Anda di halaman 1dari 7

AMNIOCENTESIS

A. Pengertian Amniosentesis
Pengertian amniosentesis berasal dari bahasa yunani yaitu amnos dan kentesis.
Amnos berarti kantong amnion atau rahim, sedangkan kentesis berarti penusukan, jadi
arti harafiah amniosentesis adalah penusukan kantong amnion. Amniosentesis dapat
dikatakan sebagai sebuah prosedur kandungan dimana sejumlah cairan ketuban diaspirasi
dari dalam kantong amnion untuk keperluan analisa. Cairan amnion seorang ibu ternyata
memilki sel yang sama dengan janin yang sedang di kandungnya. Kehilangan kehamilan
normal akibat amniosentesis yaitu 1:100.
Pemeriksaan amniosentesis biasanya dilakukan sesudah kadar alphafeto-protein
diselidiki dalam darah ibu. Pemeriksaan fetoprotein-alfa (AFP) adalah suatu pemeriksaan
darah yang dilakukan pada calon ibu. Fetoprotein-alfa dibentuk didalam hati bayi dan
mengalir dalam jumlah sedikit kedalam aliran darah. Pengukuran jumlah fetoprotein-alfa
dalam darah akan membantu pemberi asuhan kesehatan memprakirakan masalah pada
bayi. Pemeriksaan biasanya dilakukan pada minggu ke-16 dan ke-20 masa kehamilan.
AFT dapat mendeteksi kelainan tabung saraf, kelainan hati atau ginjal yang berat,
sumbatan esophagus atau usus, sindrom Down, obstruksi saluran perkemihan, dan
imperfect osteogenesis (kerapuhan tulang bayi).

B. Tujuan Amniosentesis
Tujuan dilakukannya amniosentesis yaitu
1. Meringankan beban ibu dan bayi dari akibat kelebihan cairan pada masa hamil tua.
2. Mendeteksi kondisi janin yang ada dalam rahim ibu itu sehat atau cacat.
a. Memeriksa penyakit kuning janin pada kehamilan sedang yang disebabkan oleh
penyakit rhesus.
b. Memantau status bakal bayi, antara lain apakah sedang menderita suatu kelainan
bawaan atau genetik.
3. Amniosentesis yang dilakukan pada wanita hamil yang usianya diatas 35 tahun dan
dilakukan mendekati akhir kehamilan bertujuan menentukan apakah paru bayi sudah
matang atau belum.
4. Amniosentesis dapat menentukan jenis kelamin bayi. Namun demikian, pemeriksaan
ini tidak digunakan untuk tujuan tersebut, kecuali pada kasus dimana jenis kelamin
bayi dapat menyebabkan masalah, seperti hemophilia.
5. Mengetahui apakah bayi dari ibu yang mempunyai resus Rh- mempunyai masalah.
6. Indikasi amniosentesis yaitu gangguan metabolism, kelainan saluran saraf, penyakit
hemolisis, pemeriksaan karioptipe berdasarkan pada anamnesis keluarga, perorangan,
umur ibu, resiko tinggi, atau kelainan pada ultrasonik.

Syarat Dilakukan Amniosintesis


1. Usia kehamilan > 35 tahun.
2. Adanya riwayat keluarga kalainan lahir.
3. Orang tua mempunyai kelainan kromosom.
4. Dijumpai kelainan pada pemeriksaan USG.

C. Prosedur Amniosentesis
Prosedur melakukan amniosentesis
Amniosentesis biasanya dilakukan setelah minggu ke 15 kehamilan, sebab pada
usia kehamilan tersebut kedua lapisan membran janin (fetal membranes) telah menyatu
sempurna sehingga sampel cairan ketuban dapat dengan aman ditarik. Jarang,
amniosentesis dapat dilakukan pada minggu ke-11 kehamilan.
Amniosentesis kadang-kadang dilakukan di akhir kehamilan untuk menilai
apakah paru-paru bayi sudah cukup dewasa untuk bayi dapat bernapas sendiri, sehingga
dapat di lakukan persalinan.
Tahapan Pemeriksaan Amniocintesis
1. Ibu berbaring telentang.
2. Perut ibu dibersihkan.
3. Dokter menggunakan ultrasonografi untuk melihat bayi, dan untuk mencari area yang
aman dalam air ketuban. Ultrasonografi adalah gambar dari bayiyang ditangkap
dengan menggunakan gelombang suara.Dalam amniosentesis, ultrasuara
(ultrasonografi) digunakan untuk menentukan letak janin, dan sedikit air ketuban
dihisap untuk pemeriksaan. Dokter dapat mendiagnosis beberapa penyakit dari
bahanbahan kimiawi dalam air ketuban itu sendiri, semetara beberapa penyakit
lainnya mungkin terlihat pada uji yang dilakukan pada sel biakan dari sel janin yang
ada dalam air ketuban tersebut. Analisisnya meliputi pemeriksaan biokimiawi, untuk
mendeteksi keberadaan enzim tertentu, dan kariotipe, untuk menentukan apakah
kromosom sel janin itu jumlah dan penampakan mikroskopiknya normal.

Adapun prosedur dalam melakukan amnisentesis diantaranya :

Dokter akan menggunakan perangkat ultrasound (USG) untuk memeriksa posisi bayi
dan plasenta di dalam rahim ibu, USG ini membantu menemukan tempat terbaik
untuk mengambil cairan ketuban tanpa merusak plasenta, tali pusat atau bayi.
Karena prosedur ini merupakan prosedur yang invasif maka sebelum dilakukan
pengambilan cairan ketuban maka dilakukan tindakan antiseptik dahulu untuk
mempersiapkan amniosentesis tersebut, selanjutnya dilakukan bius lokal (obat
penghilang rasa sakit) untuk mengurangi rasa sakit yang timbul pada prosedur
pengambilan cairan ketuban.
Selanjutnya dengan panduan USG, dokter akan menggunakan sebuah jarum suntik
untuk aspirasi cairan ketuban yang ditusukan melalui dinding perut kedalam kantung
ketuban yang berisi cairan ketuban, biasanya cairan ketuban berwarna kekuning-
kuningan.
Setelah di lakukan aspirasi cairan ketuban, dokter akan memantau lagi kondisi janin
melalui USG untuk memantau detak jantung janin.
Cairan ketuban yang di peroleh dari aspirasi tersebut sebaiknya jangan bercampur
dengan darah, jika bercampur dengan darah maka sebaiknya dilakukan prosedur
aspirasi ulang, selanjutnya akan di kirim ke laboratorium untuk di lakukan
pemeriksaan. Hasil amniosentesis pada umumnya tersedia dalam waktu 2-3 minggu.
Cairan amnion yang diaspirasi tersebut mengandung sel-sel janin yang akan dikultur
atau diperiksa di laboratorium untuk mengetahi kemungkinan kelainan kromosom
maupun penyakit pada janin.
Ada dua jenis tes yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yaitu Rapid test dan
Full karyotype.
Rapid test mencari kelainan pada kromosom tertentu (bagian dari sel-sel tubuh
yang membawa gen). Rapid test dapat mengidentifikasi sejumlah kondisi kromosom
yang menyebabkan kelainan fisik dan mental. Ini adalah:
o Down syndrome - yang disebabkan oleh kelainan kromosom ekstra 21
o Edward sindrom - disebabkan oleh kelainan kromosom ekstra 18
o Sindrom Patau - disebabkan oleh kelainan kromosom ekstra 13
Hasil tes cepat harus siap setelah tiga hari kerja. Tes ini hampir 100% akurat, tetapi hanya
tes untuk tiga kondisi di atas.
Full karyotype, Setiap sel dalam tubuh mengandung 23 pasang kromosom, full
karotype memeriksa semua ini. Sel-sel dalam sampel cairan ketuban yang tumbuh hingga
10 hari di laboratorium sebelum diperiksa di bawah mikroskop untuk memeriksa jumlah
kromosom dan tampilan pada kromosom.Hasil dari Full karotype biasanya akan siap
dalam dua atau tiga minggu.
Sekitar 1 dari setiap 100 tes, hasil mungkin tidak jelas,Ini bisa disebabkan oleh
darah ibu mengkontaminasi sampel cairan ketuban, yang mungkin telah mencegah sel-sel
dari tumbuh dengan benar.
Dari hasil pemeriksaan amniosintesis dapat diketahui
1.Kelainan kromosom : Down syndrome, Turner syndrome, Edward's syndrome dll
2.Kelainan genetik lain : Cystic fibrosis AR, Sickle cell disease AD, Tay-Sachs disease
AR, Thalasemia AD.
D. Kerugian dan Resiko Amniosentesis
Teknologi amniosentesis ini berpengaruh dahsyat bagi proses kelahiran manusia
dalam beberapa cara.
1. Teknik ini memungkinkan penyelamatan banyak fetus yang barangkali akan diaborsi
karena mereka tidak mengidap penyakit yang diduga sebelumnya.
2. Orang tua dapat memilih apakah akan mempertahankan kandungan fetus atau tidak
karena memiliki penyakit genetik.
3. Amniosentesis bisa digunakan untuk pemilihan jenis kelamin kala terdapat
kemungkinan penyakit genetik yang berhubungan dengan jenis kelamin atau kalau
ada kecenderungan pada jenis kelamin tertentu.
Resiko amniosentesis termasuk trauma terhadap janin, plasenta, infeksi,keguguran
atau kelahiran premature. Meskipun resikonya relative kecil, masih terdapat resiko yang
berkaitan dengan prosedur tindakan. Kematian janin akibat komplikasi diperkirakan
sekitar 0,3 sampai 3%.
Kerugian, amniosentesis biasanya dilakukan untuk evaluasi pralahir sekitar
minggu ke-16 masa kehamilan, membuat penghentian kehamilan lebih sulit untuk
dilakukan. Maka pemeriksaan dilakukan pada sekitar minggu ke-11 atau ke-12.
E. Aspek Legal

Pasal 75

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.


2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dampak Negatif Amniosintesis :

Masalah etik yang sering terjadi dalam prosedur amniosintesis adalah kelalaian atau kesalahan
prosedur. Contoh, jika seorang wanita dicalonkan untuk menjalani tes yang melahirkan bayi
dengan anomali kromosom atau memiliki riwayat penyakit genetik dan tidak diperhatikan saat
tes, profesional kesehatan yang dapat disalahkan dalam hal ini. Walaupun dalam hal ini terdapat
efektivitas tes berupa penafsiran yang akurat namun bila kemungkinan janin yang dites
mengalami kelainan, tentu pengguguran akan menjadi keputusan yang sangat riskan. Dalam hal
ini, amniosintesis sangat berbahaya, di samping dapat menyebabkan risiko tinggi pada bayi
akibat terkena jarum dan terkontaminasi air ketuban, hasil tes juga akan mempengaruhi
psikologis ibu apabila mengetahui hasil tes ternyata mengarah pada kecacatan fisik si anak.
DAFTAR PUSTAKA

Hartanto, Hanafi. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
James, Joyce.dkk. 2008. Prinsip Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Rasman. 2009. Manajemen Laktasi yang Baik. Jakarta: Salemba.
Reeder. 2012. Keperawatan Maternitas Edisi 18. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai