Anda di halaman 1dari 2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap,


elektroforesis hemoglobin, tes rantai globin dan analisa DNA.
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap, seorang penderita sindrom thalasemia
umumnya menunjukkan anemia mikrositik hipokrom. Kadar hemoglobin dan hematokrit
menurun, tetapi hitung jenis eritrosit biasanya secara disproporsi relative tinggi terhadap derajat
anemia, yang menyebabkan MCV sangat rendah. MCHC biasanya sedikit menurun. Pada HbH
disease, eritrosit mikrositik dengan poikilositosis ringan sampai dengan menengah. Pada
thalassemia alfa heterozigot terdapat mikrositik dan hipokrom ringan, tetapi kurang
poikilositosis. Untuk menunjukkan simpanan besi berkurang atau tidak, maka dilakukan
pemeriksaan feritin serum. Selain feritin serum, dilakukan pula pemeriksaan serum iron, dan
TIBC untuk mengetahui peningkatan kapasitas mengikat-besi. Dilakukan pula pemeriksaan
bilirubin total, bilirubin dirak dan bilirubin indirek untuk membantu menegakkan diagnosa.3
Meskipun elektroforesis Hb dapat membantu menghitung jumlah dan mengidentifikasi
tipe hemoglobin yang tidak normal. Elektroforesis hemoglobin pada selulosa asetat atau
elektroforesis gel kanji pada pH basa merupakan uji laboratorium paling mudah untuk
membuktikan adanya hemoglobin abnormal. Pada thalasemia alfa, penurunan sintesis rantai alfa
menyebabkan rantai beta menjadi berlebihan. Rantai-rantai beta ini dapat membentuk tetramer
yang mudah dibuktikan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.3
Tes rantai globin dan analisis DNA dilakukan untuk mengidentifikasi genotip spesifik.
Uji ini dapat dilakukan untuk tujuan penelitian, untuk membedakan thalasemia alfa carrier dari
thalasemia lainnya, untuk mengidentifikasi gen pembawa sifat tersembunyi, atau melihat pola
pewarisan keluarga dengan gen yang banyak. Harus ditentukan apakah keuntungan uji lengkap
ini melebihi biayanya.1 Indikasi untuk dilakukan skrining pada thalasemia adalah anak-anak
dengan gejala thalasemia, pasang usia subur yang ingin menikah atau memiliki anak dengan
riwayat keluarga ada yang di diagnosis thalasemia, dan ibu hamil (diagnosis prenatal).

Pemeriksaan TORCH
Infeksi TORCH (Toxoplasma, Other Disease, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpe
Simplexs Virus) merupakan beberapa jenis infeksi yang bisa dialami oleh wanita yang akan
ataupun sedang hamil. Infeksi ini dapat menyebabkan cacat bayi akibat adanya penularan dari
ibu ke bayi pada saat hamil. Infeksi TORCH pada wanita hamil seringkali tidak menimbulkan
gejala atau asimtomatik tetapi dapat memberikan dampak serius bagi janin yang dikandungnya.
Dampak klinis bisa berupa Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, dan Polio. Infeksi
TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan beserta keluhan yang dapat dirasakan oleh
berbagai rentang usia mulai dari anak-anak sampai dewasa. Ibu hamil yang terinfeksi pun dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya berupa cacat fisik dan mental yang beragam serta
keguguran. Infeksi TORCH dapat menyebabkan 5-10% keguguran dan kelainan kongenital pada
janin. Kelainan kongenital dapat menyerang semua jaringan maupun organ tubuh termasuk
sistem saraf pusat dan perifer yang mengakibatkan gangguan penglihatan, pendengaran, sistem
kardiovaskuler dan metabolisme tubuh.4

Pemeriksaan Rhesus
Sistem penggolongan darah biasa dikenal adalah sistem ABO (golongan darah A, B, AB
dan O), sedangkan dalam sistem rhesus golongan darah terbagi menjadi dua yaitu rhesus positif
dan rhesus negatif. Kedua sistem penggolongan ini berbeda satu sama lain. Rhesus adalah sistem
penggolongan darah berdasarkan ada atau tidaknya protein antigen D di permukaan sel darah
merah. Beberapa orang menyebut rhesus negatif merupakan darah langka. 85% penduduk dunia
memiliki faktor rhesus (Rh+) dalam darahnya, sementara 15% nya  memiliki faktor rhesus (Rh-).
Rhesus negatif biasanya sering dijumpai pada orang-orang dengan ras Kaukasian (Kulit Putih).
Pada pemeriksaan rhesus ini digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rhesus antara
ibu dan bayi. Perbedaa rhesus ini disebut inkompatibilitas rhesus. Kondisi ini terjadi akibat ibu
memiliki golongan darah rhesus negatif mengandung janin yang memiliki golongan darah rhesus
positif. Pada kondisi ini, karena golongan darah yang berbeda, tubuh ibu akan mengenali sel
darah bayi sebagai benda asing yang harus dihancurkan. Akibatnya terjadi penghancuran sel
darah merah milik bayi secara berlebihan. Karena hal tersebut, jantung janin/ bayi menjadi
terganggu dan tidak dapat memompa darah sebagaimana seharusnya, sehingga cairan menumpuk
di berbagai bagian tubuh janin/ bayi.5

Anda mungkin juga menyukai