktor-faktor
pencetus seperti panas matahari, mandi sauna, makanan yang merangsang,
menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yang mengganggu transmisi
neuromuskuler seperti B-blocker, derivatkinine, phenintoin, benzodiazepin,
antibiotika sepertiaminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.
22
2.9.
Kasus
Tuan jones adalah pelanggan tetap di toko anda, dia memiliki beberapa
kesulitan dengan menandatangani belakang resep karena dia tidak bisa fokus dengan
baik disebabkan kelopak matanya kendur dan tangannya sedikit gemetar. Dia barubaru ini mengambil pensiun dini dari pekerjaannya sebagai pegawai kantor karena ia
mendapatkan kelelahan yang parah pada semua otot-ototnya, terutama setelah
seharian bekerja. Kelelahan membaik setelah beristirahat. Dia berbicara kepadamu
beberapa bulan yang lalu mengenai kelelahannya dan berpikir bahwa itu mungkin
disebabkan oleh stres dan diet yang kurang, karena jam kerjanya
yang sangat
Nama
: Tn. Jones
Keluhan
Assament
23
Planning
:
Non Farmakologis
Tn. Jones disarankan untuk lebih sering istirahat dan tidur teratur 10 jam
sehari. Untuk memperbaiki kondisi kesehatannya.
Farmakologis
Pyridostigmine bromide 60 mg, setengah tablet diminum 4 kali sehari, di
tingkatkan 6 kali sehari bila kelemahan otot tidak membaik.
Hyosine butylbromide 10 mg, diminum dua tablet empat kali sehari
24
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi
neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah
bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer).
Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi,
merubah bahkan merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi
terjadinya kerja otot. Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah
sebabnya Myasthenia Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun.
Biasanya antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut
antigen yang menyerang tubuh. Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus.
Antibodi menolong tubuh untuk melindungi dirinya dari protein-protein asing ini.
Myasthenia Gravis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:
1.
2.
3.
25