Anda di halaman 1dari 11

Amnioinfusion terapeutik pada oligohidramnion selama kehamilan (tidak

termasuk persalinan)

Pendahuluan
Cairan amnion mengelilingi fetus di dalam kehidupan intrauterus dan memberikan
ruangan yang aman, resistensi yang sedikit untuk pergerakan fetus, pertumbuhan dan
perkembangan. Gangguan keseimbangan antara produksi cairan amnion dan konsumsi
akan berakibat pada oligo atau polihidramnion. Kedua kondisi tersebut berhubungan
dengan luaran perinatal yang buruk yang berkaitan dengan derajat perubahan volume
cairan. Oligohidramnion merupakan komplikasi kehamilan serius yang berhubungan
dengan luaran perinatal yang buruk. Oligohidramnion menyerang 1-5% kehamilan
aterm. Insidensi secara keseluruhan adalah 3.9% dari semua kehamilan.
Oligohidramnion secara teknis didefinisikan sebagai indeks cairan amnion kurang dari
persentil kelima untuk usia gestasi. 1
Secara sonografis, oligohidramnion dijelaskan sebagai:
- Volume cairan amnion kurang dari 500 ml pada usia gestasi 32-36 minggu.
- Cairan amnion habis atau kurang dari 200 ml pada usia aterm.
- Ketika maximum vertical pool of liquor kurang dari 2cm.
- Amniotic fluid index (indeks cairan amnion) kurang dari 5cm.
Oligohidramnion borderline didefinisikan sebagai indeks cairan amnion yang berada di
antara 5.1-8 cm. Indeks cairan amnion normal adalah antara 8.1-20 cm. 2

Penyebab Oligohidramnion
- Penyebab maternal seperti: insufisiensi uteroplasenta, hipertensi, diabetes,
preeklamsia, hipovolumia, peningkatan alfa-fetoprotein trimester kedua.
- Penyebab plasenta seperti: abruptio, twin-twin transfusion syndrome.
- Penyebab fetus seperti: kelainan kromosom.
- Anomali kongenital seperti:
A. Kelainan renal: agenesis renal, obstruksi uretra, sindroma prune-belly, ginjal
multikistik bilateral.
B. Non-renal: triploidi, agenesis kelenjar tiroid, thanatophoric dwarfism, displasia
skeletal, IUGR, kehamilan post-term, ketuban pecah, kematian intrauterine.

1
- Obat-obatan: Prostaglandin synthetase inhibitor, angiotensin converting enzyme
inhibitor.
- Idiopatik. 3

Diagnosis
Diagnosis dengan pemeriksaan obstetrik
- Tinggi fundus uteri kurang dari periode usia gestasi.
- Bagian tubuh fetus mudah diraba karena cairan yang sedikit.
- Lebih sering terjadi malpresentasi.
- Dapat ditemukan tanda-tanda IUGR fetus yang berkaitan.
Diagnosis dengan ultrasonografi.
Ultrasonografi dapat menunjukkan pertumbuhan fetus, struktur ginjal dan traktus
urinarius, dan mendeteksi urin di dalam kandung kemih fetus. Aliran doppler dapat
digunakan untuk memeriksa arteri di dalam ginjal untuk mengeksklusikan penyebab
renal dari oligohidramnion. Teknik ultrasonografi yang saat ini digunakan untuk menilai
cairan amnion adalah:
- Penilaian subjektif
- Maximum vertical pocker/single deepest vertical pocket.
- Indeks cairan amnion
- Teknik dilusi dye
- Kantung cairan amnion berdiameter dua. 4

Penatalaksanaan
Oligohidramnion dapat ditatalaksana dengan cara:
- Secara ekspektan dengan cara:
A. Surveilans janin dan/atau penilaian volume cairan amnion dengan ultrasonografi
secara rutin.
B. Nutrien dengan multivitamin seperti Zinc, Selenium.
- Secara aktif dengan cara:
A. Induksi persalinan
B. Hidrasi maternal
C. Furosemide

2
D. Infus asam amino
E. Amnioinfusion5

Amnioinfusion
Amnioinfusion adalah pengisian cairan normal saline atau Ringer laktat ke dalam
kantung amnion untuk memperbaiki oligohidramnion. Amnioinfusion telah terbukti
aman dan efektif. Amnioinfusion bisa bersifat profilaksis, diagnostik, atau terapeutik.
Terdapat dua teknik yang digunakan untuk amnioinfusion: transabdomen, dan
transvaginal. 6

Amnioinfusion Transabdomen Antepartum


Amnioinfusion Transabdomen Antepartum merupakan prosedur untuk mengurangi
komplikasi akibat cairan intra-amnion yang berkurang. Prosedur ini terutama berguna
dalam kehamilan perematur. Pada persalinan prematur, prosedur ini memungkinkan
terjadinya luaran perinatal yang lebih baik dengan memperpanjang durasi kehamilan.
Prosedur ini merupakan pilihan yang aman dan efektif untuk mencegah gawat janin
pada pasien dengan oligohidramnion. Pada pasien dengan oligohidramnion berat, cara
ini pasti membantu dalam memastikan diagnosis dan prediksi luaran janin yang lebih
baik. 6

Metode
Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi di Sher-i-Kashmir
Institute of Medical Sciences Soura Srinagar selama periode studi antara 1 Agustus
2014 dan 29 Februari 2016, setelah mendapat persetujuan dari komite etik institusi.
Total sebanyak 54 wanita dengan suspek oligohidramnion secara klinis dan secara
ultrasonografis dengan kelompok usia gestasi >24 minggu direkrut dalam penelitian ini.
Peserta penelitian diberikan persetujuan tertulis (informed consent). Kelayakan
ditentukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi6
Kriteria inklusi.
Usia maternal yang berkisar antara 20-38 tahun dan paritas 1-4. Kehamilan tunggal
dengan presentasi kepala. Setidaknya dilakukan 2 pemeriksaan ultrasonografi untuk
konfirmasi usia gestasi dan konfirmasi oligohidramnion. Pasien dengan pemeriksaan

3
kardiotopografi (CTG) reaktif, indeks cairan amnion <5 cm, memiliki ketuban yang
masih intak, kehamilan 24 minggu keatas tidak termasuk persalinan. Telah menanda
tangani persetujuan tertulis. 6
Kriteria eksklusi.
Kehamilan dengan komplikasi gangguan obstetrik, medis, dan pembedahan. Pasien
dalam persalinan saat masuk atau yang telah diberikan cervical cerclage. Pasien dengan
korioamnionitis atau dengan ketuban pecah. Anomali kongenital fetus yang terdeteksi
pada ultrasonografi prenatal, atau kelainan kromosom fetus. Kondisi fetus yang
mengharuskan dilakukan persalinan segera. Perdarahan trimester ketiga yang tidak
terdiagnosis. Pasien dengan infeksi Human immunodeficiency virus (HIV), virus
hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV) dan infeksi lainnya. Pasien dengan
kehamilan ganda atau riwayat seksio sesaria sebelumnya. Adanya kelainan plasenta.
Usia kehamilan antara <24 dan >36 minggu. Tidak setuju mengikuti penelitian. Faktor
perancu maternal dan fetus. Pasien dengan placenta previa atau dengan malpresentasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti efek dari amnioinfusion transabdomen
antepartum dan periode latensi pada kehamilan dengan oligohidramnion.
Pada semua wanita hamil yang direkrut untuk penelitian ini, dilakukan baseline
ultrasonographic scan, dilakukan colour Doppler untuk biometri fetus, penilaian
morfologis dan untuk penilaian cairan amnion menggunakan AFI (indeks cairan
amnion) dengan teknik empat-kuadran. Oligohidramnion didiagnosis ketika AFI <5 cm.
Kasus oligohidramnion yang terdiagnosis dipilih untuk amnioinfusion transabdomen
yang dipandu ultrasonografi.
Dilakukan CTG (kardiotopografi) dan usia gestasi dikonfirmasi dengan menanyakan
riwayat menstruasi, HPHT (hari pertama haid terakhir), pemeriksaan klinis dan dengan
ultrasonografi. Semua pasien diberikan konseling secara ekstensif termasuk
kemungkinan manfaat dan risiko prosedur. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
lengkap. Saat pasien datang, dilakukan pemeriksaan untuk mengeksklusi adanya KPD
(ketuban pecah dini). Kondisi ini dikonfirmasi dengan cara anamnesis yang sesuai
seperti riwayat ketuban merembes dan pemeriksaan spekulum steril, memantau
kumpulan cairan amnion di vagina. Profilaksis anti-D (inj. Rhoclone 300μg secara
intramuskular, monoclonal anti-Rho (D) gamma globulin) diberikan kepada semua

4
pasien hamil dengan Rh negatif. Prosedur amnioinfusion transabdomen dilakukan pada
semua kasus yang eligible. 6
Indeks cairan amnion (AFI) ditentukan di akhir prosedur dan pemeriksaan
ultrasonografi mendetil dilakukan ulang untuk memeriksa kesejahteraan janin. AFI
diulangi 30 menit setelah mengikuti prosedur dan dilanjutkan setelah 24 jam dan sekali
seminggu dengan teknik empat kuadran. Jika AFI ulangan adalah <5 cm dan/atau
median kantung cairan amnion terdalam adalah <2 cm dan bertahan selama empat hari,
kami memutuskan untuk mengulangi amnioinfusion setiap minggu. Amnioinfusion
dianggap berhasil jika median kantung terdalam dari cairan adalah >2 cm 48 jam setelah
prosedur dan terjaga di >2 cm selama periode latensi, perineum diperiksa untuk
kehilangan cairan apapun yang menandakan adanya KPD (ketuban pecah dini). 6
Semua wanita menerima terapi antibiotik (inj. Ceftriaxone 1g secara intravena dua kali
sehari) dan tokolitik (Tablet Isoxuprine 40 mg dua kali sehari) selama 5 hari setelah
prosedur, dan semua pasien dipantau secara klinis dengan teliti, menggunakan
ultrasonografi dan CTG harian. Wanita hamil yang amnioinfusion-nya berhasil
dilakukan follow-up setiap minggu di OPD, dimana AFI dinilai ulang untuk menilai
kebutuhan infus lebih lanjut. Amnioinfusion ulangan dilakukan ketika pengukuran AFI
jatuh dibawah nilai yang tercapai di akhir infus pertama. 6
Persalinan dianggap harus dilakukan ketika adanya klinis korioamnionitis, takikardia
fetus dengan variabilitas yang menurun, deselerasi variabel berat atau rekuren, skor
biophysical <6, atau abruptio plasenta. Para wanita diperkenankan untuk melahirkan
pervaginam kecuali jika terdapat indikasi maternal atau obstetrik untuk seksio sesaria.
Penatalaksanaan keseluruhan ditentukan berdasarkan preferensi pasien, paritas,
kehamilan yang sedang berlangsung yang dinilai secara klinis, sonografis, dan dengan
NST (Non-stress test), onset persalinan dan kondisi maternal. 6
Metode statistik
Analisis data dilakukan menggunakan Statistical Software SPSS (Versi 20.0) dan
Microsoft excel. Didapatkan data statistik deskriptif yang termasuk rerata dan standar
deviasi untuk variabel numerik dan persentase dari kategori-kategori yang berbeda
untuk variabel kategorik. Tabel distribusi frekuensi, bar dan pie chart digunakan untuk
presentasi data. Nilai P kurang dari 0.05 dianggap signifikan secara statistik.6

5
Hasil
Dalam penelitian saat ini, sebanyak 54 wanita dengan oligohidramnion yang terdeteksi
secara ultrasonografis dengan AFI <5cm dan usia gestasi >24 minggu direkrut. Semua
pasien yang terpilih untuk penelitian ini, setuju untuk mengikuti penelitian ini dan tidak
terdapat drop out dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian kami adalah untuk
menentukan kegunaan dari amnioinfusion transabdomen antepartum terhadap AFI dan
perannya dalam memperpanjang periode latensi. Amnioinfusion transabdomen
dilakukan dan hasilnya dianalisis. 6
Tabel 1: Mean AFI (cm) sebelum dan sesudah infus pada pasien.
AFI Mean SD Nilai-P
Sebelum infus 3.3 0.86
<.0001*
Sesudah infus 8.8 1.30

Tabel 1 menunjukkan mean AFI (cm) sebelum dan sesudah infus. Mean AFI sebelum
dan sesudah intervensi masing-masing adalah 3.3 cm dan 8.8 cm, perbedaan yang
didapat signifikan secara statistik dengan nilai p <0.001. 6

Tabel 2: Menunjukkan peningkatan periode latensi pada pasien.


Peningkatan Periode Latensi Jumlah % Mean±SD Jarak
(hari) pasien
<15 3 5.6
15-29 8 14.8
30-44 14 25.9 42.8±14.94 2-74
45-49 25 46.3
60-74 4 7.4

Tabel 2 menunjukkan peningkatan periode latensi (durasi antara waktu datang dan
waktu persalinan) dalam penelitian kami dengan mayoritas pasien 25 (46.3%) dengan
45-59 hari peningkatan periode latensi dan hanya 3 (5.6%) pasien yang memiliki
periode latensi <15 hari. Mean periode latensi adalah 42.8±14.94 hari.

6
Gambar1: AFI sebelum dan sesudah amnioinfusion.

Mean usia pasien dalam penelitian kami adalah 27.5±3.19 tahun dan kelompok usia
gestasi adalah 28-34 minggu. Mean AFI sebelum dan sesudah amnioinfusion adalah
masing-masing 3.3cm dan 8.8 cm. Perbedaan didapatkan signifikan secara statistik
dengan nilai p <0.001. Dalam penelitian kami, mayoritas wanita hamil adalah
primigravid, dan pasien diteliti berdasarkan indeks obstetrik seperti gravida, paritas, dan
jumlah keguguran sebelumnya. Dalam penelitian saat ini, terdapat peningkatan periode
latensi pada pasien yang diteliti dengan mean periode latensi 42.8±14.94 hari. Mean
jumlah amnioinfusion transabdomen di penelitian kami adalah 1.48±0.64. Pada
penelitian kami mayoritas pasien, yaitu 33 (61.1%) melahirkan pada usia 38-4 minggu
dengan mean usia saat persalinan 37.4±1.92 minggu. Dalam penelitian kami, maksimal
jumlah pasien, yaitu 32 (59.3%), melahirkan secara normal dan hanya 15 (27.8%) yang
membutuhkan seksio sesaria. 6

Mean skor APGAR dalam penelitian kami pada menit pertama dan menit kelima adalah
masing-masing 6.8±1.09 dan 8.3±0.87. Sebanyak 78% bayi lahir dengan berat >2.5 kg.
Mean berat lahir adalah 2.9±0.59 kg. Angka kejadian bayi baru lahir yang dirawat di
NICU adalah 20.4%. Jumlah kematian neonatus di penelitian kami adalah 5.6%.
Terdapat penurunan angka kejadian rawat di NICU dan kematian neonatal setelah
amnioinfusion transabdomen. 6

Pembahasan

7
Oligohidramnion menyerang 1-5% kehamilan. Oligohidramnion menyebabkan berbagai
komplikasi fetus dan maternal. Komplikasi fetus seperti: kompresi tali pusat dan gawat
janin, hipoplasia paru fetus dan lahir mati, restriksi pertumbuhan fetus, skor APGAR
rendah, rawat NICU dan mortalitas fetus.
Komplikasi maternal seperti: Persalinan memanjang akibat inersia, induksi persalinan,
peningkatan insidensi intervensi operatif akibat malpresentasi dan morbiditas serta
mortalitas terkait. 7
Oligohidramnion bukan hanya merupakan tantangan diagnostik tetapi juga suatu
dilemma penatalaksanaan untuk dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Luaran
umumnya biasanya buruk, apapun penyebab oligohidramnion-nya. Tujuan dari
penelitian kami adalah untuk menilai kegunaan amnioinfusion transabdomen
antepartum dalam mengurangi efek buruk oligohidramnion perinatal dan efek
amnioinfusion terhadap berbagai parameter seperti volume cairan amnion (AFV),
periode latensi, kebutuhan intervensi operatif, dan penurunan komplikasi, morbiditas
serta mortalitas perinatal terkait. 7
Wanita hamil dalam penelitian kami memiliki usia gestasi antara 28-34 minggu. Hal ini
sangat mirip dengan kelompok usia gestasi dari berbagia penelitian sebelumnya seperti
Turhan NO, Atacan N et al. yang mengikutsertakan kehamilan antara usia gestasi 23
dan 35 minggu. Gowri R, Soundaraghavan S et al. mengikutsertakan kehamilan tunggal
dari usia gestasi 24-34 minggu. 8
Penelitian kami mengikutsertakan pasien dengan indeks cairan amnion ≤5 cm, mean
AFI dalam cm adalah 3.3±0.86 yang mana mirip dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Anshuja Singla et al, Dotunogunyemi et al, Kim et al, Jung SH, et al,
dan Gowri R et al. juga mengikutsertakan pasien dengan AFI <5cm. 8
Dalam penelitian kami, mean indeks cairan amnion sebelum dan sesudah amnioinfusion
transabdomen masing-masing adalah 3.3 cm dan 8.8 cm dengan nilai p <0.001 yang
adalah signifikan secara statistik. Bacaan ini hampir serupa dengan hasil observasi dari
peneliti sebelumnya seperti Kim GJ et al. Penelitian tersebut mendapatkan indeks cairan
amnion sebelum dan sesudah infus masing-masing adalah 4 cm dan 9.3 cm.
Dotunogunyemi et al., mendapatkan hasil indeks cairan amnion sebelum dan sesudah
infus masing-masing sebesar 1.1 cm dan 12 cm. Turhan et al. mendapatkan indeks
cairan amnion sebelum dan sesudah infus masing-masing sebesar 6 cm dan 11 cm. Jung

8
et al., R Gowri et al., juga mendapatkan peningkatan indeks cairan amnion yang
signifikan setelah amnioinfusion transabdomen dan dengan demikian mengurangi
komplikasi yang timbul dari oligohidramnion. 9
Mean jumlah infus di dalam penelitian kami adalah 1.48±0.64 pada setiap wanita hamil.
Dalam penelitian oleh Fatima T Butt et al., mean jumlah infus adalah 1.05 per wanita
hamil. 9
Terdapat peningkatan periode latensi yang signifikan pada pasien yang mendapat TAA
di penelitian kami. Mean periode latensi adalah 42.8±14.94 hari. Turhan et al.
melaporkan peningkatan periode latensi yang signifikan pada pasien yang mendapat
TAA. Peneliti menyimpulkan bahwa amnioinfusion transabdomen memperpanjang
periode latensi dan meningkatkan luaran perinatal pada kehamilan prematur yang
dikomplikasi dengan oligohidramnion. Serupa dengan hal tersebut, Locatelli et al, Jung
et al, Fatima T Butt et al dan GJ Kim et al, juga mendapatkan peningkatan periode
latensi yang signifikan. 9
Dalam penelitian kami, sebanyak 27.8% pasien memerlukan seksio sesaria. Hasil ini
dapat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya seperti Patrizia Vergani et al. yang
mendapatkan angka LSCS sebesar 5% pada kelompok penelitian dan Chhabra et al.
yang mendapatkan angka LSCS sebesar 18% pada kelompok penelitian. Serupa dengan
hal ini, Mandelbrot et al. juga melaporkan penurunan yang signifikan pada laju seksio
sesaria di kelompok yang mendapat amnioinfusion. 9
Mean skor APGAR dalam penelitian kami pada kelompok penelitian di menit pertama
dan menit kelima masing-masing adalah 6.8±1.09 dan 8.3±0.87. Kim et al.
mengevaluasi mean skor APGAR menit pertama dan menit kelima pada kelompok
penelitian dan mendapatkan hasil 7.6 dan 8.9 yang mana cukup mirip dengan hasil
observasi kami. Pada penelitian kami, sebanyak 78% bayi lahir dengan berat >2.5 kg.
Mean berat lahir adalah 2.9±0.59. Kim et al., mendapatkan mean berat lahir sebesar 2.6
kg pada kelompok penelitian, yang merupakan hasil yang sama dengan penelitian kami.
Locatelli A, Vergani P, et al. dan Marco De Santis et al. juga melaporkan peningkatan
yang signifikan pada berat lahir di kelompok yang mendapatkan amnioinfusion. 9
Dalam penelitian ini, insidensi neonatus yang dirawat di NICU adalah 20.4%. Anshuja
Singla et al. melaporkan peningkatan yang signifikan dalam kebertahanan hidup
neonatus di kelompok penelitian. TAA mengurangi sepsis neonatus awal secara

9
signifikan pada kelompok terapi dan dengan demikian mengurangi angka masuknya
neonatus ke NICU.
Jumlah kematian neonatus dalam penelitian kami adalah 5.6% (3 bayi). Satu bayi
meninggal karena septicaemia dengan DIC (Disseminated intravascular coagulopathy)
disertai RDS (Respiratory distress syndrome). Bayi kedua meninggal akibat
septicaemia dengan DIC disertai perdarahan paru. Bayi ketiga meninggal karena
pneumonia terkait ventilator disertai sepsis. Temuan serupa juga didapatkan oleh
Chhabra et al. yaitu 4% kematian neonatus pada kelompok penelitian. Gramellini D et
al. juga mendapatkan kematian neonatus sebesar (5%) dan Anshuja Singla et al. sebesar
(17%).
Tidak terdapat sekuele paru, neurologis, atau sekuele lainnya akibat oligohidramnion
pada neonatus saat lahir dan pada periode follow-up. 10

Kesimpulan
Amnioinfusion transabdomen antepartum adalah suatu prosedur yang bermanfaat untuk
mengurangi komplikasi akibat cairan intra-amnion yang berkurang. Prosedur ini
meningkatkan indeks cairan amnion secara signifikan.
Prosedur ini terutama bermanfaat pada persalinan prematur. Prosedur ini
memungkinkan terjadinya luaran perinatal yang lebih baik dengan memperpanjang
durasi kehamilan secara signifikan, meningkatkan berat badan bayi. Amnioinfusion
transabdomen antepartum merupakan pilihan yang sederhana, aman, murah, dan efektif
untuk mencegah gawat janin pada kehamilan dengan oligohidramnion dan dengan
demikian mengurangi intervensi operatif. Prosedur ini merupakan modalitas terapeutik
yang berguna untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas fetus. Prasyarat prosedur ini
adalah mengoptimalkan pemilihan pasien yang merupakan kandidat yang baik untuk
prosedur ini. 9,10

10
REFERENCES
1. Chemberlan MB, Manning FA, Morreson L. Ultrasound evaluation of amniotic fluid
II. The relationship of increased amniotic fluid volume to perinatal outcome. Am J
Obstet Gynecol. 1984;150: 250-4.
2. Taylor MF, Fisk NM. Hydramnios and oligohydramnios. In James DK, Steer PJ,
Weiner CP, Gonik B, editors. High risk pregnancy, 3rd edition. Philadelphia: WB
Saunder publications. 2006;278- 85.
3. Moore TR, Cayle JE. The amniotic fluid index in normal human pregnancy. Am J
Obstet Gynecol. 1990;162:1168-73.
4. Chamberlain PF, Manning FA, Morrison I. Ultrasound evaluation of amniotic fluid
volume. Am J Obstet Gynecol. 1984;150:245-9.
5. Manning FA, Harman CR, Morrison I, Menticoglou SM, Lange IR, Johnson JM.
Fetal assessment based on fetal biophysical profile scoring IV. An analysis of perinatal
morbidity and mortality. Am J Obstet Gynecol. 1990;162(3):703-9.
6. Phelan JP, Smith CV, Small M. Amniotic fluid volume assessment with the 4
quadrant technique at 36-42 week gestation. J Reprod Med. 1987;32:540-2.
7. Vergani P, Ceruti P, Strobelt N, Locatelli A, D'Oria P, Mariani S. Transabdominal
amnioinfusion in oligohydramnios at term before induction of labor with intact
membranes: a randomized clinical trial. Am-J-Obstet-Gynecol. 1996;175(2):465-70.
8. Turhan NO, Atacan N. Antepartum prophylactic transabdominal amnioinfusion in
preterm pregnancies complicated by oligohydramnios. Internat J Gynecol Obstetr.
2002;76(1):15-21.
9. Gowri R, Soundaraghavan S. Evaluation of transabdominal amnio-infusion in the
antepartum management of oligohydramnios, complicating preterm pregnancies. J
Obstetr Gynaecol India. 2004; 54(5):460-3.
10. Singla A, Yadav P, Vaid NB, Suneja A, Mohammad Faridi MA. Transabdominal
amnioinfusion in preterm premature rupture of membranes. Internat J Gynecol Obstet.
2010;108:199-202.

11

Anda mungkin juga menyukai