Anda di halaman 1dari 16

Ragam Tes untuk Deteksi 'Down Syndrome' pada Janin

Elise Dwi Ratnasari, CNN Indonesia | Rabu, 21/03/2018 19:10 WIB


Bagikan :

Perkembangan teknologi kini memungkinkan calon ibu memeriksa kondisi janinnya, apakah ada kelainan termasuk
down syndrome. (Ilustrasi/Foto: Thinkstock/kjekol)

Jakarta, CNN Indonesia -- Semua calon ibu ingin memiliki bayi yang sehat tanpa kelainan. Beberapa
di antaranya kemudian menempuh sejumlah cara termasuk dengan melakukan tes pengecekan
pada janin, apakah terdapat kelainan dan lainnya.

Baru-baru ini para ahli medis di Singapura merilis temuan tes laboratorium yang diklaim mampu
memberikan hasil akurat hingga 99,96 persen. Bernama iGENE Laboratory, tes ini merujuk pada
pengurutan genom secara keseluruhan.

Ditemui di Block71, Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, Vinita Choolani, Chief
Marketing Office dari iGENE Laboratory mengatakan tes ini menambah deretan tes bagi ibu hamil
untuk mengetahui jika ada kelainan pada janin yang dikandungnya.

Lihat juga:
Vitamin B3 Dapat Cegah Keguguran pada Ibu Hamil

Ia berkata sebelumnya terdapat tes yang disebut 'amniocentesis'. Tes tersebut merupakan prosedur
prenatal (sebelum kelahiran) untuk memeriksa kemungkinan kelainan janin termasuk down
syndrome. Tes dilakukan dengan mengambil sampel cairan ketuban janin usia antara 16-20 minggu.
"Pengecekan dilakukan dengan memasukkan jarum ke perut. Ini bisa melukai bayi dan berisiko
keguguran," tutur Vinita.

Sementara, tes terbaru ini disebut tidak akan mengganggu janin. Ia menjelaskan ibu dapat
melakukan tes saat kandungan memasuki usia 10 minggu ke atas. Dokter akan mengambil sampel
darah dan dikirim ke laboratorium di Singapura. Tes laboratorium memakan waktu 5-7 hari hingga
hasil keluar.

Lihat juga:
Pentingnya Wanita Hamil Rutin Cek Tekanan Darah

Selain tes darah di laboratorium iGENE, ibu hamil memiliki beberapa pilihan lain untuk memastikan
bayi yang akan ia lahirkan memiliki potensi down syndrome atau tidak. Ada metode tes yang
memang sudah banyak digunakan, ada pula yang masih tergolong dalam taraf pengembangan.
Dirangkum dari beberapa sumber, berikut beberapa tes yang dapat dilakukan ibu hamil untuk
mengetahui apakah ada kelainan down syndrome pada janin:

Tes USG

Dilansir dari Hello Sehat, para ibu disarankan untuk menjalani tes skrining dan diagnostik prenatal.
Meski sama-sama pemeriksaan di masa awal kehamilan, tes skrining melibatkan ultrasonografi
(USG), tes darah atau keduanya. Sedangkan diagnosis prenatal merupakan prosedur yang
melibatkan jarum untuk menusuk area yang berhubungan dengan kehamilan.

Saat usia kehamilan memasuki minggu ke 11-14, dokter melakukan tes darah dan USG. USG
bertujuan untuk melihat ketebalan leher belakang janin atau nuchal translucency. Penebalan terjadi
akibat janin mengalami masalah pada jantung akibat kelainan kromosom. Jantung tidak bisa
memompa darah dengan sempurna sehingga pinggir badan ada penimbunan cairan. Penebalan
pada tengkuk bisa sampai 3 milimeter.

Kombinasi tes darah dan USG bisa mendeteksi hingga 82-87 persen. Prosedur ini juga minim risiko
mengganggu janin atau tidak akan sampai mengakibatkan keguguran.

Lihat juga:
Vaksinasi yang Perlu Didapatkan Wanita Sebelum Hamil

Fetal DNA Test

Tes ini sangat direkomendasikan bagi ibu dengan faktor risiko tinggi memiliki anak dengan down
syndrome. Dilansir dari WebMD, ada beberapa faktor yang memperbesar risiko bayi lahir dengan
down syndrome antara lain, ibu berusia 35 tahun ke atas, pernah memiliki anak dengan down
syndrome dan hasil USG menunjukkan kemungkinan bayi berpotensi down syndrome.

Dokter akan mengambil sampel darah ibu dan mengecek jika terdapat kromosom yang hilang atau
kelebihan kromosom. Jika positif, bayi yang akan lahir kemungkinan mengalami kelainan kromosom.
Tes ini bisa memungkinkan dokter untuk mengetahui setidaknya 98 persne kromoson termasuk
trisomy 18 dan 21. Namun, tes ini tidak disarankan bagi mereka yang rendah faktor risiko dan ibu
dengan kehamilan kembar atau lebih.

Amniocentesis
Seperti Fetal DNA Test, amniocentesis direkomendasikan bagi ibu yang memiliki faktor risiko tinggi
melahirkan bayi dengan down syndrome. Selain down syndrome, prosedur amniocentesis
memungkinkan ibu untuk mengetahui potensi kelainan lain seperti fibrosis kistik atau spina bifida
pada janin.

Prosedur amniocentesis dilakukan pada ibu yang memasuki usia kandungan 16-20 minggu.
Amniocentesis melibatkan cairan ketuban. Dalam usia ini, bayi terus-menerus menelan dan
mengeluarkan cairan ketuban. Sebelum mengambil sampel ketuban, dokter akan melakukan tes
Usg untuk menentukan lokasi janin dan plasenta. Setelah itu, dokter akan menyuntikkan jarum kecil
dan panjang untuk mengambil 15-20 mililiter air ketuban.

Prosedur ini memiliki banyak risiko seperti keguguran, ketuban pecah dini, cedera pada bayi, dan
infeksi rahim. (rah/rah)
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180319213111-255-284310/ragam-tes-untuk-deteksi-
down-syndrome-pada-janin

Deteksi Sindrom Down Down Syndrome

Down syndrome dapat dideteksi pada masa kehamilan melalui skrining kelainan
genetik, yaitu dengan tes darah dan USG kehamilan. Selanjutnya akan dilakukan tes air
ketuban dan uji sampel ari-ari, guna memastikan apakah terdapat kelainan gen.
USG kehamilan
USG kehamilan dilakukan setiap kali ibu hamil melakukan kontrol kandungan. Melalui
pemeriksaan USG, dokter kandungan dapat menilai pertumbuhan janin, dengan melihat
kadar cairan tulang belakang janin.
Tes darah
Dokter akan mengukur kadar protein PAPP-A (pregnancy-associated plasma protein-A)
dan hormon HCG (human chorionic gonadotropin) pada trimester awal kehamilan. Pada
trimester kedua, tes darah kembali dilakukan untuk mengukur kadar alpha-
protein (AFP), estriol, HCG, dan hormon inhibin A. Seluruh pemeriksaan tersebut
menjadi dasar bagi dokter, untuk menentukan apakah perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan yang lebih berisiko, yaitu pengambilan sampel air ketuban atau ari-ari.
Tes air ketuban
Tes air ketuban atau amniocentesis dilakukan untuk mengetahui apakah janin
menderita kelainan genetik. Amniocentesis dilakukan pada trimester kedua, saat
kehamilan memasuki usia 15 minggu.
Uji sampel ari-ari
Kelainan genetik juga dapat diketahui melalui pengambil sampel jaringan ari-ari atau
plasenta. Pemeriksaan ini disebut chorionic villus sampling (CVS). CVS dilakukan
oleh dokter kandungan saat kehamilan memasuki usia 10-13 minggu.
Untuk mendeteksi kemungkinan memiliki anak yang menderita Down syndrome,
pasangan disarankan melakukan konseling genetik sebelum merencanakan kehamilan,
terutama jika memiliki anggota keluarga yang menderita kelainan ini.
https://www.alodokter.com/sindrom-down/diagnosis

DOWN SYNDROME

 Pendahuluan
 Patofisiologi
 Etiologi
 Epidemiologi
 Diagnosis
 Penatalaksanaan
 Prognosis
 Edukasi dan Promosi Kesehatan

DIAGNOSIS DOWN SYNDROME
Oleh :

dr.Saphira Evani
Share To Social Media:

Diagnosis Down syndrome dapat dilakukan pada periode prenatal dan segera setelah lahir.
Skrining prenatal Down syndrome melibatkan faktor usia ibu yang sudah lanjut, pemeriksaan
marker di dalam serum maternal, pemeriksaan ultrasonografi, dan pemeriksaan chorionic villus
sampling (CVS) atau amniosentesis.[1]

Anamnesis
Anamnesis pada kasus yang dicurigai Down syndrome adalah
 Usia ibu

 Riwayat persalinan sebelumnya dengan anak Down syndrome


 Riwayat saudara kandung yang menderita Down syndrome
 Riwayat merokok dan pajanan bahan kimia maupun radiasi pengion

Riwayat pemeriksaan prenatal sebelumnya yang mengarah ke diagnosis Down syndromejuga


harus ditanyakan.
Ketika mendapatkan pasien dengan Down syndrome, harus ditanyakan mengenai hal-hal berikut
ini:
 Pola makan dan asupan gizi sehari-hari

 Adakah muntah terus menerus

 Pola defekasi

 Perkembangan motorik dan bahasa

 Keluhan pingsan atau nyeri dada

 Mendengkur saat tidur

 Perubahan perilaku

 Kemungkinan terjadinya kekerasan fisik maupun seksual[1-3]

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan sesegera mungkin setelah pasien lahir untuk mencari tanda
khas Down syndrome.
Neonatus

Diagnosis Down syndrome dapat ditentukan beberapa saat setelah neonatus lahir. Tanda khas
yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan fisik adalah:
 Wajah tampak lebih rata

 Mata yang sipit ke atas

 Kelebihan kulit pada bagian leher belakang

 Bentuk telinga yang tidak normal (overfolded helix)


 Garis telapak tangan khas yang melintang transversal

 Jarak yang lebar antara jempol dan telunjuk kaki (sandal gap deformity)
 Diastasis recti atau hernia umbilikalis

 Kelainan bunyi jantung akibat defek kongenital (atrioventricular septal defect, ventricular septal defect,
tetralogy of Fallot, isolated patent ductus arteriosus)
 Hipotonia

 Fleksibilitas sendi yang tidak normal

 Xerosis kulit

Anak dan Dewasa


Pasien Down syndrome pada usia anak dan dewasa tetap memiliki tanda khas yang
membedakannya pada pemeriksaan fisik, antara lain:
 Ukuran kepala yang kecil dan bagian belakang kepala yang datar (brachycephaly)
 Lipatan pada bagian dalam kelopak mata (epicanthal fold)
 Bintik-bintik keabuan atau kecoklatan di tepi iris mata (brushfield spots)
 Jembatan hidung datar dan ukuran hidung lebih kecil

 Bentuk telinga yang lebih kecil atau terlipat

 Lidah yang besar dan tampak menonjol (macroglossia), ukuran mulut yang lebih kecil membuat mulut
tampak selalu menganga
 Bentuk gigi yang tidak normal (partial anodontia, microdontia) dan erupsi gigi yang terlambat
 Leher pendek

 Tangan yang pendek dan lebar

 Kelainan kulit seperti xerosis, lesi hiperkeratotik, folikulitis, alopesia areata, dan infeksi kulit rekuren

 Hasil pemeriksaan intelligence quotient (IQ) di bawah rata-rata, yang bervariasi antara 20-75 [2,14]
Penemuan minimal 8 tanda fisik di atas dapat menegakkan diagnosis Down syndrome. Pada
kasus yang rancu, analisis kromosom tetap diperlukan untuk membedakan Down
syndrome dengan kelainan kromosom lainnya.[2] Pemeriksaan fungsi pendengaran dan tajam
penglihatan berkala perlu dilakukan karena gangguan pada kedua indera tersebut sering dialami
pasien Down syndrome. Observasi pula pertambahan tinggi dan berat badan pasien, serta
proporsi tubuh pasien untuk menentukan diet dan aktivitas yang tepat untuk menghindari
obesitas.[15]

Diagnosis Banding
Diagnosis banding Down syndrome adalah trisomi 18 (Edward syndrome) dan hipotiroidisme
kongenital.
Trisomi 18

Pasien trisomi 18 atau Edward syndrome memiliki gangguan pertumbuhan dan perkembangan
psikomotor yang lebih berat dibanding pasien Down syndrome. Tanda fisik khas yang dapat
ditemukan berupa ukuran kepala yang kecil (microcephaly), ukuran mata yang kecil, rahang
bawah yang kecil atau menjorok ke dalam (micrognathia atau retrognathia), jari-jari tangan
yang saling menumpuk (clenched hand), bagian calcaneus yang menonjol (rocker-bottom foot).
Pemeriksaan sitogenetik (analisis kromosom/ karyotiping) dapat membedakan letak trisomi yang
terjadi pada kromosom 18 atau 21.[16]
Hipotiroidisme Kongenital
Neonatus dengan hipotiroidisme kongenital terkadang memiliki tanda fisik seperti makroglosia,
hernia umbilikalis, dan kulit yang kering seperti neonatus dengan Down syndrome. Gangguan
perkembangan dan defek kongenital jantung juga dapat ditemukan pada anak dengan
hipotiroidisme kongenital. Analisis kromosom dan skrining TSH dan T4 dapat digunakan untuk
mendeteksi kelainan tersebut.[17]

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk Down syndrome meliputi skrining periode prenatal dan
pemeriksaan diagnostik postnatal.
Pemeriksaan Diagnostik Postnatal

Pemeriksaan diagnostik postnatal dilakukan menggunakan pemeriksaan sitogenetik. Anak


dengan Down syndrome juga perlu menjalani pemeriksaan lainnya, seperti echocardiography dan
tes pendengaran menggunakan auditory brainstem response (ABR).
Pemeriksaan Sitogenetik:

Karyotyping merupakan pemeriksaan sitogenetik definitif untuk menegakkan diagnosis Down


syndrome serta membedakan tipe Down syndrome yakni trisomi 21 klasik, translokasi, atau
mosaik. Karyotyping untuk diagnosis Down syndrome dapat menggunakan sampel dari
pemeriksaan chorionic villus sampling (CVS), amniosentesis, atau dilakukan dengan mengambil
sampel darah neonatus yang dicurigai menderita Down syndrome.
Pemeriksaan lain yakni fluorescence in situ hybridization (FISH) dapat digunakan untuk
diagnosis yang lebih cepat. FISH juga dapat dilakukan pada periode prenatal dan pada neonatus.
Namun, pemeriksaan dengan mewarnai (staining) kromosom ini tidak dapat mendeteksi kelainan
kromosom akibat translokasi.[2]
Pemeriksaan Penunjang Lain:

Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan adalah echocardiography, pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan sumsum tulang belakang, kadar thyroid stimulating hormone (TSH)
dan thyroxine (T4), auditory brainstem response (ABR).
Echocardiography disarankan dilakukan sesegera mungkin selama usia neonatus untuk
mendeteksi dan melakukan intervensi terhadap defek kongenital jantung. Sebaiknya
pemeriksaan echo dilakukan oleh ahli jantung anak.[18]
Pemeriksaan darah lengkap dan sumsum tulang belakang dapat digunakan untuk mendeteksi
leukemia bila ada gejala klinis pada pasien Down syndrome, terutama pada tahun pertama
kehidupan.
Pemeriksaan TSH dan T4 digunakan untuk menyingkirkan diagnosis hipotiroidisme pada bayi
baru lahir. Pemeriksaan tersebut harus diulang pada usia 6 bulan, 12 bulan, dan tiap tahun bila
diperlukan.

Pemeriksaan ABR dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan pendengaran pasien Down


syndrome yang sering kali mengalami gangguan dan dapat mengganggu perkembangan bicara
dan komunikasi pasien.[2]
Skrining Prenatal

American College of Obstetricians and Gynecologist merekomendasikan skrining prenatal untuk


semua ibu hamil terutama pada usia kehamilan <20 minggu tanpa memandang usia ibu. Skrining
prenatal berguna untuk mendeteksi dini kemungkinan kelainan aneuploidi kromosom,
termasuk Down syndrome.
Ultrasonografi:

Nuchal translucency (NT) merupakan tanda yang ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi
untuk skrining Down syndrome. NT merupakan marker pertama yang ditemukan berkorelasi
dengan kejadian Down syndrome. NT merupakan penumpukan cairan pada area subkutan yang
ditandai dengan penebalan nuchal fold (area belakang leher) ≥ 6 mm pada trimester kedua atau ≥
3 mm pada trimester pertama. Pemeriksaan NT paling baik dilakukan pada usia kehamilan 11-14
minggu. Pemeriksaan NT pada trimester pertama memiliki detection rate Down syndrome 64-
70% dengan false-positive rate 5%.[1,19,20]
Tanda lain yang dapat ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi skrining Down
syndrome adalah pyelectasis dan abnormalitas tulang hidung. Pyelectasis adalah pelebaran pada
pelvis ginjal dengan ukuran ≥ 4 mm. Tanda ini dapat ditemukan pada trimester kedua kehamilan.
Tidak ditemukannya gambaran tulang hidung pada janin usia 11-14 minggu berkolerasi dengan
kejadian Down syndrome. Baik pyelectasis dan gambaran tulang hidung yang abnormal tersebut
hanya merupakan penanda minor dengan sensitivitas yang rendah untuk deteksi Down
syndrome.[1]
Skrining Biokimia Serum Maternal:

Skrining biokimia serum maternal merupakan kombinasi dari beberapa pemeriksaan terhadap
kadar PAPP-A (pregnancy associated plasma protein-A), β-hcG (beta human chorionic
gonadotropin), AFP (alpha fetoprotein), estriol, inhibinA. Serum triple screening test yang
terdiri dari pemeriksaan AFP, β-hcG, dan estriol merupakan pemeriksaan yang paling umum
dikerjakan pada trimester kedua kehamilan. Namun, pemeriksaan tersebut memiliki sensitivitas
hanya sekitar 75-80%. AFP adalah serum glikoprotein yang diproduksi oleh yolk sac dan liver
janin, dan memiliki fungsi yang hampir mirip dengan albumin pada dewasa. Rendahnya kadar
AFP meningkatkan potensi terjadinya defek neural tube, anensefali, dan insidensi Down
syndrome. Peningkatan kadar β-hcG dan inhibin A berkaitan dengan Down syndrome. Kadar
estriol tidak terkonjugasi yang rendah dan PAPP-A yang rendah (pada trimester pertama) juga
berhubungan dengan kejadian Down syndrome.[1,2,21]
Gangguan pada kadar marker-marker tersebut pada serum maternal jika dikombinasikan dengan
hasil pemeriksaan NT, hasil ultrasonografi lain seperti pemeriksaan tulang hidung, pyelectasis,
riwayat kehamilan sebelumnya, ras, jumlah janin yang dikandung akan menghasilkan suatu rasio
risiko Down syndrome. Kombinasi-kombinasi pemeriksaan skrining tersebut memiliki detection
rate yang bervariasi antara 82-87%. Pemeriksaan PAPP-A, β-hcG, dan serum maternal lain yang
dikombinasi dengan NT pada trimester pertama atau kedua memiliki detection rate hingga 82-
87% serta false positive rate yang rendah.[21]
Diagnosis Prenatal

Diagnosis Down syndrome saat ini bisa ditegakkan saat prenatal melalui pemeriksaan chorionic
villus sampling, amniosentesis, dan pemeriksaan cell free DNA.
Chorionic Villus Sampling:

Pemeriksaan chorionic villus sampling (CVS) merupakan pemeriksaan diagnostik invasif yang
dikerjakan untuk mendeteksi kelainan kromosom pada janin termasuk Down syndrome.
Pemeriksaan ini mengambil sedikit sampel vilus korion dari plasenta. CVS dapat dilakukan pada
usia kehamilan lebih awal dibandingkan amniosentesis, yakni pada usia kehamilan 10-13
minggu. Risiko keguguran setelah tindakan CVS adalah sebesar 1 per 455 kehamilan. Indikasi
pemeriksaan CVS adalah bila didapatkan hasil yang positif dari pemeriksaan skrining Down
syndrome atau risiko kelainan genetik pada orang tua.[2,21]
Amniosentesis:

Amniosentesis adalah pemeriksaan diagnostik terhadap sel janin dengan mengambil cairan
amnion di dalam rahim ibu menggunakan jarum steril dengan panduan ultrasonografi.
Amniosentesis dapat dikerjakan pada usia kehamilan 14-16 minggu atau pada usia kehamilan
yang lebih lanjut. Akurasi pemeriksaan ini untuk mendeteksi kelainan kromosom mencapai
99,5%. Risiko abortus akibat pemeriksaan ini adalah 1:200-300 kehamilan.[2,21]

Pemeriksaan Cell Free DNA:

Pemeriksaan cell free DNA (cfDNA) adalah metode pemeriksaan yang dikembangkan karena
risiko abortus (0,6-2%) yang mungkin terjadi bila dilakukan pemeriksaan invasif seperti
amniosentesis dan chorionic villus sampling.[22] Pemeriksaan cfDNA dilakukan hanya dengan
pengambilan sampel darah ibu. Di dalam darah ibu terdapat sebagian kecil fragmen cfDNA janin
yang kemudian dilakukan sequencing sehingga menghasilkan jumlah yang cukup untuk
pemeriksaan. Pemeriksaan cfDNA memiliki detection rate Down syndrome hingga 98-99%
dengan false positive rate yang lebih rendah dari skrining lain, yakni sebesar 0,1-1,3%.
Rekomendasi dari Society for Maternal-Fetal Medicine (SMFM), Amerika Serikat, menyarankan
bila hasil cfDNA negatif maka pemeriksaan ultrasonografi nuchal translucency tidak diperlukan.
Namun, bila pada pemeriksaan ultrasonografi didapatkan abnormalitas struktural pada janin
maka analisis kromosom menggunakan metode amniosentesis atau CVS harus tetap dilakukan
walaupun hasil cfDNA negatif. Pemeriksaan cfDNA yang positif tetap membutuhkan konfirmasi
menggunakan amniosentesis untuk diagnosis definitif dikarenakan adanya kemungkinan false-
positive dari pemeriksaan ini.[23]
https://www.alomedika.com/penyakit/kedokteran-genetika/down-syndrome/diagnosis

Apa itu down syndrome?


Oleh Risky Candra SwariInformasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania Savitri - Dokter
Umum

 Klik untuk


Klik untuk membagikan
Klik untuk berbagi
berbagi pada
di Facebook(Membuka
Twitter(Membuka
Tumblr(Membuka
Linkedln(Membuka
di Line didi
new(Membukadi
di jendela
dijendela
jendela
jendela
jendela
yang
yang
yang
yang
yang
baru)baru)
baru)
baru)
baru)
Definisi
Apa itu Down syndrome?

Down syndrome adalah kelainan genetik yang terjadi ketika bayi dalam kandungan memiliki
kelebihan kromosom. Normalnya, manusia memiliki 46 kromosom di setiap selnya, 23 diwarisi
dari ibu dan 23 lainnya diwarisi dari ayah. Sementara orang dengan kondisi ini justru memiliki
47 kromosom di setiap selnya.

Kelebihan kromoson ini menyebabkan gangguan belajar dan ciri fisik tertentu. Kondisi ini
berlangsung seumur hidup, namun dengan perawatan yang tepat, orang dengan Down
syndrome dapat bertumbuh dengan sehat, hidup dengan bahagia dan produktif bagi
lingkungan.

Beberapa orang dengan sindrom ini mungkin bisa melakukan berbagai aktivitas sendiri
selayaknya orang normal. Sementara yang lain mungkin membutuhkan bantuan orang lain
untuk mengurus dirinya sendiri.

Risiko kesehatan anak dengan sindrom Down

Orang dengan sindrom Down umumnya berisiko mengalami beberapa kondisi medis. Hal ini
termasuk GERD, intoleransi gluten, hipotiroidisme, dan cacat jantung. Anak-anak yang
dilahirkan dengan sindrom ini juga sering mengalami masalah pendengaran dan penglihatan.

Pertumbuhan yang terlambat dan masalah perilaku sering dilaporkan pada anak-anak dengan
sindrom Down. Masalah perilaku ini dapat mencakup kesulitan memusatkan perhatian, perilaku
obsesif/kompulsif, keras kepala, atau emosional.

Sejumlah anak yang mengalami kondisi ini juga didiagnosis memiliki gangguan spektrum
autisme, yang memengaruhi cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Seiring bertambahnya usia penderita, mereka juga berisiko mengalami penurunan kemampuan
berpikir yang sering dikaitkan dengan penyakit Alzheimer serta gangguan otak yang berakibat
hilangnya daya ingat secara bertahap.

Seberapa umumkah Down syndrome?

Down syndrome adalah salah satu kelainan genetik yang paling umum terjadi. Sekitar 1 dari
800 bayi baru lahir diperkirakan mengalami kondisi ini.

Down syndrome terjadi sejak masa awal awal kehidupan. Setiap wanita dari segala usia dapat
berisiko mengalami anak dengan kondisi ini seiring bertambahnya usianya mereka.

Dengan perawatan yang tepat, orang dengan kondisi ini bisa hidup dengan sehat dan mampu
menjalani berbagai rutinitas harian secara mandiri.
Tanda-tanda & gejala
Apa saja tanda-tanda dan gejala Down syndrome?

Gejala-gejala umum dari Down syndrome adalah:

 Penampilan wajah yang khas, misalnya memiliki tulang hidung rata dan telinga yang kecil
 Ukuran kepala lebih kecil dan bagian belakangnya datar
 Mata agak naik ke atas, sering kali dengan lipatan kulit yang keluar dari kelopak mata atas dan
menutupi sudut mata bagian dalam
 Muncul bintik-bintik putih di bagian hitam mata (disebut bintik Brushifield)
 Leher pendek dengan kulit di belakang leher terlihat agak kendur
 Mulut berukuran kecil dan lidah yang terjulur
 Otot kurang terbentuk dengan sempurna
 Ada celah antara jari kaki pertama dan kedua
 Telapak tangan yang lebar dengan jari-jari yang pendek dan satu lipatan pada telapak
 Berat dan tinggi badan rendah dibanding rata-rata

Perkembangan fisik anak-anak dengan kondisi ini juga cenderung lebih lambat daripada anak
yang tidak terlahir dengan sindrom Down. Misalnya, karena ototnya kurang terbentuk dengan
sempurna, anak dengan kondisi ini mungkin lebih lambat untuk belajar tengkurap, duduk,
berdiri, dan berjalan.

Selain memengaruhi tampilan fisik, kondisi ini juga mengakibatkan gangguan kognitif, termasuk
masalah berpikir dan belajar. Gangguan kognitif yang dialami penderita Down syndrome
biasanya berkisar dari ringan hingga sedang.

Berikut beberapa masalah kognitif dan perilaku yang sering dialami anak dengan sindrom
Down:

 Kesulitan memusatkan perhatian, berkonsentrasi, dan memecahkan masalah


 Perilaku obsesif/kompulsif
 Keras kepala
 Emosional

Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki
kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda.

Kapan saya harus periksa ke dokter?

Anak dengan sindrom Dowm biasanya didiagnosis sebelum atau setelah melahirkan. Jika Anda
memiliki pertanyaan seputar kehamilan atau pertumbuhan serta perkembangan buah hati,
jangan sungkan untuk berkonsultasi ke dokter.

Selain itu, Anda juga sebaiknya segera membawa si kecil ke dokter apabila ia mengeluhkan
beberapa kondisi berikut

 Gangguan pada perut seperti sakit perut, mual, atau muntah.


 Gangguan pada jantung, seperti perubahan warna pada bibir dan jari-jarinya menjadi kebiruan
atau keunguan, kesulitan bernapas.
 Susah makan atau kesulitan melakukan sesuatu secara tiba-tiba.
 Bertingkah aneh atau tidak dapat melakukan sesuatu yang biasanya dapat dilakukan.
 Menunjukkan masalah kesehatan jiwa, seperti gelisah atau depresi.

Penyebab
Apa penyebab Down syndrome?

Sel manusia biasanya mengandung 46 kromosom, setengahnya berasal dari ibu dan setengah
dari ayah. Nah, sindrom Down sendiri terjadi ketika bayi memiliki tambahan kromosom yang
terbentuk saat perkembangan sel telur pihak ibu, sel sperma dari ayah, atau saat masa embrio,
yaitu cikal bakal bayi.

Kondisi ini membuat bayi memiliki 47 kromosom di setiap selnya, bukan 46 pasangan seperti
yang normal. Kromosom yang berlebih ini menyebabkan orang dengan sindrom ini mengalami
berbagai masalah fisik maupun perkembangan.

Berikut beberapa variasi genetik yang dapat menyebabkan sindrom Down:

Trisomi 21

Sekitar 95 persen kasus sindrom Down disebabkan karena trisomi 21, yaitu ketika seorang
anak memiiki tiga salinan kromosom 21, bukannya dua salinan di setiap selnya. Kondisi ini
disebabkan oleh pembelahan sel yang tidak normal selama perkembangan sel sperma dari
ayah maupun sel telur dari ibu.

Sindrom Down mosaik

Sindrom ini terbilang langka. Seseorang yang mengalami kondisi ini hanya memiliki beberapa
sel dengan salinan tambahan kromosom 21. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembelahan sel
yang tidak normal setelah pembuahan.

Sindrom Down translokasi

Mengutip dalam laman Mayo Clinic, sekitar 4 persen anak dengan sindrom ini memiliki dua
salinan penuh dan 1 salinan sebagian kromosom 21 yang menempel bersamaan pada
kromosom lain. Dalam dunia medis, kondisi ini disebut dengan sindrom Down translokasi.

Kondisi ini bisa diturunkan dari salah satu pihak orangtua. Meski begitu, hanya sepertiga kasus
sindrom Down yang diturunkan dari salah satu orangtua.
Faktor-faktor risiko
Apa yang meningkatkan risiko terkena Down syndrome?

Tedapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko Anda memiliki anak sindrom Down, di
antaranya:

Riwayat genetik

Dalam banyak kasus, sindrom Down tidak diturunkan. Sebaliknya, kondisi ini terjadi karena
keselahan pembelahan sel selama perkembangan awal janin. Tidak diketahui alasan pasti
kenapa kesalahan tersebut dapat terjadi. Namun, pada Sindrom Down translokasi, para ahli
percaya bahwa kelainan genetik yang diwariskan orangtua bisa jadi penyebab terkuatnya.

Ya, tanpa disadari, baik pria dan wanita bisa saja membawa Down syndrome di dalam gennya.
Pembawa genetik ini disebut sebagai carrier. Seorang pembawa (carrier) mungkin tidak
menunjukkan gejala sindrom Down semasa hidupnya. Akan tetapi, mereka bisa saja
menurunkan proses kelainan genetik ini ke janinnya, sehingga menyebabkan si janin memiliki
kromosom 21 tambahan.

Secara umum, risiko genetik ini tergantung pada jenis kelamin dari orangtua pembawa
kromosom 21. Berikut gambarannya:

 Jika ibu agen pembawa (carrier) berasal dari ibu, maka risiko janin mengalami Down sindrom
ketika lahir berkisar antara 10-15%
 Jika ayah agen pembawa (carrier) berasal dari ayah, maka risiko janin mengalami Down
sindrom ketika lahir sekitar 3%

Maka dari itu, sebelum Anda dan pasangan memutuskan untuk merencanakan kehamilan,
sebaiknya Anda melakukan skrining genetik terlebih dahulu.

Usia ibu saat hamil

Ternyata, usia wanita saat hamil memengaruhi kesehatan dan keselamatan janin di dalam
kandungannya. Meski sindrom ini bisa terjadi di usia berapa pun, tetapi wanita berisiko tinggi
melahirkan anak dengan sindrom ini ketika hamil di usia 35 tahun ke atas.

Peluang seorang wanita mengandung bayi sindrom Down adalah 1 banding 800 jika mereka
hamil di usia 30 tahun. Sementara peluang ini akan mengalami peningkatan menjadi 1 banding
350 jika mereka hamil di usia 35 tahun ke atas. Risiko akan semakin meningkat tajam menjadi
1:10 apabla wanita hamil di usia 49 tahun.

Meski begitu, saat ini sejumlah wanita usia kurang dari 35 tahun ada juga yang melahirkan anak
dengan Down syndrome. Tidak diketahui pasti apa penyebabnya, namun hal ini diduga karena
adanya peningkatkan angka kelahiran di usia muda.

Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang mendekati usia menopause, kemampuan rahimnya
untuk menyeleksi kecacatan embrio akan semakin menurun. Selain itu, seiring dengan
bertambahnya usia wanita, maka kualitas sel telur yang dihasilkan pun juga akan menurun.
Dampaknya, wanita berisiko tinggi terhadap pembagian kromosom yang tidak tepat.

Riwayat melahirkan bayi sindrom Down

Risiko wanita melahirkan bayi dengan sindrom ini akan meningkat jika sebelumnya juga pernah
melahirkan bayi dengan kondisi yang sama. Meski begitu, faktor risiko satu ini memang
termasuk rendah, yaitu hanya berkisar sekitar 1 persen.

Selain itu, risiko wanita melahirkan bayi dengan sindrom ini juga meningkat berdasarkan
rentang usia kehamilan antara anak sebelumnya dengan bayi yang Anda kandung. Menurut
penelitian Markus Neuhäuser dan Sven Krackow dari Institute of Medical Informatics, Biometry
and Epidemiology di University Hospital Essen, Jerman, semakin jauh jarak antar kehamilan,
semakin meningkat risiko Anda mengandung bayi Down syndrome.

Kekurangan asam folat

Risiko seorang wanita melahirkan anak Down syndrome meningkat ketika selama
kehamilannya mereka kekurangan asam folat. Ya, beberapa ahli berpendapat bahwa Down
syndrome dapat dipicu oleh kerja metabolisme tubuh yang kurang optimal untuk memecah
asam folat. Penurunan metabolisme asam folat bisa berpengaruh terhadap pengaturan
epigenetik untuk membentuk kromosom.

Asam folat sendiri memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan otak dan sumsum
tulang belakang bayi. Bahkan ketika Anda belum tahu bahwa Anda hamil, otak dan sumsum
tulang belakang bayi Anda sudah mulai terbentuk. Dengan kandungan asam folat yang cukup,
Anda telah membantu pembentukan otak dan sumsum tulang belakang bayi secara optimal.

Maka dari itu, guna menghindari hal tersebut, pastikan Anda mencukupi kebutuhan asam folat
ketika akan berencana untuk hamil. Bahkan, asupan asam folat perlu dipenuhi dari sejak
remaja, bukan saat hamil saja.

Obat & Pengobatan


Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan
pada dokter Anda.

Apa saja pilihan pengobatan saya untuk Down syndrome?

Down syndrome tidak dapat diobati. Namun, penting untuk orangtua menyadari kondisi ini
secepat mungkin dan membantu bayi sejak dini.

Jika anak Anda memiliki Down syndrome, Anda mungkin memerlukan bantuan dari dokter atau
kelompok dukungan untuk memberi anak perawatan medis dan mendorongnya
mengembangkan ketrampilan sosial yang penting.
Apa saja tes yang biasa dilakukan untuk Down syndrome?

Cara paling efektif untuk mendiagnosis sindrom ini adalah dengan


melakuan tes screening dan diagnostik prenatal sebelum memutuskan untuk melakukan
program hamil. Dokter biasanya akan menganjurkan Anda melakukan tes darah yang
digabungkan dengan USG pada minggu 11-14 kehamilan.

Pemeriksaan USG ditujukan untuk mengetahui ketebalan leher belakang janin, alias nuchal
translucency). Kedua prosedur ini bisa mendeteksi DS hingga 82-87 persen, dengan risiko
minimum terhadap diri Anda dan juga janin.

Sementara jika Anda hamil di usia di atas 35 tahun, dokter mungkin akan menganjurkan Anda
untuk melakukan tes fetal DNA selama trimester kehamilan. Hasil tes fetal DNA diketahui
memiliki tingkat keakuratan hasil sebanyak 99 persen. Hal ini karena tes fetal DNA akan
mengurutkan bagian-bagian kecil dari DNA janin Anda yang beredar di dalam darah anda
selama kehamilan. Pada trimester kedua Anda, dokter mungkin juga akan menganjurkan tes
darah lainnya seperti multiple marker screening, atau quad screening. Kedua tes ini dapat
mendeteksi sindrom Down hingga 80 persen.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Anda berisiko tinggi melahirkan anak dengan
sindrom ini, dokter biasanya akan menganjurkan Anda untuk menjalankan sejumlah tes
diagnostik, seperti amniocentesis atau chorionic villus sampling (CVS). Sebaiknya, Anda
berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter karena kedua prosedur tersebut memiliki risiko
keguguran, meski terhitung rendah.

Pengobatan di rumah
Apa saja perubahan gaya hidup atau pengobatan rumahan yang
dapat dilakukan untuk mengatasi Down syndrome?

Apabila anak Anda didiagnosis dengan Down syndrome, mungkin akan terasa sulit bagi Anda.
Anda perlu mencari sumber dukungan di mana Anda dapat mempelajari informasi dasar
mengenai kondisi ini dan bagaimana merawat dan mengembangkan ketrampilan anak, seperti:

 Mencari ahli profesional atau orang yang memiliki masalah yang sama dengan Anda. Anda
dapat berbagi informasi dan solusi bagi anak Anda.
 Jangan putus asa: banyak anak dengan Down syndrome masih dapat hidup dengan bahagia
dan melakukan hal-hal yang produktif dan berguna bagi sekitar. Jangan merasa kehilangan
harapan terhadap masa depan anak Anda.

Bila ada pertanyaan, konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.

Hello Health Group tidak memberikan nasihat medis, diagnosis, maupun pengobatan.

https://hellosehat.com/penyakit/down-syndrome/

Anda mungkin juga menyukai