Anda di halaman 1dari 4

RHESUS

Jenis penggolongan golongan darah selain berupa sistem A, B, AB, dan O juga dikenal
dengan sistem rhesus. Pada 1901, Landsteiner menemukan golongan darah sistem ABO dan
kemudian sistem antigen rhesus (Rh) ditemukan oleh Levine dan Stetson pada 1939. Kedua
sistem ini menjadi dasar penting bagi transfusi darah. Dinamakan rhesus karena dalam
penelitian mereka menggunakan darah Kera Rhesus (Macaca mulatta).
Sistem rhesus terdiri atas dua jenis yaitu rhesus positif (Rh+) dan rhesus negatif (Rh-)
berdasarkan ada tidaknya antigen rhesus pada dinding sel darah merah seseorang. Rh+ dalam
darahnya memiliki antigen rhesus yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau dijumpai adanya
gumpalan sel darah merah pada waktu dilakukan tes dengan antibodi Rh. Sedangkan Rh- dalam
darahnya tidak memiliki antigen rhesus yang menunjukkan reaksi negatif atau tidak dijumpai
penggumpalan saat dilakukan tes dengan antibodi Rh. Dalam penulisannya, jenis
penggolongan rhesus ini digabungkan dengan penggolongan ABO yaitu berupa A+ dan A-, B+
dan B-, O+ dan O- serta AB+ dan AB-.
Golongan Rh- merupakan golongan darah yang termasuk langka. Langkanya golongan
darah ini disebabkan karena sifat alelnya yang resesif, sehingga Rh- baru akan muncul apabila
alel resesif bertemu dengan alel resesif. Sebanyak 85% penduduk di dunia memiliki Rh+, dan
hanya 15% yang memiliki Rh-. Jumlah terbanyak rhesus negatif adalah pada ras kulit putih
non hispanik dan yang paling sedikit adalah penduduk Asia. Dari 15% Rh- di dunia, jumlah
terbanyak adalah O negatif (6%), A negatif (6%), selanjutnya B negatif (2%) dan yang paling
sedikit adalah AB negatif hanya 1%.Di Indonesia, pemilik Rh- hanya berjumlah 1% dari total
seluruh penduduk Indonesia dan tersebar luas di seluruh tanah air.
Transfusi darah merupakan suatu rangkaian proses pemindahan darah dari seorang
pendonor kepada resipien (penerima) sebagai upaya pengobatan bahkan sebagai upaya untuk
menyelamatkan kehidupan.Manfaat donor darah sangat banyak, di antaranya yaitu
menjaga kesehatan jantung, meningkatkan oksigenasi jaringan, mengembalikan dan
mempertahankan volume normal peredaran darah, meningkatkan produksi sel darah merah,
serta mendeteksi penyakit serius. Berbagai penyakit yang bisa terdeteksi dengan donor darah
yaitu Hepatitis A, B, C, malaria, HIV, Sifilis. Transfusi darah merupakan live saving therapy,
tetapi juga replacement therapy sehingga darah yang diberikan haruslah merupakan safety
blood.
Orang yang memiliki darah dengan rhesus negatif (A-, B-, AB- dan O-), hanya bisa
menerima transfusi darah dari orang yang golongan dan rhesus-nya sama. Orang dengan Rh-
tidak bisa menerima donor dari orang dengan Rh+, demikian juga sebaliknya. Apabila orang
dengan Rh- diberikan transfusi darah Rh+ maka kemungkinan bisa terjadi hal yang fatal.
Dalam darah Rh+ terdapat kandungan antigen, ketika darah ini masuk ke dalam tubuh orang
dengan Rh-, akan dianggap sebagai benda asing sehingga antibodi akan berusaha
menghancurkan benda asing tersebut dan akibatnya terjadi penggumpalan darah dan bisa
menyebabkan kematian.
PERNIKAHAN BEDA RHESUS

Pasangan yang akan menikah juga sangat penting mengetahui rhesus-nya.


Ketidaksamaan rhesus suami istri ini menjadi awal ketidakcocokan rhesus yang sangat
berbahaya bagi janin dalam kandungan. Jika terjadi fertilisasi, rhesus ibu dan janin berbeda,
maka antibodi akan menghancurkan benda asing (janin) pada ibu karena janin dianggap benda
asing sehingga terjadi kematian atau keguguran janin, atau bisa saja bayinya lahir tapi akan
terjadi berbagai komplikasi.
Pada saat kehamilan pertama mungkin tidak terlalu berbahaya karena terbentuknya zat
anti rhesus atau antibodi sangat kecil, kalaupun terbentuk jumlahnya sangat kecil sehingga bayi
bisa lahir. Setelah kelahiran/keguguran, tubuh akan membentuk zat anti rhesus yang lebih
banyak daripada sebelumnya untuk menghancurkan benda asing (janin), sehingga pada
kehamilan kedua zat anti rhesus akan menyerang sel darah janin. Akan tetapi pasangan beda
rhesus tidak perlu khawatir tidak memiliki keturunan karena ada solusinya saat ini yaitu dengan
pemberian imunoglobulin anti rhesus.

Ada tidaknya antigen (karbohidrat dan protein) dalam sel darah kita.Itulah yang
membedakan rhesus positif dan rhesus negatif. Disebut positif jika ada antigen dalam darah
kita, dan bila tak ada disebut rhesus negatif. Kabar baiknya, orang Indonesia yang termasuk ras
Asia, kebanyakan dengan rhesus positif. Di seluruh dunia ini, hanya sedikit orang yang
memiliki rhesus negatif, sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit. Rhesus negatif
umumnya dijumpai pada orang-orang yang mempunyai garis keturunan Kaukasian (berkulit
putih).
Menikah beda rhesus. Masalah akan timbul bila Anda memiliki rhesus negatif
kemudian menikah dengan pria yang memiliki rhesus positif. Ketidak samaan ini bisa jadi cikal
bakal ketidakcocokan rhesus yang sangat berbahaya bagi bayi. Kehadiran janin di tubuh ibu
merupakan benda asing, apalagi jika rhesuf janin tidak sama dengan rhesus ibu. Secara alamiah
tubuh bereaksi dengan merangsang sel darah merah berupa zat antibodi/antirhesus untuk
melindungi tubuh ibu sekaligus melawan ‘benda sing’ tersebut (janin). Inilah yang
menimbulkan anti rhesus (penghancuran sel arah merah) atau hemolitik. Kondisi ini dapat
menyebabkan kematian janin dlam rahim, atau jika lahir menderita hati yang bengkak, anemia,
kuning (jaundice), dan gagal jantung.
Bahaya di Kehamilan Kedua. Perbedaan rhesus antara ibu dan janin tak terlalu
berbahaya pada kehamilan pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat antirhesus atau
antibodi pada kehamilan pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat antirhesus atau
antibodi pada kelahiran pertama sangat kecil. Kalaupun sampai terbentuk, jumlahnya tidak
banyak, sehingga bayi pertama dapat lahir sehat. Pembentukan zat antirhesus baru benar-benar
dimulai pada saat proses persalinan (atau keguguran) kehamilan pertama. Saat plasenta lepas,
pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan dinding rahim dengan plasenta juga putus.
Akibatnya, sel-sel darah merah bayi dapat masuk ke dalam jumlah yang lebih besar.
Selanjutnya, 48-72 jam setelah persalinan atau keguguran, tubuh ibu dirangsang lagi untk
memproduksi zat antibodi/antirhesus lebih banyak lagi. Kelak saat ibu mengandung lagi, zat
antibodi/antirhesus di tubuh ibu akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah
janin.
Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi pada umumnya bila ada zat asing
masuk dalam tubuh. Sekali ada makhluk asing yang sudah dikenali, maka antibodi
akanmelindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, tubuh ibu dapat menyerang dan
menghancurkannya. Proses ini terjadi demi keselamatan ibu sendiri. Namun, kadar antibodi
atau antirhesus pada setiap ibu tidak sama. Ada yang rendah, ad ayang tinggi. Yang gawat, bila
antibody kadarnya tinggi. Dalam kondisi ini, janin harus dipantau dengan alat ultrasonografi.
Dokter akan memanatu masalah pad apernapasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau
pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah
merah. Kadang-kadang lalu diputuskan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup
kuat untuk dibesarkan di luar rahim.
Yang harus dilakukan:

1. Periksa kesehatan sebelummenikah. anjuran "klasik" ini sangat berguna untuk kasus-kasus
penyait genetik seperti ini. namun bila sebelum menikah And adan pasangan tidak melakukan
pemeriksaan kesehatan darah, termasuk rhesus, lakukan segera saat hamil.
2. Bila rhesus darah Anda beda dengan suami, dokter bisa memberikan tindakan pencegahan
terbentuknya zat antirheus dengan obat anti-Rhogama globulin (RhoGAM) atau Rh
Immunuglobulin. RhoGAM disuntikkan pad ausia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan.
3. Bila ibu mempunyai rheusu negatif, atau ketidakcocokan golongan daran antara janin dan ibu
baru diketahui usia peraslinan, suntikan RhoGAM untuk ibu sebaiknya diberikan dalam
waktu maksimal 72 jam setelah persalinan. rhoGAM efektif hanya berlangsung 12 minggu,
sehingga setelah lewat masa tersebut Anda harus mendapat suntikan kembali agar kehamilan
berikutnya tidak bermasalah.

Anda mungkin juga menyukai