Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AMNIOSENTESIS

Dosen Pembimbing :

Ns, Heny Ekawati, MKes

Oleh :

1. Cindi Prastika Dewi A. (1802012560)


2. Anggun Septa Devita S. (1802012576)
3. Nafa Kusuma W. (1802012545)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Tahun Ajaran 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Maternitas yang berjudul
“Amniosentesis”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Lamongan, 08 November 2019


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Amniosentesis adalah prosedur prenatal yang mungkin akan disarankan
selama kehamilan. Sel janin, bahan kimia, dan mikroorganisme di dalam cairan
ketuban yang menyelubungi janin menyediakan sejumlah besar informasi tentang
bayi, misalnya bangunan gennya, kondisinya saat ini, dan tahap kematangannya.
Pengambilan dan pemeriksaan sejumlah cairan ketuban adalah kemajuan yang paling
penting dalam diagnosis pralahir, amniosentesis memiliki keakuratan lebih dari 99
persen dalam mendiagnosis dan menyingkirkan kemungkinan sindrom down.
Kelaianan-kelainan genetik tertentu bisa ditegakkan diagnosisnya dengan cara
konsultasi genetik prenatal dan uji coba diagnostik. Kemudahan memperoleh sample
cairan amnion dalam kehamilan muda adalah meluas, dan hasil-hasil yang normal
memberikan ketenangan.
Amniosentesis hanya dilakukan pada wanita yang dianggap lebih beresiko
melahirkan anak dengan cacat lahir. Cairan ketuban akan diperiksa untuk
mendapatkan informasi tentang bayi (termasuk jenis kelamin) dan untuk mendeteksi
kelainan fisik seperti sindrom atau spina. Dari sample cairan ketuban, DNA juga diuji
untk mengidentifikasi berbagai gangguan genetik, seperti fibrosis kistik dan sindrom
X rapuh.

1.2. Rumusan Masalah


1. Siapa saja yang dianjurkan melakukan pemeriksaan amniosentesis?
2. Bagaimana amniosentesis dilakukan?
3. Kapan dilakukannya amniosentesis?
4. Apa saja resiko dan komplikasi yang terjadi pada pemeriksaan amniosintesis?
5. Seberapa aman pemeriksaan amniosentesis?
6. Apa saja legal etik amniosentesis?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui siapa saja yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
amniosentesis.
2. Untuk mengetahui cara amniosentesis dilakukan.
3. Untuk mengetahui waktu dilakukannya amniosentesis.
4. Untuk mengetahui resiko dan komplikasi yang terjadi pada pemeriksaan
amniosentesis.
5. Untuk mengetahui keamanan dari pemeriksaan amniosentesis.
6. Untuk mengetahui legal etik amniosentesis
7. Agar mahasiswa bisa mengetahui dan memahami prosedur pemeriksaan
amniosentesis, serta meningkatkan pengetahuan mahasiswa.

1.4. Manfaat
1. Mengetahui kelainan bawaan (Syndrome down, dll)
2. Mengetahui jenis kelamin bayi
3. Mengetahui tingkat kematangan paru janin
4. Mengetahui ada tidaknya infeksi cairan amnion
BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Anjuran Untuk Amniosentesis


Tes ini dianjurkan ketika:
1. Ibu berusia di atas 35 tahun. Sekitar 80-90 persen dari semua amniosentesis
dilakukan hanya atas dasar usia ibu, terutama untuk menentukan apakah janinya
mengalami sindrom down, yang sangat prevalen di antara anak yang ibunya sudah
berusia lanjut.
2. Pasangan yang telah mempunyai anak yang memiliki ketaknormalan kromosom,
misalnya sindromdown, atau kelainan metabolisme, misalnya sindrom hunter.
3. Pasangan mempunyai anak lain atau keluarga dekat yang memiliki kelaianan pada
tabung sarafnya.
4. Ibu adalah pembawa kelainan genetik X, misalnya hemofilia (yang mempunyai 50
persen kemungkinan untuk menurunkannya kepada anak laki-laki yang ia
kandung). Pada kasus hemofilia , amniosentesis dapat mengenali jenis kelamin
janin, serta apakah bayinya telah mewarisi gen tersebut.
5. Kedua orang tua diketahui memiliki kondisi seperti khorea huntington, yang
diturunkan melalui autosom yang dominan, sehingga bayi memiliki 1 dari 2
kemungkinan mewarisi penyakit ini.
6. Diduga terjadi toksoplasmosis, penyakit kelima (eritma infeksiosum), atau infeksi
janin lainnya.
7. Hasil tidak normal dari tes skrining (biasanya tes tritunggal atau USG), dan
diperlukan penilaian cairan ketban untuk menentukan apakah benar-benar ada
ketaknormalan pada janin.
8. Diperlukan untuk menilai kematangan paru-paru janin di kehamilan lanjut
(merupakan salah satu organ terakhir yang siap untuk berfungsi sendiri).

2.2 Cara Melakukan Amniosentesis


Prosedur pemeriksaan
a. Persiapan
 Alat
 Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangannya. Misalnya menutup pintu/jendela atau skerem
untuk menjaga privasi.
 Klien
Bantu klien mengenakan bsju periksa dan anjurkan klien untuk
rileks.
b. Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan
pasang handschoon
4. Klien diposisikan terlentang
5. Tutupi tubuh klien menggunakan selimut sehingga hanya bagian
perutnya saja yang terbuka
6. Perut diolesi cairan antiseptik, dan kadang-kadang areanya
dikebalkan dengan suntikan anestesi lokal sejenis novokain yang
digunakan oleh dokter gigi ( Tetapi banyak yang tidak
menggunakan karena rasa nyerinya sama dengan jarum
amniosentesis).
7. Lokasi janin dan plasenta ditentukan melalui USG, sehingga akan
dapat menghindarinya selama prosedur
8. Memasukkan jarum yang panjang dan berlubang pada dinding
perut ke dalam rahim dan mengambil sekitar 15-20 ml (tiga sendok
teh) cairan amnion akan disedot keluar dari kantung yang
menyelubungi janin (janin memproduksi lebih banyak cairan
ketuban untuk menggantikan cairan yang diambil keluar.)
9. Resiko menusuk janin dengan jarum akan banyak dikurangi dengan
penggunaan bimbingan USG.
10. Tanda vital ibu dan denyut jantung janin akan diperiksa sebelum
dan sesudah prosedur, yang dari awal tidak boleh lebih lama dari
30 menit.
11. Ibu yang punya Rh negatif biasanya diberi suntikan
Rhimunglobulin (Rhogam) sesudah suatu amniosentesis untuk
memastikan bahwa prosedur ini tidak memunculkan masalah Rh.

2.3 Waktu Melakukan Amniosentesis


Amniosentesis diabostik biasanya dilakukan antara minggu ke 16-18 dari
kehamilan, tetapi kadang sedini minggu ke-14 atau selambat minggu ke-20. Kajian
terhadap amniosentesis dini (minggu ke 11-14) sejauh ini menunjukkan peningkatan
yang berarti pada komplikasi. Hasil tes biasanya didapatkan dalam satu minggu.
Amniosentesis juga dapat dilakukan pada trimester terakhir untuk menilai
kematangan paru-paru janin.
Amnioseentesis dilakukan antara minggu ke-16 dan 20. Dalam waktu ini, bayi
berada dalam sekitar 130ml cairan ketuban, yang terus menerus ia telan dan
keluarkan.

2.4 Resiko dan Komplikasi Amniosentesis


Tindakan amniosentesis mempunyai resiko terhadap ibu dan maupun janin.
Resiko terhadap ibu secara aktual sangat rendah. Komplikasi amniosentesis , seperti
yang dilaporkan oleh Nasional Insitute of Child Health and Human Development,
mencapai 0,1%. Komplikasi ibu yang bersifat ringan mencakup : spotting vaginal
bersifat sementara, kebocoran cairan amnion terjadi pada 2-3% kasus, sedangkan
resiko janin yang utama berupa perdarahan, terkena pungsi, abortus spontan serta
kematian janin sebagai akibat mekanisme indirek seperti oklusi, hematoma funiculus
umbilicalis, pelepasan placenta, persalinan prematur, dan pada trauma berat dapat
terjadi fistula ileocutaneus dan gangren lengan (Milunsky, 1979).

2.5 Keamanan Amniosentesis


Kebanyakan ibu akan mengalami nyeri atau kejang ringan beberapa menit
sampai beberapa jam setelah prosedur ini. Maka ibu dianjurkan untuk beristirahat
lebih dulu. Ada pula yang terjadi pendarahan melalui vagina atau kebocoran cairan
ketuban. Pada lebih dari 95 persen kasus, diagnosis tidak adanya keabnormalan. Pada
5 persen sisanya, penemuan bahwa ada sesuatu yang salah pada bayinya sehingga
membuat para orang tua gelisah. Beberapa kemungkinan pilihannya antara lain :
a. Melanjutkan Kehamilan
Pilihan ini sring dipilih jika kelainan yang ditemukan adalah sebuah kelainan yang
menurut orang tuanya sanggup mereka jalani bersama bayi, atau jika orang tua
menolak aborsi untuk keadaan apapun. Bahkan jika aborsi bukan merupakan
pilihan yang dapat diterima, mendapat informasi tentang apa yang mungkin akan
terjadi menyiapkan orang tua untuk menyiapkan diri (emosional dan praktikal)
untuk menerima seorang anak yang memiliki kebutuhan khusus ke dalam
keluarga, untuk menghadapi kehilangan anak yang tidak terhindarkan, atau untuk
mempertimbangkan adopsi anak yang memiliki kebutuhan khusus.
b. Mengakhiri Kehamilan
Jika tes menunjukkan kelainan yang akan fatal atau sangat melumpuhkan, dan
dengan tes ulang dan/atau intepretasi oleh konselor genetik untuk mengukuh
diagnosis, banyak orang tua yang memilih mengakhiri kehamilan. Pada kasus ini,
jaringan janin akan diperiksa secara seksama, ini bermanfaat menentukan
kemungkinan bahwa kelaianan akan terulang di kehamilan berikutnya.
Kebanyakan pasangan orang tua, dengan bekal informasi ini dan bimbingan atau
konselor geneik, akan mencoba hamil kembali, dengan harapan bahwa tes dan
kehamilan berikutnya normal. Dan sering kali memang demikian.
c. Perawatan Pralahir Janin
Pilihan ini hanya tersedia untuk lebih banyak keadaan. Perawatannya dapat berupa
transfusi darah (misalnya pada penyakit Rh), pembedah (misalnya untuk
menghilangkan sumbatan pada kandung kemih), atau pemberian enzim atau obat
(misalnya steroid untuk mempercepat perkembangan paru-paru pada janin yang
harus dilahirkan lebih awal). Dengan semakin majunya teknologi, akan semakin
banyak pembedahan, manipulasi genetik, dan perawatan janin lainnya di masa
depan.
d. Menyumbangkan Organ Tubuh
Jika diagnosis menunjukkan bahwa catat janin tidak sejalan dengan kehidupan,
mungkin anda dapat menyumbangkan satu atau lebih organ yang sehat pada bayi
yang membutuhkan. Beberapa orang tua menemukan tindakan ini sedikitnya
merupakan penghiburan kecil atas kehilangan mereka. Seorang spesialis ibu-anak
atau neonatolog mungkin dapat memberi informasu yang membentu untuk situasi
seperti ini.
Pada beberapa kasus, ibu mengalami infeksi atau komplikasi lain yang dapat
menjurus ke keguguran, sehingga amniosentesis hanya boleh digunakan jika
manfaatnya lebih besar daripada resiko.
3.1 Legal Etik Amniosentesis
 Etika
Pengertian etika(Etimologi), berasal dari bahasa yunani adalah “Ethos” , yang berarti,
karakter,watak, kesusilaan atau adat kebiasaan(custom). Sebagai suatu subyek, etika akan
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh oleh individu ataupun kelompok umtuk menilai
apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

Amniosintesis telah ada lebih dari satu dekade dan diskusikan secara lengkap.
Masalah etik dan hukum mengenal prosedur ini mencakup kesalahan kelalaian dan kesalahan
perbuatan. Contohnya jika seorang wanita yang dicalonkan untuk menjalani tes karena usia
(diatas 35 tahun ) melahirkan dengan anak anomali kromosom atau memiliki riwayat
penyakit genetik dan tidak diperhatikan pada saat tes, profesional perawat kesehatan
dapat bertanggung jawab jika ia melahirkan bayi yang cacat.

Resiko dan keuntungan tes juga harus dijelaskan kepada klien, dan harus mendapat
persetujuan tindakan. Jika ibu telah dites, diberi tahu bahaya janinnya normal, kemudian
melahirkan bayi yang cacat, profesional perawat kesehatan dan laboraturium yang melakukan
tes harus bertanggung jawab. Meskipun profesional kesehatan mempunyai keyakinan pribadi
tentang efektifitas tes, memiliki pendapat mengenai apakah pendapat tentang wanita harus
menggugurkan kandungan jika hasil tes adanya janin yang cacat, atau memiliki keberatan
berdasarkan moral, etika atau agama berdasarkan tes tersebut, profesional keperawatan
kesehatan tetap berkewajiban memberi tahu klien tentang tes dan merujuk ketempat lain
(Stern, 1988 ; Freda, 1994).
BAB III

PENUTUP

3.2 Kesimpulan

Amniosentesis pada umumnya aman dan dapat dipercaya, tetapi tetap tidak bebas
sama sekali dari faktor risiko. Penting sekali untuk digunakan dengan selektif dan tetap
dijelaskan kepada pasangan pasien yang menginginkannya.
Resiko dan keuntungan tes harus dijelaskan kepada klien, dan harus mendapat
persetujuan tindakan. Jika ibu telah dites, diberi tahu bahaya janinnya normal, kemudian
melahirkan bayi yang cacat, profesional perawat kesehatan dan laboraturium yang melakukan
tes harus bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA

Murkoff, Haidi dkk. 2006. Kehamilan: Apa Yang anda Hadapi Bulan Per
Bulan. Jakarta: Arcan
F. Rayburn, William dan Carey, J. Christopher. 2001. Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: Widya Medika
Aprillia Samiadi, Lika. 2019. Amniocentesis, (online), (
https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/kesehatan/operasi/amniocentesis/amp/
03 Oktober 2019)
Pranoto, Ibnu. 1991. Peranan Amnionesis Untuk Menetapkan Kelainan
Genetik. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran, jilid XXIII(2), No 2, (online), ( http://i-
lib.ugm.ac.id/jurnal/detil.php?datald=5579 , diakses 1 Februari 2007)
Karlina Novvi. SST dkk 2014. Etiolegal Dalam Praktik Kebidanan.Bogor: IN
MEDIA
http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/08/pertimbangan-etik-dan-hukum-
dalam.html (online)

Anda mungkin juga menyukai