Anda di halaman 1dari 5

RESUME JURNAL AMNIOSINTESIS

JUDUL : Penatalaksanaan dugaan primer infeksi Toxoplasma gondii pada wanita hamil
di Norwegia: dua puluh tahun pengalaman amniosentesis pada populasi
dengan prevalensi rendah

VOLUME : DOI 10.1186/s12884-017-1300-1

TAHUN : 2017

PENULIS : Findal dkk. BMC Kehamilan dan Melahirkan

A. Latar Belakang
Jurnal ini memiliki latar belakang berdasarkan Infeksi primer Toxoplasma gondii selama
kehamilan dapat mengancam janin. Wanita yang terinfeksi sebelum pembuahan tidak
mungkin menularkan parasit ke janin,. Jika serologi ibu menunjukkan kemungkinan infeksi
primer, kemudian dilakukan amniosentesis untuk analisis PCR toksoplasma dan diberikan
pengobatan antiparasit.
Namun, amniosintesis dapat membedakan antara infeksi primer dan laten yang terjadi dan
Kehilangan janin terkait prosedur setelah amniosentesis menjadi perhatian yang harus di
pertimbangkan

B. Tujuan penulisan Jurnal


Secara garis besar, jurnal ini dibuat dengan tujuan untuk menentukan apakah amniosentesis
dilakukan pada pasien yang benar dan apakah prosedur tersebut aman untuk indikasi ini.

C. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dengan menggunakan Studi retrospektif menganalisis
data dari semua kehamilan tunggal (n = 346) di Oslo University Hospital yang menjalani
amniosentesis karena dugaan infeksi toksoplasma primer ibu selama 1993-2013

D. Hasil penelitian
Dalam jurnal ini disebebutkaan bahwa hasil penelitiannya adalah 50% (173) wanita
terinfeksi sebelum kehamilan, 23% (80) kemungkinan pada kehamilan dan 27% (93) pasti
terinfeksi selama kehamilan. Wanita dengan IgM positif dan aviditas IgG rendah/titer uji
pewarna tinggi maka lima belas anak terinfeksi toksoplasma, salah satunya dengan PCR
negatif dalam cairan ketuban.
E. Kesimpulan
Kesimpulan dari jurnal yang dapat di Tarik adalah Setengah dari populasi penelitian wanita
terinfeksi sebelum kehamilan. Untuk mengurangi amniosentesis yang tidak perlu, kami
menyarankan serologi konfirmasi 3 minggu setelah hasil yang dicurigai dan menyarankan
agar serologi ditafsirkan oleh staf multidisiplin yang berdedikasi. Amniosentesis aman dan
berguna sebagai prosedur diagnostik dalam mendiagnosis infeksi toksoplasma kongenital
bila dilakukan setelah 15 GW.
TINJAUAN TEORI AMNIOSINTESIS

A. DEFENISI
Amniocentesis adalah prosedur yang dilakukan saat kehamilan untuk memeriksa sampel
air ketuban. Prosedur ini berguna untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada janin.
Bila diperlukan, amniocentesis akan direkomendasikan kepada ibu hamil saat usia
kehamilan mencapai 15-20 minggu.
Dalam prosedur amniocentesis, dokter menggunakan jarum khusus untuk mengambil
sampel cairan amnion (air ketuban), dengan cara menusukkannya ke perut ibu sampai ke
rahim. Dokter akan memeriksa cairan yang mengandung sel-sel untuk memberi petunjuk
mengenai kondisi janin.
Sel-sel diperiksa berdasarkan ukuran dan nomor kromosom-kromosom janin, yang
menunjukkan apabila ada risiko atau gangguan yang membahayakan janin, salah satunya
untuk mengetahui sindrom Down.

B. Indikasi Amniocentesis
Dokter merekomendasikan prosedur amniocentesis ketika usia kehamilan menginjak
15-20 minggu. Hal ini dilakukan dengan tujuan:
 Mengetahui ketidaknormalan kromosom janin sebelum kelahiran. Pemeriksaan
amniocentesis dilakukan bila setelah pemeriksaan USG kehamilan dicurigai adanya
kelainan pada janin, misalnya sindrom Patau.
 Mengetahui perkembangan paru-paru janin.

 Memastikan terjadinya chorioamnionitis, yaitu infeksi bakteri pada kantung ketuban


(amnion) dan lapisan pembentuk ari-ari (chorion).
 Mengevaluasi kelainan pada janin akibat alloimmunization, yaitu kelainan akibat respons
sistem imun atau kekebalan tubuh ibu yang ikut dipindahkan kepada janin, serta
menimbulkan masalah bagi janin. Kelainan akibat alloimmunization ini adalah kelainan
akibat ketidakcocokan rhesus (inkompabilitas rhesus) atau hidrops fetalis. Bila
inkompabilitas rhesus tidak terdeteksi sejak awal bisa membahayakan kondisi janin.
 Pengobatan polihidramnion, yaitu dengan memberikan obat secara langsung ke dalam
ketuban, untuk mengurangi tekanan dalam rahim. Amniocentesis juga dapat digunakan
untuk memberikan obat secara langsung ke janin.

Kelainan pada janin lebih rentan terjadi pada ibu hamil dengan kondisi sebagai berikut:
 Berusia di atas 35 tahun.
 Memiliki riwayat keluarga atau anak yang lahir sebelumnya dengan gangguan
metabolisme atau kelainan gen, seperti sindrom Down, penyakit Tay-Sachs, atau cystic
fibrosis.
C. Peringatan Amniocentesis
Amniocentesis merupakan prosedur yang aman dilakukan. Walau begitu, tetap ada
beberapa kondisi yang menyebabkan ibu hamil perlu berhati-hati sebelum melakukan
tindakan amniocentesis. Keadaan tersebut antara lain:
 Kurangnya jumlah air ketuban (oligohidramnion).
 Kelainan posisi ari-ari.
 Memiliki alergi terhadap obat bius, bahan lateks, atau perekat.
 Sedang menggunakan obat-obatan lain, misalnya obat pengencer darah.
 Memiliki riwayat gangguan pembekuan darah.
 Perbedaan golongan darah rhesus dengan janin yang dikandung.
 Menderita hepatitis atau HIV.
D. Sebelum Amniocentesis
Tidak ada persiapan khusus sebelum menjalani amniocentesis. Ibu hamil juga tidak
perlu berpuasa sebelum dilakukan tindakan. Dalam beberapa kasus, ibu hamil dianjurkan
untuk menahan buang air kecil, dikarenakan prosedur ini lebih mudah dilakukan apabila
urine memenuhi saluran kemih. Mintalah kepada suami atau keluarga untuk mengantar dan
menemani selama prosedur.
E. Prosedur Amniocentesis
Dokter akan meminta Anda berbaring dengan nyaman di ranjang ruang periksa.
Dokter akan membantu untuk memposisikan diri Anda ke posisi litotomi yaitu posisi
berbaring terlentang, lutut dan pinggul ditekuk, serta kedua kaki akan ditopang. Saat Anda
sudah berbaring dengan nyaman, dokter akan menggunakan USG untuk memeriksa kondisi
janin, denyut jantung janin, lokasi plasenta, dan lokasi air ketuban.Dokter akan
menggunakan anestesi yang disuntikkan di sekitar perut untuk mengurangi rasa sakit.
Namun, anestesi tidak selalu digunakan dalam amniocentesis karena pengaruhnya dirasa
tidak begitu penting.
USG juga digunakan sebagai panduan untuk menusukkan jarum ke dinding perut
hingga ujung jarum berada di pusat kantung ketuban. Dokter akan mengambil kira-kira 30
ml (sekitar 2 sendok makan) cairan. Prosedur ini berlangsung singkat, yakni sekitar 30
detik hingga beberapa menit. Apabila pengambilan jumlah cairan dirasakan cukup, dokter
akan secara hati-hati menarik jarum keluar dari perut. Setelah itu, dokter akan
mengoleskan cairan antiseptik dan menutup area tusukan di perut dengan perban.
F. Setelah Amniocentesis
Setelah amniocentesis, dokter akan memeriksa denyut jantung janin dengan alat
khusus, memastikan bahwa janin tidak mengalami stres. Apabila Anda memiliki golongan
darah rhesus negatif, dan janin dicurigai memiliki golongan darah rhesus positif, dokter
akan memberikan suntikan Rho setelah prosedur. Suntikan Rho bertujuan untuk mencegah
reaksi alloimunization terhadap janin.
Dokter akan memperbolehkan Anda untuk pulang dan menyarankan beristirahat di
rumah, serta menghindari aktivitas dengan gerakan yang berulang-ulang dan hubungan
seksual selama 1-2 hari. Sampel air ketuban akan diperiksa lebih lanjut di laboratorium dan
hasilnya bisa diperoleh dalam beberapa hari hingga satu bulan. Diskusikan bersama dokter
hasil amniocentesis yang telah dijalani.
G. Komplikasi Amniocentesis
Konsultasikan kepada dokter apabila Anda mengalami komplikasi setelah menjalani
amniocentesis. Amniocentesis dapat menyebabkan sejumlah komplikasi berupa:
 Penularan infeksi. Ibu hamil yang memiliki infeksi, seperti hepatitis atau HIV, berisiko
menginfeksi janin melalui amniocentesis.
 Kebocoran air ketuban. Walau jarang, kebocoran air ketuban bisa saja terjadi. Apabila
terjadi, kondisi ibu dan janin akan terus dipantau oleh dokter, terutama bila adanya
infeksi. Dalam kasus ini, risiko komplikasi kelahiran prematur akan meningkat, yang
umumnya disebabkan oleh sedikitnya jumlah cairan ketuban yang tersisa.
 Penelitian justru menunjukkan peluang amniocentesis untuk menyebabkan risiko
keguguran sangatlah kecil. Terjadinya keguguran akibat amniocentesis hanya 0,2-0,3
persen dari seluruh kehamilan.
 Cedera pada janin, seperti gangguan paru-paru, dislokasi pinggul, atau kaki pekuk
(clubfoot).

Anda mungkin juga menyukai