Anda di halaman 1dari 30

TERATOLOGI

“ AMNIOSENTESIS”

Oleh :
Kelompok 3
Haryeni Sastra Anggraini 2001019
Indri Hotma Novida 2001021
Lutfiana Nurul Wahidah 2001026
Miftahul Jannah 2001028
Nicky Viola Agatha 2001033
Denisya Anggraini 2001145
Falya Aisyah Salam 2001151 Dosen pengampu:
Liliana Saharani 2001156 Apt. Rahmayati Rusnedy, S.Farm, M.Si
Putri Ameilia Azlin 2001163
Shaddam Satriawan 2001177
01 PENGERTIAN AMNIOSENTESIS

ALASAN DILAKUKAN PEMERIKSAAN


02 AMNIOSENTESIS

INDIKASI, TUJUAN dan MANFAAT


03 AMNIOSENTESIS

04 JENIS PEMERIKSAAN AMNIOSENTESIS

05 PROSEDUR AMNIOSENTESIS

HASIL TES dan RESIKO PASCA


06 PEMERIKSAAN AMNIOSENTESIS

KELEBIHAN dan KEKURANGAN DARI


07 TEKNIK AMNIOSENTESIS
Amniosentesis adalah teknik untuk
mengambil cairan amnion dari rongga
rahim menggunakan jarum, melalui
pendekatan transabdominal dan di
bawah bimbingan USG terus
menerus, untuk mendapatkan sampel
sel eksfoliasi janin, transudat, urin
atau sekresi.
Amniosentesis juga merupakan
suatu tes yang dilakukan untuk
menilai kelainan kromosom janin
dalam kandungan seperti sindrom
Down, sindrom Edward, dan
sindrom Patau, termasuk
permasalahan janin lainnya selama
dalam kandungan.
ALASAN DILAKUKAN PEMERIKSAAN
AMNIOSENTESIS

 Diduga ada resiko tinggi dari kelainan janin atau cacat bawaan.
 Kehamilan yang diduga mengalami infeksi dalam Rahim atau janin
mengalami anemia atau infeksi.
 Mengobati polyhydramnios, yaitu kelebihan cairan ketuban.
Kondisi ini bisa meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada
kehamilan, seperti bayi lahir premature (lahir sebelum usia
kandungan 37 minggu), dengan prosedur amniosentesis ini bisa
mengeluarkan kelebihan cairan ketuban dari dalam Rahim.
TUJUAN AMNIOSENTESIS

Diagnosis prenatal yang bertujuan untuk


mendeteksi kelainan struktural dan genetik janin
Amniocentesis adalah dengan metode, prosedur, proses, dan teknik
prosedur prenatal yang medis yang berbeda. Hal ini membantu kita agar
mungkin akan disarankan oleh dapat melakukan pencegahan dan deteksi dini
dokter untuk dilakukan selama penyakit keturunan dan kelainan bawaan pada
kehamilan. Tes ini dapat janin yang belum lahir. Tujuan dilakukan diagnosis
memeriksa apakah ada prenatal adalah untuk mendeteksi kelainan
struktural dan genetik janin.
kelainan janin (cacat lahir)
seperti sindrom down, fibrosis
kistik atau spina bifida pada Amniocentesis juga dapat digunakan untuk
janin. Amniocentesis hanya memberikan obat secara langsung pada janin yang
disebut polihidramnion yang berguna untuk
dilakukan pada perempuan
mengurangi tekanan pada rahim. Namun tindakan
yang dianggap lebih berisiko ini tidak direkomendasikan kepada semua ibu
melahirkan anak dengan cacat hamil. Tes amniocentesis hanya diperuntukkan bagi
lahir. seseorang yang hamil di usia 35 tahun ke atas dan
memiliki riwayat kelainan genetik yang berpengaruh
pada bayi.
INDIKASI
AMNIOSENTESIS Analisis kromosom (usia maternal
lanjut >35 tahun

Hasil penanda biokimia abnormal


pada trimester 1 atau 2.

Temuan ultrasonografi, menilai


maturitas paru, chorioamnionitis,
biokimia, cholestasis obstetric.
Indikasi untuk melakukan amniocentesis
Riwayat kelainan kromosom pada
terbagi menjadi beberapa hal
kehamilan sebelumnya

Analisis DNA (pemeriksaan


genetic, kelainan endokrin)

Suspek anemia fetus (sensitisasi


rhesus, hydrops fetalis)

Infeksi fetus (Pemeriksaan PCR


untuk CMV, parvovirus,
toksoplasma)
MANFAAT AMNIOSENTESIS

Penggunaan amniosentesis cukup


banyak, termasuk penentuan kelainan Tes ini biasanya dilakukan ketika usia
kromosom, kematangan paru-paru, dan kandungan menginjak 15 minggu. Pada
infeksi. Amniocentesis memang diketahui usia ini, bukan hanya dapat mengetahui
memiliki manfaat dan fungsi yang kelainan genetik saja tetapi dapat melihat
menguntungkan pada masa kehamilan. adanya kemungkinan kelainan paru-paru.
Tes ini memiliki keakuratan hingga 90 Amniocentesis juga dapat mengetahui
persen untuk mengetahui adanya kelainan pada janin
gangguan kromosom, down syndrome, akibat alloimmunization, yaitu kelainan
trisomi 13, trisomi 18, dan kelainan seperti akibat respon dari sistem imun dan
sindrom Turner dan sindrom Klinefelter. kekebalan tubuh pada masa kehamilan
Tes ini juga dapat memeriksa bila janin yang menurun ke janin.
memiliki kelainan genetik seperti, cystic Kelainan alloimmunization ini diakibatkan
fibrosis, penyakit sel sabit, dan penyakit oleh perbedaan rhesus atau
Tay-Sachs. Namun tes ini tidak bisa inkompabilitas rhesus. Bila kondisi ini tidak
mendeteksi adanya kemungkinan cacat terdeteksi sejak dini maka akan
lahir struktural pada janin, seperti membahayakan kondisi janin.
malformasi jantung atau bibir sumbing.
Dokter merekomendasikan prosedur amniocentesis ketika usia kehamilan menginjak 15-20 minggu. Hal
ini dilakukan dengan tujuan:

•Mengetahui ketidak normalan janin sebelum kelahiran. Pemeriksaan amniocentesis dilakukan bila
setelah pemeriksaan USG kehamilan dicurigai adanya kelainan pada janin, misalnya sindrom Patau.
•Mengetahui perkembangan paru-paru janin.
•Memastikan terjadinya chorioamnionitis, yaitu infeksi bakteri pada kantung ketuban (amnion) dan lapisan
pembentuk ari-ari (chorion).
•Mengevaluasi kelainan pada janin akibat alloimmunization, yaitu kelainan akibat respons sistem imun
atau kekebalan tubuh ibu yang ikut dipindahkan kepada janin, serta menimbulkan masalah bagi janin.
Kelainan akibat alloimmunization ini adalah kelainan akibat ketidakcocokan rhesus (inkompabilitas
rhesus) atau hidrops fetalis. Bila inkompabilitas rhesus tidak terdeteksi sejak awal bisa membahayakan
kondisi janin.
•Pengobatan polihidramnion, yaitu dengan memberikan obat secara langsung ke dalam ketuban, untuk
mengurangi tekanan dalam rahim. Amniocentesis juga dapat digunakan untuk memberikan obat secara
langsung ke janin.
Kondisi ibu hamil yang tidak
dianjurkan untuk melakukan
amniosentesis:

• Memiliki alergi terhadap obat bius, bahan lateks, atau perekat


• Memiliki riwayat gangguan pembekuan darah
• Kelainan posisi ari-ari
• Kurangnya jumlah air ketuban (oligohidramnion)
• Sedang menggunakan obat-obatan lain, misalnya obat pengencer darah
• Menderita hepatitis atau HIV
• Perbedaan golongan darah rhesus dengan janin yang dikandung
PEMERIKSAAN AMNIOSENTESIS

Adapun pemeriksaan amniosintesis menurut Henderson (2004) adalah sebagai berikut:


1. Dilakukan kultur sel yang ada di dalam amnion, kemudian diobservasi pertumbuhannya
(biasanya selama 2-3 minggu), selanjutnya dilakukan penilaian terhadap sel tersebut. Jika sel
tidak dapat tumbuh, maka amniosintesis ini gagal.
2. Diagnosis neural tube deffect, namun penggunaan amniosintesis untuk diagnosis ini sudah
banyak ditinggalkan, karena ada metode deteksi lain yang minim intervensi, yaitu melalui USG.
3. Menilai maturasi paru dengan menilai ratio lestin : spingomielin
4. Tindakan amniosintesis untuk pemeriksaan DNA dapat memberikan hasil yang cepat
5. Dalam Fanzylbera (2010), amniosintesis dikombinasikan dengan Chorionic Villus Sampling
(CVS) dapat digunakan sebagai metode diagnosis Down Syndrome dan kelainan genetik
lainnya. CVS adalah pengambilan sampel sel janin yang berasal dari vili korionik. Keakuratan
kombinasi kedua pemeriksaan ini untuk mendiagnosa Down Syndrome lebih dari 99%.
PERSIAPAN SEBELUM
PROSEDUR AMNIOSENTESIS

Amniosintesis biasanya dilakukan antara 15 - 20 minggu


usia kehamilan dan dapat dikaitkan dengan risiko
trauma janin, pecahnya ketuban, lesi kulit pada janin,
infeksi pada ibu dan keguguran.

Sebelum melakukan pembedahan, amniosintesis awal


dilakukan pemindaian terperinci yang mendeteksi detak
jantung, memverifikasi usia kehamilan, lokalisasi plasenta,
kantong cairan ketuban dan tempat untuk pengambilan. Lalu
pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih, setelah
itu melakukan desinfeksi perut bagian bawah dengan
menggunakan (povidone iodide)
PROSEDUR
AMNIOSENTESIS

Amniosintesis adalah teknik untuk mengambil Evaluasi ultrasonografi sebelum


cairan amnion dari rongga rahim prosedur dilakukan berfungsi untuk
menggunakan jarum, melalui pendekatan menentukan letak plasenta, kumpulan cairan
transabdominal dan di bawah bimbingan USG ketuban, posisi janin, dan gerakkan janin.
terus menerus, untuk mendapatkan sampel Pada pasien dengan obesitas perlu
sel eksfoliasi janin, transudat, urin atau diperhitungkan jarak antara jarum dengan
sekresi. rongga amnion, yang dapat diperkirakan
dengan menggunakan USG. Panjang jarum
Prosedur ini memiliki risiko kehilangan janin yang tepat (20-22G) harus dipilih
sekitar 0,5% (kisaran, 0,06-1%) ketika dilakukan berdasarkan jarak. Kaliber jarum yang lebih
pada trimester kedua, setelah membran besar berhubungan dengan pengambilan
amniotik menyatu dengan chorion; ada juga cairan yang lebih cepat. Pada penelitian di
risiko kebocoran cairan ketuban (sekitar 0,3% Perancis dan Inggris didapatkan bahwa
kasus) dan komplikasi langka lainnya, seperti cairan amnion pada trimester II-III dapat
perdarahan plasenta, infeksi intra-amniotik, dilakukan pemeriksaan karyotyping.
hematoma dinding perut, dan lesi pada janin
TAHAPAN PEMERIKSAAN
AMNIOSENTESIS

1. Ibu berbaring telentang.


2. Perut ibu dibersihkan.
3. Dokter menggunakan ultrasonografi untuk melihat bayi, dan untuk mencari area
yang aman dalam air ketuban. Ultrasonografi adalah gambar dari bayi yang
ditangkap dengan menggunakan gelombang suara. Dalam amniosentesis,
ultrasuara (ultrasonografi) digunakan untuk menentukan letak janin, dan sedikit air
ketuban dihisap untuk pemeriksaan. Dokter dapat mendiagnosis beberapa penyakit
dari bahan–bahan kimiawi dalam air ketuban itu sendiri, sementara beberapa
penyakit lainnya mungkin terlihat pada uji yang dilakukan pada sel biakan dari sel
janin yang ada dalam air ketuban tersebut. Analisisnya meliputi pemeriksaan
biokimiawi, untuk mendeteksi keberadaan enzim tertentu, dan kariotipe, untuk
menentukan apakah kromosom sel janin itu jumlah dan penampakan
mikroskopiknya normal.
Karena prosedur ini merupakan prosedur
yang invasif maka sebelum dilakukan
Dokter akan menggunakan perangkat
pengambilan cairan ketuban maka dilakukan
ultrasound (USG) untuk memeriksa posisi bayi
tindakan antiseptik dahulu untuk
dan plasenta di dalam rahim ibu, USG ini
mempersiapkan amniosentesis tersebut,
membantu menemukan tempat terbaik untuk
selanjutnya dilakukan bius lokal (obat
mengambil cairan ketuban tanpa merusak
penghilang rasa sakit) untuk mengurangi
plasenta, tali pusat atau bayi.
rasa sakit yang timbul pada prosedur
pengambilan cairan ketuban.

Selanjutnya dengan panduan USG, dokter


Setelah di lakukan aspirasi cairan ketuban, akan menggunakan sebuah jarum suntik
dokter akan memantau lagi kondisi janin untuk aspirasi cairan ketuban yang
melalui USG untuk memantau detak jantung ditusukan melalui dinding perut kedalam
janin. kantung ketuban yang berisi cairan
ketuban, biasanya cairan ketuban
berwarna kekuning-kuningan.
Cairan ketuban yang di peroleh dari aspirasi tersebut
sebaiknya jangan bercampur dengan darah, jika bercampur
dengan darah maka sebaiknya dilakukan prosedur aspirasi
ulang, selanjutnya akan di kirim ke laboratorium untuk di
lakukan pemeriksaan. Hasil amniosentesis pada umumnya
tersedia dalam waktu 2-3 minggu.

Cairan amnion yang diaspirasi tersebut mengandung sel-sel janin


yang akan dikultur atau diperiksa di laboratorium untuk mengetahi
kemungkinan kelainan kromosom maupun penyakit pada janin.
HASIL TES AMNIOSENTESIS

• Hasil tes diperoleh setelah sampel cairan


ketuban diuji di laboratorium
• Hasil uji amniosentesis memiliki tingkat
akurasi pemeriksaan sekitar 99,4%, namun
terkadang tidak selalu berhasil karena
adanya masalah teknis seperti tidak mampu
mengumpulkan jumlah cairan ketuban yang
memadai atau sel yang dikumpulkan gagal
untuk tumbuh ketika dikultur.
Kelainan yang dapat diketahui dari hasil
pemeriksaan amniosentesis

1. Kelainan pada kromosom 2. Kelainan genetik lainnya

Hasil ini dapat diperoleh melalui pemeriksaan Hasil ini dapat diperoleh melalui pemeriksaan
rapid test yang dapat mengidentifikasi pada seluruh pasangan kromosom
sejumlah kondisi kromosom yang menggunakan metode full karyotype. Hasil
menyebabkan kelainan fisik dan mental. biasanya akan diterima lebih lama yaitu sekitar
Beberapa diantaranya: dua sampai tiga minggu karena pemeriksaan
• Kelainan kromosom ekstra 21 yang dilakukan terhadap ke – 23 pasangan
menyebabkan down syndrome kromosom.

• Kelainan kromosom ekstra 18 yang Beberapa kelainan yang bisa diketahui melalui
menyebabkan Edward syndrome pemeriksaan ini seperti cystic fibrosis AR, sickle
cell disease AD, Tay-Sachs disease AR,
• Kelainan kromosom ekstra 13 yang Thalasemia AD.
menyebabkan sindrom patau
RISIKO KOMPLIKASI
PASCA AMNIOSENTESIS

Risiko cedera pada ibu atau janin selama


amniosentesis umumnya sangat rendah.

Prosedur ini memiliki risiko kehilangan janin sekitar 0,5%


(kisaran 0,06- 1%) ketika dilakukan pada trimester kedua,
setelah membran amniotik menyatu dengan korion; ada juga
risiko kebocoran cairan ketuban (sekitar 0,3% kasus) dan
komplikasi langka lainnya, seperti perdarahan plasenta,
infeksi intraamniotik, hematoma dinding perut, dan lesi pada
janin.
Amniosentesis meningkatkan sedikit risiko
keguguran, terutama jika dilakukan sebelum
usia kehamilan 15 minggu.

Keguguran bisa jadi disebabkan oleh infeksi,


perdarahan, atau kerusakan membrana
amniotik yang disebabkan oleh prosedur.

1. KEGUGURAN
Jika keguguran memang terjadi, biasanya
terjadi dalam 72 jam pasca amniosentesis.
Namun, keguguran masih bisa terjadi hingga
dua minggu sesudahnya.

Keguguran yang terkait prosedur jarang


terjadi setelah 3 minggu pasca
amniosentesis.
2. INFEKSI
Kejadian infeksi bisa terjadi namun kasusnya hanya sekitar 1 dari 1.000 ibu hamil
yang menjalani amniosentesis mengalami infeksi serius di dalam cairan amniotik.
Infeksi bisa disebabkan oleh beberapa hal, semisal:
• Perlukaan pada usus dengan jarum yang digunakan pada prosedur, sehingga
kuman yang biasanya ada di usus masuk ke cairan amniotik.
• Kuman yang ada di kulit (perut) ikut masuk bersama jarum ke dalam rongga
perut atau rahim.
• Kuman yang ada di alat USG atau jeli USG, ikut masuk ke dalam rongga perut

Gejala infeksi bisa termasuk demam, nyeri pada perut, konstraksi


rahim. Namun, infeksi biasanya tidak terjadi jika prosedur untuk
mencegah infeksi dilakukan dengan benar.
3. PENULARAN
INFEKSI
• Hanya terjadi apabila Ibu memang
telah terinfeksi suatu penyakit
• Ibu hamil yang memiliki infeksi, 4. KEBOCORAN AIR
seperti hepatitis atau HIV, berisiko
menginfeksi janin melalui
amniocentesis.
KETUBAN
• Kejadian ini jarang terjadi
• Bila terjadi, maka akan meningkatkan
risiko kelahiran prematur karena
sedikitnya jumlah cairan ketuban yang
tersisa
5. CEDERA PADA JANIN

• Biasanya disebabkan oleh penggunaan jarum


dalam prosedur amniosentesis

• Cedera yang bisa terjadi seperti gangguan paru-


paru, dislokasi pinggul, atau kaki pekuk (clubfoot).

• Hal ini dapat dicegah bila prosedur


amniosentesis dilakukan dengan bantuan alat
USG
6. Berkembangnya Penyakit
Rhesus Pada Bayi

• Jika golongan darah ibu adalah rhesus negatif,


dan golongan darah bayi rhesus positif, maka
ada risiko kemungkinan ibu akan membentuk
antibodi terhadap sel-sel darah bayi setelah
prosedur amniosentesis.
• Sehingga jika pasien memiliki rhesus negatif,
maka akan disarankan disuntik dengan
immunoglobulin anti-D setelah amniosentesis
guna mencegah hal ini.
KELEBIHAN KEKURANGAN
AMNIOSENTESIS AMNIOSENTESIS
 Amniocentesis dapat digunakan untuk
mengobati kondisi cairan ketuban berlebih,
(polihidramnion)
 Dapat digunakan untuk mengecek apakah
paru-paru bayi sudah berkembang matang Memiliki risiko komplikasi dan cedera pada janin
dan terbentuk sempurna sebelum KETUBAN BOCOR
kelahirannya.
CEDERA JARUM PADA BAYI
 Prosedur ini juga dilakukan untuk mencari
tahu tingkat keparahan anemia pada bayi TERJADI INFEKSI
yang memiliki sensitisasi Rh atau saat sistem PENULARAN INFEKSI
kekebalan tubuh ibu membentuk antibodi
KEGUGURAN
untuk melawan sel darah merah Rh+ bayi.
 Amniocentesis dapat mendeteksi beberapa
penyakit yang diturunkan pada anak dalam
kandungan, ketika orangtua (baik salah satu
atau keduanya) mempunyai faktor risiko
sindrom Down, anemia sel sabit, fibrosis
kistik, dan distrofi muskular.
Keuntungan dan Kerugian Amniosentesis pada Trimester I, II dan III
THANK YOU!

Anda mungkin juga menyukai