Anda di halaman 1dari 318

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

SMF OBSTETRI &


GINEKOLOGI PRENATAL
RSUP SANGLAH DIAGNOSTIK
DENPASAR 2015

No. ICD -
Diagnosis -

Pengertian Adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi


abnormalitas struktur dan fungsi atau defek pada janin intra uterin.

Anamnesis 1. Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir.


2. Menanyakan saat dan hasil USG pertamakali.
3. Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan berat
badan dalam satu minggu terakhir.
4. Menanyakan riwayat batuk lama, penurunan berat badan,
demam, hemoptoe

Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum


2. Pemeriksaan Leopold I-IV

Kriteria Diagnosis Prenatal diagnostik perlu dipertimbangkan pada:

 Mempunyai keluarga dekat atau anak yang sebelumnya


mengalami kondisi yang serius/kecacatan yang diduga kelainan
kromosom.
 Diabetes-Hyperglikemia
 Wanita dengan lingkungan Hypertermia
 Salah satu pasangan memiliki kondisi yang serius yang
kemungkinan menurun ke bayinya. (carier translokasi / inversi
kromosom)
 Kedua pasangan adalah carier dari kelainan gen yang sama
(carier translokasi / inversi kromosom).
 Wanita hamil pada umur 35 tahun atau lebih saat melahirkan.
 Terpapar terhadap zat-zat kimia atau lingkungan yang berbahaya.
 Terpapar dalam waktu lama terhadap obat-obatan seperti: valvroic
acid, carbamazepin, efavirenz, atau obat teratogenik lainnya.
 Pada beberapa kasus abortus berulang trimester pertama.
Diagnosis Banding -
Pemeriksaan Penunjang Prenatal test dikerjakan pada waktu tertentu yang dimulai sejak umur
kehamilan 8-10 minggu sampai 20 minggu, dan meliputi:
 Prenatal skriining test: Dapat mengidentifikasi bayi yang berada pada
peningkatan risiko mengalami masalah tertentu yang meliputi:
o USG
o Skrining awal kehamilan (trimester pertama): pemeriksaan
nuchal transluscency dengan atau tanpa pemeriksaan darah
ibu,
o Skrining trimester kedua: Pemeriksaan darah ibu.
 Prenatal diagnostic tes yang digunakan untuk melihat apakah bayi
benar-benar memiliki masalah tertentu meliputi:
o USG.
o chorionic villus sampling (CVS).
o Amniosentesis.
o kordosentesis.
 Diagnosis genetik Praimplantasi (PGD) digunakan untuk menguji
embrio yang dibuat melalui fertilisasi in vitro (IVF) terapi sebelum
dilakukan implantasi.

Perlu dilakukan konseling sebelum tes kehamilan dilakukan, apakah itu


merupakan tes skrining atau tes diagnostik. Hal ini dilakukan untuk
memberikan kesempatan mendiskusikan:
 Bagaimana dan kapan tes dilakukan?
 Keuntungan dan kerugian dari setiap tes.
 Setiap risiko untuk bayi yang mungkin timbul dari setiap tes.
 Pemeriksaan lebih lanjut yang dapat ditawarkan setelah ibu
menerima hasilnya.
 Apakah tes lebih lanjut akan berarti bagi ibu dan bayi?

Trimester pertama:
1. Nuchal Translucency:
 Adalah ruang anechoic yang terletak dibelakang leher janin
pada umur kehamilan 11-14 minggu.
 Fetus harus dalam posisi sagital menggunakan pembesaran
75% dari layar.
 Amnion harus bisa dibedakan secara jelas dengan kulit janin.
 Pengukuran dilakukan pada level ketebalan maksimum dari
subcutaneus translucency antara kulit dengan jaringan lunak
yang menutupi tulang servikal.(inner to inner).
 Bila ketebalan NT > 3 mm dicurigai kemungkinan
kelainan kromosom atau down syndrom.

2. Marker Biokimia:
 PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A)
o Serum analit.
o Pada down syndrome nilai PAPP-A rendah mendekati
0,4 MoM.

 Free β hCG.
oPada down syndrome nilainya meningkat mendekati 2.0
MoM.

3. Early Amnioscentesis
 Merupakan diagnostik tes.
 Dilakukan pada umur kehamilan 11-14 minggu.
 Keuntungannya: dapat mendiagnosa lebih dini
 Kekurangannya: tehnik lebih sulit, risiko abortus
lebih tinggi
4. Chorionic Villous Sampling (CVS)
 Merupakan diagnostik tes.
 Dilakukan pada umur kehamilan 10-13 minggu.
 Keuntungan dan kerugian sama dengan early amnioscentesis.
 Bisa transabdominal atau transcervical.

Trimester Kedua:
1. USG:
 Mencari tanda-tanda defect Structural Mayor
 Ventrikulomegali
 Cystic hygroma
 Nonimun hidrops
 Holoprosenchepali
 Cardiac defect
 Dandy walker kompleks Atresia esofagus
 Duodenal atresia
 Hernia diafragmatika.
 Cleft lift/palate
 Omphalocele
 Gastroschisis

 Mencari tanda-tanda soft marker (defect structural minor):


 Increased nuchal thickening.
 Absent of nasal bone
 Tricuspid regurgitation
 Renal pyelectasis.
 Shortened femurs.
 Echogenic bowel.
 Echogenic foci of the left ventricle.
 Increased fetal iliac angle.
 hypoplasia of the middle phalanx of the fifth digit.
 choroid plexus cysts.

2. Marker Biokimia:
 Maternal Serum Alpha-Fetoprotein (MSAF)
 Glikoprotein yang disintesa pada awal kehamilan oleh yolk
sac, selanjutnya oleh traktus gastrointestinal dan liver.
 Konsentrasinya meningkat pada serum maternal dan
air ketuban sampai umur kehamilan 13 minggu.
 Batas atas nilai normal adalah 2-2,5 MoM.
 Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran:
Umur kehamilan, berat badan ibu, kehamilan multifetus,
diabetes dan ras Afrika-Amerika.
 Pada neural tube defect (NTD) seperti: Spina bifida,
anencephali, dan meningoenchepalocele nilainya meningkat
≥ 2,5 MoM.
 Pada Down syndrome nilainya rendah yaitu ≤ 0,7 MoM.
 Unconjugated Estriol:
 Menurun pada down syndrome atau trisomy.
 Free β hCG.
 Meningkat pada down syndrome nilainya mendekati 2.0 MoM.
3. Invasive Test:
 Second trimester Amnioscentesis:
 Dilakukan pada umur kehamilan 15-19 minggu.
 Tehnik lebih mudah dan risiko komplikasi lebih rendah
dari pada early amnioscentesis.
 Cordocentesis.
 Dilakukan pada umur kehamilan 15-20 minggu.
 Terutama dilakukan pada kasus fetal anemia, konfirmasi red
cell dan platelet alloimunization.

Konsultasi 1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi Fetomaternal

Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan

Terapi / tindakan -
Tempat Pelayanan Ruang Poliklinik Fetomaternal Obstetri dan Ginekologi

Penyulit -

Informed Consent Informed consent tertulis

Tenaga Standar 1. PPDS I Obgin tk senior A


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan Rawat jalan

Masa Pemulihan -

Hasil -

Patologi -

Otopsi -

Prognosis -

Tindak Lanjut Ruang Poliklinik Fetomaternal Obstetri dan Ginekologi

Tingkat Evidens & -


Rekomendasi

Indikator Medis Dilakukan pemeriksaan prenatal diagnostik untuk mengidentifikasi


abnormalitas struktur dan fungsi atau defek pada janin intra uterin.

Edukasi Cegah penularan TB dari ibu ke bayi melalui kontak langsung

Kepustakaan 1. Cunningham F.G, Prenatal Diagnosis and Fetal Theraphy, Williams


Ostetries.23 rd edition, New York : Mc Graw – Hill Medical Publishing
Division, 2010, P.289-301.
2. Kurjak A, Chervenak F.A, Donald School Textbook of Ultrasound in
Obstetrics and Gynecology, 2008.
3. Anonim, Guideline: Prenatal screening tests for trisomy 21 (Down
syndrome), trisomy 18 (Edwards syndrome) and neural tube defects,
Human Genetics Society of Australasia, July 2007.
4. Van den Hof M.C et al, SOGC Clinical Practice Guidelines, Fetal
Soft Markers in Obstetric Ultrasound, June 2005.
Skema urutan pemeriksaan skriining dan diagnostik pranatal

Konsepsi

Dating USG (8-10 mg)


Konfirmasi kondisi kehamilan.
Jumlah fetus.
Bagaimana perkembangan fetus
Skriining trimester I (11-13 Mmg)
CVS (10-13 mg) Nuchal Translucency
Diagnostik tes PAPP-A.
Transabdominal atau transvagina Free β hCG.
Risiko abortus 1-2 %

Early Amnioscentesis (11-14 mg)

Diagnostik tes
Transabdominal
Risiko abortus 1-2 %

Serum maternal (15-18 mg)


Skriiningtesuntukmenentukan kelainan kromosom dan NTD. Amnioscentesis (15-19 mg)
Untukmembuatkeputusanperlu tidaknya amnioscentesis.
Diagnostik tes.
5% janin mempunyai peningkatan risiko
Transabdominal.
60 % down syndrom akan terdiagnosa.
Risiko abortus kurang dari 1%
95% akan terdiagnosa bila dikombinasi dengan detailed scan USG.

Anomaly scan (18-20mg) Cordocentesis (18-20 mg)


es kelainan fisik Diagnostik tes.
a kelainan terdeteksi Transabdominal.
Risiko abortus kurang dari 1%
n amnioscentesis atau cordocentesismungkinperlu dipertimbangkan sebagai pemeriksaan lanjutan.
Bagan alir diagnostik NTD menggunakan biomarker MSAF

Maternal Serum Alpha Protein pada umur kehamilan 15-20 mg

Nilai AFP disesuaikan dengan umur, berat badan, diabetes, keh. Multifetus.

Nilai AFP 0,7 MoM Nilai AFP < 2,0 MoM


Nilai AFP ≥ 2,0 MoM

Hasil skriining Normal


Lihat Biomarker maternal
yang lain (triple tes) USG untuk verifikasi umur kehamilan, multifetus, IUFD, dan nilai ulang nilai AFP sebagai man

Hasil abnormal

- Konseling Nilai AFP ≥ 2,5 MoM


- Tawarkan
specialized Nilai AFP < 2,5
sonography.
MoM

Hasil Abnormal Hasil skriining normal


- Amnioscentesis (Susp. Neural Tube Defect)
Bagan alir Skriining Down Syndrome

Wanita dengan risiko Down Syndrome

Dating USG saat UK 8-10 mg

SkriiningTrimester I
- NT

PAPPA Integrated skriining Trimester II (15-18 mg)


Β hCG MSAF
Β hCG
Estriol
Squential

Early Amnioscentesis Verifikasi umur kehamilan (bila belum)


CVS Targeted USG
KIE Risiko

Amnioscentesis
Cordocentesis

Fetal Karyotyping
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ASUHAN
RSUP SANGLAH ANTENATAL
DENPASAR 2015

No. ICD Z34(Z34.0; Z34.8 ; Z34.9)


Diagnosis Sesuai kriteria diagnostik pada ICD-10

Pengertian Asuhan antenatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil dengan
tujuan menyelaraskan ibu dan janin agar terhindar dari komplikasi dan
menurunkan insiden morbiditas/ mortalitas maternal dan perinatal.

Anamnesis Kunjungan I (8-13minggu)


1. Memastikan dukungan suami/keluarga pada kehamilan
2. Eksplorasi dan hitung umur kehamilan dan taksiran persalinan
(dating pregnancy)
3. Eksplorasi riwayat pengobatan/penanganan penyakit sebelum hamil
(asma, antung/ hipertensi, DM, ginjal, hati, HIV, TB, Alergi obat/
makanan, Thalasemia, Malaria, Epilepsi, Psikiatri, Obat yang rutin
diminum, Status Imunisasi TT, Riwayat Transfusi, dll)
4. Eksplorasi riwayat kehamilan/persalinan sebelumnya (abortus
,prematuritas, postdate, kehamiln ganda, kehamilan makrosomia, IUFD,
kelainan bawaan, partus lama ,FE /VaE, Kuretase, SC (Corpore/ LSCS),
Preeclampsia, perdarahan antepartum/ intrapartum dan postpartum.
5. Riwayat kehamilan yang sekarang : HPHT, TP, Perdarahan,
Mual/muntah, pemakaian obat

Kunjungan II (14-24 minggu)


1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis
yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya
2. Keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, demam, batuk
lama, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit
kepala, dll)

Kunjungan III (24-32 minggu)


1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis
yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya
2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas,
gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala,
dll)

Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis
yang didapatkan
2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas,
gerakan anak, perdarahn, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala,
dll)
Pemeriksaan Fisik Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur,Berat Badan,Tinggi Badan,
Jantung/Paru, Tinggi fundus Uteri (fetal Growth), presentasi bayi, anemia,
edema, pemeriksaan kapasitas panggul, pemeriksaan fisik lain yg terkait
dengan hasil pemeriksaan sebelumnya

Kriteria Diagnosis Sesuai dengan diagnostik obstetri


Diagnosis Banding -
Pemeriksaan Penunjang Kunjungan I (8-13minggu)
1. Laboratorium
a) Panel anemia,fungsi ginjal golongan darah dan Rh, Pemeriksaan HbsAG,
HIV-PITC, darah Mal (endemis), BTA (berisiko), Sifilis (berisiko) - Urine
Lengkap (MSSU) - Kultur Urine  bacteriuria, proteinuria
b) Skrining DMG untuk yang beresiko
2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : memastikan adanya kehamilan, lokasi
kehamilan, usia kehamilan dan taksiran persalian, janin hidup/mati,
fetus, diagnosis penyakit tropoblas, evaluasi uterus, struktur adneksa
dan kavum douglasi
b) Pemeriksaan USG Level II (targeted Asessement) : -deteksi perkiraan
kegagalan kehamilan, jumlah korionisitas/amnionisitas, NT pada 11-13
minggu, Doppler studies (Skrining Preeklampsia)

Kunjungan II (14-24 minggu)


1. Laboratorium
a) UL-Kultur Urine Ulangan
b) Penapisan DMG untuk yang beresiko
c) Penapisan PE dan Prematuritas (Faktor risiko Prematur)

2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Volume air ketuban,
Fetal Growth and Wellbeing, Plasenta, panjang serviks dan
deteksi abnormalitas tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II : Fetal anomalic Scanning- Doppler studies
(penapisan PE,IUGR)-Pemeriksaan lainya tergantung dari hasil
pemeriksaan pada kunjungan sebelumnya
c) Intervensi USG : tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan
pada pemeriksaan sebelumnya

Kunjungan III (24-32 minggu)


1..Laboratorium
a) DL
b) Penapisan DMG untuk yang beresiko

2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,-
Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies
c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil pemeriksaan
sebelumnya
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV)

2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,-
Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies
c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil
pemeriksaan sebelumnya

Konsultasi 1. SMF/Bag obstetri dan ginekologi divisi kedokteran fetomaternal

Perawatan Rumah Sakit Sesuai indikasi medis dan obstetri

Terapi / tindakan Kunjungan I (8-13minggu)


1. Koreksi anemi
2. Terapi ARV
3. Terapi bakteriuria
4. Pengobatan penyakit sebelum hamil

Kunjungan II (14-24 minggu)


1. Koreksi anemia
2. Terapi ARV
3. Terapi bakteriuria
4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada
doppler a.uterina.
5. Senam hamil
6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang
ditemukan pada kunjungan sebelumnya

Kunjungan III (24-32 minggu)


1. Koreksi anemia
2. Terapi ARV
3. Terapi bakteriuria
4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada
doppler a.uterina.
5. Senam hamil
6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang
ditemukan pada kunjungan sebelumnya

Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Koreksi anemia
2. Terapi ARV
3. Terapi bakteriuria
4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada
doppler a.uterina.
5. Senam hamil
6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang
ditemukan pada kunjungan sebelumnya

Tempat Pelayanan Poliklinik obstetri dan ginekologi RSUP Sanglah denpasar

Penyulit Kehamilan dengan penyulit medis dan obstetri

Informed Consent 1. Tertulis


2. Lisan

Tenaga Standar Senior A (Screener)

Lama Perawatan -

Masa Pemulihan -

Hasil Kondisi ibu dan kandungan baik

Patologi -

Otopsi -

Prognosis Dubious ad bonam

Tindak Lanjut sesuai jadwal kunjungan berdasarkan tabel focused ANC

Tingkat Evidens & -


Rekomendasi

Indikator Medis -

Edukasi Kunjungan I (8-13minggu)


1. Edukasi tanda-tanda bahaya ( perdarahan, mual yang berlebihan,
nyeri perut)
2. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari .
3. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan
menghadapi gawat darurat
4. Penjadwalan kunjungan berikutnya

Kunjungan II (14-24 minggu)


1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan, nyeri perut
2. Kesiapana persalian/ kegawat daruratan
3. Edukasi tanda-tanda bahaya (perdarahan, mual yang berlebihan,
nyeri perut)
4. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari
5. Kesiapan menghadapi persalinan ( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan
menghadapi gawat darurat.
6. Penjadwalan kunjungan berikutnya

Kunjungan III (24-32 minggu)


1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut
2. Kesiapan persalian/ kegawatdaruratan
3. Cara persalinan
4. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari .
5. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan
menghadapi gawat darurat.
6. Penjadwalan kunjungan berikutnya

Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut
2. Kesiapan persalian/ kegawatdaruratan
3. Cara Persalinan
4. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari.
5. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan
menghadapi gawat darurat.
6. Penjadwalan kunjungan berikutnya

Kepustakaan 1. Karkata K, M, Ed. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,


Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawasari, 2012, h.1-31.
2. Cuningham F.G. Prenatal care
3. Anonim, NICE Clinical Guideline, Antenatal Care , Routine care for
Healthy Pregnant Woman, Clinical Guideline March 2008.
4. Anonim, Group Health, Prenatal care, Screening and testing
Guideline, June 2012.
5. Akkerman D, Cleland L, Croft G, et al, Routine Prenatal, in Institute
for Clinical Systeme Improvement, Health Care Guideline, fifteenth
ed. July 2012.
6. Kypros A, Nicolaides, A model for a new pyramide of prenatal care
based on the 11 to 13 week’s assessment, Wiley online Library, DOI:
10.1002/pd.2685, 2011.
Bagan alur antenatal care

Hamil

Tujuan* ANC Rutin


Jenis pelayanan Riwayat* (Focused ANC)
Pemeriksaan Fisik dan Obstetrik*
Penapisan dan pemeriksaan penunjang*
Pengobatan/ intervensi*
Kunjungan I (8-13 mgg) Kunjungan IV (36-38 mgg)
Preventif* Kunjungan II Kunjungan III
Edukasi & konseling* (14-24 mgg) (24-32 mgg)
Tempat Pelayanan dan Rujukan*
Kriteria merujuk*

*sesuai dengan tabel focused ANC-The four Basic Needs


PELAYANAN ANTENATAL TERFOKUS “FOUR BASIC NEEDS”
1.Pencegahan/Promosi Kesehatan, 2. Deteksi dan penanganan penyakit dasar, 3. Deteksi didni dan penanganan komplikasi
dan 4.Persiapan persalinan dan kesiapan menghadapi komplikasi

PAKET KUNJUNGAN PAKET KUNJUNGAN II (14-24 PAKET KUNJUNGAN III ( 24-28 PAKET KUNJUNGAN IV ( 28-34 PAKET KUNJUNGAN V ( 34-40
I (8-13 MINGGU) MINGGU) MINGGU ) MINGGU) MINGGU)

Tujuan 1. Penapisan, pencegahan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan
penyakit dan pengobatan dini komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan
serta menilai kesehatan ibu persalinan persalinan persalinan persalinan
2. Deteksi dan tatalaksana kondisi 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin,
penyakit sebelum hamil memprediksi dan mencegah deteksi adanya preeklamsia, deteksi adanya preeklamsia, deteksi adanya preeklamsia,
3. Melaksanakan edukasi dan terjadinya Preeklamsia dan anemia, komplikasi medis, anemia, komplikasi medis, anemia, komplikasi medis,
konseling prematuritas, mengkoreksi prematuritas prematuritas prematuritas
4. Memastikan umur kehamilan anemia, menangani kelainan 3. Perencanaan kesiagaan terhadap 3. Perencanaan persalinan dan Perencanaan persalinan dan
medis yang muncul kegawat daruratan kesiagaan terhadap kegawat kesiagaan terhadap kegawat
3. Melaksanakan edukasi dan daruratan (mode and timing of daruratan (mode and timing of
konseling delivery, edukasi dan konseling) delivery, edukasi dan kons
3. eling)
Anamnesis terarah 6. Memastikan dukungan 3. Tanyakan keluhan yang 3. Tanyakan keluhan yang 3. Tanyakan keluhan yang 1. Tanyakan keluhan yang
suami/keluarga pada kehamilan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan
7. Eksplorasi dan hitung umur medis yang didapatkan pada medis yang didapatkan pada medis yang didapatkan medis yang didapatkan
kehamilan dan taksiran kunjungan sebelumnya kunjungan sebelumnya 4. Tanyakan keluhan yang 2. Tanyakan keluhan yang
persalinan (dating 4. Keluhan yang berhubungan 4. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan berhubungan dengan
pregnancy) dengan kehamilan (sesak nafas, berhubungan dengan kehamilan kehamilan(sesak nafas, gerakan kehamilan(sesak nafas, gerakan
8. Eksplorasi riwayat demam, batuk lama, gerakan (sesak nafas, gerakan anak, anak, perdarahan, keluar air dari anak, perdarahan, keluar air dari
pengobatan/penanganan anak, perdarahan, keluar air dari perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, vagina, nyeri perut, sakit kepala,
penyakit sebelum hamil (asma, vagina, nyeri perut, sakit kepala, vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll) dll)
jantung/ hipertensi, DM, ginjal, dll) dll)
hati, HIV, TB, Alergi obat/
makanan, Thalasemia, Malaria,
Epilepsi, Psikiatri, Obat yang
rutin diminum, Status Imunisasi
TT, Riwayat Transfusi, dll)
9. Eksplorasi riwayat
kehamilan/persalinan
sebelumnya (abortus
,prematuritas, postdate,
kehamilan ganda, kehamilan
makrosomia, IUFD, kelainan
bawaan, partus lama, FE/VaE,
Kuretase, SC (Corpore/ LSCS),
Preeclampsia, perdarahan
antepartum/ intrapartum dan
postpartum.
10. Riwayat kehamilan yang
sekarang : HPHT, TP,
Perdarahan, Mual/muntah,
pemakaian obat

Pemeriksaan Fisik Umum Tekanan darah, nadi, respirasi, Tekanan darah, nadi, respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi,
dan Obstetrik Temperatur, Berat Badan, Tinggi temperatur, Berat Badan, tanda Temperatur, Berat Badan, tanda Temperatur, Berat Badan, tanda temperatur, Berat Badan, tanda
Badan, Indeks Masa Tubuh (IMT), klinis anemia , Jantung, paru, tinggi klinis anemia, Jantung/Paru, edema, klinis anemia, Jantung/Paru, edema klinis anemia, Jantung/Paru, edema
payudara, Jantung, Paru, Abdomen fundus uteri (fetal growth), DJJ, Tinggi fundus Uteri (fetal growth), , Tinggi fundus Uteri (fetal growth), , Tinggi fundus uteri, DJJ, Uteri (fetal
(adneksa) ekstremitas (odema), pemeriksaan DJJ, ekstremitas (odema), DJJ , presentasi bayi, ekstremitas growth), presentasi bayi,
Pemeriksaan dalam (menilai fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan fisik lain yg terkait (odema), pemeriksaan fisik lain yg pemeriksaan kapasitas panggul,
masalah pada organ genitalia: pemeriksaan sebelumnya dengan hasil pemeriksaan terkait dengan hasil pemeriksaan ekstremitas (odema ), pemeriksaan
vagina, cerviks, bartholin, kelenjar sebelumnya sebelumnya fisik lain yg terkait dengan hasil
skene, dan uretra), ekstremitas pemeriksaan sebelumnya

Penapisan dan 3. Laboratorium 3. Laboratorium 1.Laboratorium 3. Laboratorium 1. Laboratorium


pemeriksaan penunjang c) Panel anemia, fungsi ginjal, fungsi d) UL Ulangan, Kultur (indikasi) c) DL b) Pemeriksaan CD4 dan viral load a) Pemeriksaan CD4 dan viral load
hati, golongan darah dan Rh, e) Penapisan DMG untuk yang d) Penapisan DMG (pada ibu dengan HIV) (pada ibu dengan HIV)
Pemeriksaan HbsAG, HIV-TIPK, beresiko
darah Mal (atas indikasi), BTA f) Penapisan PE dan Prematuritas 4. Ultrasound 4. Ultrasound 2. Ultrasound
(atas indikasi), Sifilis (atas (Indkasi Faktor risiko Prematur) d) Pemeriksaan USG Level I : Usia d) Pemeriksaan USG Level I : Usia a) Pemeriksaan USG Level I : Usia
indikasi), Urine Lengkap Gestasi, Fetal Growth and Gestasi, Fetal Growth and Gestasi, Fetal Growth and
(bakteriuria, proteinuria), Kultur 2. Ultrasound Wellbeing, Volume air ketuban, Wellbeing,- Volume air ketuban,- Wellbeing,- Volume air ketuban,-
Urine (indikasi) d) Pemeriksaan USG Level I : Usia Plasenta, serviks dan tali pusat Plasenta,serviks dan tali pusat Plasenta,serviks dan tali pusat
d) Skrining DMG untuk yang beresiko Gestasi, Volume air ketuban, Fetal e) Pemeriksaan USG Level II: Fetal e) Pemeriksaan USG Level II: Fetal b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal
Growth and Wellbeing, Plasenta, anomalic Scanning, Doppler study anomali Scanning, Doppler study anomalic Scanning, Doppler study
4. Ultrasound panjang serviks dan deteksi f) Intervensi USG : Pemeriksaan f) Intervensi USG : Pemeriksaan c) Intervensi USG : Pemeriksaan
c) Pemeriksaan USG Level I : abnormalitas tali pusat /intervensi lainnya tergantung /intervensi lainnya tergantung /intervensi lainnya tergantung
memastikan adanya kehamilan, e) Pemeriksaan USG Level II : Fetal kondisi/kelainan yang ditemukan kondisi/kelainan yang ditemukan kondisi/kelainan yang ditemukan
lokasi kehamilan, usia kehamilan anomalic Scanning, Doppler study pada pemeriksaan sebelumnya pada pemeriksaan sebelumnya pada pemeriksaan sebelumnya
dan taksiran persalian, janin (penapisan PE, IUGR),
hidup/mati, fetus, diagnosis Pemeriksaan lainya tergantung
penyakit tropoblas, evaluasi dari hasil pemeriksaan pada
uterus, struktur adneksa dan kunjungan sebelumnya
kavum douglasi f) Intervensi USG : Pemeriksaan
d) Pemeriksaan USG Level II /intervensi lainnya tergantung
(targeted Asessment): deteksi kondisi/kelainan yang ditemukan
perkiraan kegagalan kehamilan, pada pemeriksaan sebelumnya
jumlah korionisitas/amnionisitas,
NT pada 11-13 minggu, Doppler
study (Skrining Preeklampsia)

Pengobatan/ intervensi 5. Koreksi anemi 7. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia
6. Terapi ARV 8. Terapi ARV 2. Terapi ARV 2. Terapi ARV 2. Terapi ARV
7. Terapi bakteriuria 9. Terapi bakteriuria 3. Terapi bakateriuria 3. Terapi bakteriuria 3. Terapi bakteriuria
8. Pengobatan penyakit 10. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang
sebelum hamil ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching
pada doppler a.uterina. pada doppler a.uterina pada doppler a.uterina. pada doppler a.uterina.
11. Senam hamil 5. Senam hamil 5. Senam hamil 5. Senam hamil
12. Terapi dan intervensi 6. Terapi dan intervensi tergantung 6. Terapi dan intervensi tergantung 6. Terapi dan intervensi tergantung
tergantung dari masalah medis dari masalah medis ibu dan janin dari masalah medis ibu dan janin dari masalah medisibu dan janin
ibu dan janin yang ditemukan yang ditemukan pada kunjungan yang ditemukan pada kunjungan yang ditemukan pada kunjungan
pada kunjungan sebelumnya sebelumnya sebelumnya sebelumnya

Preventif 1. Pemberian asam folat 400 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat
µgram/hari sampai umur 2. Imunisasi Tetanus Toksoid 2. Imunisasi Tetanus Toksoid 2. Pemberian tablet calcium 2. Pemberian tablet calcium
kehamilan 12 minggu (TT1,TT2) sesuai ketentuan. (TT1,TT2) sesuai ketentuan. 3. Pemberian tablet DHA 3. Pemberian tablet DHA
2. Imunisasi Tetanus Toksoid 3. Pemberian tablet calcium 3. Pemberian anti- D globulin. pada
(TT1,TT2) sesuai ketentuan. 4. Pemberian tablet DHA ibu rhesus (-) (UK 28 minggu)
4. Pemberian tablet calcium
5. Pemberian tablet DHA

Edukasi & konseling 5. Edukasi tanda-tanda bahaya 7. Edukasi tanda bahaya, 7. Edukasi tanda bahaya, 7. Edukasi tanda bahaya, 1. Edukasi tanda bahaya,
(perdarahan, mual yang perdarahan, nyeri perut perdarahan,nyeri perut perdarahan,nyeri perut perdarahan,nyeri perut
berlebihan, nyeri perut) 8. Kesiapan persalinan/ kegawat 8. Kesiapan persalinan/ 8. Kesiapan persalinan/ 2. Kesiapan persalinan/
6. Konseling Nutrisi, obat/ bahan daruratan kegawatdaruratan kegawatdaruratan kegawatdaruratan
berbahaya, aktifitas sehari hari . 9. Edukasi tanda-tanda bahaya 9. Cara persalinan 9. Cara Persalinan 3. Cara Persalinan
7. Kesiapan menghadapi (perdarahan, mual yang 10. Konseling Nutrisi, obat/bahan 10. Konseling Nutrisi, 4. Konseling Nutrisi, obat/bahan
persalinan (tempat, kapan, berlebihan, nyeri perut) berbahaya, aktifitas sehari hari . obat/bahan berbahaya, aktifitas berbahaya, aktifitas sehari hari.
biaya) dan kesiagaan 10. Konseling Nutrisi, obat/ bahan 11. Kesiapan menghadapi persalinan sehari hari. 5. Kesiapan menghadapi persalinan
menghadapi gawat darurat berbahaya, aktifitas sehari hari (tempat, kapan, biaya) dan 11. Kesiapan menghadapi (tempat, kapan, biaya) dan
8. Penjadwalan kunjungan 11. Kesiapan menghadapi persalinan kesiagaan menghadapi gawat persalinan (tempat, kapan, biaya) kesiagaan menghadapi gawat
berikutnya (tempat, kapan, biaya) dan darurat. dan kesiagaan menghadapi gawat darurat.
kesiagaan menghadapi gawat 12. Penjadwalan kunjungan darurat. 6. Penjadwalan kunjungan
darurat. berikutnya 12. Penjadwalan kunjungan berikutnya
12. Penjadwalan kunjungan berikutnya
berikutnya
Tempat Pelayanan dan Fasilitas kesehatan primer, Sekunder Fasilitas kesehatan primer, Sekunder Fasilitas Kesehatan Primer, sekunder Fasilitas kesehatan primer, sekunder Fasilitas kesehatan primer, sekunder
Rujukan dan Tersier (Forum Konsultasi dan Tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi
ADACs) ADACs) ADACS) ADACS) ADACS)

Kriteria merujuk Semua kehamilan dengan komplikasi Semua kehamilan dengan kelainan Semua kehamilan dengan kelainan Semua Kehamilan dengan kelainan Semua Kehamilan dengan kelainan
dan kelainan medis, USG level I di medis, komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/
Fasilitas kesehatan sekunder,USG persalinan/ nifas. Ditemukan persalian/ nifas, Ditemukan persalinan/ nifas, ditemukan persalinan/ nifas, ditemukan
Level II di Fasilitas kesehatan Tersier preeklamsia/ risiko preeklamsia yang preeklamsia/ risiko preeklamsia yang preeklamsia/ risiko preeklamsia preeklamsia/ risiko preeklamsia
atau tidak sesuai dengan kriteria bermakna, USG level I di Fasilitas bermakna, USG Level I di Fasilitas yang bremakna, USG Level I di yang bermakna, USG Level I di
ANC terfokus Kesehatan Sekunder,USG level II di Kesehatan Sekunder dan USG Level Fasilitas Kesehatan Sekunder dan Fasilitas Kesehatan Sekunder dan
Fasilitas kesehatan tersier atau tidak II di fasilitas kesehatan tersier atau USG Level II di Fasilitas kesehatan USG Level II di Fasilitas kesehatan
sesuai dengan kriteria ANC terfokus tidak sesuai dengan kriteria ANC tersier atau tidak sesuai dengan tersier atau tidak sesuai dengan
terfokus kriteria ANC terfokus kriteria ANC terfokus
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI HIPEREMESIS
RSUP SANGLAH GRAVIDARUM
DENPASAR 2015

1 No. ICD O21.1


2 Diagnosis Hiperemesis Gravidarum

3 Pengertian Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan atau
menetap pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari
dan menimbulkan komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5%
dari berat sebelum hamil, adanya tanda-tanda dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, dan ketonuria.

4 Anamnesis 1. Sejak kapan keluhan mual dirasakan


2. Berapa kali muntah
3. Berapa kali muntah kering

5 Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum


2. Pemeriksaan Ginekologi

6 Kriteria Diagnosis 1. Klinis ditemukan keadaan mual muntah yang berlebihan, menetap,
dan mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari
2. Adanya komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% berat
sebelum hamil, adanya tanda dehidrasi, atau adanya ketonuria.

7 Diagnosis Banding 1. Gastritis dengan refluk esophagitis.


2. Ulkus peptikum.
3. Hyperthyroidisms
4. Addison’s disease.
5. Hyperkalsemia.
6. Diabetes Melitus.
7. Pankreatitis.
8. Pyelonefritis

8 Pemeriksaan Penunjang 1. Konfirmasi adanya kehamilan (USG)


2. Darah lengkap
3. BUN / kreatinin
4. Urinalisis
5. Tes fungsi hati
6. Elektrolit

9 Konsultasi Penyakit dalam

10 Perawatan Rumah Sakit PUQE index ≥ 13 (HG berat)

19
11 Terapi / tindakan 1. PUQE index score < 6 (HG ringan)
 Hentikan vitamin yang mengandung zat besi
 Lanjutkan asam folat
 Modifikasi diet/lifestyle
 Hindari faktor pencetus
 Jahe dan Vit B6
 H2RAS atau PPIS (Bila reflux, heart burn, H pylori)

2. PUQE index score 7-12 (HG moderat)


2.1 Tanpa Dehydrasi
 Vit B6 Bila perlu Methoclopramid

2.2 Dehydrasi
 Therapi cairan pengganti dengan vitamin
dan elektrolit
 Vit B6 Bila perlu Methoclopramid

3. PUQE index ≥ 13(HG berat)


 MRS
 Th/ Cairan Intra Vena, elektrolit dan Vit B1.
 Puasa 24 jam
 Metoclopramide IV dan/atau
 Ondansetron
 Pertimbangkan nutrisi enteral bila perlu.
 Bila UK > 10 minggu, bisa
dipertimbangkan methylprednisolon
 Pertahankan berat badan/tanda vital
12 Tempat Pelayanan Ruang bersalin dan ruang perawatan post partum

13 Penyulit 1. Abortus,PJT, KJDR


2. Dehidrasi berat
3. Endefalopati wernicke
4. MOF (multipel organ failure)

14 Informed Consent Informed consent tertulis (Diagnosis dan perencanaan terapi dan
perawatan)
15 Tenaga Standar 1. PPDS I tk Patol A
2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi
fetomaternal (PUQE index ≥ 13/HG berat)

16 Lama Perawatan 3 - 5 hari

17 Masa Pemulihan Selama perawatan di ruang obstetri

18 Hasil Klinis dan hasil laboratorium membaik


19 Patologi Tidak diperlukan

20 Otopsi Tidak diperlukan

21 Prognosis Dubius ad bonam.

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

23 Tingkat Evidens &


Rekomendasi

24 Indikator Medis 1. Keluhan berkurang


2. Laboratorium baik
25 Edukasi Intake/ diet yang cukup, kontrol kembali jika keluhan berulang

26 Kepustakaan 1. Arsenault et al, The Management of Nausea and Vomiting of


Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no 120, October
2002.
2. County Durham and Darlington, NHS Foundation Trust, Hyperemesis
Gravidarum, Darlington 2011.
3. Buhling K.J, David M, Nausea and Hyperemesis Gravidarum,
Hormone consultation, Department of Gynecology, University
Medical Center, Hamburg, 2008.
4. CME Resource, Hyperemesis Gravidarum, Sacramento, California
2008.
5. Royal Cornwall Hospitals, Clinical Guideline for Day-Case
Rehydration for Woman With Moderate Hyperemesis
Gravidarum in Pregnancy, February 2012.
6. Mella M.T. Nausea/Vomiting of pregnancy and
hyperemesis gravidarum in Berghella V. Maternal – Fetal
Evidence Based Guidelines, Informa Healthcare, 2012, hal
73-78.
Bagan penanganan hyperemesis gravidarum

PUQE index assesment

PUQE index ≥ 13
PUQE index score < 6 (HG ringan)
(HG berat)
PUQE index score 7-
12 (HG moderat)

MRS
Hentikan vitamin yang mengandung zat besi
Lanjutkan asam folat - Jahe
Modifikasi diet/lifestyle -Vit B6 Th/ Cairan Intra Vena, elektrolit dan Vit B1.
Hindari faktor pencetus Puasa 24 jam

- H2RAS atau PPIS bila reflux, heart burn, H pylori


Metoclopramide IV dan/atau
Ondansetron

Tanpa Dehydrasi Dehydrasi

- Pertimbangkan
nutrisi enteral bila
Vit B6 - Therapi cairan perlu.
Bila pengganti
perlu dengan vitamin
Methoclopramid dan elektrolit
Bila UK > 10 minggu,
bisa dipertimbangkan
methyl prednisolon
Vit B6
Methoclopramid
dan/atau
Ondansetron
Pertahankan berat
badan/tanda vital

Keterangan:

- H2RAS : Histamine 2 reseptor antagonis,


- PPIS : Proton pump inhibitor
Tabel PUQE index assesment

1. Rata-rata dalam sehari berapa lama merasa mual dan rasa nyeri di lambung?
> 6 jam 4-6 jam 2-3 hari ≤ 1 jam Tidak ada

( poin 5) (poin 4) (poin 3) (poin 2) (poin 1)

2. Rata rata dalam sehari berapa kali mengalami muntah?

≥ 7 kali 5-6 kali 3-4 kali 1-2 kali Tidak ada

(poin 5) (poin 4) (poin 3) (poin 2) (poin 1)

3. Rata rata dalam sehari berapa kali mengalami muntah kering (tanpa keluar sesuatu)

≥ 7 kali 5-6 kali 3-4 kali 1-2 kali Tidak ada

( poin 5) (poin 4) (poin 3) (poin 2 (poin 1)

Interpretasi:

Mild NVP bila scornya ≤ 6


Moderate NVP bila scornya 7-12
Severe NVP bila scornya ≥ 13

NVP: Nausea/Vomiting of Pregnancy


Sumber: Daftar pustaka no:6.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
ABORTUS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

1 No. ICD O04

2 Diagnosis Abortus

3 Pengertian Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin viabel


(<24minggu/ BB<500gram) disertai atau tanpa pengeluaran hasil
konsepsi.

Catatan :
Klasifikasi abortus :
1. Menurut mekanisme terjadinya :
a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi
dengan sendirinya tanpa provokasi dan intervensi.
b. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi
karena diprovokasi yang terdiri dari :
- Abortus provokatus terapeutikus adalah abortus
provokatus yang dilakukan atas indikasi medis dengan
alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu atau
janin.
- Abortus provokatus kriminalis adalah abortus
provokatus yang dilakukan tanpa indikasi medis.

2. Menurut klinis :
a. Abortus iminens.
b. Abortus insipien.
c. Abortus inkomplit.
d. Abortus komplit.
e. Abortus infeksiosus.
f. Abortus habitualis.
g. Missed abortion.
4 Anamnesis 1. Adanya tanda - tanada kehamilan.
2. Nyeri perut bagian bawah.
3. Keluar darah bergumpal - gumpal dari vagina.

5 Pemeriksaan Fisik 1. Umum.


2. Ginekologi:
a. Abdomen : Tinggi fundus uteri
b. Inspekulo
c. Colok Vagina

6 Kriteria Diagnosis Abortus Iminens :


Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyari perut bagian bawah.
Perdarahan pervaginam.
Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri tertutup.

Abortus Insipien :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kahamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan ketuban utuh.

Abortus Inkomplit :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus lebih kecil dari umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan teraba jaringan.

Abortus Komplit :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Tidak ada nyeri perut bagian bawah dan perdarahan
pervaginam.
Tinggi fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri tertutup.

Abortus Infeksiosus :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus lebih kecil atau sama dengan umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan teraba jaringan.
Ada tanda – tanda infeksi (klinis dan laboratorium)

7 Diagnosis Banding 1. KET


2. Mola Hidatidosa
3. Kehamilan dengan kelainan pada cerviks
4. Perdarahan Implantasi

8 Pemeriksaan Penunjang 1. DL.


2. UL.
3. USG
9 Konsultasi 5. Anestesia dan reanimasi

10 Perawatan Rumah Sakit Abortus infeksiosus


11 Terapi / tindakan Abortus Imminen
 Tirah baring , tidak melakukan koitus
 Isoksuprine 3x1
Abortus Insipien
 lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan
40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
 Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah
penanganan Abortus Inkomplit
 Kuretase dengan atau tanpa
GA Abortus infeksiosus
 Perbaiki keadaaan umum
 Antipiretik (parasetamok 3 x500mg)
 Kuretase setelah 6 jam bebas panas atau 12 jam
setelah antibiotika terakhir

12 Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin.


2. Ruang Nifas
3. Ruang HCU
4. Poliklinik 108

13 Penyulit 1. Perdarahan
2. Perforasi
3. Infeksi
4. Syok

14 Informed Consent Ya, tertulis.

15 Tenaga Standar 1. PPDS I tk junior B (abortus Imminen, inkomplit)


PPDS I tk Patol A (abortus Insipien)
PPDS I tk Senior B (abortus infeksiosus)
2. Dokter spesialis obstetri dan Ginekologi

16 Lama Perawatan 1. Rawat jalan (abortus imminen, insipien, inkomplit)


2. Rawat inap (abortus infeksiosus)

17 Masa Pemulihan 7-14 hari paska tindakan

18 Hasil Abortus imminen (keluhan flek pervaginam berkenti)


Abortus inkomplit dan insipen (hasil kensepsi dievakuasi seluruhnya)
Abortus infeksiosus (klinis dan laboratorium membaik)
19 Patologi Diperlukan (bila pasien belum menikah)

20 Otopsi Tidak diperlukan

21 Prognosis Dubius ad bonam

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.


23 Tingkat Evidens & - Dilatasi dan evakuasi (D&E) pada kasus abortud Usia kehamilan
Rekomendasi diatas 15 minggu dapat dilakukan denganpersiapan cerviks yang baik
(Level evidence A).
- Terminasi kehamilan dengan menggunakan suction pada
kehamilan trismester pertama dianjurkan (Level evidence A).

24 Indikator Medis Klinis dan laboratorium baik

25 Edukasi 1. Diagnosa
2. Rencana tindakan
3. Komplikasi tindakan
4. Prognosis

26 Kepustakaan 1. Di Renzo J.C, International Guidelines, Guidelines for


Management of Spontaneus Preterm Labor, J. Perinat. Med. 34
(2006) New York 2006.
2. RCOG, Antenatal Corticosteroids for Reduce Perinatal Morbidity and
Mortality, Green Top Guideline no 7, 2010.
3. DI Renzo J.C, et al, Guidelines for Management of Spontaneus
Preterm Labour Archive of Perinatal Medicine, 13(4), 29-35, 2007.
4. Crane J, Antenatal Corticosteriod Therapy for Fetal
Maturation, SOGC Committee Opinion, January 2007.
5. Royal Cornwall Hospital, Woman’s and Child Health Division
Maternity Service, Guideline for the Management of
Preterm Prelabour Ruptur of Membranes, 2010.
6. Queensland Maternity and Neonataal Clinical Guideline,
Assessment and Management of Preyerm Labour, September 2009.
7. RCOG. 2004. Evidence-based Clinical Guideline Number 7
Bagan alur penanganan abortus

Penampilan Langkah awal Nilai tanda syok Nadi cepat, lemah Hipotensi
Bila ditemui syok,segera
Pucat, berkeringat Gelisah, apatis atau tidak sadar
Wanita usia reproduksi : Lakukan stabilisasi
Temperatur > 38  C
 Terlambat haid ( penatalaksanaan syok )
 Perdarahan
 Kram atau nyeri
perut bawah Setelah syok teratasi,
 Keluar massa kehamilan lanjutkan evaluasi klinis
 Demam, mengigil

EVALUASI KLINIS

rdarahan, lama/intensitas
Anamnesa kram,
Px Fisik
kontrasepsi yang digunakan, nyeri perut/punggung, alergi, gangguan perdarahan/pembekuan Tanda v
s, perdarahan intra
Px Vagina
abdomen )
n/goyang, besar/arah/konsistensi uterus, dinding perut tegang, derajat abortus
Rh negatif danLain-lain
pemberian TT

PENATALAKSANAAN

Perdarahan ringan hingga sedangTrauma intra abdomen Perut kembung Infeksi/Sepsis


Bising usus melemah Dinding perut tegang
Perdarahan hebat
Nyeri ulang-lepas Mual, muntah Nyeri punggung Demam
Kain pembalut tidak basah setelah 5 menit
Nyeri perut, kram Demam, menggigil Sekret berbau Riwayat abortus provok
Darah segar tanpa bekuan
Jumlahnya banyak, Segar, dengan atau tanpa Nyeri perut Perdarahan lama Gejala seperti influenza
Darah campur lendir
bekuan Pikirkan kemungkinan perforasi uterus Tunda AVM
Pembalut, handuk atau pakaian, segera basah oleh darah
Tangani sesuai abortus infeksiosus Setelah itu lakukan AV
Pucat
Lakukan AVM
Bila komplikasi teratasi dan pasien stabil, lakukan AVM
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
RSUP SANGLAH EKTOPIK
DENPASAR 2015

1. No. ICD O00.8

2. Diagnosis Kehamilan Ektopik

3. Pengertian Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana embrio berimplantasi dan


tumbuh di luar endometrium cavum uteri yang normal; termasuk
kehamilan servikal dan kornual.

4. Anamnesis Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi, perdarahan


pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan positif.

5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum :


2. Pemeriksaan obstetri :
a. Palpasi.
b. Pemeriksaan colok vagina.

6. Kriteria Diagnosis
1. Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi,
perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan
yang positif.
2. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum baik.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
3. Pemeriksaan obstetri :
a. Palpasi terdapat nyeri tekan.
b. Colok vagina didapatkan :
- Uterus membesar.
- Massa di adneksa.

7. Diagnosis Banding Abortus imminens


Kehamilan ektopik
terganggu
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
2. Laparoskopi diagnosis

9. Konsultasi Dokter Spesialis Anasthesi

10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan hamil ektopik harus dirawat di rumah sakit.

11. Terapi / tindakan (ICD) 1. Laparoskopi operatif


2. Laparotomi
Catatan: kehamilan servikal dibicarakan khusus.

12. Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi


2. Kamar operasi.
3. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan
Wing Amerta.
4. Poliklinik 108.

13. Penyulit Syok.

14. Informed Consent Ya, tertulis

15. Tenaga Standar 1. PPDS I tingkat Senior B


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter Spesialis Anasthesi.

16. Lama Perawatan Laparotomi 2-3 hari.

17. Masa Pemulihan 30 hari.

18. Hasil Kehamilan ektopik dievakuasi


Perdarahan diatasi.

19. Patologi Harus.

20. Otopsi Tidak kecuali ada delik aduan.

21. Prognosis Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108

23. Tingkat Evidens & -


Rekomendasi

24. Indikator Medis Kehamilan ektopik tidak menjadi terganggu.

25. Edukasi 1. Masa pemulihan (Perawatan luka, aktivitas ringan,


pemahanan tentang nyeri pasca operasi dan nutrisi).
2. Mobilisasi dini.
3. Fungsi reproduksi (jarak kehamilan berikutnya, risiko berulang,
dan kontasepsi).

26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM


) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010.
Ectopic Pregnancy. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw
Hill.
3. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003.
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
Bagan Alur Pada Kehamilan Ektopik

Kehamilan Ektopik

Akut abdomen (-) Akut abdomen (+)

MRS rapid test, USG transvaginal Resusitasi


Observasi 24 jam T/N/R Keluhan/Hb
Kronik
(Hematocele)
USG transvaginal

GS(+) GS (-) GS (+)


Intra PPT(+) Extra uterine
Cairan Bebas
GS (+) ekstrauterine

Hamil Laparoskopii KE Laparotomi


intrauterine diagnostik
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
DENPASAR 2015

1. No. ICD O009

2. Diagnosis Kehamilan EktopikTerganggu

3. Pengertian Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana embrio berimplantasi dan


tumbuh di luar endometrium cavum uteri yang normal; termasuk
kehamilan servikal dan kornual disertai gangguan hemodinamik berupa
syok hipovolemik akibat perdarahan.

4. Anamnesis Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi, perdarahan


pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan positif.

5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum :


2. Pemeriksaan obstetri :
a. Inspeksi.
b. Palpasi.
c. Pemeriksaan colok vagina.

6. Kriteria Diagnosis
1. Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi,
perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan
yang positif.
2. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum : jelek.
b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik.
3. Pemeriksaan obstetri :
a. Inspeksi terdapat distensi abdomen.
b. Palpasi terdapat akut abdomen.
c. Colok vagina didapatkan :
- Slinger pain.
- Uterus membesar.
- Massa di adneksa disertai nyeri.
- Cavum Douglas bulging.

7. Diagnosis Banding 1. Abortus imminens


2. Kehamilan ektopik

8. Pemeriksaan Penunjang USG

9. Konsultasi Dokter Spesialis Anasthesi.


10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan kehamilan ektopik terganggu harus dirawat di
rumah sakit.

11. Terapi / tindakan (ICD) 1. Perbaikan keadaan umum.


a. Resusitasi cairan intravena dimana jenis dan jumlahnya
sesuai dengan shok hipovolemik.
b. Oksigen 4-8 liter per menit.
c. Siapkan donor.
d. Antibiotika.
2. Laparotomi.

Catatan : kehamilan servikal dibicarakan khusus.

12. Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi


2. Kamar operasi.
3. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
4. Poliklinik 108.

13. Penyulit Syok.

14. Informed Consent Ya, tertulis

15. Tenaga Standar 1. PPDS I tingkat Senior Senior B.


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter Spesialis Anasthesi.

16. Lama Perawatan Laparotomi 2-3 hari.

17. Masa Pemulihan 30 hari.

18. Hasil 1. Kehamilan ektopik dievakuasi.


2. Perdarahan diatasi.

19. Patologi Harus.

20. Otopsi Tidak kecuali ada delik aduan.

21. Prognosis Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108

23. Tingkat Evidens & -


Rekomendasi

24. Indikator Medis 1. Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.


2. Sumber perdarahan berhasil dihentikan.
25. Edukasi 1. Masa pemulihan ( perawatan luka, aktivitas ringan,
pemahanan tentang nyeri pasca operasi dan nutrisi ).
2. Mobilisasi dini
3. Fungsi reproduksi ( jarak kehamilan berikutnya, resiko
berulang, dan kontasepsi ).

26. Kepustakaan 4. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM


) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1.
5. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010.
Ectopic Pregnancy. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw
Hill.
6. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003.
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
Bagan Alur Pada Kehamilan Ektopik terganggu

Kehamilan Ektopik

Akut abdomen (-) Akut abdomen (+)

MRS rapid test, USG transvaginal Resusitasi


Observasi 24 jam T/N/R Keluhan/Hb
Kronik
(Hematocele)
USG transvaginal
GS(+) GS (-) GS (+)
Intra PPT(+) Extra uterine
Cairan Bebas
GS (+) ekstrauterine

Hamil Laparoskopii KE Laparotomi


intrauterine diagnostik
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM (KJDR)
DENPASAR 2015

1. No. ICD O36.4


2. Diagnosis Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR)

3. Pengertian Kematian janin dalam uterus dengan berat janin 500 gram atau lebih,
usia kehamilan telah mencapai >24 minggu

4. Anamnesis Tanyakan gerakan janin, riwayat trauma, riwayat penyakit ibu, dan
keluhan lain seperti perdarahan atau keluar cairan pervaginam.

5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan LEOPOLD I-IV

6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis : gerak janin (-)


2. Pemeriksaan Fisik : DJJ (-)
3. Pemeriksaan Penunjang USG: DJJ (-) spalding sign (+)

7. Diagnosis Banding Pseudosiesis (Hamil semu)

8. Pemeriksaan Penunjang 1. Doppller: Untuk menentukan denyut jantung janin


2. USG: Untuk menentukan aktivitas / denyut jantung janin
untuk Mencari adanya tanda tanda kelainan kongenital sebagai
penyebab IUFD dan menentukan jumlah air ketuban.
3. Laboratorium: DL, BT/CT, BUN/SC, SGPT/SGPT, BS, bila pasien
setuju, dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari
IUFD yang lebih spesifik seperti: TORCH, ACA, HbA1c, Pemeriksaan
PA plasenta, dan karyotiping.

9. Konsultasi 1. Bagian Forensik bila diperlukan otopsi lebih lanjut.


2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi fetomaternal

10. Perawatan Rumah Sakit Selama induksi harus dirawat di ruang bersalin/kamar bersalin

11. Terapi / tindakan 1. Induksi persalinan.


2. Partus spontan pervaginam
3. Embriotomi, bila terjadi kala II lama.
4. SC, bila terjadi letak lintang partus kasep, atau pasien
menolak embriotomi.

12. Tempat Pelayanan Kamar bersalin dan ruang nifas


13. Penyulit DIC, Perdarahan, infeksi intra uterin.
14. Informed Consent 1. Cara persalinan : Prosedur induksi persalinan
2. Risiko / komplikasi tindakan
3. Tindakan yang dilakukan bila induksi gagal.

15. Tenaga Standar 1. PPDS I Obgin tk patol A


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal

16. Lama Perawatan Antara 2-4 hari tergantung jenis tindakan

17. Masa Pemulihan Selama 2-3 hari di ruang pemulihan

18. Hasil 1. Melahirkan janin


2. Trauma pada ibu seminimal mungkin
3. Mencegah komplikasi DIC, Perdarahan dan infeksi intra uterin.

19. Patologi Pemeriksaan PA plasenta (tidak rutin)

20. Otopsi Dilakukan dengan pertimbangan khusus, dan atas persetujuan keluarga.

21. Prognosis Dubious ad bonam.


Tergantung ada tidaknya komplikasi berupa DIC dan infeksi intra uterin.

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108

23. Tingkat Evidens & - Bila serviks belum matang penggunaan prostaglandin E2 lebih baik
Rekomendasi dari oksitosin (Ia/A)
- Bila serviks matang: Induksi oksitosin (IV/C), Induksi misoprostol
(Ib/A)

24. Indikator Medis Bisa melahirkan janin dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.

25. Edukasi Mobilisasi dini, KB post partum, Menginformasikan kemungkinan


penyebab KJDR, dan melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum
kehamilan berikutnya.

26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Intra uterine fetal
death. In: Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Reddy U. M. Fetal death, in Berghella V. Maternal –Fetal Evidence
Based Guideline, 2 nd Ed Informa Healthcare 2012. pp 390-393.
3. Anonim, Stillbirthcare, Queensland Maternity and Neonatal
Clinical Guideline, May 2011.
4. Weiner C.P Fetal Death, in James D, High Risk
Pregnancy management option, Elsevier Saunders
2011.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
Bagan Alur Penanganan KJDR :

KJDR

Faal hemostasis
Donor

Inpartu Tidak Inpartu

Lintang / Kasep Bujur dan Tdk kasep Letak Bujur Evaluasi pelvic score

PS ≥ 5 PS < 5

Partograf
WHO
Misoprostol

PS ≥ 5 PS < 5
Induksi

Kala II
Foley Cateter atau

SC Embriotomi Spontan

Catatan:
 Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
 Pasien yang menolak embriotomi bisa dilakukan SC
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KETUBAN
RSUP SANGLAH PECAH DINI
DENPASAR 2015

1. No. ICD 042.9

2. Diagnosis Ketuban Pecah Dini

3. Pengertian Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa
disertai tanda-tanda persalinan.

4. Anamnesis 1. Menanyakan sejak kapan keluar air, warna dan bau.


2. Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul
dan keluar lender campur darah.
3. Menanyakan riwayat demam, trauma dan tindakan medis
seperti versi luar dan prosedur amniocentesis.

5. Pemeriksaan Fisik 1. Fisik umum


2. Leopold I-IV , his dan djj
3. Inspikulo dan colok vagina
4. Tes kertas lakmus.

6. Kriteria Diagnosis 1. Hamil lebih dari 20 minggu


2. Keluar air dari OUE
3. Kertas lakmus merah menjadi biru.
4. Tidak ada tanda tanda inpartu.

7. Diagnosis Banding 1. Fluor Albus pada kehamilan.


2. Inkontinensia urin.

8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG: untuk mengetahui jumlah air ketuban dan konfirmasi
berat badan dan kesejahteraan janin.
2. DL, UL, CRP

9. Konsultasi 1. Dokter spesialis anak


2. Dokter obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal

10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan diagnosis KPD harus masuk rumah sakit.

11. Terapi / tindakan 1. KPD Pada Kehamilan Aterm dan mendekati aterm (≥ 35 Minggu)
a. Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg.
b. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya
patologis dilakukan SC.
b. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilahirkan.
c. Bila AT normal dan t rectal < 37,6 0C, dilakukan observasi tanda
tanda inpartu dalam waktu 12 jam, bila belum inpartu lakukan
drip oksitosin.
d. Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam
kehamilan, leukosit > 12.000, CRP >10mg/L dan pelvik skor < 5,
dipertimbangkan melakukan menajemen aktif dengan cara:
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi
dengan oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik
dengan Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam
maksimal 2 kali pemberian, bila PS baik dilakukan induksi
dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir.

1. Ketuban Pecah Dini Preterm (UK <35 mg) :


a. Perawatan di Rumah Sakit.
b. Hindari pemeriksaan servik secara digital, hanya boleh
dilakukan inspikulo dengan spekulum steril.
b. Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai presentasi janin,
adanya solutio plasenta, perkiraan berat janin, dan jumlah air
ketuban.
c. Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg atau eritromisin 3 x
500 mg selama 7 hari.
d. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid
(untuk UK kurang dari 35 minggu) : Deksametason 6 mg setiap
12 jam selama 2 hari.
e. Lakukan amnioinfusion setiap minggu selama perawatan
konservatif (sampai dengan 34 minggu) dilanjutkan tirah
baring dengan posisi bokong lebih tinggi.
f. Bila terdapat komplikasi pada ibu berupa hipertensi dalam
kehamilan, febris atau leukosit > 12.000, CRP >10mg/L
dipertimbangkan melakukan menajemen aktif dengan cara:
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi
dengan oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali
pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin
drip 6 jam setelah dosis terakhir.
g. Observasi di kamar bersalin :
- Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
obstetric.
- Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal
lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilakukan
terminasi
h. Di ruang Obstetri :
- Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
- Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit, neutrofil
count, marker infeksi seperti: IL-6, CRP.
i. Bila fasilitas memungkinkan dilakukan tes pematangan paru (tes
kocok) pada umur kehamilan 32-34 minggu setelah pemberian
kortikosteroid 2 hari, bila terbukti matang janin dilahirkan.

12. Tempat Pelayanan Ruang Bersalin resiko tinggi, Kamar Operasi, Ruang Pemulihan, Ruang
perawatan post partum (Bakung, Anggrek, Ratna, Mahotama, Wing
Internasional) Poli 108.

13. Penyulit 1. Infeksi intra uterin.


2. Tali pusat menumbung.
3. Lahir prematur
4. Amniotic Band Syndrome.

14. Informed Consent Perlu (tertulis)

15. Tenaga Standar 1. PPDS I Obgin tingkat patol A


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter Spesialis Anak.

16. Lama Perawatan 1. KPD Preterm: 5 hari


2. KPD Aterm: 2 hari

17. Masa Pemulihan Selama masa nifas

18. Hasil - Bayi lahir vigorous.


- Tidak terjadi sepsis maternal dan neonatal.

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Bila ada kasus kematian

21. Prognosis ≥ 35 mg prognosis dubius ad bonam


< 35 mg prognosis dubius ad malam

22. Tindak Lanjut - Kontrol poli 108


- Perawatan di ruang NICU

23. Tingkat Evidens &


Rekomendasi

24. Indikator Medis - Bayi lahir RDS


- Sepsis neonatorum

25. Edukasi - Perawatan bayi prematur.


- ASI eksklusif
- KB post partum

26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM)


“Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.2012.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L.,
Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill.
p.950- 975. 2010.
3. Anonim, The Royal Australian and New Zealand College of
Obstetricians and Gynaecologists, Term Prelabour Rupture of
Membranes (Term PROM), july 2013.
4. Anonim, Royal College of Obstetrians and Gynaecologist,Neonatal
Corticosteroids to Reduce Neonatal Morbidity and Mortality, Green-
top Guideline no 7, October 2010.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
Bagan Alur KPD

KPD

Pengelolaan awal :
Pastikan umur kehamilan
Evaluasi kesejahteraan janin
Antibiotik profilaksis

U. K ≥ 35 mg U.K < 35mg

Korioamnionitis
Kesejahteraan janin jelek
Lahirkan Kelainan kongenital
(Sesuai indikasi Obstetrik) Ya Leuko + CRP Tdk

Fetal distress/kel Kondisi ibu, HDK,febris,


letak/CPD janin baik Leuko,CRP U.K.
20-28 minggu U.K.
28 - <35 minggu
SC Tunggu 12 jam

Konseling: komplikasi KPD jangka panjang. Prognosis jelek


Konservatif sampai UK 35 mg

Inpartu Tidak
Inpartu

Kortikosteroid
UK 35 mg Antibiotika
Pervaginam Ripening/
induksi Terbukti paru matang Tokolitik
Tanda korioamnionitis Evaluasi kesejahteraan janin dan kondisi ibu.
Anhidramnion Perawatan R.Obstetri
Fetal distress amnioinfusion

Catatan:
- Pemberian tokolitik pada umur kehamilan > 32 minggu hanya untuk memberi kesempatan pematangan
paru janin selama 48 jam.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI GAWAT JANIN
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

1. No. ICD 068


2. Diagnosis Gawat Janin

3. Pengertian Gawat janin adalah kondisi janin intrauterin yang kritis oleh berbagai
sebab ditandai dengan bradikardia / takikardia persisten dan atau
adanya gambaran patologis pada kardiotokogram.

Catatan :
Kondisi tersebut ditandai oleh penurunan pH darah janin yang dapat
disebabkan oleh:
1. Hipotensi maternal.
2. Insufisiensi plasenta.
3. Kontraksi uterus berlebihan dan terus menerus (tetatnia
uterus intra uetrin).
4. Kondisi gawat darurat seperti rupture uterus, solusio
plasenta, prolaps tali pusat.
5. Maternal drugs yaitu oba-obat yang sedang dikomsumsi seperti
sedatif, narkotik, beta mimetik.
Takikardia dapat juga disebabkan oleh febris.

Kejadian gawat janin di RSUP Sanglah Denpasar selama tahun 2012


sebesar 4,7 %.

4. Anamnesis 1. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan; BB ibu tidak naik
selang 2 kali ANC atau turun dari ANC sebelumnya pada
trimester 2 dan 3. Kenaikan berat badan pada BMI normal
adalah 18-25 kg/cm seberat 11-16 kg.
2. Penyakit kronis seperti PE, diabetes mellitus, astma,
jantung, dan ginjal.
3. Gerakan janin berkurang dibanding sebelumnya.
4. Keluar air pervaginam yang tidak dapat dikendalikan, bau amis,
dan warna putih agak keruh. Dapat membasahi celana dalam.
5. Sakit perut hilang timbul.

5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum.


2. Pemeriksaan fisik obstetri :
a. Palpasi.
Leopold I - IV.
b. Auskultasi.
Denyut jantung janin.
c. Pemeriksaan colok vagina.

6. Kriteria Diagnosis 1. Frekuensi denyut jantung janin <100 x/menit atau >170x/menit.
Air ketuban bercampur mekonium warna kehijauan
pada janin letak kepala.
2. Kardiotokografi patologis :
2.1. Bila terdapat 2 atau lebih kriteria non reassuring.
 Frekuensi denyut jantung janin 100 - 109 x/menit
atau 161 - 180 x/menit.
 Variabilitas <5 selama 40 - <90 menit.
 Adanya deselerasi dini dan deselerasi
yang memanjang selama 3 menit.
2.2. Bila terdapat 1 atau lebih kriteria abnormal.
 Frekuensi denyut jantung janin < 100 atau > 180.
 Terdapat pola sinusoidal ≥ 10 menit.
 Variabilitas <5 selama ≥ 90 menit.
 Adanya pola deselerasi yang tidak normal, deselerasi
lambat, atau deselerasi yang memanjang selama 3
menit.

7. Diagnosis Banding Kelainan irama jantung kongenital.

8. Pemeriksaan Penunjang 1. Kardiotokografi


2. pH darah tali pusat post partum.

9. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anak.


2. Dokter Spesialis Anasthesi.

10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan gawat janin dirawat di rumah sakit.

11. Terapi / tindakan 1. Memperbaiki keadaan umum ibu sesuai dengan penyebab.
2. Kalau sedang induksi maka menghentikan kontraksi dengan
menghentikan infus oksitosin dan bila perlu berikan
tokolitik.
3. Resusitasi intrauterine :
2.1 Posisi ibu supinasi.
2.2 Oksigenasi dengan sungkup 4 lt/ mt.
2.3 Infus NaCl dengan tetesan sesuai kondisi.
4. Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menilai pembukaan
dan kemungkinan prolaps tali pusat.
5. Dilakukan percepatan kala II bila gawat janin terjadi
pada pembukaan lengkap.
6. Persiapan kamar operasi untuk dilakukan seksio sesarea.
12. Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi
2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.
13. Penyulit 1. Intra uterine fetal death.
2. Infeksi neonatus.
3. Infeksi puerperalis.

14. Informed Consent Ya, tertulis.

15. Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Obgin tingkat Chief


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter Spesialis Anak..

16. Lama Perawatan 1. Persalinan pervaginam 1 - 2 hari.


2. Seksio sesarea 2 - 3 hari.

17. Masa Pemulihan 42 hari.

18. Hasil Tidak terjadi kematian bayi.

19. Patologi Tidak diperlukan.

20. Otopsi Tidak diperlukan.

21. Prognosis Dubius ad malam.

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108

23. Tingkat Evidens & -


Rekomendasi

24. Indikator Medis 1. Skor APGAR.


2. Sepsis neonatorum.
3. Kematian Perinatal.

25. Edukasi 1. ASI eksklusif.


2. Mobilisasi dini.
3. KB post partum.

26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM


) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
3. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010.
Antepartum Assessment. In : William Obstetrics. 23rd.Ed.
Mc Graw Hill.
4. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
5. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for
Clinical Excellence. 2003.
6. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic
Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4th ed. Lippincot
Williams & Wilkins. pp.85-111.
7. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.

Bagan alur penanaganan fetal distress

Gawat Janin

Kala I Kala II

Evaluasi syarat – syarat FE

Resusitasi intrauterin Tidak terpenuhi Terpenuhi

FE
SC
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH PERSALINAN DENGAN LETAK SUNGSANG
DENPASAR 2015

1. No. ICD O32.1


2. Diagnosis Persalinan Dengan Letak Sungsang

3. Pengertian Persalinan dengan letak sungsang adalah persalinan dengan presentasi


bokong dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala
berada pada fundus uteri sedangkan bokong merupakan bagian
terbawah.

4. Anamnesis Menanyakan keluhan ibu seperti sakit perut hilang timbul, keluar air
ketuban disertai warnanya, dan gerakan anak.

5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum.


2. Pemeriksaan fisik obstetri :
a. Palpasi.
Leopold I - IV.
b. Auskultasi.
Denyut jantung janin.
c. Pemeriksaan colok vagina.

6. Kriteria Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal.
2. Palpasi :
a. Leopold I : teraba bagian bulat, keras, dan balotemen.
b. Leopold II : teraba punggung di satu sisi dan bagian kecil
di sisi lain
c. Leopold III - IV : bokong teraba di bagian bawah uterus.
b. Auskultasi : denyut jantung janin biasanya diatas umbilikus.
c. Pemeriksaan dalam :
a. Frank breech : teraba sakrum, tuberositas ischiadika, anus,
dan apabila penurunan sudah di bawah bisa teraba
genitalia.
b. Complete breech : kaki teraba sejajar dengan bokong.
c. Footling : satu atau kedua kaki lebih rendah dari bokong.
d. Kneeling : satu atau kedua lutut lebih rendah dari bokong.

7. Diagnosis Banding Mioma uteri.

8. Pemeriksaan Penunjang Ultrasonografi diperlukan untuk :


1. Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
2. Menentukan letak plasenta.
3. Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
9. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anak.
2. Dokter Spesialis Anasthesi.

10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan letak sungsang dalukan perawatan di rumah
sakit sesuai indikasi medis dan obstetrik.

11. Terapi / tindakan 1. Tindakan pertolongan persalinan sungsang :


b. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai pembukaan,
selaput ketuban, dan penurunan bokong serta
kemungkinan adanya penyulit.
c. Instruksikan pasien agar mengedan dengan benar
selama ada his.
d. Pimpin persalinan hingga bokong turun ke dasar
panggul, lakukan episiotomi saat bokong membuka vulva
dan perineum tipis
2. Melahirkan bayi
:
a. Cara Bracht :
 Segera setelah bokong lahir, bokong dipegang
dengan cara Bracht ( kedua ibu jari penolong sejajar
dengan panjang paha, jari - jari yang lain memegang
daerah panggul ).
 Bila terdapat hambatan pada tahapan lahir bahu atau
kepala maka segera lanjut ke metode manual aid
yang sesuai.
 Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut.
 Lakukan hiperlordosis janin pada saat angulus scapula
inferior tampak di bawah simfisis ( dengan mengikuti
gerak rotasi anterior yaitu punggung janin didekatkan
ke arah perut ibu tanpa tarikan ) disesuaikan dengan
lahirnya badan bayi.
 Gerakan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi,
dan kepala. Letakkan bayi di perut ibu, bersihkan jalan
nafas bayi oleh asisten, dan tali pusat dipotong.
b. Cara Lovset :
 Dilakukan bila ada hambatan dalam melahirkan
bahu bayi.
 Setelah bokong dan kaki bayi lahir, pegang bayi
dengan kedua tangan.
 Memutar bayi 180 derajat ke kanan untuk melahirkan
bahu kanan, lalu memutar kembali 180 derajat ke arah
yang berlawanan untuk melahirkan bahu kiri.
c. Cara Mauriceau :
 Dilakukan bila ada hambatan dalam melahirkan
kepala bayi.
 Letakkan bayi di atas tangan kiri sehingga badan
bayi seolah - olah menunggang kuda.
 Jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri diletakkan pada
maksila untuk memfleksikan kepala.
 Tangan kanan memegang tengkuk bayi.
 Minta seorang asisten menekan fundus uteri.
 Bersamaan dengan adanya his, seorang asisten
menekan fundus uteri, penolong persalinan melakukan
tarikan ke bawah sesuai arah sumbu jalan lahir
dibimbing jari yang dimasukkan untuk menekan dagu /
mulut.
3. Seksio Sesarea bila:
a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan
berbahaya ( disproporsi feto pelvic atau skor Zachtuchni
Andros
<3)
b. Bekas operasi.
c. Tali pusat menumbung.
d. Didapatkan distosia.
e. Umur kehamilan :
 Prematur ( EFW < 2000 gr ).
 Posterm ( umur kehamilan > 42 minggu ).
f. Nilai anak :
 BOH.
 HSVB.
g. Komplikasi kehamilan dan persalinan :
 Hipertensi dalam kehamilan.
 Ketuban pecah dini.
12. Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi
2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.

13. Penyulit 1. Pada bayi :


a. Kematian bayi.
b. Prolaps funikuli.
c. Trauma pada bayi.
d. Asfiksia.
2. Pada ibu :
a. Solutio plasenta.
b. Perlukaan pada vagina.

14. Informed Consent Ya, tertulis.

15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi


2. Dokter PPDS I tk Patol A.
3. Dokter Spesialis Anak.

16. Lama Perawatan Persalinan pervaginam 1 - 2 hari dan seksio sesarea 2 - 3 hari.

17. Masa Pemulihan Masa pemulihan 42 hari.


18. Hasil Vigorous baby.

19. Patologi Tidak diperlukan.

20. Otopsi Tidak diperlukan.

21. Prognosis Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & - SC elektif pada kasus sungsang menurunkan komplikasi yang serius
Rekomendasi dibandingkan dengan mereka yang menjalani persalinan
pervaginam (Level evidence A)
- Kesehatan bayi jangka panjang tidak ditentukan dari cara
persalinan bayi tersebut. (Level evidence A)

24. Indikator Medis 1. Skor APGAR.


2. Kematian Perinatal.

25. Edukasi 1. ASI eksklusif.


2. Mobilisasi dini.
3. KB post partum.

26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal


(HKFM) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004.
edisi 1.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
3. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Breech
Presentation & Delivery. In:William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw
Hill.
4. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien.
2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
5. RCOG. 2010. Breech presentation. Top green guideline.
Bagan alur penanganan letak sungsang

Letak Sungsang

CB/FB Footling KPD Prolap tali


pusat

Aterm Preterm
Manajemen
prolap tali
pusat sesuai
PPK prolap tali
Evaluasi Skor ZA EFW 2000 - EFW 1000-
pusat
2500 2000

Skor ZA > 3 Skor ZA < 3 Pervaginam

Cara Bracht Cara Lovset - Mauriceau


SC

Pervaginam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT)
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD P05.9
2 Diagnosis Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)

3 Pengertian Adalah ketidakmampuan janin untuk menerima potensi


pertumbuhannya secara genetik di dalam rahim, atau janin
dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil,
yang disebabkan oleh berkurangnya perfusi plasenta, kelainan
kromosom, dan faktor lingkungan atau infeksi.

4 Anamnesis Tentukan adanya faktor-faktor risiko PJT

5 Pemeriksaan Fisik Mengukur tinggi fundus uteri


 Tinggi fundus sesuai dengan UK setelah 20 minggu.
 Pengukuran serial dimulai setelah UK 20 minggu.
 Selisih 3 cm atau lebih dari normal, khususnya saat UK 32-34
minggu dicurigai PJT.
 Akurasinya bervariasi luas.
 Sebaiknya dilakukan oleh pemeriksa yang sama.

6 Kriteria Diagnosis Janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10
persentil Klasifikasi PJT adalah sebagai berikut:
Stage 0 : EFW <10persentil . Doppler a.umbilikalis dan MCA
normal
Stage I : EFW <10persentil, Doppler a.umbilikalis atau MCA
abnormal
Stage II : EFW <10persentil, absent atau reverse Doppler
a.umbilikalis.
Stage III : EFW <10persentil, absent atau reverse Doppler
duktus venosus.

7 Diagnosis Banding Kehamilan Preterm

8 Pemeriksaan Penunjang 1. Harus dilakukan USG pada kehamilan risiko tinggi untuk
menentukan:
- Perkiraan berat badan.
- Biometri janin meliputi: BPD, HC, AC, rasio HC/AC,
dan BPD/AC.
- Doppler arteri meliputi a. Umbilikalis, a. Uterina,
a. Cerebri media.
- Doppler vena meliputi v. Umbilikalis dan Ductus
Venosus.
- Survey anatomi untuk menentukan adanya
kelainan kongenital.
- Volume air ketuban dengan AFI atau single
vertical pocket.
- NST.

2. Evaluasi/ Periodik monitoring:


- Untuk menentukan apakah janin perlu dilahirkan
atau tidak.
- Dimulai pada saat dimana fetus dianggap viabel.
- Penentuan EFW (USG) serial setiap 2 minggu.
- Profil Biofisik(BPP): 2 kali /minggu
- Indeks Cairan Amnion (AFI)
- Doppler velocimetri: 1x/minggu
Absent atau Reverse end diastolic flow menandakan
kondisi yang jelek pada janin sedangkan Doppler
abnormal vena umbilikalis dan duktus venosus
merupakan tanda janin akan segera meninggal.

9 Konsultasi Dokter Konsultan fetomaternal

10 Perawatan Rumah Sakit Semua pasien PJT yang akan diterapi segera harus dirawat di
rumah sakit
11 Terapi / tindakan 1. Terapi Segera (melahirkan bayi):
 Lakukan induksi bila:
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
- Terdapat kelainan kongenital.
- Infeksi intra uterin
- Kondisi maternal yang tidak memungkinkan
kehamilan diteruskan.
 Lakukan SC bila dijumpai:
- NST Pathologis dengan late deselerasi berulang.
- Doppler abnormal vena umbilikalis dan duktus venosus.

2. Perawatan lanjut :
 Pada saat diagnosis PJT dikonfirmasi, janin belum viabel.
 Tujuannya untuk menentukan tingkat pertumbuhan
janin, kesejahteraan janin, volume air ketuban dan untuk
meminimalkan komplikasi.
 Perbaiki nutrisi/oksigenasi.
 Berikan kortikosteroids bila UK ≤ 34 minggu.
 Monitoring yang dilakukan meliputi:
- USG Doppler untuk menentukan adanya Absent atau
Reverse end diastolic flow arteri umbilikalis dan doppler
vena tiap minggu.
- BPP serial, modified BPP, atau NST 1-2x/ minggu.
- USG serial untuk menentukan tingkat pertumbuhan (1-
2x/minggu).
 Intervensi:
- Bila antenatal surveillance reasuring,
lanjutkan kehamilan.
- Bila didapatkan oligohidramnion, AEDF, REDF dan NST
non reasuring, segera lahirkan janin bila umur
kehamilan
> 34 minggu. Sedangkan bila umur kehamilan ≤ 34
minggu, berikan kortikosteroids dan konservatif dengan
monitoring ketat.
- Bila didapatkan NST pathologis, Doppler DV dan
v. umbilikalis abnormal, dan 2 minggu tidak ada
pertumbuhan segera lahirkan.
- Evaluasi pematangan paru mungkin membantu
mempertimbangkan keputusan melahirkan janin.
- PJT dengan UK< 34 dirawat sampai UK 36 minggu
selama hasil monitoring membaik.
12 Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin.
2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama,
Sanjiwani dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.

13 Penyulit Kematian janin dalam rahim (KJDR)

14 Informed Consent Ya, tertulis

15 Tenaga Standar 1. PPDS I tk Patol A


2. Dokter obstetri dan Ginekologi
3. Dokter obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal

16 Lama Perawatan Bila dilakukan terminasi (lama perawatan pasca salinnya


diperhitungkan sesuai CPW)

17 Masa Pemulihan 1 – 2 minggu

18 Hasil Didapatkan penigkatan berat badan janin

19 Patologi Tidak perlu

20 Otopsi Tidak perlu

21 Prognosis  Buruk:
Disebabkan oleh faktor intrinsik fetus: kelainan kongenital,
aneuploidi, infeksi pada fetus.
 Baik:
Oleh karena faktor nutrisi yang tidak adekuat atau
oksigenasi yang jelek.
22 Tindak Lanjut Kontrol kehamilan 1-2 minggu untuk monitoring keadaan bayi

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi - AC (Abdominal Circumference) atau EFE (estimated Fetal
Weight) <10persentil digunakan untuk mendiagnosa SGA
(Small Gestasional Age ) (Level evidence A)
- Pada kasus High risk Pregnancy, penggunaan Dopler artery
umbilikalis menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi Level
evidence A)

24 Indikator Medis Peningkatan berat badan janin diatas 10 persentile

25 Edukasi 1. Kondisi bayi di dalam kandungan


2. Faktor penyebab terjadinya PJT
3. Memperbaiki keadaan sesuai dengan penyebab PJT
4. Tindakan aktif dilakukan bisa selama monitoring
ditemukan penilaian yang abnormal dan
mengancam
janin.
26 Kepustakaan 1. Figueras F.DIAGNOSA
Gardosi J.PJT
Intrauterine Growth Restriction:
New Conceps in Antenatal Surveillance, Diagnosis and
Management. American Journal of Obstetrics and
Gynecology, April 2010, p.293-296.
Stage II Stage III
2. Lausman A et al, Screening, Diagnosis and Management
of Intrauterin Growth Restriction, J Obstet Gynaecol Can
2012;34(1):17–28.
3. Perinatal Health Programe, Intra Uterine Growth
Restriction Diagnosis and Management, Practice Resource
for Health Providers, may 2008.
4. Liston R, Sawchuck D, Young D, Fetal Health
Surveillance: Antepartum and Intrapartum Consensus
Guideline, JOGC Vol: 29 No: 9 September 2007.
5. Clinical Guideline King Edward Memorial Hospital,
Intra Uterine Growth Restriction, Perth, 2010.
6. Peregrine E, Peebles D, Fetal Growth and Growth
Restriction, in Rodeck C, Whittle M. Fetal Medicine, 2 nd Ed
2009.
7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan
Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal
(HKFM), 2012
8. NST (N) 2014.
RCOG. AFI<5 The
NST Investigation
(abN) and Management of the
Small–for–Gestational–Age Fetus. Green–top Guideline No.
31.
amnioinfusion
Bagan Alur Penanganan PJT
Suspek PJT SC Cito
Keterangan:
DV: Ductus Venosus
MCA: Midle Cerebral Arteri
AEDF: Absent End Diastolic Flow
Fetal Surveilance: REDF: Reverse End Diastolic Flow
Pastikan umur kehamilan
EFW < 10 percentile.
Ratio BPD/AC, HC/AC, FL/AC serial
Sebelum Uk 34 minggu  Placenta grd III
Oligohydramnion, AFI≤ 5
Doppler a. Umbilikalis abnormal
Doppler MCA, a. Uterina abnormal
<37 minggu

>37 minggu

Stage 0,I

ANC 2xseminggu Kortikosteroids

Pemeriksaan: Doppler a.umbilikalis@ANC NST@ ANC


NST normal AFI>5
BPP@ ANC

Expektan Expektan
≥ 37 mg ≥34 minggu

Terminasi SC/pervaginam (Sesuai Indikasi)

MRS,kortikoster
MRS oid saat didiagnosa dan lahirkan tanpa memandang usia kehamilan
ANC @ hari kortikosteroid

Pemeriksaan: NST @ hari BPP @hari

BPP score

BPP 6-8 BPP


≤4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS GAWAT DARURAT
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PLASENTA PREVIA
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1 No. ICD O.44
2 Diagnosis Plasenta Previa

3 Pengertian Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah uterus


(SBR) sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

4 Anamnesis Hamil 20 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam


tanpa nyeri, berulang, merah segar, berulang.

5 Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum.


2. Pemeriksaan fisik obstetri.
a. Palpasi
b. Auskultasi
c. Denyut jantung janin

6 Kriteria Diagnosis Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam


yang sifatnya tidak nyeri dan darah segar

7 Diagnosis Banding 1. Non obstetrik yaitu:


b. Trauma vagina
c. Kanker serviks
d. Polip serviks.
e. Apedisitis akut
2. Obstetrik yaitu :
a. Plasenta previa
b. Vasa previa
c. Persalinan prematur

8 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium:


a. Darah lengkap
b. Faal hemostasis
2. USG :
Tampak plasenta di korpus uteri sampai dengan SBR dengan
atau tanpa menutupi OUI

9 Konsultasi 1. Dokter obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal


2. Dokter Spesialis Anak
3. Dokter Spesialis Anasthesi
10 Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan plasenta previa harus dirawat di rumah
sakit untuk perawatan konservatif atau aktif berdasarkan alur
penatalaksanaan plasenta previa
11 Terapi / tindakan Penanganan Aktif
1) Tujuannya adalah segera melahirkan
anak (terminasi)
2) Indikasi :
a. Jika perdarahan merembes dan diagnose
sudah ditegakkan Plasenta Previa langsung
seksio sesaria tanpa DSU, dengan
memperhatikan keadaan umum ibu,
perbaikan keadaan umum dilakukan
dalam waktu relatif cepat. Lakukan
konsultasi dengan anastesi selama
menunggu persiapan operasi sampai
memungkinkan untuk dilakukan operasi,
b. Gawat janin, perdarahan aktif dan
banyak dengan evaluasi bertahap
(perdarahan profuse lebih dari 500 cc
dalam 30 menit)
3) Double Set Up (DSU)
a. Batasan
 Examination in theater
 Merupakan cara pemeriksaan
yang akurat tentang hubungan
antara plasenta dengan OUI
b. Indikasi
 Dilakukan hanya bila kehamilan
akan diakhiri
 Kehamilan aterm
 Kehamilan preterm dimana
perawatan konservatif diputuskan
gagal, yaitu :
 perdarahan masih
merembes keluar dari
vagina,
 perdarahan bercak, akan
tetapi menyebabkan
penurunan Hb lebih dari 2 gr%
dengan pemeriksaan serial 3
kali tiap 6 jam.
 Diagnosis plasenta previa dari
USG meragukan (inkonklusif)
 Adanya perdarahan pervaginam
yang tidak aktif pada saat inpartu
dengan kecurigaan plasenta letak
rendah / plasenta marginalis
c. Persiapan
 Persiapan darah
 Tim kamar operasi sudah siap
operasi (operator, asisten dan
instrumen
menggunakan gaun operasi)
d. Prosedur dan tata laksana
 Pasien dikerjakan di meja operasi
dengan posisi litotoni
 Kandung kencing dikosongkan
 Masukkan 2 jari kedalam vagina, raba
setiap bagian dari fornik, apakah
teraba ada plasenta antara jari dengan
bagian terbawah janin (bantalan)
 Bila tidak teraba bantalan, maka jari
dimasukkan ke cervical os dan raba
sekitarnya hingga teraba ujung plasenta
 Bila tidak ada teraba plasenta, diagnosis
plasenta previa dapat disingkirkan
 Bila ujung plasenta teraba, tetapi tidak
meluas sampai di servical os, dan tidak
ada perdarahan pecahkan ketuban,
dan tunggu partus pervaginam (sesuai
penatalaksanaan plasenta previa
parsialis)
 Bila teraba plasenta,
hentikan pemeriksaan dan
lakukan SC
f. Interpretasi hasil temuan saat DSU :
 Bila plasenta previa totalis, dilakukan
seksio sesaria
 Bila plasenta previa parsialis, dilakukan
amniotomi. Pada keadaan ini seksio
dilakukan bila:
 Setelah 12jam tak terjadi persalinan
 Terjadi perdarahan lagi
 Terjadi gawat janin
 Terjadi febris (infeksi intra uterin)
 Bila tak teraba plasenta, dilakukan
inspikulo untuk melihat asal
perdarahan, bila perdarahan berasal
dari OUI tetap dilakukan amniotomi,
selanjutnya sama dengan
penatalaksanaan plasenta previa
parsialis

B. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang
dari 2500 gr dan atau umur kehamilan kurang
dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup
dengan perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama
24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan
transfusi sampai HB lebih dari 10 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru
janin (menjaga kemungkinan perawatan
konservatif gagal), dengan deksametasone
5 mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita
dipindahkan ke ruangan setelah sebelumnya
dilakukan USG di IRD
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi
denyut jantung janin, perdarahan setiap 6
jam.
f. Perawatan konservatif gagal bila terjadi
perdarahan berulang (penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak
terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi.
h. Nasehat waktu pulang :
 Istirahat.
 Dilarang koitus/manipulasi vagina.
 MRS bila terjadi perdarahan lagi.
 Periksa ulang (ANC) 1 minggu kemudian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan USG persalinan direncanakan


sebagai berikut :
1) Bila plasenta menutupi OUI, tunggu sampai
kehamilan 35 – 36 minggu kemudian USG ulang
(dipertimbangkan).
Bila jarak tepi plasenta 0 sampai 20 mm
(plasenta letak rendah) dan tidak ada kelainan
lain seperti kepala sudah masuk PAP, tidak ada
klinis perdarahan, persalinan pervaginam bisa
dianjurkan.Bila kepala belum masuk dan ada
klinis perdarahan persalinan direkomendasikan
dengan SC. Bila plasenta overlapping lebih 0
mm dari OUI persalinan direncanakan dengan
SC.
2) Bila plasenta letaknya normal (>20 mm dari OUI)
ditunggu inpartu, persalinan diharapkan normal.
a. Plasenta Previa pada kehamilan
aterm tanpa komplikasi:
Perencanaan operasi SC dilakukan
setelah umur kehamilan 38 minggu,
kalau memungkinkan umur 38 – 39
minggu

b. Plasenta Previa Akreta:


Pada waktu melakukan SC hindari insisi
pada lokasi plasenta, Plasenta tidak
diangkat namun langsung dilakukan
histerektomi atau penanganan
konservatif

12 Tempat Pelayanan 1. IRD obstetri,


2. Ruang bersalin
3. Kamar operasi.
4. NICU
5. Poliklinik 108.
6. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama,
Sanjiwani dan Wing Amerta.

13 Penyulit 1. Gagal ginjal.


2. DIC.
3. HPP.
4. IUFD.

14 Informed Consent Tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga

15 Tenaga Standar 1. PPDS I tk Patol A


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter Spesialis Anak.
5. Dokter Spesialis Anasthesi

16 Lama Perawatan 1. Konservatif, dirawat selama 3 hari


2. Aktif dirawat selama 3 hari

17 Masa Pemulihan 42 hari.

18 Hasil 1. Penyulit pada ibu berhasil diatasi.


2. Bayi dilahirkan dengan selamat
19 Patologi Tidak perlu.

20 Otopsi Tidak perlu.

21 Prognosis Dubius ad bonam

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi - Mode persalinan pada kasus plasenta previa dengan
plasenta berada kurang dari 2 cm dari OUI ,
dilakukan dengan SC (level evidence C)
- SC Elektif pada wanita hamil dengan placenta previa
dtidak direkomendasikan pada UK ˂ 38 minggu (level
evidence D)
24 Indikator Medis 1. Ibu tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.
2. Bayi yang dilahirkan baik.

25 Edukasi Menerangkan kemungkinan dan penyulit yang dapat terjadi


kepada pasien dan keluarga

26 Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal


(HKFM) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004.
edisi 1.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM),
2012
3. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010.
Obstetrical Hemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed.
Mc Graw Hill.
4. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011.
Kardiotokografi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute
for Clinical Excellence. 2003.
6. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013.
Basic Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4th ed.
Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111.
7. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah
Denpasar.
8. RCOG. 2011. Placenta praevia, placenta praevia accreta
and vasa praevia: diagnosis and management. Green-top
Guideline No. 27.
Bagan Alur Plasenta Previa

Plaenta Previa

Perdarahan aktif (-) Perdarahan aktif (+)


(˂ 500cc) (˃ 500cc)

Preterm Aterm
˂37 minggu ≥ 37 minggu

Konservatif

Total Partial Marginalis


Letak Rendah (0-20mm)

Perdarahan
aktif Kepal Kepal
a a
masu tidak
k PAP Masu
k PAP

Pervaginam

Secio cesaria
`

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI SOLUSIO
RSUP PLASENTA
SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD O45
2. Diagnosis Solusio Plasenta

3. Pengertian Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasi normal pada
endometrium cavum uterus sebelum janin lahir umur kehamilan >20
minggu.

4. Anamnesis 1. Adanya nyeri perut dengan ciri - ciri :


a. Terjadinya secara tiba - tiba.
b. Tajam seperti teriris.
c. Perut kaku seperti papan (Woodly Hard).
2. Perdarahan pervaginam berwarna merah dan kehitaman.
3. Gerak janin berkurang sampai hilang.
4. Terdapat faktor risiko seperti :
a. Trauma.
b. Hipertensi.
c. Multiparitas.
d. Umur > 35 tahun.
e. Pecah ketuban.
f. Abnormalitas plasenta.

5. Pemeriksaan Fisik 3. Pemeriksaan fisik umum.


4. Pemeriksaan fisik obstetri.
d. Palpasi
e. Auskultasi
Denyut jantung janin..
5. Pemeriksaan colok
vagina.
6. Kriteria Diagnosis 1. Hamil > 20 minggu.
2. Nyeri perut yang terjadi secara tiba - tiba, tajam dan perut papan.
3. Perdarahan pervaginam berwarna merah dan kehitaman.
4. Gerak janin berkurang sampai hilang.
5. Terdapat faktor risiko.
6. Keadaan umum lemah.
7. Tanda – tanda vital tidak sesuai dengan jumlah perdarahan.
8. Bagian – bagian janin sulit teraba dan perut kaku seperti
papan (Woodly Hard).
9. Denyut jantung janin sulit didengar.
10. Perdarahan retroplasenter.
11. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan pembukaan servik.
12. Anemia dan gangguan faal hemostasis.
Catatan :
Grade solusio plasenta :
1. Grade 0: Asimptomatis, ditemukan secara kebetulan,
adanya retroplacental clot yang kecil.
2. Grade 1: Terdapat perdarahan pervaginam ringan, ketegangan
uterus (uterine tenderness ) ringan, tidak ada gawat janin, ibu
dalam keadaan baik dan tidak ada koagulopati.
3. Grade 2: Terdapat perdarahan sedang, tidak terdapat perdarahan
pervaginam, ketegangan uterus ( uterine tenderness ) sedang sampai
berat dan mungkin kontraksi tetani, ada tanda - tanda gawat janin,
maternal takikardia dan hipofibrinogenemia.
4. Grade 3: Terdapat perdarahan pervaginam atau tidak, tetania uteri
jelas, ibu syok, gawat janin sampai mati, hipofibrinogenemia dan
koagulopati.

7. Diagnosis Banding 3. Non obstetrik yaitu:


g. Trauma vagina.
h. Kanker serviks.
i. Polip serviks.
j. Apedisitis akut.
4. Obstetrik yaitu :
d. Plasenta previa.
e. Vasa previa.
f. Persalinan prematur.

8. Pemeriksaan 3. Laboratorium:
Penunjang c. Darah lengkap.
d. Faal hemostasis (BT,CT,PT,APTT)
4. USG :
a. Retroplacental clot.
b. Perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage).
c. Tanda perluasan perdarahan ke otot rahim.
d. Bila bekuan darah banyak akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain.

9. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal


2. Dokter Spesialis Anak.
3. Dokter Spesialis Anasthesi.

10. Perawatan Rumah Semua ibu hamil dengan solusio plasenta harus dirawat di rumah sakit.
Sakit

11. Terapi / tindakan Penanganan solusio plasenta tergantung dari umur kehamilan dan grading :
1. Aktif :
1.1. Umur kehamilan > 35 minggu dan 20 - 35 minggu
dengan solusio plasenta grade 2 dan 3.
1.2. Grading:
a. Pada solusio plasenta grade 0 - 1 persalinan; diusahakan
pervaginam dengan monitoring KTG.
b. Pada grade 2 - 3 persalinan dilakukan dengan seksio
sesarea.
c. Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan
drip oksitosin, persalinan harus terjadi dalam 6 jam.
2. Konservatif :
2.1. Umur kehamilan 20 sampai 35 minggu.
2.2. Grading :
a. Pada solusio plasenta grade 1 ( ibu dan janin stabil ) bisa
dilakukan penanganan konservatif dengan pengawasan
ketat.
- Diberikan steroid untuk pematangan paru janin.
- Pasien bisa dipulangkan bila keadaannya stabil, janin
baik dan tidak ada perdarahan pervaginam.
- Induksi persalinan dilakukan bila ada indikasi lain
atau telah mencapai 37 minggu.
b. Pada grade 2 atau 3 dilakukan persalinan dengan seksio
sesarea.

12. Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin


2. Kamar operasi.
3. NICU
4. Poliklinik 108.
5. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan
Wing Amerta.

13. Penyulit 1. Gagal ginjal.


2. DIC.
3. HPP.
4. IUFD.

14. Informed Consent Ya, tertulis.

15. Tenaga Standar 1. PPDS I tingkat Chief.


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter Spesialis Anak.
5. Dokter Spesialis Anasthesi.

16. Lama Perawatan 1. Partus pervaginam 1 - 2 hari.


2. Seksio seksio sesarea 2 - 3 hari.

17. Masa Pemulihan 42 hari.

18. Hasil 1. Penyulit pada ibu berhasil diatasi.


2. Bayi dilahirkan dengan selamat.

19. Patologi Tidak perlu.


20. Otopsi Tidak perlu.

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & - Tokolitik tidak digunakan untuk menunda pesalinan pada kasus APB
Rekomendasi dengan hemodinamik tidak stabil atau ada penurunan keadan janin
(level evidence GPP).
- Direkomendasikan pemberian ergometrin untuk manajemen kala
III pada kasus solusio placenta (jika tidak ada tanda hipertensi)
(level evidence B)

24. Indikator Medis 1. Ibu tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.


2. Bayi yang dilahirkan tidak KJDR.

25. Edukasi Menerangkan penyulit yang bisa terjadi pada solusio plasenta pada ibu
dan bayi.

26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM


) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010.
Obstetrical Hemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc
Graw Hill.
3. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for
Clinical Excellence. 2003.
5. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic
Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4 th ed. Lippincot
Williams & Wilkins. pp.85-111.
6. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003.
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
7. RCOG. 2011. Antepartum haemorrage. Green top guidline No.63.
Bagan Alur Pada Solusio Plasenta

Solusio Plasenta

> 35 minggu 20 - 35 minggu

Grade 0-1 Grade 2-3 KJDR Grade 0-1 Grade 2-3

Induksi Konservatif

Gagal Gagal
SC Berhasil SC

Lahir
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

1. No. ICD 0.16


2. Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan
3. Pengertian Adalah hipertensi yang disertai atau tanpa proteinuria sebelum dan atau
selama kehamilan sampai 12 minggu post partum.

- Hipertensi: Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg


- Proteinuri: 0,3 gr/L dalam 24 jam kwalitatif + 2 sampai +4

Hipertensi dalam kehamilan terdiri atas:


1. Gestasional hipertensi.
2. Preeklampsia.
3. Eklampsia.
4. Superimposed preeklampsia.
5. Hipertensi kronis.

4. Anamnesis - Sejak kapan diketahui menderita hipertensi


- Adanya keluhan berupa nyeri kepala, pengelihatan kabur, dan nyeri
perut di kuadran kanan atas.
- Riwayat terapi hipertensi.
- Adanya penyakit kronis yang lain seperti sakit jantung, ginjal,
Diabetes melitus, Penyakit tiroid dan stroke.

5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan Leopold I-IV dan DJJ.

6. Kriteria Diagnosis 1. Gestasional hipertensi:


Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada
kehamilan > 20 minggu tanpa disertai dengan proteinuria dan tekanan
darah kembali normal < 12 minggu post partum.
2. Hipertensi kronis:
Tekanan darah ≥ 140/ 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum
kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu post
partum.
3. Preeklampsia:
3.1 Preeklampsia ringan
Tekanan darah sistolik ≥ 140 sampai < 160 mmHg, tekanan diastolik
≥90 sampai <110 mmHg dan proteinuria > 0,3 g/L atau kwalitatif +2.

3.2 Preeklampsia berat:


Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg, diastolik ≥ 110 mmHg dan
proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +4, oligouria, edema paru
atau sianosis, sindroma HELLP, dan tanda-tanda impending
eklampsia.

 HELLP sindrom (platelet < 100 , SGOT/SGPT > 70 dan LDH >600)
 Impending eklampsia (nyeri kepala frontal, pengelihatan
kabur dan nyeri perut kuadran kanan atas)
 Oligouria (produksi urin < 500 cc/24 jam).

4. Superimposed preeklampsia: Preeklampsia pada pasien hipertensi kronis


5. Eklampsia: Preeklampsia disertai oleh kejang-kejang dan atau koma.

Catatan: khusus Eklampsia akan dibahas tersendiri

7. Diagnosis Banding 1. Kehamilan dengan penyakit jantung


2. Kehamilan dengan Sindroma Nefrotik.
3. Tirotoksikosis.

8. Pemeriksaan 1. Laboratorium: DL, UL, BUN/SC, SGOT/SGPT, LDH, lipid profil


Penunjang 2. Rontgen: Foto Thorax
3. USG dan KTG

9. Konsultasi 1. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal


2. Intensive care pada kasus Eklampsia

10. Perawatan Rumah 1. Preeklampsia Ringan:


Sakit Rawat inap bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Hasil fetal assessment ragu-ragu atau jelek.
b. Kecenderungan terjadi preeklampsia berat
c. Perawatan poliklinik selama 2x seminggu selama 2 minggu,
keadaan tetap.
d. Akan dilakukan terminasi pada umur kehamilan aterm.
2. Preeklampsia berat: semua preeklampsia berat harus rawat inap.
3. Eklampsi: semua eklampsi harus rawat inap.

11. Terapi / tindakan 2. Preeklampsia Ringan


1.1 Penanganan konservatif
1.1.1 Rawat jalan:
1. Tidak mutlak tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai
keinginannya.
2. Diet reguler, tidak perlu diet khusus.
3. Dilakukan pemeriksaan fetal assesment (USG dan NST) setiap
2 minggu.
4. ANC setiap minggu.
4.1 Umur kehamilan <37 minggu dan gejala tidak memburuk
maka kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.
4.2 Umur kehamilan ≥ 37 minggu:
 Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset
partus atau mencapai 40 minggu.
 Bisa dipertimbangkan ripening/induksi dengan
misoprostol.
 Bila serviks matang maka dilakukan induksi
persalinan.

1.1.2 Rawat inap:


 Hasil fetal assessment meragukan atau jelek.
 Kecenderungan terjadi preeklampsia berat.
 Perawatan poliklinik selama 2x seminggu selama
2 minggu, tidak ada perbaikan.
 Hasil test laboratorium yang abnormal
 Adanya gejala preeklampsia berat (satu atau lebih).

1.2 Penanganan aktif pada kondisi:


1. Kehamilan aterm.
2. Hasil fetal assessment jelek.
3. Terdapat tanda-tanda impending eklampsia.

Catatan:
Pemeriksaan kesejahteraan janin:
- Pengamatan gerakan janin setiap hari oleh ibu sendiri.
- NST 2 x setiap minggu; bila NST non reaktif dilakukan penilaian
profil biofisik janin.
- Evaluasi biometri janin setiap 3-4 minggu.
Kalau perlu, USG Doppler arteri umbilikalis dan arteri uterina.

2. Preeklampsia Berat
 Segera masuk rumah sakit, tirah baring miring ke sisi kiri secara
intermiten.
 Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%.
Diberikan: MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi :
 Loading dose (initial dose) : dosis awal: 4g MgSO4
40% dilarutkan dalam normal Saline I.V/ 10-15
menit.
 Maintenance dose : Mg SO4 1g/jam/I.V. dalam 24 jam

Cara pemberian:
Ambil 4g MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan dalam normal Saline I.V.
/10-15 menit. Sisanya, 6g MgSO4 40% (15 cc) dimasukan
kedalam satu botol larutan Ringer Dektrose 5% diberikan
perinfus dengan tetesan 28 tetes per menit atau habis dalam 6
jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 Lanjutan :


- Refleks patella normal.
- Respirasi > 16 kali/menit
- Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ;
0,5 cc/kg BB/jam
- Tersedia Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc.

Antidotum:
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO 4, maka diberikan
injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10cc dalam 3 menit.

Bila kejang lagi setelah pemberian dosis awal maupun lanjutan,


dapat diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV dan apabila tetap
kejang (refrakter terhadap MgSO4 ) dapat diberikan salah satu
regimen dibawah ini :
- 100 mg IV sodium thiopental
- 10 mg IV diazepam
- 250 mg IV sodium amobarbital
Catatan : Bila diluar sudah diberikan pengobatan diazepam,
maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO 4.

 Anti Hipertensi:
Bila tekanan darah ≥180/110 atau MAP>125 mmHg
- Diberikan Nifedipin 3 x 10 mg atau Nicardipin drip.
- Methyl dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis.

 Diuretikum:
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
- Edema paru
- Payah jantung kongestif
- Edema anasarka

 Sikap terhadap kehamilannya :


2.1.1 Ekspektatif / konservatif :
o Bila umur kehamilan < 35 minggu.
o Diberikan steroids untuk pematangan paru.
o Dilakukan expektan manajemen.

2.1.2 Aktif /agresif :


o Bila umur kehamilan ≥ 35 minggu.
o Kehamilan dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa
untuk stabilisasi ibu.
o Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan bila dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal akut,
stroke, edema paru, solutio plasenta dan fetal distress.
o Pada HELLP syndrome, persalinan bisa ditunda dalam 48 jam
bila umur kehamilan <35 minggu, untuk memberikan
kesempatan pematangan paru.

Catatan:
1. Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.
2. Penderita belum inpartu
2.1 Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5. Bila
perlu dilakukan pematangan serviks dengan
misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
Indikasi seksio sesarea adalah:
1. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
2. Induksi persalinan gagal.
3. Terjadi gawat janin.
3. Penderita sudah inpartu
a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf
WHO atau kurve Friedman.
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps
sesuai indikasi); tidak rutin dikerjakan kecuali:
1. Tekanan darah tidak terkontrol (MAP>
125)
2. Tanda-tanda impeding eklampsia.
3. Kemajuan kala II tidak adekuat.
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat
kegawatan ibu dan atau janin, atau indikasi
obstetrik.
e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah
regional atau epidural dan tidak diajurkan anestesia
umum.

3. Gestational Hipertensi
3.1 Anti hipertensi; bila tensi ≥ 160/100 mmHg. Jenis, dosis dan cara
pemberian sesuai dengan PE berat.
3.2 Terminasi kehamilan; analog PE ringan.

4. Superimposed Preeklampsia
Penanganannya sama dengan penanganan PE berat.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik 108 dan Ruang Bersalin, Kamar Operasi dan Pemulihan, ruang
perawatan post partum (Bakung, Mahotama, Ratna, Anggrek, Wing Amerta,
Sanjiwani) RSUP Sanglah Denpasar.

13. Penyulit 1. Pada ibu:


a. Perdarahan intra serebral
b. Sindrome HELLP
c. DIC
d. Payah jantung
e. Gagal ginjal
f. Ablatio retina
g. Ruptur hepar
2. Pada anak:
a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT).
b. Kematian janin dalam kandungan (KJDK).

14. Informed Consent Ya, (tertulis)

15. Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Patol B


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter Spesialis Anestesi (intensive care)
5. Dokter Spesialis Anak

16. Lama Perawatan 3-5 hari

17. Masa Pemulihan Selama masa nifas (42 hari)

18. Hasil Hasil perawatan hipertensi dalam kehamilan:


1. Pada PE ringan, menencegah terjadinya PE berat dan eklampsia,
serta melahirkan bayi vigorous serta ibu selamat.
2. Pada PE berat, mencegah terjadinya eklampsia, perdarahan intra
serebral, kegagalan jantung dan ginjal, DIC, dan Syndrome HELLP, serta
melahirkan bayi vigorous serta ibu selamat

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan kecuali ada sengketa medis.

21. Prognosis PE ringan, Gestasional hipertensi: dubius ad bonam


PE berat, Superimposed preeclampsia: dubius ad malam.

22. Tindak Lanjut Kontrol poli 108


Bila ada penyulit, perawatan bersama bagian lain

23. Tingkat Evidens & - Nifedipine diberikan secara oral bukan sublingual (level evidence A)
Rekomendasi - Magnesium sulphate adalah therapy pilihan untuk mengontrol
seizures. loading dose 4 g diberikan secara I.V selama 5–10 menit,
diikuti dosis maintenence 1 g/jam selama 24 jam setelah kejang
terakhir. (level evidence A)

24. Indikator Medis Tidak terjadi penyulit pada ibu seperti: eklampsia, perdarahan intra serebral,
kegagalan jantung dan ginjal, DIC, dan Syndrome HELLP.
Tidak terjadi asfiksia atau stillbirth.

25. Edukasi Risiko Preeklampsia berulang pada kehamilan berikutnya.


Kemungkinan akan menetap menjadi hipertensi khronis, sehingga
perlu kontrol rutin pasca nifas.

26. Kepustakaan 1. Sibai B.M, Diagnosis and Management of Gestational Hypertension and
Preeclampsia, The American College of Obstetricians and Gynecologist,
2003.
2. National Collaborating Centre for Woman’s and Children’s Health, NICE
Guideline, Hypertention in Pregnancy: The Management of Hypertensive
Disorders during Pregnancy, January 2011.
3. Dean S, Management of Hypertensive Disorders in Pregnancy inc
Severe Pre-Eclampsia and Eclampsia, NHS Trust, 2011.
4. WHO Recomendations for Prevention and Treatment of Preeclampsia
and Eclampsia, 2011.
5. Magee L.A, et al, Diagnosis Evaluation and Management of the
Hypertensive Disorders in Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no
26 March 2008.
6. Sibai B.M, Diagnosis, Prevention and Management of Eclampsia, Clinical
Expert, Department of Obstetrics and Gynecology, University of Cincinati,
vol: 105 no: 2 2005.
7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
8. RCOG. 2006. The management of severe pre-eclampsia/eclampsia. Top
green guideline no. 10(a)

Bagan alur PE Ringan

Preeklampsia Ringan

Evaluasi Maternal dan Fetal

≥ 40 minggu
≥ 35 dengan:
PPROM IUGR
NST non reassuring

< 37 mg 37-39 mg PS >5

PS<5

Rawat jalan MRS

Maternal & Fetal memburuk. Umur kehamilan ≥40 mg.


Repening/Induksi/SC
PS >5 saat UK ≥ 37 mg.
Inpartu
Bagan Alur Penanganan PE Berat

Preeklampsia Berat

MRS
Evaluasi Maternal dan Fetal 24 jam
MgSO4 24 jam
Antihipertensi bila sistolik ≥ 160 mmHg dan atau Diastolik ≥ 110 atau MAP > 125 mmHg

Maternal distress
Ya
Nonreassuring fetal status
Umur kehamilan > 35 mg

Tidak
Ya
Steroids
PJT Berat

Tidak

< 23 mg 23- <34 mg 34-35 mg

Konservatif:
MgSO4
Steroids
Lahirkan
Pertimbangkan Terminasi Kehamilan Antihypertensi
Evaluasi
Konservatif gagal kondisi Maternal dan fetal tiap hari

Keterangan:
- Maternal Distress: Trombositopenia, impending eklampsia, Edema paru dan Syndrom HELLP.
- PJT berat: Reverse atau absent end diastolic flow, Doppller ductus venosus abnormal dan 2 mg tdk
ada pertumbuhan.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI EKLAMPSIA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

1 No. ICD 015


2 Diagnosis Eklampsia
3 Pengertian Eklampsia adalah kejang-kejang pada ibu hamil, bersalin dan
nifas dengan atau tanpa penurunan kesadaran dimana
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia dan
tidak dapat dibuktikan adanya penyebab yang lain.

Catatan: 10% kasus eklampsia adalah atypical (tanpa didahului


oleh gejala PE).

4 Anamnesis 1. Menanyakan waktu mulai kejang, keluhan sebelum kejang


seperti mata kabur, sakit kepala, bercak-bercak hitam pada
pengelihatan (skotoma), nyeri ulu hati, mual dan muntah
pada pasien sadar (auto anamnesis).
2. Kalau pasien tidak sadar, dilakukan heteroanamnesis
tentang waktu, tipe, lama kejang, dan kembalinya
kesadaran setelah kejang.
3. Menanyakan riwayat tekanan darah tinggi selama dan
sebelum hamil.
4. Menanyakan riwayat epilepsi, demam dengan nyeri kepala
dan kaku kuduk.
5. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, dan operasi.

5 Pemeriksaan Fisik 1. Umum:


- Tanda-tanda vital (tingkat kesadaran dengan GCS, tekanan
darah, nadi, respirasi, temperatur, dan nyeri).
- Pemeriksaan toraks, jantung dan paru.
- Pemeriksaan tanda tanda komplikasi seperti lidah tergigit,
fraktur, dan ruptur hepar.
- Pasien yang sudah diberikan MgSO4 dilakukan
pemeriksaan refleks patela, produksi urine dan respirasi.
2. Obstetrik:
- Leopold I-IV, djj dan gejala solusio plasenta.
- Colok vagina setelah stabilisasi.

6 Kriteria Diagnosis Kehamilan diatas 20 minggu, persalinan dan nifas.


Kejang dan atau penurunan kesadaran.
Preeklampsia.

Catatan:
Tanda-tanda preeclampsia (lihat PPK Hipertensi Dalam
Kehamilan)

7 Diagnosis Banding 1. Cerebro Vascular Accident


1.1 Perdarahan intra serebral
1.2 Trombosis arteri serebralis atau trombosis vena serebralis

2. Komplikasi hipertensi.
2.1 Hypertensive encephalopathy
2.2 Phaeochromocytoma

3. Space-occupying lesions cerebral nervous system (SOL CNS)


3.1 Tumor otak
3.2 Abses

4. Gangguan metabolik
4.1 Hipoglikemia
4.2 Uremia
4.3 Kekurangan sekresi anti diuretic hormone (ADH) yang
menyebabkan intoksikasi air

5. Penyakit infeksi
5.1 Meningitis
5.2 Ensefalitis
5.3 Tetanus

6. Thrombotic thrombocytopenic purpura


7. Epilepsi
8. Malaria serebral

8 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium: darah lengkap (DL), faal hemostasis (meliputi


BT,CT, PTT, APTT, LDH), fungsi ginjal (yaitu BUN, kreatinin,
asam urat), fungsi hati (yaitu bilirubin, SGOT, SGPT), urine
lengkap (UL), lipid profile.
2. Penilaian kesejahteraan janin dengan kardiotokografi (KTG)
3. Ultarsonografi disesuaikan dengan kondisi ibu.
4. Foto toraks ( kalau ada kecurigaan edem paru, gagal jantung).
5. Computed Tomography (CT) scan, atas indikasi:
a. Gejala eklampsia yang tidak khas
b. Kejang berulang pada pasien yang sudah
mendapat MgSO4
c. Penurunan kesadaran GCS < 8
d. Defisit neurologi fokal
e. Kesadaran tidak kembali cepat (tidak pulih < 48 jam)
f. Kasus eklampsia atipikal: post partum eklampsia > 48 jam
g. Kemungkinan penyebab kejang lain: tumor otak, ruptur
aneurisma, metastase penyakit trophoblast gestasional,
serebral vaskulitis
h. Kecurigaan CVA

9 Konsultasi Konsultasi dengan disiplin lain atas indikasi:


1. Kardiologi; kalau ada gejala gagal jantung atau edema
paru.
2. Neurologi; Adanya defisit neurologis, dan eklampsia
refrakter.
3. Anestesiologi; rencana rawat intensif dan praoperatif.
4. Neonatologi; konsultasi penanganan neonatus
prematur, tindakan operatif pervaginam atau seksio
sesar
5. Penyakit Dalam; kalau ada kemungkinan gangguan
metabolik sebagai diagnosis banding,
disseminated intravascular coagulation (DIC), dan
gagal ginjal
6. Bedah; kalau ada kecurigaan ruptur hepar.
10 Perawatan Rumah Sakit Semua pasien eklampsia harus dirawat di rumah sakit

11 Terapi / tindakan 1. Menghentikan kejang dan mencegah kejang ulangan


dengan pemberian MgSO4 (dosis dan tatacara
pemberian sama dengan pada PE berat).
2. Menurunkan tekanan darah
Tekanan darah harus diturunkan sampai sistolik < 160
mmHg dan diastolik < 110 mmHg atau MAP 106 –
125mmHg.
a. Pengobatan awal yang dipergunakan menurunkan
tekanan darah adalah nicardipine (bila tidak tersedia
diberikan Nifedipin oral).
Tata cara pemberian nifedipin:
- Berikan Nifedipine oral 10 – 20 mg, kemudian
berikan setiap 30-45 menit sampai tekanan darah
menurun (tercapai stabilisasi) dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan setiap 4-6 jam.
- Dilakukan monitoring janin kontinyu sampai
tekanan darah stabil.
b. Bila pasien tidak sadar, anti hipertensi yang diberikan
adalah nicardipin.
Tata cara pemberian:
- Buat larutan 25 mg nicardipine dalam 240 cc RL,
atau 20 mg nicardipin dalam 200 cc RL sehingga
konsentrasinya menjadi 0,1 mg/cc.
- Berikan dalam bentuk infus dengan kecepatan 5
mg/jam atau 50 cc/jam, sampai mencapai target
MAP yang diinginkan.
- Jangan melebihi 15 mg/jam atau 150 cc/jam.

3. Memperbaiki keadaan umum ibu


a. Infus RL / Dextrose 5% dengan jumlah 80 ml/jam atau 1
ml/kgBB/jam.
b. Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan
cairan (bila perlu).
c. Koreksi keseimbangan asam basa sesuai pemeriksaan
analisa gas darah.

4. Mencegah dan mengatasi komplikasi

1.1 Edema paru.


a. Posisi semi fowler, kepala dan dada ditinggikan
sehingga meningkatkan ventilasi
b. Diberikan Furosemide 20 – 40 mg intravenous dalam
dua menit. Bila respon adekuat tidak terjadi dalam 30-
50 menit, dosis ditingkatkan menjadi 40-60 menit
dengan injeksi pelan intra vena sampai dosis maksimal
120 mg dalam satu jam.
c. Morphine Sulfat 3-5 mg IV (hindari pada
peningkatan tekanan intra kranial, penurunan
kesadaran )
d. Diit rendah garam dan restriksi cairan (monitor CM /
CK)
e. Oksigen 8-10 L/mnt dengan “face mask” atau dengan
CPAP dengan monitoring saturasi oksigen dengan pulse
oximeter
f. Posisi kepala dan dada ditinggikan.

1.2 Gagal jantung kongestif


Adanya tanda-tanda gagal jantung kongestif dengan
pemberian:
1. Preparat β-bloker (Propranolol 1 mg IV tiap 2 menit
sesui dengan pengamatan pasien)
2. Preparat inotropik (Digoxin, dosis awal 0,5 mg IV
dalam 5 menit kemudian 0,25 mg IV tiap 6 jam
sebanyak dua kali pemberian, diikuti dosis
pemeliharaan 0,125-0,375 mg IV / PO empat kali
sehari)

Catatan: Jika diperlukan dilakukan konsultasi dengan


Bagian Kardiologi.

1.3 Gagal ginjal.


a. Terapi suportif termasuk pemberian obat antihipertensi
b. Bila terjadi peningkatan volume darah intra vaskuler,
batasi pemberian garam 1-2 gram per hari dan batasi air
(< 1 L/hari)
c. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Nutrisi sesuai dengan pasien gagal ginjal, batasi protein (-
0,5g/kgBB/hari), dan rendah karbohidrat (-100
gram/hari)
e. Dialisis kalau ada indikasi:
- Klinis uremia
- Peningkatan volume intravaskuler yang sulit diatasi
- Hiperkalemia atau asidosis yang resisten dengan
perawatan konservatif
- Profilaksis dialisis bila : BUN > 50-70 mg/dl atau
kreatinin > 6-7 mg / dl
f. Pasien eklampsia dengan gagal ginjal harus
dikonsultasikan kepada bagian Penyakit Dalam Divisi
Nefrologi.

1.4 Disseminated Intravascular Coagulation


a. Mempertahankan volume sirkulasi dan
memberikan pengganti komponen darah atau
faktor pembekuan sesuai dengan hasil pemeriksaan
darah.
b. Diberikan PRC; transfusi cepat sampai klinis membaik
atau hematokrit ≥ 25%. Berikan satu ampul Calsium
Glukonas setiap pemberian 5 kantong PRC
c. Cryoprecipitat, volume 35-40 cc
Diberikan bila fibrinogen < 100
mg/dl
Tiap unit meningkatkan fibrinogen 5-10 mg/dl.
d. Fresh Frozen Plasma (FFP), volume 250 cc
Diberikan untuk mengkoreksi PT, aPTT, dan fibrinogen.
Diberikan bila kadar fibrinogen kurang < 100 mg/dl atau
<150 mg/dl yang disertai dengan tanda perdarahan.
Diberikan 4 kantong pada awal, kemudian diberikan lagi
sesuai dengan kebutuhan
e. Platelet Konsentrat
Berikan bila kadar trombosit < 20.000 /mm3 meskipun
tidak ada tanda perdarahan atau kadar trombosit <
50.000 /mm3 bila disertai dengan perdarahan
f. Persalinan segera dilakukan setelah syarat terpenuhi.

Catatan: Pasien eklampsia dengan DIC harus


dikonsultasikan dengan Bagian Penyakit Dalam Divisi
Hematologi.

1.5 Ruptur hepar


Segera lakukan konsultasi Bagian Bedah Digestif untuk
dilakukan eksplorasi laparotomi
5.6 Perdarahan intra cranial.
Apabila dicurigai adanya perdarahan intracranial maka
dikonsulkan ke bagian Bedah Saraf.

5.7 Koma
Konsultasi ke Bagian Anestesi dan Rawat Intensif.

6. Penanganan Obstetri:

Sikap terhadap kehamilan:


b. Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklampsia
harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin, setelah kondisi ibu stabil.
Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dicapai
dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di
bawah ini:
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
d. Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).

c. Cara terminasi kehamilan:


b. Bila hasil KTG Normal induksi persalinan dengan drip
Oksitosin; dengan syarat PS ≥ 5
c. Seksio Sesaria bila:
i. Syarat drip oksitosin tidak dipenuhi atau adanya
kontraindikasi drip oksitosin
ii. PS < 5
iii. Persalinan (fase aktif) belum terjadi dalam waktu
12 jam pasca induksi
iv. Bila hasil KTG patologis
v. Umur hamil < 32 minggu (kurang dari 1/3
berhasil induksi)
d. Perawatan pasca persalinan:
a) Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-
tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
b) Pemeriksaan laboratorium untuk monitoring
dikerjakan setelah 24 jam persalinan

12 Tempat Pelayanan IRD Obstetri, ICU, dan ruang nifas RSUP Sanglah Denpasar.

13 Penyulit Eklampsia refrakter, gagal ginjal, DIC, ruptur liver, perdarahan


intra cranial, serta komplikasi akibat kejang seperti lidah tergigit,
fraktur dan hipoksia janin.

14 Informed Consent Ya, Tertulis


1. Pemberian obat-obatan.
2. Rencana persalinan.
3. Rencana perawatan.

15 Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Patol B


2. Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal
4. Anestesi
5. Neonatologi
6. Kardiologi
7. Penyakit Dalam

16 Lama Perawatan Perawatan selama tindakan stabilisasi awal, persalinan,


stabilisasi pasca persalinan di ruang intensif, perawatan lanjutan
di ruangan minimal tiga hari setelah tercapai keadaan seperti
preeklampsia ringan.

17 Masa Pemulihan Selama masa nifas.

18 Hasil Tercapainya stabilisasi tanda vital, tidak adanya komplikasi masa


nifas, tidak adanya parameter laboratorium yang bisa
mempengaruhi kesehatan ibu.

19 Patologi Konseling untuk melakukan pemeriksaan PA plasenta untuk


mengetahui adanya placental vasculopathy.

20 Otopsi Pada kasus kematian ibu dengan penyebab yang tidak jelas:
gangguan kejang, kemungkinan aneurisma serebral, dikonseling
untuk dilakukan otopsi dalam.

21 Prognosis Dubius ad malam.

22 Tindak Lanjut Pasien pulang dari rumah sakit dianjurkan untuk periksa kembali
ke Poliklinik obstetri dan Ginekologi 108.

23 Tingkat Evidens - 1. Terapi anti hipertensi awal adalah labetalol, nifedipine


Rekomendasi atau hydralazine (I-A)
2. Untuk pasien HDK pertimbangkan untuk persalinan
pervaginam, SC dilakukan atas indikasi obstetri (II-2B)
3. MgSO4 direkomendasikan sebagai pengobatan garis
pertama pada eklampsia (I-A).

24 Indikator Medis 1. Komplikasi maternal terjadi pada 70% penderita eklampsia


termasuk DIC, gagal ginjal, komplikasi hepatoseluler,
perdarahan intrakranial, pneumonia aspirasi, edema paru,
HPP.
2. Kematian maternal terjadi dalam 0-13,9%
3. Kematian perinatal terjadi dalam 9-23%

25 Edukasi 1. Risiko eklampsia berulang pada kehamilan berikutnya.


2. Konseling untuk diit, menurunkan berat badan,
menghentikan merokok, menghentikan alkohol
3. Pada kasus onset awal < 34 minggu dianjurkan untuk
penapisan trombhophilia dan penapisan penyakit ginjal.
4. Rekomendasi kalau ingin hamil dalam 2-10 tahun
5. Konseling untuk risiko penyakit vaskular jangka panjang.

26 Kepustakaan 1. Sibai BM. Hypertensive Emergencies. In : Obstetric


Intensive Care Manual. Foley MR, Strong TH, Garite TJ
(editors). 2011.. Mc Graw Hill : 3rd editions. 49-61.
2. Sibai BM, Stella CL.2009. Diagnosis and management of
atypical preeclampsiaeclampsia.. Am J Obstet Gynecol.
vol;200:481.e1-481.e7.
3. Magee L, Helewa M, Moutquin J, Dadelszen P..2008.
Diagnosis and Management of Hypertentiaon in
pregnancy. SOGC.Vol 30 No.3.Sup 1.
4. Anonim. Protap Obstetri dan Ginekologi FK UNUD / RSUP
Sanglah.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM),
2012.
Bagan alur penanganan Eklampsia

Eklampsia

Prosedur bantuan hidup dasar.


Anti kejang Mg SO4
Anti hipertensi

Kejang refrakter Koma Kejang (-)


Kondisi ibu stabil.

Sodium tiopenthal
Stabilisasi 4-6 jam
Fetal assessment.
Evaluasi Pelvik skor
Rawat di ICU Penanganan komplikasi Rawat di kamar bersalin RT

fetal distress Tidak fetal distress


CT scan

PS<5 PS>5

sul ke bagian Neurologi, Kardiologi, Anestesi Neonatologi, Bedah saraf dan bagian lain yg terkait

Induksi persalinan Harus Kala II dalam 24

Gagal Berhasil

SC Percepat Kala II
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI PERSALINAN
RSUP SANGLAH PRETERM
DENPASAR 2015

1. No. ICD O60.1


2. Diagnosis Persalinan Preterm

3. Pengertian Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan
< 37 minggu dan atau dengan perkiraan berat badan janin < 2500 gram.

4. Anamnesis 2. Pastikan umur kehamilan.


3. Sakit perut hilang timbul semakin sering, lama dan kuat.
4. Keluar lendir bercampur darah dari vagina.

5. Pemeriksaan Fisik 1. Umum.


2. Obstetrik :
a. Palpasi.
Leopold I - IV.
b. Auskultasi.
Pemeriksaan djj.
c. Pemeriksaan colok vagina.

6. Kriteria Diagnosis 1. Kehamilan < 37 minggu.


2. His ≥ 2 kali dalam 10 menit.
3. Pembukaan serviks ≥ 2 cm, penipisan ≥ 50 %, dan
lendir bercampur darah.
Pembukaan serviks ≥ 2cm atau kemajuan pembukaan yang
bermakna oleh pemeriksa yang sama dalam 2 jam.

7. Diagnosis Banding IUGR.

8. Pemeriksaan Penunjang 1. DL.


2. UL.

9. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anak.


2. Dokter Spesialis Anasthesi.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.

10. Perawatan Rumah Sakit Semua persalinan preterm harus dirawat di rumah sakit.

11. Terapi / tindakan 1. Tirah baring ke satu sisi.


2. Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3. Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan preterm.
4. Pemberian tokolitik :
a. Nifedipin.
Dosis inisial 20 mg, bila kontraksi tetap dalam 30 menit
berikan lagi 20 mg. Dosis maksimal dalam 1 jam pertama 40
mg. Jangan memberikan lagi sampai 3 jam setelah
pemberian yang kedua. Bila kontraksi tetap, berikan lagi 20
mg sampai kontraksi hilang atau pasien memasuki fase aktif
persalinan. Nifedipin slow release diberikan setelah 24 jam,
2
- 3 kali sehari sesuai dengan dosis yang dibutukan untuk
menghentikan kontraksi uterus dalam 24 jam.
b. COX - 2 inhibitors.
Diberikan pada umur kehamilan < 32 minggu. Dosis awal 100
mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8 kali
pemberian.
5. Pemberian kortikosteroid ( Dexamethason ) pada
umur kehamilan 24 - 34 minggu.
Diberikan dengan dosis 6 mg/12 jam intramuskuler selama 2
hari.
6. Pemberian antibiotika sesuai dengan pola kuman RSUP Sanglah.
7. Pada kasus yang kematangna parunya diragukan (32-35minggu)
Lakukan tes kocok untuk menentukan pematangan paru.

Catatan :
Tokolitik tidak diberikan pada keadaan :
1. infeksi intrauterine.
2. solusio plasenta.
3. lethal fetal malformation.
4. kematian janin dalam rahim ( KJDR ).
5. tanda - tanda insufisiensi plasenta.
6. Preeclampsia

12. Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi


2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.

13. Penyulit 1. Prematuritas.


2. Gawat janin.
3. KJDR.

14. Informed Consent Ya, tertulis.

15. Tenaga Standar 1. PPDS I tingkat Patol A.


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
4. Dokter Spesialis Anasthesi.
5. Dokter Spesialis Anak.
16. Lama Perawatan 1. Partus pervaginam 1-2 hari.
2. Seksio sesarea 2 - 3 hari.
3. Perawatan konservatif 7 hari.

17. Masa Pemulihan 42 hari

18. Hasil 1. Perawatan konservatif berhasil.


2. Penyebab persalinan preterm berhasil diatasi.
3. Bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat.

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Dubius ad gonam

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & - Nivedipin dan atosiban memiliki kemampuan tokolitik untuk
Rekomendasi mencegah persalinan preterm selama 7 hari. (level evidence
A)
- Dibandingkan dengan beta-agonis, nifedipin berhubungan
dengan peningkatan outcome bayi (level evidence A)
24. Indikator Medis Tidak terjadi persalinan preterm, gawat janin dan KJDR.

25. Edukasi 1. ASI eksklusif.


2. Mobilisasi dini.
3. KB post partum.

26. Kepustakaan 1. Di Renzo J.C, International Guidelines, Guidelines for


Management of Spontaneus Preterm Labor, J. Perinat. Med.
34 (2006) New York 2006.
2. RCOG, Antenatal Corticosteroids for Reduce Perinatal
Morbidity and Mortality, Green Top Guideline no 7, 2010.
3. DI Renzo J.C, et al, Guidelines for Management of
Spontaneus Preterm Labour Archive of Perinatal Medicine,
13(4), 29-35, 2007.
4. Crane J, Antenatal Corticosteriod Therapy for Fetal
Maturation, SOGC Committee Opinion, January 2007.
5. Royal Cornwall Hospital, Woman’s and Child Health Division
Maternity Service, Guideline for the Management of
Preterm Prelabour Ruptur of Membranes, 2010.
6. Queensland Maternity and Neonataal Clinical Guideline,
Assessment and Management of Preyerm Labour, September
2009.
7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
8. Preterm labor, tocolytic Drugs. 2011. Green-Top guidlines. No.1B
Bagan Alur Persalinan Preterm

Persalinan Preterm

Evaluasi Kausa PPI: Laboratorium, Swab vagina, fetal scan anomali.

Tanda infeksi (-) Tanda Infeksi (+) Korioamnitis (+) Fetal anomali (+)

Tirah baring ke satu sisi Monitor kontraksi uterus dan denyutTerapi


jantungantibiotika
janin empiris

Pemberian pematangan paru Pemberian tokolitik

Berhasil Gagal

Lahir
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
RSUP SANGLAH POSTERM
DENPASAR 2015

1. No. ICD O.48


2. Diagnosis Kehamilan Posterm
3. Pengertian Umur kehamilan yang mencapai ≥ 42 minggu atau ≥ 294 hari dihitung
dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegel. Rumus tersebut
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG pada trimester pertama.
Postdate adalah umur kehamilan yang melewati 40 minggu.

4. Anamnesis 1. Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir.


2. Menanyakan saat dan hasil USG pertamakali. Idealnya, USG yang
pertama kali dilakukan pada kehamilan trimester I dengan
menentukan CRL.
3. Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan
berat badan dalam satu minggu terakhir.

5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum


2. Pemeriksaan Leopold I-IV
3. Auskultasi djj

6. Kriteria Diagnosis 1. Umur kehamilan 42 minggu atau lebih.


HPHT harus jelas dan dikonfirmasi dengan USG trimester I
(pengukuran CRL).
HPHT yang tidak jelas diperlakukan sebagai postdate.
2. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 5 hari antara
perkiraan dari HPHT dan USG trimester I maka yang dipakai
adalah USG.
3. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 10 hari antara
perkiraan dari HPHT dan USG trimester II, maka yang dipakai
adalah USG.

Catatan:
Jika umur kehamilan tidak diketahui dimana tidak ada data HPHT dan
USG trimester I dan II, tetapi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
USG on site menunjukan kehamilan aterm maka dikelola sesuai
kehamilan posterm.

7. Diagnosis Banding Hamil dengan IUGR.


Janin besar.

8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG


2. NST
9. Konsultasi 1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi Fetomaternal
2. Bagian Anak Divisi Perinatologi

10. Perawatan Rumah Sakit Pasien dilakukan rawat inap di ruang bersalin.

11. Terapi / tindakan Tergantung indikasi obstetri.


1. Pervaginam melalui induksi persalinan.
2. SC

12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan post
partum

13. Penyulit Sindrom aspirasi mekonium, fetal distress, makrosomia dan CPD

14. Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur induksi, persalinan, seksio sesarea
dan risiko tindakan lainnya).

15. Tenaga Standar 3. PPDS I Obgin tk patol A


4. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

16. Lama Perawatan Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.

17. Masa Pemulihan Selama masa nifas.

18. Hasil Ibu sehat dan bayi vigorous.

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & - Tentukan umur kehamilan (lebih awal) sebaiknya saat UK 10-14
Rekomendasi minggu.(Ia/A)
- Induksi persalinan saat umur kehamilan 41 minggu menurunkan
mortalitas perinatal tanpa meningkatkan luaran yang buruk.
(Ia/A)
- Monitoring dengan melakukan pengukuran volume air ketuban,
perkiraan berat janin, dan pemeriksaan KTG 2 kali seminggu. (Ia/A)
24. Indikator Medis 1. Apgar score lebih dari tujuh (90%)
2. Kontaminasi air ketuban ke paru (10%)
3. Sepsis neonatotorum (5%).

25. Edukasi Mobilisasi dini, ASI eksklusif, KB post partum

26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In :
Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Marino T, Norwitz E.R, Prolonged Pregnancy, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach,
sixth ed 2012.
3. Albert Reece, John C. Hobbins. Prolonged Pregnancy. In :
Clinical Obstetrics The Fetus & Mother, 3rd edition, 2007
4. Norwitz ER, Robinson JN. Management of Postterm Pregnancy. In :
ACOG Practice Bulletin. Number 55, September 2004:639-45.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan Lewat
Waktu, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana
Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
6. Balchin I, Steer P.J, Prolonged Pregnancy, in James D, High Risk
Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011.
Bagan Alur Penanganan Posterm
UK 41 Minggu.
Evaluasi Leopold, kesra (NST & USG), dan penilaian PS

Kelainan NST& USG Normal PS baik


Kelainan LetakLetak Let kep

POSTTERM
Penanganan sesuai protap letsu/letli
(42 Minggu / Lebih) Konseling induksi

PENANGANAN SESUAI PENILAIAN KESEJAHTERAAN JANIN

Kesejahteraan Janin Baik (USG / NST baik ) Kesejahteraan Janin Mencurigakan Kesejahteraan Janin Jelek

Nilai Pelvic Sore Nilai Pelvic Sore

PS < 5 PS ≥ 5
PS < 5
PS ≥ 5

NST ulang

Ripening Baik Tetap Patologis

Induksi
BPP score (Baik) BPP score (Buruk)

Berhasil Gagal

SC

Pervaginam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN KEMBAR / GEMELI
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD O30.0
2. Diagnosis Kehamilan Kembar / Gemeli
3. Pengertian Kehamilan dengan janin lebih dari satu

4. Anamnesis Menanyakan apakah gerak anak banyak, perut cepat besar, dan berat
badan cepat bertambah?
Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga.
Riwayat pemakaian obat obat pemicu ovulasi.

5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan LEOPOLD I-IV, teraba lebih dari
dua bagian besar janin, lebih dari satu punctum djj.

6. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan Leopold: uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung janin ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG

7. Diagnosis Banding 1. Polihidramnion


2. Hamil dengan mioma
3. Bayi besar (Makrosomia)

8. Pemeriksaan Penunjang USG:


- Tentukan jumlah janin, posisi janin satu terhadap yang lain,
taksiran berat janin dan khorionisitas.
- Tentukan kemungkinan terjadinya kelainan kongenital
seperti conjoint twins, tanda tanda Down syndrome, dan
Twin-Twins Transfusion Syndrome (TTTS).

Laboratorium : DL, UL, NST

9. Konsultasi 1. Bagian Neonatologi


2. Bagian Obstetri dan ginekologi Divisi Fetomaternal

10. Perawatan Rumah Sakit Selama persalinan dirawat di ruang bersalin, post partum dirawat di
ruang nifas.

11. Terapi / tindakan 1. Partus pervaginam, bila presentasi kepala-kepala, atau kepala-
sungsang.
2. Versi luar/versi ekstraksi, untuk bayi kedua yang posisinya melintang.
3. SC, bila bayi pertama selain presentasi kepala, atau ada
penyulit seperti KPD, fetal distress, LMR dan penyulit lainnya.

12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi dan ruang nifas
13. Penyulit 1. Abortus
2. Persalinan prematur
3. Twin-twin transfusion syndrome (TTTS)
4. Solutio plasenta.
5. Preeklampsia
6. Polihidramnion
7. IUGR
8. Kelainan kongenital
9. Inersia uteri
10. HPP
11. Infeksi puerperalis

14. Informed Consent Ya, tertulis (Prosedur persalinan, risiko komplikasi tindakan)

15. Tenaga Standar 1. PPDS I Obgin tk patol A


2. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi.
3. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal
4. Dokter Spesialis Anak.

16. Lama Perawatan Antara 2-4 hari tergantung jenis tindakan

17. Masa Pemulihan Selama 2-3 hari di ruang pemulihan

18. Hasil Ibu melahirkan dengan selamat dan Bayi lahir Vigorous.

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Dubius ad bonam.


(Tergantung khorionisitas janin, adanya twin-twin transfusion syndrome,
penyulit pada ibu dan letak janin)

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108

23. Tingkat Evidens & - Penentuan zygositas dan khorionisitas pada umur kehamilan 10-14
Rekomendasi minggu. (III/B)
- Suplementasi zat besi dan asam folat sejak trimester kedua. (IIb/B)
- Anomali scan rutin pada umur kehamilan 18-22 minggu. (III/B)
- Menunggu persalinan spontan bila tidak terjadi komplikasi. (Ia/A)
- Melakukan persalinan pervaginam kecuali janin pertama tidak dalam
posisi membujur. (III/B)
- Bila bayi kedua letak lintang, lakukan amniotomi dan lahirkan. (III/B)
- Pertimbangkan infus oksitosin bila terjadi inersia uteri, khususnya
setelah bayi pertama lahir.(GPP)

24. Indikator Medis 1. Twin-twin transfusion syndrome.


2. Partus spontan anak kedua.
3. Apgar score anak kedua lebih dari 7.

25. Edukasi Mobilisasi dini, KB post partum, ASI eksklusif.

26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Twins Pregnanacy.
In: Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Hayes E.J, Broetzman M. Multiple Gestation, in Berghella V. Maternal
–Fetal Evidence Based Guideline, 2 nd Ed Informa Healthcare 2012.
3. Anonim, Twin Pregnancy, South Australian Perinatal
Practice Guideline, January 2012.
4. Fuchs K.E, D’Alton M.E, Multiple Gestations, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach,
sixth ed 2012.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan Multifetus,
Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana
Kedokteran
Fetomaternal, 2012.
Bagan Alir Persalinan Kembar/gemeli

Hamil Gemeli Aterm

Anak I Anak I letak kepala


Let. Lintang atau Sungsang

Monitor denyut jantung janin


Gawat janin

Tidak gawat janin

Pervaginam

Periksa anak II dengan segera

Letak lintang Longitudinal (membujur)

Versi luar Tunggu His adekuat

His Adekuat His Inadekuat


Gagal Berhasil
Oksitosin

Seksio Sesarea Versi ekstraksi


Persalinan II Pervaginam Spontan/Vacum/Forcep, Brach
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI PROLAPSUS
RSUP SANGLAH FUNIKULUS
DENPASAR 2015

1. No. ICD O69.0

2. Diagnosis Prolapsus Funikulus

3. Pengertian Prolapsus funikuli adalah tali pusat berada didepan bagian terendah
janin pada saat ketuban pecah yang dapat terjadi pada inpartu dan
ketuban pecah dini.

4. Anamnesis Menanyakan keluhan ibu seperti keluar air ketuban, sakit perut hilang
timbul, dan gerakan anak.

5. Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan abdomen meliputi penilaian his, Leopold I-IV, untuk
menentukan apakah kepala masih melayang
 Pemeriksaan denyut jantung janin untuk menentukan apakah ada
gawat janin.
 Pemeriksaan dalam teraba adanya tali pusat didepan
bagian terendah janin.
 Apakah tali pusat masih berdenyut.

6. Kriteria Diagnosis 1. Adanya pecah ketuban


2. Adanya kelainan presentasi janin atau bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul.
3. Adanya tanda tanda gawat janin mendadak setelah pecah ketuban
4. Terabanya tali pusat didepan bagian terbawah janin.

7. Diagnosis Banding Tangan Menumbung

8. Pemeriksaan Penunjang USG

9. Konsultasi 1. Bagian Neonatologi


2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal

10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan prolap funikuli dilakukan rawat inap

11. Terapi / tindakan Tergantung apakah janin viable atau tidak, masih hidup atau tidak.
1. Bila janin viable:
a. Segera lakukan reposisi manual tali pusat, dan tangan
tetap menahan tali pusat sampai bayi lahir.
b. Letakkan pasien dengan posisi trendelenberg atau nungging
(knee-chest position)
c. Pasang O2 dengan sungkup.
d. Monitoring denyut jantung janin
e. Cek DL, BT, CT
f. Siapkan Whole blood 2 kantong
g. Konsultasi Anesthesi dan neonatologi.
h. Lakukan Inform Consent untuk dilakukan SC green code
i. Segera lakukan SC green code.
j. Bila janin sudah meninggal lahirkan pervaginam.
2. Bila janin belum viable (<28 minggu):
a. Expectant Management
b. Konsultasi ke divisi Fetomaternal
c. Ampicillin 4x500 mg
d. Reposisi manual
e. KIE prognosis dan risiko infeksi
f. Pertimbangkan terminasi kehamilan
g. Bila DJJ negatif lahirkan pervaginam

12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, kamar operasi, ruang nifas, ruang NICU

13. Penyulit Gawat janin

14. Informed Consent Ya, Tertulis (rencana tindakan, risiko tindakan operasi, prognosis)

15. Tenaga Standar 1. PPDS I Obgin tingkat Patol A


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal

16. Lama Perawatan 3 hari perawatan di ruang pulih dan ruang nifas.

17. Masa Pemulihan 2-3 hari

18. Hasil Melahirkan bayi sehat dan ibu sehat.

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Dubius ad malam.


(Tergantung lamanya prolaps funikuli dan kecepatan tindakan)

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108

23. Tingkat Evidens &  SC merupakan mode persalinan yang dipilih dalam kasus prolap tali
Rekomendasi pusat jika pervaginam tidak mengancam untuk mencegah hipoksia
janin (level evidence B)
 Hindari memecahkan ketuban pada saat memeriksa dalam, jika
talipusat prolap maka tindakan SC harus segera dikerjakan
(level evidence A)
24. Indikator Medis - Fetal distress bisa diatasi atau dicegah.
- Bayi lahir hidup.

25. Edukasi Mobilisasi dini, ASI eksklusif dan KB post partum


Hati hati pada kehamilan selanjutnya, ANC rutin, bila terjadi pecah
ketuban segera periksa ke bidaan atau ke rumah sakit.

26. Kepustakaan 1. Norwitz E.R, Belfort M.A, Saade G.R, Miller H, Obstetric
Clinical Algorithms, management and avidence. Wiley-
Blackwell, 2012
2. Anonim, Cord Prolapse in Emergency procedures, Clinical Guidelines,
Woman and Newborn Health service, King Edward Memorial Hospital,
2012.
3. Royal College Obstetrician & Gynecologist. 2014. Umbilical
Cord Prolapse . Green-top guidlines No 50.
Bagan alur Prolapsus Funikuli :

Prolapsus Funikulus

Tidak Viabel (< 28 mg/1000 gr) Viabel

Asking for Help (green code)


Reposisidiagnosis
mbangkan ultrasonografi untuk konfirmasi secara manual, dan jari
oleh Bagian tetapdan
obstetri menahan bagian
ginekologi terendah
divisi janin sampai bayi lahir Posisi Trendelenberg ata
fetomaternal
ultasi ke bagian neonatologi Resusitasi intrauterine.
Segera pindahkan ke kamar operasi

Expectant Management
Ampicillin 4x500 mg
Reposisi manual

Monitoring denyut jantung janin


Cek DL, BT, CT
DJJ Positif DJJ Negatif
Siapkan darah
Lakukan inform consent untuk dilakukan SC darurat

- Rawat inap Induksi


- KIE prognosis dan persalinan
risiko infeksi
- Pertimbangkan
terminasi
Lakukan SC
green code
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEHAMILAN / PERSALINAN DENGAN
DENPASAR JARINGAN PARUT UTERUS
2015
1. No. ICD 034.2

2. Diagnosis Kehamilan / Persalinan Dengan Jaringan Parut Uterus

3. Pengertian Kehamilan dengan adanya riwayat seksio atau histerotomi atau


miomektomi pada kehamilan sebelumnya.

4. Anamnesis - Riwayat SC, miomektomi dan histerotomi


- Persalinan spontan sebelumnya
- Indikasi seksio sebelumnya
- Berapa kali operasi seksio sebelumnya
- Adanya penyulit pada operasi sebelumnya
- Jenis insisi pada operasi seksio sebelumnya.

5 Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan fisik umum


- Pemeriksaan obstetri:
 Pemeriksaan Leopold I-IV
 Auskultasi djj

6 Kriteria Diagnosis Adanya riwayat operasi SC dan atau miomektomi

7 Diagnosis Banding - Hamil dengan riwayat laparotomi


- Hamil dengan riwayat operasi tumor adneksa.

8 Pemeriksaan Penunjang USG


- Untuk menentukan biometri janin
- Menentukan kesejahteraan janin/Biophisical profil
- Ketebalan scars pada SBR (baik bila ≥ 3 mm).

9 Konsultasi 1. Bagian pediatri


2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal

10 Perawatan Rumah Sakit Saat inpartu perawatan rumah sakit


11 Terapi / tindakan 1. Ekspektatif pervaginam bila syarat syarat terpenuhi:
- Tidak ada CPD
- Presentasi kepala
- Riwayat SC tidak lebih dari 1 kali
- Tidak ada penyulit seperti KPD, bayi besar, Plasenta previa,
hamil lewat waktu.
2. Tidak dibenarkan melakukan induksi atau akselerasi dengan
oksitosin atau prostaglandin.
3. Persalinan pervaginam dipercepat dengan vakum atau forcep bila
dipimpin mengedan 30 menit belum lahir. (apabila syarat VaE dan
FE terpenuhi dipilih VaE)
4. Seksio Sesarea bila:
- Bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
- Indikasi Obstetri: Fetal distress, distosia.

12 Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, Ruang operasi dan ruang nifas

13 Penyulit Ruptur uteri, Syok hipovolemik, fetal distress.

14 Informed Consent Ya, Tertulis

15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi


2. Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal
3. PPDS tingkat patol B (pervaginam), untuk SC dilakukan oleh Senior A

16 Lama Perawatan 2-3 hari

17 Masa Pemulihan 6-7 hari

18 Hasil - Bayi lahir vigorous


- Bisa melahirkan spontan, dengan atau tanpa bantuan vakum
atau forcep.

19 Patologi Tidak diperlukan

20 Otopsi Tidak diperlukan

21 Prognosis Baik

22 Tindak Lanjut Kontrol ke poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108

23 Tingkat Evidens & - Secara keseluruhan ibu hamil yang berusaha melakukan VBAC,
Rekomendasi mempunyai risiko morbiditas 50 % lebih besar, walaupun hal
ini tergantung latar belakang risiko kegagalannya (III/B)
- Risiko komplikasi yang serius namun jarang terjadi pada kehamilan
berikutnya, terutama wanita dengan ≥ 5 kali SC (Hysterektomi 3%-
7%, placenta akreta 2%-7%, cedera blass 2,4%, dan transfuse darah
14%) (III/B).
- Keberhasilan VBAC lebih tergantung pada: Indikasi SC sebelumnya
letak sungsang atau fetal distress, Pernah melahirkan pervaginam
sebelumnya, Onset persalinan spontan, BMI normal atau rendah,
Persalinan sebelum 41 minggu, tidak ada DM, berat bayi lebih rendah,
kemajuan persalinan yang normal (III/B)
- Ruptura uteri kemungkinan besar terjadi karena: Operasi SC
sebelumnya bukan di SBR, tidak pernah melahirkan spontan
sebelumnya, Interval kehamilan yang pendek, bayi yang besar, Induksi
persalinan dengan prostaglandin (III/B)

24 Indikator Medis - Persalinan tanpa komplikasi


- Keadaan ibu dan bayi baik

25 Edukasi - Harus melahirkan di rumah sakit yang bisa melakukan operasi SC


dalam waktu 30 menit.
- Bila anak SC sudah tiga kali sarankan untuk steril.

26 Kepustakaan 1. Smith G.S, Delivery after Previous Cesarean Section, , in James D,


High Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders
2011.
2. Landon M.B, Vaginal Birth after Cesarean Delivery,in Queenan’s
Management of High Risk Prgnancy, An Evidence –Based
Approach, sixth edition, 2012.
3. “Penata Laksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.
4. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L.,
Wenstrom K.D. 2010. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc
Graw Hill. p.950-975.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
Bagan Alur Penanganan Kehamilan / Persalinan Dengan Jaringan Parut Uterus:

LMR Bekas SC/Miomektomi

Klasik/korpore Bekas SC ≥ 2 kali


Riwayat ruptur uteri. Panggul sempit.
YA Penyulit: kel letak, plasenta previa, TDK

KPD > 12 KPD Tunggu Inpartu (rawat jalan)


jam

Kehamilan 41-42 minggu.

Induksi dengan Foley Cateter. Inpartu

Gagal
Distocia/Fetal distress Persalinan maju

SC cito
Elektif SC UK 38- 39 mgg Pervaginam
(Bila Kala II lebih dari 30
menit dilakukan VaE)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG
DENPASAR 2015

1. No. ICD 099.4


2. Diagnosis Kehamilan Dengan Penyakit Jantung
3. Pengertian Kehamilan dengan penyakit jantung baik penyakit jantung kongenital
ataupun didapat.

4. Anamnesis - Adanaya sesak nafas terutama saat beraktifitas


- Berdebar debar.
- Adanya oedem pada tungkai.
- Batuk dan sesak pada malam hari.
- Adanya nyeri dada.
- Riwayat serangan jantung atau stroke.

5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum:


- Frekuensi nafas meningkat.
- Peningkatan tekanan vena jugularis.
- Auskultasi/Perkusi:
Adanya murmur dengan berbagai derajatnya, irama Gallop,
gamgguan irama jantung. Iktus kordis jelas terlihat dan batas-batas
jantung membesar.

6. Kriteria Diagnosis - Anamnesis: adanya keluhan akibat penyakit jantung.


- Pemeriksaan Fisik: Adanya murmur, gangguan irama dan pembesaran
jantung.
- Pemeriksaan penunjang: Adanya kelainan anatomis dan fungsi
jantung.

7. Diagnosis Banding - Penyakit paru obstruktif kronis.


- Penyakit ginjal.

8. Pemeriksaan Penunjang - Elektrokardiografi.


- Echocardiografi.
- Thorax foto

9. Konsultasi Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal


Dokter Spesialis jantung.
Dokter Spesialis Anesthesia
Dokter Spesialis anak.

10. Perawatan Rumah Sakit Fungsional klas III-IV, dan pada saat inpartu.

11. Terapi / tindakan - Terapi sesuai saran teman sejawat kardiologi.


- Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung WHO kelas I/II. Pada
WHO kelas III/IV dipertimbangkan abortus provokatus medisinalis.
- Batasi pemberian cairan.
- Percepat kala II dengan forceps atau vacum ekstraksi (bila syarat
VaE dan FE terpenuhi dipilih VaE)
- Kalau memungkinkan, kurangi nyeri dengan ILA.
- Pada penyakit jantung oleh karena RHD berikan propilaksis SBE;
ampicillin 1 gram dan gentamisin 80 mg diberikan 1 jam
sebelum tindakan dan 6 jam setelah tindakan.

12. Tempat Pelayanan Kamar bersalin Resiko Tinggi dan kamar operasi, UPIJ RSUP Sanglah
Denpasar

13. Penyulit Gagal jantung, prematuritas bayi / infeksi SBE

14. Informed Consent - Mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan.


- Komplikasi yang mungkin terjadi.
- Rencana perawatan.
- Prognosis.

15. Tenaga Standar 1. PPDS I tingkat patol B


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal

16. Lama Perawatan 5-10 hari

17. Masa Pemulihan 7 hari

18. Hasil Bayi lahir viable dan vigorous.


Ibu melahirkan dengan selamat.

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Dubius


Tergantung fungsional klass dan jenis kelainan jantung yang dialami.

22. Tindak Lanjut Kontrol ke poli kebidanan dan poli kardiologi.

23. Tingkat Evidens & -


Rekomendasi

24. Indikator Medis Penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.

25. Edukasi - Disarankan untuk tidak hamil lagi, pakai kontrasepsi mantap.
- Batasi aktifitas.
- Pola hidup sehat.
26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM)
“Penata Laksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D. 2010. Ante partu Haemorrhage. In: William
Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
3. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
Tabel 1. Klasifikasi penyakit jantung berdasarkan resiko maternal

Kelompok Penyakit Jantung Mortality Risk


I - ASD <1%
- VSD
- PDA
- Gangguan katup pulmonal/tricuspid
- Tetralogy of fallot yang dikoreksi
- Katup bioprostetik
- MS, NYHA klas I/II
II - Coarctatio aorta tanpa kelainan katup 5-15%
- Tetralogy of fallot tanpa koreksi
- Marfan Syndrome dengan aorta normal
- Katup prostetik mekanis
- MS dengan fibrilasi atrial atau NYHA
klas III atau 1V
- Stenosis aorta
- Riwayat infark miokard
III - Hipertensi pulmonal primer maupun 25-50%
sekunder (termasuk Eisenmenger
Syndome)
- Coartatio aorta dengan kelainan katup
- Marfan syndrome dengan kelainan aorta
- Kardiomiopati peripartum

Tabel 2. Prinsip-prinsip klasifikasi WHO yang telah dimodifikasi risiko kardiovaskular


maternal

Kelas Risiko Risiko Kehamilan Oleh karena Kondisi Medis


Kelas I Tidak terdeteksi peningkatan risiko kematian maternal dan tidak
/peningkatan morbiditas ringan.
Kelas II Sedikit peningkatan risiko kematian maternal atau peningkatan morbiditas
sedang.
Kelas III Peningkatan yang signifikans dari kematian maternal atau morbiditas berat.
Diperlukan konsul cardiologist. Jika diputuskan hamil, konsul intensif ke
dokter ahli cardiologi diperlukan dan monitoring oleh ahli obstetri dan
ginekologi divisi fetomaternal diperlukan selama kehamilan, persalinan dan
puerperium.
Kelas IV Risiko yang sangat berat terjadinya kematian maternal atau morbiditas
berat. Kehamilan merupakan kontra indikasi. Jika kehamilan sudah terjadi,
dipertimbangkan terminasi, jika kehamilan diteruskan, dirawat seperti kelas
III.
Tabel 3. Aplikasi klasifikasi WHO yang telah dimodifikasi risiko kardiovaskular maternal

WHO Kelas I Defek kecil atau ringan, tidak ada komplikasi :


-stenosis pulmonal
-patent ductus arteriosus
-mitral valve prolapsed
Lesi sederhana yang berhasil dikoreksi (ASD,VSD,PDA, anomaly drainase
vena pulmonal)
Denyut ektopik atrial atau ventricular
WHO Kelas II ASD atau VSD yang tidak dioperasi
Tetralogy of Fallot yang dikoreksi
Kebanyakan aritmia
WHO Kelas II-III Gangguan ringan ventrikel kiri
Hipertropik kardiomiopati
Penyakit jantung katup yang bukan termasuk kategori WHO I dan IV
Sindrom Marfan tanpa dilatasi aorta
Aorta <45 mm pada pnyekita aorta yang dihubungkan dengan katup aorta
bicuspid
Koarktasio aorta yang sudah dikoreksi
WHO Kelas III Katup mekanik
Ventrikel kanan sistemik
Sirkulasi Fontan
Penyakit jantung sianotik yang tidak dikoreksi
Penyakit jantung kongenital yang kompleks lainnya
Dilatasi aorta 40-45 mm pada sindrom Marfan
Dilatasi aorta 45-50 mm pada penyakit aorta yang dihubungkan dengan
penyakit katup aorta bicuspid
WHO Kelas IV Hipertensi arteri pulmonalis oleh berbagai penyebab
Disfungsi berat ventrikel sistemik (LVEF <30%, NYHA Kelas III-IV)
Riwayat kardiomiopati peripartum dengan kerusakan residual fungsi
ventrikel kiri
Stenosis mitral berat, stenosis aorta berat simptomatis
Sindrom Marfan dengan dilatasi aorta >45 mm
Dilatasi aorta >50 mm pada penyakit aorta yang dihubungkan dengan
katup aorta bicuspid
Koarktasio aorta berat
Bagan Alur Kehamilan dengan penyakit jantung

Gejala kelainan jantung:


Murmur
Edema tungkai bawah
Sesak nafas

Tentukan fungsionsl klass (NYHA)


Konsul Bag Kardiologi

Pemeriksaan lab
Lakukan ekhokardiografi

Tentukan jenis kelainan anatomi, fungsional, dan risiko penyakit jantung

FC I-II + Risiko rendah.


FC III-IV + Risiko rendah/sedangFC I-II + Risiko tinggi FC III-IV +
Risiko tinggi

Partus spontan Kala II dIpercepat dengan FE/VE

SC

Gagal
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
DIABETES MELITUS GESTASIONAL
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 024.9

2. Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional

3. Pengertian Adalah intoleransi karbohidrat dengan derajat bervariasi yang terjadi


atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan tanpa memandang
pemakaian insulin atau tidak dalam penanganannya.

4. Anamnesis - Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun


- Riwayat DM dalam keluarga
- Pernah DMG atau intoleransi glukosa pada kehamilan sebelumnya
- Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
- Riwayat glukouria berulang.
- Riwayat abortus, janin mati tanpa sebab yang jelas dan bayi besar
- Riwayat pre eklampsia, polihidramnion.

5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Umum


Pemeriksaan Leopold I-IV
Auskultasi djj.

6. Kriteria Diagnosis Hamil Gula darah puasa ≥ 126 mg/dl dan gula darah 2 jam PP > 140
mg/dl dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Catatan: TTGO dilakukan dengan memberikan beban 75 gram glukosa


anhidrus setelah berpuasa selama 8 – 14 jam.
(untuk kelompok resiko tinggi dilakukan pada pertemuan pertama, jika
hasilnya negatif dilakukan pemeriksaan gula darah ulang pada usia
kehamilan 24-28 minggu)

7. Diagnosis Banding Kehamilan dengan Hypertiroid

8. Pemeriksaan Penunjang TSHS dan FT4


Hb A1c
USG
NST

9. Konsultasi  Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal


 Bagian Penyakit Dalam (Subdivisi Endokrinologi),
 Bagian Mata
 Bagian Gizi klinik
10. Perawatan Rumah Sakit Ya Bila gula darah tak terkontrol atau pasien Inpartu.

11. Terapi / tindakan 1. Diet sesuai dengan Gizi Klinik


2. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia
dengan perencanaan makan sesuai dengan dokter penyakit
dalam.
3. Bila ada keluhan pengelihatan kabur, mata berair konsul ke
bagian Mata.
4. Pemantauan kadar glukosa darah sendiri di rumah
5. Pemantauan HbA1C secara berkala tiap 6-8 minggu
6. Pemberian deksamethason untuk pematangan paru janin
7. Penentuan skenario terminasi / persalinan
12. Tempat Pelayanan Poliklinik
Kamar bersalin
Ruang perawatan obstetrik

13. Penyulit 1. Ketoasidosis


2. Pre eklampsia
3. Polihidramnion
4. Hipoglikemia pada bayi
5. Kelainan kongenital
6. Makrosomia / PJT
7. KJDR
8. Trauma persalinan

14. Informed Consent Perlu (tertulis)

15. Tenaga Standar 1. PPDS I tingkat patol B


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter Spesialis bstetsi dan gnekologi divisi fetomaternal

16. Lama Perawatan 2-4 hari

17. Masa Pemulihan 42 hari

18. Hasil Gula darah ibu terkontrol


Bayi lahir vigorous

19. Patologi Tidak perlu

20. Otopsi Tidak perlu

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut Kontrol poli 108

23. Tingkat Evidens & -


Rekomendasi
24. Indikator Medis Bayi lahir vigorous
Gula darah ibu terkontrol

25. Edukasi 1. ASI eksklusif


2. Mobilisasi dini
3. KB post partum
4. Pengaturan diet
5. Kontrol gula darah

26. Kepustakaan 1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D. 2010. Ante partu Haemorrhage. In : William
Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
Bagan alur Penatalaksanaan Obstetrik Diabetes Mellitus Gestasional

DMG

Terkendali Tidak terkendali


Ada komplikasi pada ibu

Catatan:
Pantau kesejahteraan janin (USG/KTG)
Sejak U.K 32 minggu 3x seminggu (NST) Rawat/MRS
Setiap 2 minggu untuk biometri janin Pantau kesejahteraan janin
USG/KTG

Terkendali Tidak terkendali


Makrosomia (-) Makrosomia (+)
PJT (-) PJT (+)
Terkendali Tidak terkendali
Pasien tdk patuh
Riwayat KJDK Amnioscentesis
Hipertensi kronik +Tes pematangan paru

Tunggu sampai 40 mg.

UK < 38
Minggu

UK ≥ 38
Minggu Tes (+) Tes (-)

Steroids 2 hari
LAHIRKAN
1. Bila amnioscentesis dan tes pematangan paru tidak bisa dikerjakan, langsung berikan steroids 2 hari baru
dilahirkan
2. Kehamilan deenagna risiko tinggi DMG dilakukan Skrining saat kunjungan pertama tanpa memandang
umur kehamilan dan diulang lagi saaat UK 24 minggu
3. Kehamilan dengan risiko rendah dilakukan skrining pada UK 24 minggu dan bila positif diulang kembali pada
saat UK 28 minggu.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEHAMILAN DENGAN INFEKSI HUMAN IMUNODEFISIENSI VIRUS (HIV)
DENPASAR 2015

1. No. ICD 098.5

2. Diagnosis Kehamilan Dengan Infeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV)

3. Pengertian Kehamilan dengan infeksi human imunodefisiensi virus (HIV) baik yang
sudah diderita sebelum hamil ataupun yang baru terdiagnosis setelah
hamil, tanpa memandang stadium HIVnya.

4. Anamnesis  Adanya faktor risiko: seperti prilaku seks tidak aman, multipartner,
penyalahguna obat (IDU) atau pernah mendapat transfusi darah.
 Riwayat penyakit HIV pada suami, suami meninggal
dengan penyebab tidak jelas.
 Adanya diare kronis, penurunan berat badan > 10% dan
adanya penyakit menular seksual.
 Adanya tanda-tanda infeksi oportunistik seperti: lymfadenopathy
generalisata, pneumonia pneumonitis jiroveci, TB paru, sarkoma
Kaposi, herpes zoster dll.
 Riwayat minum ARV sebelumnya dan jenis obat yang diminum,
kalau sudah terdiagnosa HIV.

5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum untuk menentukan stadium HIVnya, dengan
mencari tanda-tanda infeksi oportunistik.
Pemeriksaan obstetri, dengan Leopold I-IV

6. Kriteria Diagnosis Antibodi HIV (+) 3 kali, yang meliputi 1 kali tes skrining dan 2 kali tes
konfirmasi (strategi tiga).

7. Diagnosis Banding Kehamilan dengan imunodefisiensi seperti: penggunaan


kortikosteroids jangka panjang, malnutrisi yang berat, dan penyakit
kronis sistemik.

8. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan laboratorium meliputi: DL, BUN/SC,


SGOT/SGPT, pemeriksaan penyakit menular seksual dengan
vaginal swab. Pemeriksaan CD4 dan viral load.
 PemeriksaanUSG untuk menentukan umur kehamilan pada
trimester pertama, menyingkirkan anomaly fetus pada umur
kehamilan 18-22 minggu, biometri dan kesejahteraan janin.

9. Konsultasi  Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal


 Bagian Penyakit Dalam subdivisi tropik.
 Bagian anesthesi.
 Divisi Neonatologi
 Bagian lain tergantung lokasi, jenis infeksi oportunistik dan
komplikasi yang dialami.

10. Perawatan Rumah Sakit Saat persalinan

11. Terapi / tindakan 1. ANC: pemberian obat ARV, dan konseling mengenai cara
persalinan dan pemberian PASI.
2. Berikan ARV sejak pertama diketahui hamil dengan HIV
tanpa memandang umur kehamilan, CD4 dan viral loadnya.
3. Tentukan stadium HIV
4. Pengobatan :
 Obat pilihan utama ARV : TDF 300mg + 3TC atau FTC 300 mg
+ Evafirenz 600 mg.
 Obat alternatif :
o AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + EFV* (1x600mg)
o TDF(1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) +
EFV (1x600mg)
 Bila ibu hamil dengan kecurigaan infeksi HIV datang saat
inpartu, segera lakukan tes HIV, bila reaktif langsung berikan
ARV.
 ODHA yang sebelumnya telah mendapatkan terapi ARV kemudian
hamil, lanjutkan dengan ARV yang sama selama dan setelah
persalinan.
 ODHA hamil dengan hepatitis B yang memerlukan terapi:
oTDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP
(2x200mg) atau
oTDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV
(1x600mg)
 ODHA hamil dengan tuberkulosis aktif, Bila OAT sudah diberikan,
maka dilanjutkan. Bila OAT belum, maka diberikan terlebih dahulu
sebelum ARV. Rejimen untuk ibu: Bila OAT sdh diberikan dan TB
telah stabil: AZT (d4T) + 3TC + EFV

5. Persalinan:
- Direncanakan untuk SC elektif pada umur kehamilan 38 mg.
- Persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi

6. Postpartum: Ibu tidak diperkenankan menyusui, kecuali bila


penderita tidak mampu membeli PASI atau syarat AFFAS tidak
terpenuhi, terpaksa ASI diberikan kepada bayinya.
12. Tempat Pelayanan Poli kebidanan dan kamar bersalin RSUP Sanglah Denpasar

13. Penyulit Infeksi oportunistik


Transmisi vertikal ke bayi

14. Informed Consent Perlu (tertulis)

15. Tenaga Standar 1. PPDS tk Patol B, jika dilakukan SC dilakukan oleh Chief
2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter spesialis Anak
5. Dokter penyakit dalam

16. Lama Perawatan 2-3 hari atau lebih tergantung stadium HIV.

17. Masa Pemulihan  Pasien HIV tidak bisa disembuhkan, pemulihan kondisi tergantung
stadium HIV-nya, makin berat makin lama pemulihannya.
 Stadium I perawatan post operasi sama seperti pasien biasa.

18. Hasil  Melahirkan bayi tanpa terjadi penularan vertikal dari ibu ke bayi
dengan kondisi vigorous.
 Mengurangi komplikasi pada ibu

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Dubius ad malam, tergantung keteraturan minum ARV dan stadium
HIV.
22. Tindak Lanjut 1. Pengawasan ketat dan pengobatan teratur.
2. Disarankan kontrasepsi mantap, dan kondom, ANC Teratur.
3. Disarankan memberikan PASI

23. Tingkat Evidens &  Melakukan pemeriksaan DL, fungsi ginjal dan liver tiap bulan
Rekomendasi pada trimesterIII (Ia/A)
 Melakukan pemeriksaan USG pada umur kehamilan 18-20 mg untuk
menyingkirkan anomaly fetus (GPP)
 Merekomendasikan SC pada pasien dengan viral load > 1000
copy/ml setelah umur kehamilan 34 minggu, Merencanakan SC saat
umur kehamilan 38 minggu bila datingnya adekuat, melakukan
persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi (Ia/A)
 Jika melakukan persalinan pervaginam, minimalkan lama waktu
pecah ketuban (II/B)
 Bila pasangannya HIV negativ, sarankan menggunakan kondom
untuk proteksi (Ia/A).

24. Indikator Medis  Transmisi HIV ke janin tidak ada (konfirmasi setelah usia anak
18 bulan)

25. Edukasi  Minum ARV teratur seumur hidup


 Selalu gunakan kondom bila berhubungan intim.
 Sebaiknya tidak hamil lagi, kecuali terpaksa maka syaratnya
viral load harus sudah tidak terdeteksi dan CD4 > 350
 Minum roborantia
 Pola hidup sehat: tidak merokok, minum alkohol, nutrisi yang
cukup, olah raga teratur
26. Kepustakaan 1. Anonim, Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke
anak (PPIA) bagi petugas kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia 2013.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
3. Watts D H, Human Immunodeficiency Virus, in James D, High Risk
Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011.
4. Minkoff H.L, HIV Infection, in Queenan’s Management of High Risk
Pregnancy, an Evidence-Based Approach, sixth ed 2012.
Bagan Alur Penaganan Pasien Hamil dengan HIV:

Hamil dengan Status HIV tidak diketahui / Curiga HIV Diketahui HIV Sejak
sebelum Hamil

KIE untuk Tes HIV (Strategi 3)


Lanjutkan ARV yang sama

Tes (-) Tes (+)

Datang saat ANC Rutin


ARV dengan regimen TDF + 3TC+ EFV (bagi yg belum pernah dapat ARV)
inpartu
Pemeriksaan lab lengkap
Penanganan infeksi oportunistik
Perbaikan nutrisi.
Konseling rencana persalinan dan pemberian PASI.

Tes HIV (+)

Berikan Regimen ARV (TDF +3TC + EFV)

Periksa viral load saat UK 37-38 mg/6 bulan setelah ARV

Tidak bisa diperiksa


Bisa diperiksa

Terdeteksi Tidak Terdeteksi

SC Partus Pervaginam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
RSUP SANGLAH DENGAN SLE 2015
DENPASAR

1 No. ICD M32.1


2 Diagnosis Kehamilan dengan SLE
3 Pengertian Kehamilan yang disertai dengan Lupus; adalah penyakit peradangan
kronis pada sistem persendian tubuh sehingga mampu mempengaruhi
fungsi organ tubuh seperti kulit, sendi, darah, dan ginjal (memenuhi
kriteria ACR (American College of Rheumatology)

4 Anamnesis 1. Anamnesis obstetri


2. Anamnesis SLE : Riwayat lamanya exacerbasi sebelum kehamilan
terjadi

5 Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum


2. Pemeriksaan fisik
obstetrik Palpasi.
a. Leopold I - IV.
b. Auskultasi.
c. Denyut jantung janin.
3. Pemeriksaan colok vagina.

6 Kriteria Diagnosis SLE ditegakkan secara klinis dan laboratories menurut American
Rheumatism Association (ARA). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat
paling sedikit 4 dari 11 kriteria ARA tersebut (Empat dari 11 kriteria
positif untuk memenuhi 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas)

7 Diagnosis Banding  Artritis reumatoid dan penyakit jaringan ikat lainnya


 Endokarditis bakterial subakut
 Septikemia
 Reaksi terhadap obat
 Limfoma
 Leukimia
 Trombotik trombositopenik purpura
 Sarkoidosis
 Lues II
 Sepsis bakterial

8 Pemeriksaan Penunjang DL, LED, LFT, RFT, UL, Anti ds DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti
kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La
(Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester)
9 Konsultasi 1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal
2. Bagian ilmu penyakit dala divisi rhematology
10 Perawatan Rumah Sakit 1. Sesuai indikasi Obstetri
2. Jika ditemukan flare dilakukan perawatan bersama sejawat Interna

11 Terapi / tindakan Prenatal:


 Rawat jalan bersama penyakit dalam divisi rhematologi
 ANC dilakukan 1-2 minggu pada TMT 1 dan setiap 1 minggu
pada TMT III
 Deteksi adanya HDK dan proteinuria
 USG dilakuakan tiap 1 bulan pada TMT II
 Echocardiografi fetal uk 16 - 24 mg (skrining CCHB) jika SSA/ro
(+)  (Jika terdiagnosa CCHB/ congenital complete hearh block
dilakukan konsultasi ke divisi fetomaterna untuk pemberian
dexametasone 4mg/hari selama 6 minggu sampai gejala
hilang) Medikamentosa
 Dilakukan pemberian prednisone
o SLE ringan : 0,5mg/kbBB/hari
o SLE berat:1-1,5mg/kgBB/hari
Atau
o Metilprednisolone (I.V) 1gram atau 15mg
/kgBB /hari (jika terapi oral tidak berespon)
(terapi diberikan selama 6 minggu dan
dilakukan tappering off/ bila exaserbasi
kembali muncul dosis dikembalikan seperti
semula dan jika flare ditemukan selama
kehamilan maka obat dilanjutkan gingga 6
bulan postpartum)
 OAINS
o Aspirin 1x 75mg (sampai 2 minggu sblm
partus)
Jika dengan semua obat diatas keadaan tidak membaik selama 4
minggu dapat dipertimbangkan pemberian immunosupresan
(konsul ke divisi fetomaternal)

Persalinan
 Sesuai indikasi obstetri (untuk mencegah eksaserbasi
berikan metilprednisolone i.v sampai 48jam post partum)

12 Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi


2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.

13 Penyulit Masalah utama yang terjadi pada kehamilan dengan SLE yaitu
meningkatnya komplikasi kehamilan terkait dengan penyakit SLE dan
terjadinya flare akibat kehamilan sehingga dapat mempengaruhi
terhadap kondisi ibu maupun janin
 Kelahiran premature
 KJDR
 PJT
 HDK
 APB
 Pulmonari hipertensif

14 Informed Consent Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien

15 Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Obgin tingkat Patol B


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter spesialis obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter spesialis penyakit dalam divisi rhematology
5. Dokter Spesialis Anak.

16 Lama Perawatan Dengan penyulit: disesuaikan klinis dan keadan pasien selama
perawatan.

17 Masa Pemulihan 42 hari.

18 Hasil Tidak terjadi kematian ibu dan bayi.

19 Patologi Tidak diperlukan.

20 Otopsi Tidak diperlukan.

21 Prognosis  Penderita SLE yang telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan
sebelum hamil mempunyai resiko 25% terjadinya eksaserbasi
pada saat hamil dan 90% kehamilannnya baik. Tetapi bila
masa remisi SLE sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka
resiko eksaserbasi LES pada saat hamil menjadi 50 %, dengan
luaran kehamilan yang buruk.
 Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko
kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu menjadi
10%.
 Risiko eksaserbasi meningkat tiap semester, yaitu 13% pada
trimeseter I, 14% pada trimester II, 53% pada trimester III serta
23% pada masa nifas.

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obatetri dan Ginekologi 108

23 Tingkat Evidens & 1. Kehamilan pada ibu dengan penyakit Sistemik Lupus
Rekomendasi Erithematosus (SLE) sangat berhubungan dengan tingkat kesakitan
dan kematian ibu serta janin. (level B)
2. Resikokematian ibu hamil yang menderita SLE memiliki dampak 20
kali lebih tinggi karena komplikasi yang disebabkan oleh preeklamsi,
trombosis, infeksi dan kelainan darah (level B)
3. Flare pada kehamilan dilaporkan antara 13 % - 68 % pada penderita
SLE yang hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak
hamil Jumlahnya meningkat selama kehamilan dan pada
masa post partum antara 30% sampai 50% (level B)

24 Indikator Medis Kondisi ibu dan bayi baik

25 Edukasi 1. Disarankan bagi wanita dengan penyakit SLE sebaiknya


merencanakan kehamilan bila kondisinya sudah stabil, dan
sebaiknya menunda kehamilan hingga penyakit SLE telah
mencapai masa remisi selama minimal 6 bulan sebelum konsepsi
untuk mencegah resiko terjadinya dampak yang buruk terhadap
ibu dan janin
2. Dampak buruk yang terjadi pada ibu diantaranya adalah
meningkatkan resiko untuk terjadinya preeklamsi dan eklamsi,
sedangkan dampak pada janin dapat meningkatkan resiko
terjadinya kematian janin, SGA, IUGR, kelahiran prematur,
perdarahan dan abortus

26 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003.
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. L.W Kwok, L.S tam, Y.Y Leung and EK Li. 2011. Predictors of
Maternal and Fetal Outcomes in Pregnancies of Patients with
Systemic Lupus Erythematosus. jurnal permissions.
3. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma. Lupus Eritematosus Sistemik pada
Kehamilan. 170 JPeny Dalam, Volume 8 Nomor 2 Mei 2007.
4. Varghese stephy, Crocker Ian, Bruce N Ian & Tower Clare. 2011.
Systemic LupusErythematosus, Regulatory T Cells and
Pregnancy. From www.expertreviews.com/toc/eci/7/5. Diunduh
tanggal 10 Januari 2015.

Tabel Klasifikasi SLE menurut ARA (revisi 1997)

ITEM DEFINISI

Malar rash Ruam berupa erithema terbatas, rata atau


meninggi, letaknya didaerah hidung dan pipi
Discoid rash Lesi ini berupa bercak eritematosa yang
meninggi dengan sisik keratin yang melekat
disertai penyumbatan folikel.
Pada lesi yang lama mungkin terbentuk sikatriks
Photosensitivity Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormal
terhadap cahaya matahari.
Oral ulcers Adanya luka dimulut atau nasofaring, biasanya
tidak nyeri
Non erosive Artritis non-erosif yang mengenai dua sendi
arthritis perifer ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi
Pleuritis/pericarditis Adanya pleuritis dan perikarditis
Renal disorder a. a.Proteinuria yang selalu > 0,5g/hari atau
>3+ atau
b. b.Ditemukan sel silider, mungkin eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular atau
campuran
Neurological disrder a. Menyebabkan atau kelainan metabolik
seperti uremia, ketoasidosis dan
gangguan keseimbangan elektrolit
b. Psikosis yang timbul spontan tanpa
adanya obat-obat yang dapat
menyebabkan atau kelainan metabolik
seperti uremia, ketoasidosis dan gangguan
keseimbangan
elektrolit.
Haematological Anemia hemolitik, Leukopenia, Limpositopenia,
Trombositopenia
Imunological a. Adanya sel LE atau
disorder b. Anti DNA : antibodi terhadap native DNA
dengan titer abnormal atau
c. Anti Sm : adanya antibodi terhadap antigen
inti atau otot polos atau
d. Uji serologis untuk sipilis yang positif semu
selama paling sedikit 6 bulan dan
diperkuat oleh uji imobilisasi Treponema
pallidum atau uji fluoresensi absorbsi
antibodi
treponema
Positive ANA Titer abnormal antibodi antinuclear yang diukur
dengan cara imuno fluoresensi atau cara lain
yang setara pada waktu yang sama dan dengan
tidak adanya obat-obat yang berkaitan dengan
sindroma lupus karena obat
Bagan Alur SLE dalam kehamilan
HAMIL DENGAN SLE

torium lengkap:
DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La (Pemeriksaan laborator

Resiko rendah Prednisone 0,5mg/kbBB/hari Resiko Tinggi pemberian prednisone 1-1,5mg/kgBB/hari

Gagal
Metilprednisolone (I.V) 1gram atau 15mg /kgBB /hari (jika terapi oral tidak berespon)
kukan tappering off/ bila exaserbasi kembali muncul dosis dikembalikan seperti semula dan jika flare ditemukan selama kehamilan ma

Echocardiografi fetal uk USG Rutin (Sesuai Jadwal)


Anti SSA/R0
16 - 32 mg tiap 2 dan Anti SSB/La
minggu (skrining CCHB)
(+) (-)
CHB (+) CHB(+)
komplit inkomplit
Kesejahteraan janin baik Kesejahteraan
janin buruk
Pemasangan
Dexameta sone
neonatal
4mg/hari
peacemaker
(Selama 6 minggu sampai gejala hilang)
Lanjutkan kehamilan Terminasi
kehamilan

Inpartu

Stress dose hidrokortison 100 mg/hari


setiap 8-12 jam dan diberikan 2 -3 dosis

Note: Stress dose diberikan jika pasien menerima dosis prednison minimal 20mg/hari selama lebih dari 3 minggu
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
RSUP SANGLAH DENGAN ASMA 2015
DENPASAR

1 No. ICD Z33, J45


2 Diagnosis Kehamilan dengan asma
3 Pengertian Hamil yang disertai dengan gangguan inflamasi kronik saluran napas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya.

4 Anamnesis 1. Anamnesis Obstetri


2. Anamnesis Penyakit asma
 Kapan serangan asma terakhir dan frekwensi serangan
 Frekuensi gejala serangan pada malam hari
 Terapi asma yang didapat

5 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan fisik obstetri

6 Kriteria Diagnosis Klinis


Pasien sesak nafas, riwayat asma sebelumnya, ditemukan suara paru
tambahan whizing atau rhonci

7 Diagnosis Banding Pneumonia

8 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium lengkap dan analisa gas darah

9 Konsultasi 1. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal


2. Dokter sepsialis penyakit dalam
3. Dokter spesialis anesthesia
4. Dokter spesialis anak

10 Perawatan Rumah Sakit Pada serangn asma akut yang partial respon, tidak respon dan status
asmatikus dilakukan perawat inap

11 Terapi / tindakan Tatalaksana asma pada kehamilan :


Sesuai dengan tabel penatalaksanaan asma kronis dan alur
penatalaksanaan asma akut selama kehamilan.

Mode persalinan:
 Pada kehamilan dengan penyakit asma, diupayakan
persalinan secara spontan. Namun bila ternyata penderita
berada dalam serangan, tindakan vakum ekstraksi dan forseps
dapat diambil untuk mempercepat kala II.
 Obat maintenance dilanjutkan selama persalinan, dosis steroid
diberikan 4 minggu sebelum persalinan (100mg hydrocortison/
8
jam ) sampai 24 jam pasca salin

12 Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, poliklinik, ruang nifas

13 Penyulit  Ibu : preeclampsia


 Janin: preterm labor, BBLR, kematian janin, PJT, placental abruption,
KPD

14 Informed Consent Ya tertulis

15 Tenaga Standar 1. PPDS 1 tk Patol B


2. Spesialis obstetri dan ginekologi
3. Spesialis obstetri dan ginekologi konsultasb fetomaternal

16 Lama Perawatan 5 – 7 hari (tergantung respon obat terhadap serangan asmanya)

17 Masa Pemulihan 5 – 7 hari

18 Hasil Mempertahankan PO2 diatas 60mmHg dengan saturasi 95%

19 Patologi Tidak diperlukan

20 Otopsi Tidak diperlukan

21 Prognosis Tergatung status asmanya

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan ginekologi


Kontrol poliklinik penyakit dalam divisi Pulmonologi

23 Tingkat Evidens & Wanita dengan asma berat akan cenderung mengalami eksaserbasi
Rekomendasi selama kehamilan (level evidence B)

24 Indikator Medis Kondisi ibu dan janin baik

25 Edukasi 1. Menghindari alergen yang menjadi pencetus seragan asma


2. Memberikan pemahaman tentang pengaruh asma
terhadap kehamilan dan sebaliknya
3. Penggunaan obat – obatan untuk maintenance asma pada
kehamilan.

26 Kepustakaan 1. NIHA. 2004. Working Group Report on Managing Asthma


During Pregnancy: Recommendations for Pharmacologic
Treatment. National Institutes of Health, National Heart, Lung,
and Blood Institute, United State of America
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di indonesia.
3. Urbano FL (2008) Review of the NAEPP 2007 Expert Panel Report
(EPR-3) on Asthma Diagnosis and Treatment Guidelines. J
Manag Care Pharm 14 (1):41-9.
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In:
Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
Tabel Klasifikasi asma menurut NIH

Severity
Intermittent Persistent
Component Mild Moderate Severe
Symptoms ≤ 2 hari/minggu >2 sehari Sepanjang
hari/minggu, hari
tidak
seharian
Nocturnal awakenings ≤ 2x/bulan 3–4x/bulan >1/minggu, Sering
tidak malam 7x/minggu
hari
Short-acting – β agonist for ≤ 2 hari/minggu ≥2 sehari Beberapa kali
symptoms hari/minggu, sehari
tapi bukan
>1x/hari
Interference with normal tidak Limitasi Beberapa Limitasi
activity minor limitasi Berat
Lung function Normal diantara
exacerbasi
>80% diprediksi ≥80% 60–80% <60%
 FEV1 diprediksi diprediksi diprediksi
Normal Normal menurun 5% menurun >5
 FEV1/FVC

Tabel Penatalaksanaan asma kronik dalam kehamilan

Severity Langkah Therapy


Mild β-agonists inhalasi a
intermittent
Mild persistent Corticosteroids inhalasi dosis rendahb
Alternatif —cromolyn, leukotriene antagonists, atau theophylline
Moderate Dosis rendah corticosteroids inhaled dan long-acting β -agonists c atau
persistent medium-dose steroids inhaled dan long-acting β -agonist jika dibutuhkan
Alternatif —dosis rendah (atau medium jika diperlukan) steroids inhalasi dan
theophylline atau leukotriene antagonists
Severe Corticosteroids inhalasi dosis tinggi dan long-acting β -agonist dan steroids
persistent oral jika diperlukan
Alternative—high-dose inhaled corticosteroids and theophylline and oral
steroids

a
Albuterol dipilih karena lebih aman untuk ibu hamil.
b
Budesonide dipilih karena lebih umum digunakan pada kehamilan .
c
Salmeterol dipilih karena avaibilitas obatnya yang panjang.
Bagan Alur penatalaksanaan serangan asma akut dalam kehamilan

Hamil dengan Serangan asma akut

Terapi awal :1st line: short acting β2 – agonist inhaler.


Samapai dengan 3 kali 2-4 puff dengan MDI interval 20 menit atau penanganan dengan
nebulizer.

Respon Baik (mild Respon


exacerbation)
tidak sempurna (Moderate exacerbation) Sesak ringan-sedang
Respon jelek (Severe
(FEV1 or
exacerbation)
PEFR Status asmatikus
Tidak ada sesak dan whezzing dibawah 50 -80%) Sesak memberat, mengantuk, penurunan kesadaran
(FEV1 or PEFR meningkat diatas 80%) (FEV1 or PEFR meningkat dibawah ≤ 40%)

Rawat Jalan Rawat inap (ruang bersalin/intermediete/HCU)

 Lanjutkan pemberian  Lanjutkan terapi  Ulangi pemberian Konsul anestesi untuk


short acting β2 – dengan menggunakan short acting β2 – dilakukan intubasi
agonist inhaler setiap 3 short agonist inhaler
– 4 jam selama 24 – 48 secepatnya
acting β2 – agonist
 pemberian
jam. inhaler kortikosteroid oral.
 Pada pasien yang  dtambah dengan  Jika sesak tambah berat
manggunakan Kortikosteroid dan tidak response
Kortikosteroid inhaler, oral hubungi tim
dosis dinaikkan 2 kali emergency.
lipat selama 7 – 10
hari.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEHAMILAN DENGAN HIPERTIROID
DENPASAR 2015

1 No. ICD Z33, E05


2 Diagnosis Kehamilan Dengan Hipertiroid
3 Pengertian Kehamilan disertai dengan peningkatan aktivitas kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid (triiodothyronine (T3) dan/atau thyroxine
(T4))

4 Anamnesis 1. Anamnesis Obstetri


2. Anamnesis Penyakit Hiertiroid
a. Sejak kapan didiagnosa hipertiroid
b. Riwayat pengobatannya
c. Keluhan subyektif hypertiroid sesuai index wayne

5 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan fisik obstetri

6 Kriteria Diagnosis Klinis (gejala dan Tanda) : index Wayne ≥20


Laboratorium : FT4 (meningkat) >1,2 ng/dL dan TSHs (menurun) <0,6
µIU/mL

7 Diagnosis Banding Ansietas neurosis, pheocromositoma, Macro and Micro Pituitary


Adenoma.

8 Pemeriksaan Penunjang FT4, Thyroid-stimulating hormone (TSHs), USG tiroid

9 Konsultasi 1. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal


2. Dokter sepsialis penyakit dalam
3. Dokter spesialis anesthesia
4. Dokter spesialis anak

10 Perawatan Rumah Sakit 1. Sesuai indikasi obstetri


2. Jika ditemukan tiroid storm (perawatan di ruang HCU)

11 Terapi / tindakan Penatalaksanaan Hipertiroid


 PTU 100-600mg/hari atau metimazole 10-40mg/hari
 Tiroidektomi subtotal (untuk yang gagal dengan thionamide)

Penatalaksanaan kehamilan
Tidak diperlukan pengelolaan spesifik kecuali ditemukan tiroid
storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk
mencegah decompensasi kordis.
12 Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, poliklinik, ruang nifas

13 Penyulit Ibu : Preeklampsia, Gagal jantung, mortalitas


Janin : persalinan preterm, PJT, stilbirth, tirotoksikosis, hipotiroid, goiter

14 Informed Consent Ya tertulis

15 Tenaga Standar 4. PPDS 1 tk Patol B


5. Spesialis obstetri dan ginekologi
6. Spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal

16 Lama Perawatan 2-3bulan

17 Masa Pemulihan 2-6 bulan (diatas 6 bulan persisten)

18 Hasil Eutiroid dalam 2-3 bulan dengan medikamentosa

19 Patologi Tidak diperlukan

20 Otopsi Tidak diperlukan

21 Prognosis Dubius ad bonam (jika Hipertiroid terkontrol)

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan ginekologi


Kontrol poliklinik penyakit dalam divisi Pulmonologi

23 Tingkat Evidens &  Propylthiouracil harus digunakan bila terapi obat antitiroid dimulai
Rekomendasi pada trimester pertama. Methimazole harus digunakan bila terapi
obat antitiroid dimulai setelah trimester pertama. (level evidence
B)
24 Indikator Medis Kondisi ibu dan janin baik

25 Edukasi 1. Kondisi kehamilannya


2. Status hormon tiroidnya
3. Pengobatan hipertiroid yang dijalankan selama kehamilan dan
postpartum
26 Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In:
Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Leslie De Groot, Marcos Abalovich, Erik K. Alexander, Nobuyuki
Amino, Linda Barbour,Rhoda H. Cobin, Creswell J. Eastman, John H.
Lazarus, Dominique Luton, Susan J. Mandel, Jorge Mestman,
Joanne Rovet, and Scott Sullivan. 2012. Management of Thyroid
Dysfunction during Pregnancy and Postpartum: An Endocrine
Society Clinical Practice Guideline. J Clin Endocrinol Metab, August
2012, 97(8):2543–2565.
3. American Thyroid Assosiation (ATA). 2012. How should
hyperthyroidism in pregnancy be managed. American
Thyroid
Association.
Tabel Indeks Wayne

No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1. Sesak saat kerja +1

2. Berdebar +2

3. Kelelahan +3

4. Suka udara panas -5

5. Suka udara dingin +5

6. Keringat berlebihan +3

7. Gugup +2

8. Nafsu makan naik +3

9. Nafsu makan turun -3

10. Berat badan naik -3

11. Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak


1. Tyroid Teraba +3 -3
2. Bising Tyroid +2 -2
3. Exoptalmus +2 -
4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata +1 -
5. Hiperkinetik +4 -2
6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2
8. Tangan Basah +1 -1
9 Fibrilasi Atrial +4 -
10. Nadi Teratur
<80 x/menit - -3
80-90 x/menit - -
>90 x/menit +3 -
Hipertiroid : ≥ 20
Eutiroid: 11 - 18
Hipotiroid: <11
Bagan alur Kehamilan dengan Hipertiroid

Curiga Kehamilan
dengan Hipertiroid

Ada tanda – tanda Klinis hipertiroid Laboratorium:


TSHs (menurun) FT4 (meningkat) T3 (meningkat)

Tanda krisis tiroid (-) Tanda krisis tiroid (+)

PTU 3x100mg selama 6- 8minggu atau metimazole 10-40mg/hari


Lihat bagan alur krisis tiroid
Tiroidektomi subtotal (untuk yang gagal dengan

pesifik kecuali ditemukan tiroid storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk mencegah decompensasi kordis.
Dirawat di Obstetri intensive care Unit
Konsul endokrinology
Fetomaternal
neonatology

Penilaian supportif awal:


Oksigen
Infus
Pemeriksaan laboratorium lengkap (DL,LFT,RFT,elektrolit, AGD) dan EKG
Posisi ibu miring kekiri.
Pasang NGT ( jika pasien kesulitan menelan)

Terapi menurunkan
Terapi
sintesis
untukhormon
mengontrol
thyroid
takikardia
PTU oral 300-600mg
Propanolol
(loading
1-2mg/menit
dose) dilanjutkan
i.v Atau4x150-300mg
dosis yang cukup untuk menurunkan denyut jantun
1 jam setelah pemberian
Pertimbangkan
PTU diberikan
kateter arteri pulmonalis
Sodium iodida 4x500mg tiap 8-12 jam
Lugol 30-60tts/hari
c.Iodida dihentikan setelah perbaikan awal

Terapi menurunkan sintesis hormon thyroid


PTU oral 300-600mg (loading dose) dilanjutkan 4x150-300mg
1 jam setelah pemberian PTU diberikan
Sodium iodida 4x500mg tiap 8-12 jam
Lugol 30-60tts/hari
c.Iodida dihentikan setelah perbaikan awal

Pemberian adrenal glukokortiroid untuk menghambat konversi perifir T4 – T3.


Hidrokortison 4x100mg tiap 8 jam atau
Prednison 60mg/hari atau
Dexametosone, 2mg Iv atau Im tap 6 jam
Glukokortikoid dapat dihentikan setelah perbaikan awal

Plasmaparesis atau dialisis peritoneal (untuk membuang sirkulasi hormon tiroid) diperhitungkan jika terapi konvensional gagal

Jika terapi konvensional gagal


Pertimbangkan tiroidektomi subtotal (pada trisemester
II) atau terapi radioaktif iodine (pada postpartum)
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEHAMILAN DENGAN INFEKSI TUBERKULOSA
DENPASAR 2015

No. ICD A.15- A.19


Diagnosis Kehamilan dengan infeksi Tuberkulosa

Pengertian Kehamilan disertain dengan infeksi bakteri tuberkulosa

Anamnesis 4. Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir.


5. Menanyakan saat dan hasil USG pertamakali.
6. Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan berat
badan dalam satu minggu terakhir.
7. Menanyakan riwayat batuk lama, penurunan berat badan,
demam, hemoptoe

Pemeriksaan Fisik 4. Pemeriksaan fisik umum


5. Pemeriksaan Leopold I-IV

Kriteria Diagnosis Tuberkulosis aktif: infeksi TBC dengan gejala klinis yang khas

Tuberkulosis laten: adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara
klinis tidak ada tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif

Diagnosis Banding Pneumonia, HIV dan infeksi tropis lainnya

Pemeriksaan Penunjang 3. USG


4. Laboratorium: Sputum BTA, rontgen thorax dan tes tuberkuliln

Konsultasi 3. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi Fetomaternal


4. Bagian penyakit dalam divisi tropis
5. Bagian Anak Divisi Perinatologi

Perawatan Rumah Sakit Pasien dilakukan rawat inap sesuai indikasi obsetri dan kriteria rawat inap dari
penyakit dalam

Terapi / tindakan Terapi medis (Obat Anti Tuberkulosa) sesuai bagan alur
Terapi Lini I
 Rifampisin 8-12mg/kgBB/hari)
 Isoniazid 4-6 mg/kgBB/hari
 Pirazinamid 20 – 30mg/kgBB/hari
 Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari
Terapi Lini II (digunkan pada kasus MDR/Multipel Drug Resistance)
 Kanamisin
 Kapromisin
 Amikasin
 streptomisin

Terapi Obstetri:
Sesuai dengan indikasi obstetri

Tempat Pelayanan Ruang bersalin, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan postpartum

Penyulit BBLR, IUGR, persalinan preterm dan TB Neonatal.

Informed Consent Informed consent tertulis

Tenaga Standar 5. PPDS I Obgin tk patol B


6. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.

Masa Pemulihan Selama masa nifas.

Hasil Ibu sehat dan bayi vigorous.

Patologi Tidak diperlukan

Otopsi Tidak diperlukan

Prognosis Dubius ad bonam.

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

Tingkat Evidens & -


Rekomendasi

Indikator Medis Tidak terjadi Penularan TB dari ibu ke bayi

Edukasi Cegah penularan TB dari ibu ke bayi melalui kontak langsung

Kepustakaan 7. Tripahty SN. Tuberculosis and pregnancy. Int J Gynaecol Obstet


2003; 80: 247-53.
8. Kothari A, Girling J. Tuberculosis and pregnancy: result of a study in
a high prevalence area in London. Eur J Obstet Gynecol 2006; 126:
48- 55.
9. Small PM, Fujiwara PI. Management of tuberculosis in The United
States. N Engl J Med 2001; 345: 189-99.
10. Khilnani GC. Tuberculosis and pregnancy. Indian J Chest Dis Allied
Sci 2004; 46: 105-11.
11. Frieden TR, Sterling TR, Munsiff SS, Watt CJ. Tuberculosis. Lancet
2003; 362: 887-96.
12. Arora Vk, Gupta R. Tuberculosis and pregnancy. Ind J Tub 2003; 50:
13-6.
13. Queesland Tuberculosis Control Centre. Guidelines for treatment of
tuberculosis in pregnancy. 2006.
Bagan alur Kehamilan dengan infeksi Tuberkulosa

Kehamilan dengan TBC

TBC Aktif TBC Laten

BTA(+) BTA(-) Kontak (+) Kontak (-)

Resiko rendah Resiko tinggi Thorax (+) Thorax (-)


Isoniazid -
Rifampisi
n
Etambuto
l Piridoxin
Isoniazid Isoniazid Isoniazid Profilaksi
Rifampisi Rifampisi Rifampisi s (Mulai pada
n n n (isoniazid Trisemester
Etambuto Etambuto Etambuto piridoxin) II)
l Piridoxin l Piridoxin l Piridoxin
pirazinam (9 bulan
(9Bulan) id (9Bulan) pada
trisemeste
(9Bulan) r II)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI RUPTUR
RSUP SANGLAH UTERUS
DENPASAR 2015

1. No. ICD O71.1


2. Diagnosis Ruptur Uterus

3. Pengertian Ruptur uterus adalah diskontinuitas uterus pada kehamilan dengan atau
tanpa ekspulsi janin.

Catatan :
Ruptur uterus dibedakan atas:
1. Ruptura uterus tanpa parut yaitu rupura uterus yang
terjadi secara spontan.
2. Ruptur uterus dengan parut adalah ruptur uterus yang terjadi
terkait dengan lokus minoris pada uterus sampai
miometrium.
a. SC korporeal.
b. Post miomektomi.
3. Ruptura uterus traumatika adalah rupture uterus yang
disebabkan oleh trauma fisik seperti terbentur, tertusuk
atau tertembak.
4. Ruptur uterus violenta adalah ruptur uterus yang terjadi pada
uterus yang sudah berpotensi ruptur dan diinduksi oleh
tindakan obstetri seperti ekstraksi forsep, embriotomi dan versi
ekstraksi.
5. Ruptur uterus tidak khas
4. Anamnesis 1. Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti
teriris (dapat menyebar ke bahu).
2. Hilangnya kontraksi uterus.
3. Badan lemas sampai pingsan.
4. Tidak adanya gerakan janin.
5. Perdarahan pervaginam.
6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
7. Riwayat trauma fisik.

5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum.


2. Pemeriksaan fisik obstetri.
a. Palpasi.
b. Auskultasi.
Denyut jantung janin.
c. Pemeriksaan colok.

6. Kriteria Diagnosis Anamnesis


1. Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti teriris
( dapat menyebar ke bahu ).
2. Hilangnya kontraksi uterus.
3. Badan lemas sampai pingsan.
4. Tidak adanya gerakan janin.
5. Perdarahan pervaginam.
6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
7. Riwayat trauma fisik.

Pemeriksaan fisik :
1. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum lemah.
b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik.
2. Pemeriksaan fisik obstetri :
a. Akut abdomen.
b. Bagian – bagian janin mudah teraba.
c. Monitoring dengan KTG ditemukan bradikardia secara tiba –
tiba sampai kematian janin.
d. Perdarahan pervaginam yang kadang – kadang disertai
hematuria.
e. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan bagian
terbawah janin mudah didorong ke atas.
f. Perdarahan post partum teraba dikontinuitas dinding uterus.

7. Diagnosis Banding 1. Solusio plasenta.


2. Kehamilan abdominal.

8. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium.


2. Doppler / kardiotokografi.
3. USG.

9. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anak.


2. Dokter Spesialis Anasthesi.

10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan uterus ruptur harus dirawat di rumah sakit.

11. Terapi / tindakan 1. Perbaikan keadaan umum.


e. Resusitasi cairan intravena dimana jenis dan jumlahnya
sesuai dengan shok hipovolemik.
f. Oksigen 4-8 liter per menit.
g. Siapkan donor.
h. Antibiotika.
2. Laparotomi.
a. Keluarkan janin dan plasenta.
b. Repair ruptur.
c. Histerektomi.

12. Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi


2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.

13. Penyulit 1. Syok.


2. Robekan uterus yang luas.
3. Cedera organ sekitar.
4. Infeksi pasca operasi.

14. Informed Consent Ya, tertulis.

15. Tenaga Standar 1. PPDS I Obgin tingkat Chief.


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter Spesialis Anak.
4. Dokter Spesialis Anasthesi.

16. Lama Perawatan Laparotomi 2 - 3 hari.

17. Masa Pemulihan 42 hari.

18. Hasil 1. Dilakukan reparasi ruptur.


2. Histerektomi.

19. Patologi Tidak perlu.

20. Otopsi Tidak perlu.

21. Prognosis Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & -Resiko terjadinya ruptur uterus pada pasien dengan riwayat SC
Rekomendasi satu kali adalah 22-74/10.000 (level evidence B)
- Wanita yang melakukan persalinan pasca operasi mempunyai
1% kebutuhan akan transfusi dan endometritis. (level evidence
B)
24. Indikator Medis Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.
Sumber perdarahan berhasil dihentikan.

25. Edukasi 1. Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk


kehamilan berikutnya.
2. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi
dan menstruasi.
3. Mobilisasi dini.
4. Nutrisi.

26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM )


Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010.
Obstetrical Hemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc
Graw Hill.
3. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute
for Clinical Excellence. 2003.
5. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic
Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4 th ed. Lippincot
Williams & Wilkins. pp.85-111.
6. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
7. RCOG. 2007. Birth After Pervious SC.greentop guidlines No.45.
Bagan Alur Pada Ruptur Uterus

Ruptur Uterus

Perbaikan keadaan
umum ibu

Laparotomi

Keluarkan janin dan


plasenta

Evaluasi robekan uterus

Luas robekan

Paritas > 3

Tidak luas dan robekan teratur (<10cm)


Luas dan tidak beraturan (≥10cm)

Baru Lama
< 6 jam > 6jam

Repair

Berhasil Gagal Histerektomi


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI PARTUS KASEP
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

1 No. ICD 063.0


2 Diagnosis Partus Kasep

3 Pengertian Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami


kemacetan dan berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi
baik pada ibu ataupun anaknya.

4 Anamnesis 1. Menanyakan sejak kapan keluar air, warna dan bau.


2. Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul
dan keluar lender campur darah.
3. Menanyakan adanya komplikasi peralinan pada ibu seperti riwayat
demam, trauma dan tindakan medis sebelumnya (jika merupakan
kasus rujukan) dan komplikasi pada janin seperti gerak anak
menurun atau tidak bergerak.

5 Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik umum


2. Pemeriksaan fisik
obstetrik Palpasi.
a. Leopold I - IV.
b. Auskultasi.
c. Denyut jantung janin.
3. Pemeriksaan colok vagina.

6 Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama


yaitu terdapat perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah
dengan komplikasi pada ibu dan atau janin seperti:
1. Komplikasi pada Anak.
a. Kaput suksedanium besar.
b. Fetal Distress.
c. Kematian Janin.
2. Komplikasi pada Ibu
a. Vagina/Vulva edema.
b. Porsio edema.
c. Ruptura Uteri.
d. Febris.
e. Ketuban hijau.
f. Dehidrasi.
3. Tanda-tanda infeksi intrauterin:
Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8°C disertai
dengan 2 atau lebih tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit).
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm3)
4. Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5. Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.

7 Diagnosis Banding Partus Lama

8 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium


a. DL
b. LED
2. Kardiotokografi

9 Konsultasi Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal

10 Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan partus kasep harus dirawat di rumah sakit.

11 Terapi / tindakan Perbaikan keadaan umum ibu.


a. Pasang infus & kateter urine.
b. Beri cairan kalori dan elektrolit.
 Normal salin, 500 cc.
 Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah.
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
 Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg
po selama 3 hari.
 Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari.
e. Pemberian obat penurun panas :
 Xylomidon 2 cc im.

Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi
saat itu.

12 Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi


2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.
13 Penyulit 1. Infeksi intra uterin (chorioamnitis)
2. Infeksi puerperalis
3. Gawat janin
4. Kematian janin dalam rahim
5. HPP
6. Retensio urine

14 Informed Consent Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien

15 Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Obgin tingkat Patol A


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter Spesialis Anak.

16 Lama Perawatan Tanpa penyulit pasca persalinan


1. Persalinan pervaginam 1 - 2 hari.
2. Seksio sesarea 2 - 3 hari.
Dengan penyulit: disesuaikan klinis dan keadan pasien selama
perawatan.

17 Masa Pemulihan 42 hari.

18 Hasil Tidak terjadi kematian ibu dan bayi.

19 Patologi Tidak diperlukan.

20 Otopsi Tidak diperlukan.

21 Prognosis Dubius ad malam.

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108

23 Tingkat Evidens & -


Rekomendasi

24 Indikator Medis Kondisi ibu dan bayi baik

25 Edukasi 1. ASI eksklusif.


2. Mobilisasi dini.
3. KB post partum.

26 Kepustakaan 1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010.


Antepartum Assessment. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc
Graw Hill.
2. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for
Clinical Excellence. 2003.
3. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic
Pattern Recognition. In: Fetal Heart Monitoring. 4 th ed. Lippincot
Williams & Wilkins. pp.85-111.
4. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003.
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
Bagan Alur partus kasep

Pastus Kasep

Hemodinamik maternal Terganggu (Syok) Hemodinamik maternal tidak terganggu

PasangPasang
infus &infus & kateter
kateter urine.
urine. Beri cairan kalori dan elektrolit.
GrojogPemberian obat penurun
cairan RL 1000CC. panas
(Bila perlu transfusi)
Pemberian
Pemberian antibiotika
obat penurun berspektrum luas : Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3 hari, Metronidaz
panas
Pemeriksaanlaboratorium
Pemeriksaan laboratorium (DL,UL, (DL,UL, SPT,SGOT,
SPT,SGOT, BUN/SC.)
BUN/SC.)
Evaluasi Penyebab syok

Sepsis Ruptur Uteri

Sesuai PPK penangnan


Sesuai Sepsis DJJ
PPK penangnan Ruptur Uteri KJDR Fetal distrees
Normal

Evaluasi 3 P Evaluasi 3 P Kala I Kala II

CPD (+) CPD (-) Kala I Kala II


Kelainan Letak

CPD (-) CPD (+) Cuna m mozo k


FE
Drip oxitocin Kelainan Letak

SC
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI PERDARAHAN
RSUP SANGLAH POST PARTUM 2015
DENPASAR

1. No. ICD O72


2 Diagnosis Perdarahan Post Partum

3 Pengertian Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang terjadi setelah partus kala II
yaitu > 500 cc pada persalinan pervaginam dan > 1000 cc pada seksio sesarea.

Penyebab PPP :
1. Atonia uteri. (Tonus)
2. Robekan jalan lahir (Trauma)
3. Retensio / sisa plasenta (Tissue)
4. Gangguan pembekuan darah (Trombin)

Perdarahan post partum terdiri atas:


1. Primer adalah bila PPP terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Sekunder adalah bila PPP terjadi setelah 24 jam.

4 Anamnesis 1. Jumlah darah yang keluar.


2. Gejala - gejala seperti pusing, berdebar - debar, lemah, berkeringat dingin,
sesak nafas dan air kencing ( jumlah dan warna).

5 Pemeriksaan 1. Pemeriksaan fisik umum.


Fisik 2. Pemeriksaan fisik obstetri.

6 Kriteria Kriteria umum :


Diagnosis 1. Perdarahan > 500 cc pada partus pervaginam dan > 1000 cc pada
seksio sesarea atau perdarahan aktif.
2. Keadaan umum cukup / buruk.
3. Kesadaran GCS ≤15.
4. Tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg dan diastolik ≤ 60 mmHg.
5. Nadi ≥ 100x/menit dan lemah.
6. Respirasi > 20 x/ menit, cepat dan dangkal ( kusmaul ).
7. Suhu tubuh dalam batas normal.
8. Skala nyeri

Kriteria khusus :
1. Atonia uteri.
- Palpasi teraba tinggi fundus uteri setinggi pusat atau lebih dan
kontraksi yang lembek.
- Inspekulo perdarahan merah atau stolsel keluar dari OUE.

2. Robekan jalan lahir.


- Palpasi teraba fundus uteri setinggi 2 jari bawah pusat dan kontraksi baik.
- Inspeksi vulva dan inspekulo vagina disertai serviks tampak
robekan dengan perdarahan aktif.
- Pemeriksaan bimanual teraba robekan uterus.
3. Retensio plasenta / sisa plasenta.
3.1. PPP primer.
- Plasenta tidak lahir 30 menit pada kala III.
- Plasenta lahir inkomplit.
- Palpasi tinggi fundus uterus 2 jari bawah pusat dan kontraksi baik.
- Digitalisasi ditemukan sisa jaringan.
3.2. PPP Sekunder.
- Palpasi teraba fundus uterus tidak sesuai dengan involusi dan
kontraksi lembek.
- Inspekulo darah berasal dari OUE.
- Dapat disertai oleh tanda-tanda infeksi puerperalis.
4. Gangguan pembekuan darah.
- Palpasi fundus uterus sesuai dengan involusi.
- Inspeksi dan inspekulo perdarahan merembes dari OUE atau
timbul hematoma pada bekas jahitan atau tempat suntikan.
- Faal hemostasis memanjang.

Catatan :
Faktor risiko perdarahan pasca persalinan :
1. Anemia.
2. Perdarahan antepartum.
3. Korioamnionitis.
4. Grandemultipara.
5. Gangguan koagulasi.
6. Pemberian MgSO4.
7. Gemelli.
8. Persalinan dengan tindakan.
9. Partus presipitatus.
10. Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya.
11. Persalina lama.
12. Kelainan uterus.
13. Riwayat seksio sesarea.
14. Persalinan dengan induksi.

7 Diagnosis 1. Mioma uterus.


Banding 2. Kanker serviks.
3. Polyp serviks.
4. Syok kardiogenik.

8 Pemeriksaan 1. Laboratorium:
Penunjang a. Darah lengkap.
b. Faal hemostasis.
2. USG.
3. KTG.
9 Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anasthesi.
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.

10 Perawatan Semua pasien dengan perdarahan post partum harus dirawat di rumah sakit.
Rumah Sakit

11 Terapi / tindakan Penanganan umum:


1. Posisikan pasien ( Fowler ).
2. Longgarkan jalan nafas dan berikan oksigen sungkup 4 liter/menit.
3. Pasang IV line dengan abocath G.18 single dan atau double serta sampel darah.
4. Cairan RL tetesan cepat 1000 cc/30 menit.

Penanganan sesuai penyebab :


1. Atonia uteri.
a. Masage fundus uteri.
b. Berikan uterotonika.
c. Lakukan kompresi bimanual.
d. Bila tetap terjadi perdarahan lakukan tamponade balon intra uterin
dengan menggunakan Sengstaken - Blakemore Oesophageal Catheter
( SBOC ) atau kondom kateter masukkan cairan antara 300 - 400 cc
untuk menimbulkan kompresi.

Tabel 1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya pada atonia uteri


Jenis dan cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara IV : infus 20 unit dalam IM atau IV (secara Oral 600 mcg
pemberian 1 liter larutan perlahan) 0,2 mg atau rektal 800
awal garam fisiologik mcg
dengan 60
tetesan per menit

IM : 10 unit

Dosis lanjutan IV : infus 20 unit dalam Ulangi 0,2 mg setelah 400 mcg 2-4
1 liter larutan 15 menit jika masih jam setelah
garam fisiologik diperlukan beri dosis awal
dgn 40 IM / IV setiap 2 - 4 jam
tetes/menit

Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 liter Total 1 mg atau 5 Total 1200 mcg
perhari larutan dengan dosis
oksitosin

Indikasi kontra Tidak boleh memberi Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi,


IV secara cepat atau
atau hati-hati bolus kordis, hipertensi asma

Gambar 1. Tamponade balon

e. Bila tetap terjadi perdarahan disertai hemodinamik masih stabil dan ingin
mempertahankan fertilitas dapat dilakukan jahitan kompresi :
- B - Lynch.
Menggunakan kromik catgut no. 1 atau no. 2, Vicryl 0 ( Ethicon ).
Tindakan B - Lynch ini harus didahului tes tamponade untuk menilai
efektifitas tindakan B - Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus
secara langsung di meja operasi.
- Cho multiple square.
Dilakukan pada perdarahan oleh karena plasenta previa.
- Metode Hayman.
Dilakukan pada pasien yang sebelumnya tidak dilakukan seksio sesarea.

Gambar 2. B - Lynch, Cho multiple square dan metode Hayman


Sumber : B - Lynch Conservative Surgical Management

f. Systemic Pelvic Devascularization


- Ligasi a. uterina.
- Ligasi a. hipogastrika.
Sumber : B - Lynch Conservative Surgical Management

2. Robekan jalan lahir.


a. Periksa vulva, vagina dan serviks untuk menentukan lokasi sumber
perdarahan dilakukan ligasi dan repair.
b. Periksa tanda - tanda ruptur uteri, bila terjadi ruptur uteri segera lakukan
laparotomi dan dilakukan repair atau histerektomi.
3. Retensio / sisa plasenta.
a. Bila plasenta belum lahir segera lakukan menajemen aktif kala III.
b. Bila gagal lakukan plasenta manual.
c. Bila plasenta keluar tidak lengkap lakukan kuretase dengan hati - hati
menggunakan sendok kuret tumpul yang terbesar.
4. Gangguan pembekuan darah.
a. Lihat tanda - tanda gangguan pembekuan darah secara klinis seperti
petechie, perdarahan subkonjungtiva dan bekas tusukan jarum.
b. Bila uterus berkontraksi baik dan trauma jalan lahir sudah teratasi tetapi
tetap terjadi perdarahan lakukan pemeriksaan faktor - faktor pembekuan
darah seperti BT / CT, PTT / APTT, kadar fibrinogen dan D - dimer.
c. Transfusi komponen darah :
- 4 unit PRC.
- 4 unit Fresh Frozen Plasma.
- 1 unit Trombosit Konsentrat.
- Kalsium glukonas.
d. Pemberian Cryoprecipitate 1 unit per 10 kg berat badan
dipertimbangkan bila :
- Perdarahan secara klinis masih terjadi.
- Tampak tanda - tanda DIC.
- Kadar fibrinogen kurang dari 1 g/L.

12 Tempat 6. Ruang bersalin.


Pelayanan 7. Kamar operasi.
8. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan
Wing Amerta.
9. Poliklinik 108.

13 Penyulit 1. Syok.
2. DIC.
3. Gagal ginjal.

14 Informed Ya, tertulis.


Consent

15 Tenaga Standar 1. PPDS I tingkat Chief.


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter Spesialis Anasthesi.
4. Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

16 Lama Perawatan 1. Partus pervaginam 1 - 2 hari.


2. Seksio seksio sesarea 2 - 3 hari.
3. Tergantung kondisi pasien.

17 Masa Pemulihan 42 hari

18 Hasil 1. Perdarahan pada ibu berhasil diatasi.


2. Ibu tidak jatuh ke dalam keadaan syok.
3. Ibu berhasil diselamatkan.

19 Patologi Tidak perlu.

20 Otopsi Tidakl perlu.

21 Prognosis Dubius ad bonam

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

23 Tingkat Evidens - Manajemen aktif kala III menurunkan kehilangan darah dan menurunkan resiko
& Rekomendasi HPP (level evidence A)
- Penggunaan Oxitosin untuk penanganan rutin aktif manajemen kala
III menurunkan resiko HPP hingga 60% (level evidenec A)

24 Indikator Medis Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.

25 Edukasi 1. Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk kehamilan berikutnya.
2. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi dan menstruasi.
3. Mobilisasi dini.
4. Nutrisi.

26 Kepustakaan 1. WHO Guidelines for the Management of Post Partum Haemorrhage and
Retained Placenta, WHO Library Cataloguing in Publication Data, 2009.
2. RCOG, Green Top Guidelines, Prevention and Management of Postpartum
Haemorrhage, no 52 May 209.
3. Postpartum Haemorrhage: Guidelines, Southampton University
Hospital NHSTrust, January 2011.
4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines, Primary
Postpartum Haemorrhage, July 2009.
5. SOGC Clinical Practice Guidelines, Active Management of the Third Stage of
Labour: Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage, no 235,
October 2009.
6. Belfort M.A. Postpartum Hemorrhage, in Queenan’s Management of High Risk
Pregnancy. Sixth ed. 2012. p.289 - 291.
7. Francois K. Postpartum Hemorrhage, in Obstetric Intensive Care Manual,
Third Ed. Mc Graw Hill, 2011.p. 27 - 38.
8. Lynch, C.B. Conservative Surgical Management, in Postpartum Hemorrhage,
p.287 - 297.
9. Koh E, Daavendra K, Tan L K, B-Lynch Suture for The Treatment of
Uterine Atony, Singapore Med J 2009.
10. www. medscape.com, Use of a Condom for Control Massive Postpartum
Hemorrhage, 2010.
11. Rather S Y, et al. Use of Condom for Control Intractable PPH, J & K Health
Service, Kashmir, Vol 12, 2010.
12. Karkata M K, Kristanto H, Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Salin, Panduan
Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawa
Sari, 2012. hal.166 - 174.
13. RCOG. 2011. Prevention And Management Of Postpartum Haemorrhage.
Green-top Guideline No.52.
Bagan Alur Pada Perdarahan Pasca Persalinan

Penanganan Segera:
- Ask for HELP.
- Baringkan pasien kepala lebih rendah.
- Penilaian Vital Sign.
- Lakukan Resusitasi ABC
- Pasang IV line double + ambil
sampel darah, periksa lab, siapkan
transfusi darah
- Pemeriksaan Obstetri.
Tissue

Tone - Menajemen aktif kala III.


Tidak
- Oxytosin 5-10 IU.
Plasenta Lahir ?
- Bila gagal lakukan
Massage fundus uteri plasenta Manuil.
Kosongkan blass, pasang kateter. Ya - Inkomplit lakukan kuret
Kompresi bimanual interna. Tidak
Oxytosin drip 20 u ~ 60 tts/mt
Misoprostol 800-1000 mg per rektal. Kontraksi Uterus
Baik ?
Trauma
Ya

Ya - Periksa robekan jalan


Trauma jalan lahir ? lahir.(vagina,cervix,
uterus)
- Repair robekan.
- Koreksi inversio uteri.
Tetap Perdarahan Kontraksi jelek Tidak - Bila ruptur uteri
dilakukan laparotomi.
(Repair/Hysterektomi)
Trombin

Balon intra uterin (Kondom kateter) Bila semua prosedur telah dilakukan tetapi tetap perdarahan pikirkan gangguan pembekuan darah.
Terdapat tanda-tanda DIC
BT/CT memanjang, TC menurun, Fibrinogen menurun < 1g/L, PTT/APTT memanjang.
Tetap Perdarahan

Kontraksi Jelek

Bedah konservatif: Transfusi:

Jaritan kompresi (B Lynch/Metode Surabaya/Cho - Whole blood/Fresh blood.


Ligasi arteri uterina/Hypogastrika
Hysterektomi - Fresh Frozen Plasma.
- Trombosit konsentrat.
- Cryoprecipitates.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI EMBOLI AIR
RSUP SANGLAH KETUBAN
DENPASAR 2015

1 No. ICD O88.1


2 Diagnosis Emboli Air Ketuban

3 Pengertian Masuknya air ketuban, sel - sel fetus atau material debris lainnya ke
dalam sirkulasi maternal yang dapat mengakibatkan reaksi anafilaktik
dan obstruksi mekanis pada pembuluh darah utama ibu.

4 Anamnesis Pasien dalam proses persalinan, operasi seksio sesarea, tindakan


kuretase atau pada masa nifas mengeluh sesak nafas, sianosis, syok,
gangguan kesadaran sampai koma, kejang dan terkadang didapatkan
gangguan pembekuan darah (DIC) dengan menyingkirkan penyebab yang
lain seperti penyakit jantung, penyakit paru, reaksi anafilaksis dan
perdarahan.

5 Pemeriksaan Fisik 3. Pemeriksaan fisik umum.


4. Pemeriksaan fisik obstetri :
d. Palpasi.
Leopold I - IV.
e. Auskultasi.
Denyut jantung janin.
f. Pemeriksaan colok vagina.

6 Kriteria Diagnosis 1. Pasien dalam proses persalinan, tindakan operasi seksio


sesarea, tindakan kuretase dan pasca persalinan.
2. Mengeluh sesak nafas, sianosis, syok, penurunan
kesadaran sampai koma, kejang dan terkadang didapatkan
gangguan pembekuan darah (DIC).
3. Pemeriksaan saturasi oksigen didapatkan tanda hipoksemia
(SaO2< 60).
4. Pemeriksaan post mortem ditemukan sel squamous atau
debris di pembuluh darah pulmonal ibu.

7 Diagnosis Banding 1. Syok anafilaksis.


2. Syok kardiogenik.
3. Syok hipovolemik.

8 Pemeriksaan Penunjang 1. DL.


2. UL.
3. BT / CT.
4. Faktor - faktor pembekuan darah.
9 Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anak.
2. Dokter Spesialis Anasthesi.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.

10 Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan emboli air ketuban dirawat di rumah sakit.

11 Terapi / tindakan 1. Oksigenasi dengan sungkup 4 lt/mt.


2. Infus NaCl dengan tetesan sesuai kondisi.
3. Ventilasi mekanis.
4. Resusitasi jantung paru ( RJP ).

12 Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin.


2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.

13 Penyulit 1. Kematian janin dalam rahim


2. Kematian ibu.

14 Informed Consent Ya, tertulis.

15 Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Obgin tingkat chief


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
4. Dokter Spesialis Anak.
5. Dokter Spesialis Anasthesi.

16 Lama Perawatan Lama perawatan tergantung dari kondisi pasien.

17 Masa Pemulihan 42 hari.

18 Hasil Tidak terjadi kematian ibu dan bayi.

19 Patologi Didapatkan sel squamous atau debris di dalam pembuluh darah


pulmonal ibu.

20 Otopsi Diperlukan

21 Prognosis Dubius ad malam.

22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108

23 Tingkat Evidens &


Rekomendasi

24 Indikator Medis Ibu dan bayi berhasil diselamatkan.


25 Edukasi 1. ASI eksklusif.
2. Mobilisasi dini.
3. KB post partum.

26 Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal


(HKFM) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004.
edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010.
Antepartum Assessment. In: William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc
Graw Hill.
Bagan alur Emboli air ketuban

Suspek Emboli air ketuban :


Sesak
sianosis
Syok
Kejang- kejang

Resusitasi
Airway control
O2 100%
Iv line (Bolus cairan)
Hidrokortison 4x500 mg (iv)
Drip Dopamin

Terjadi henti jantung (cardiac arrest)

lakukan Resus call

Hamil < 28 minggu


Hamil ≥ 28 minggu

 Lakukan RJPO dalam waktu Lakukan resusitasi Jantung paru


4 menit Membaik
 (Left Uterus displacement)
 Siapkan peralatan SC

4 menit RJP gagal

Perimortem SC
(Green code)
Bayi harus lahir kurang dari 5
menit

Lanjutkan resusitasi jantung Perawatan ruang intensif


paru
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI SEPSIS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

1 No. ICD A.40


2 Diagnosis Sepsis

3 Pengertian Sepsismerupakanresponsistemikterhadapinfeksidimanapathogenatautoksindilepaskan
kedalamsirkulasidarahsehinggaterjadiprosesaktivitasprosesinflamasi, Sepsis merupakan
SIRS ditambahdengan sumber infeksi yangjelas

4 Anamnesis Panas badan / hipotermia, sesak nafas, berdebar debar dan sampai penurunan
kesadaran
5 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Umum:
KU: baik - sampai penurunan kesadaran
 Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
 Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
 Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;

6 Kriteria Diagnosis Tanda dan gejala infeksi ini harus memenuhi paling sedikit 2 kriteria
dari Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) disertai dengan sumber
infeksi yang jelas.
1. Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
2. Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
3. Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;
4. Jumlah sel-sel darah putih yang tidak normal, yaitu >12000 sel/cu
mm atau <4000 sel/cu mm.

7 Diagnosis Banding SIRS


8 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
1. DL, LFT, RFT, Elektrolit, BS
2. Kultur darah, urine dan sumber infeksi lainnya

9 Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anasthesi.


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi Fetomaternal
3. Dokter Penyakit dalam.

10 Perawatan Rumah Sakit Perawatan Ruang Intermediet - ICU

11 Terapi / tindakan Sesuai algoritme penanganan sepsis

12 Tempat Pelayanan Ruang IRD kebidanan


Ruang intermediet
Ruang ICU

13 Penyulit 1. Multiple organ disfungtion


2. Multipel organ failure
3. Mortalitas
14 Informed Consent Lisan dan tertulis

15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Anasthesi.


2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi Fetomaternal
3. Dokter Penyakit dalam.

16 Lama Perawatan Tergantung kondisi klinis dan laboratorium pasien selama perawatan

17 Masa Pemulihan

18 Hasil

19 Patologi -

20 Otopsi -

21 Prognosis Dubious ad bonam sampai dubious ad malam

22 Tindak Lanjut

23 Tingkat Evidens &


Rekomendasi

24 Indikator Medis Klinis dan laboratorium


25 Edukasi
26 Kepustakaan 1. Andersen Cancer centre. 2013. Adult sepsis management. Department
of clinical effectiveness.
2.
Bagan alur Penanganan Sepsis

Kriteria SIRS (+)

Explorasi kausa

Penilaian infeksi
Penilaian tanda disfungsi organ
DL, AGD, elektrolit, PT, PTT, D-Dimer, Fibrinogen, Bilirubin, LFT, ALP, LDH, albumin
kultur (darah, sputum, urine dan sumber lain)
antibiotika spektrum luas (triple antibiotika)

IV line
Fuid challenge 30 mL/Kg Nacl 0,9% atau RL selama 30 – 60 menit (maximum 2 liters), turunkan volume
Periksa MAP jika diperlukan lakukan bolus cairan
Pertahankan Saturasi O2 ˃ 92 (Pasang Monitor)

MAP ˂ 65mmHg atau laktat ≥ 4 mmol/L

Disfungsi end organ Syok septik


Pasang CVA
Monitor dan mempertahankan status hemodinamik
Ya Bolus cairan Nacl 0,9% atau RL 30ml/kg BB selama 30 menit
Tidak
Pertimbangkan pemebrian Norepineprin pada hipotensi yang persisten
Perawatan ICU
Sepsis Berat Sepsis
Monitor dan mempertahankan pernafasan
Penilaian/ ulang
hemodinamik
Antibiotika spektrum luas Monitoring dan mempertahankan status hemodinamik dan respiratory
Cairan IV Antibiotika spektrum luas
Pemeriksaan laboratorium Cairan IV
Pemeriksaan laboratorium
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH ENDOMETRIOSIS
DENPASAR 2015

No. ICD N80.9


Diagnosis Endometriosis
Pengertian Gangguan ginekologi jinak umum yang didefinisikan sebagai adanya
jaringan kelenjar endometrium dan stroma di luar lokasi normal.
Anamnesis 8. Menanyakan keluhan nyeri yang berhubungan dengan haid. Keluhan
panggul seperti nyeri panggul, disminore, dispareuni adalah keluhan
klasik endometriosis.
9. Menanyakan keluhan infertilitas, termasuk sudah berapa lama usia
pernikahan tanpa anak.
10. Pada wanita dengan infertilitas yang dilakukan laparaskopi didapat
keluhan desminorea sebagai prediktif utama diagnosis
endometriosis.
11. Sebaiknya dipertimbangkan juga diagnosis endometriosis pada
perempuan usia reproduksi dengan keluhan ginekologi, missal :
dischezia, disuria,hematuria, perdarahan rectum dan nyeri bahu.

Pemeriksaan Fisik 6. Pemeriksaan fisik umum


7. Pemeriksaan fisik dengan inspeksi dengan menggunakan speculum,
dilanjutkan pemeriksaan bimanual dan palpasi rectovagina.
pemeriksaan vagina tidak dilakukan untuk remaja yang belum
menikah.
8. Diagnosis deep endometriosis dipertimbangkan apabila pada
pemeriksaan klinis didapatkan indurasi atau nodul pada dinding
rektovagina atau pada fornik posterior vagina.
9. Diagnosis ovarian endometriosis dipertimbangkan apabila
didapatkan massa pada adneksa.

Kriteria Diagnosis 4. Wanita dengan keluhan nyeri haid.


5. Remaja putri dengan keluhan nyeri kram, nyeri siklik , nyeri non
siklik, konstipasi, nyeri menjalar kekaki atau punggung.
6. Pada wanita infertilitas dengan keluhan dimenore.

Diagnosis Banding 1. Penyakit radang panggul menahun


2. Salpingitis akut berulang
3. Neoplasma ovarium jinak atau ganas
4. Kehamilan ektopik
Pemeriksaan Penunjang 5. USG abdominal dan USG transvaginal
6. Laparoskopi

Konsultasi Bagian Obstetri dan ginekologi divisi FER.


Perawatan Rumah Sakit Pasien dilakukan di ruang ginekologi.

Terapi / tindakan Tergantung indikasi obstetri.


3. Terapi medis yang melibatkan berbagai obat hormon dan analgetika.
4. Terapi bedah.

Tempat Pelayanan Ruang poliklinik.

Penyulit Adhesi, kista ovarium, kanker ovarium.

Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan inspeksi, USG,


laparoskopi dan risiko tindakan lainnya).

Tenaga Standar 7. PPDS I Obgin tk senior A


8. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan Antara 2-3 hari tergantung jenis terapi.

Hasil Nyeri endometriosis hilang.

Patologi Diperlukan

Otopsi Tidak diperlukan

Prognosis Dubius ad bonam.

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik.

Indikator Medis 4. USG transvaginal (sensitivitas 64-89 %)


5. Laparoskopi untuk inspeksi visualisasi lesi endometriosis
merupakan cara penentuan diagnosis definitive.

Edukasi Kontrol bila nyeri menetap.

Kepustakaan 14. Dunselman GAJ, Vermeulen N, Becker C, Calhaz-Jorge C, D’Hooghe T,


De Bie B, Heikineheimo O et al. ESHRE guideline : Management
women with endometriosis. Hum Rsprod 2014 ; 0;1-13.
15. Giudice LC. Clinical practice : endometriosis. N Eng! J Med 2010 ;
362:2389-2398.
16. Samsulhadi, Endometriosis : Dari biomolekuler sampai masalah
klinis. Majalah Obebstetri dan Ginekologi 2002.10 (1) : 43-50.
17. Burney RO and Giudice LC. Pathogenesis and pathophysiology of
endometriosis. Fertil Steril 2012 ; 98:511-9.
18. Lebovic Di, Mueller M, Taylor RN. Immunobiology of endometriosis.
Fetril Steril 2001, 75(1): 1-10.
19. HIFERI. Konsensus tatalaksana nyeri haid pada endometriosis. 2013.
NYERI
curiga endometriosis

Anamnesis : dismenore, dispareuni & nyeri yang lain

1. Belum menikah / remaja 2. sudah menikah/ belum ingin anak 3. perimenopause

Tentukan apakah terdapat massa ( endometrioma) atau tidak dengan colok dubur / USG abdomen
PKK
Progestogen
Selama 3 bulan
Nyeri tidak hilang

Massa - Massa +
Laparoskopi ablasi - eksisi Nyeri

Tidak hilang
Terapi empiris :
NSAID
PKK Selama 1-3 bulan
Massa – 4 cm Massa ≥ 4 cm

Laparoskopi
kistektomi,
Lanjutkan terapi ablasi -
Nyeri hilang
PKK / eksisi
Progestogen
Selama 3 bulan Selanjutnya lihat
Usia penderita

Lanjutkan dengan Usia ≤ 18 Usia > 18


tahun
tahun

PKK kontinu 178

3 bulan
Agonis GnRH + add-bac
3-6 bulan
NYERI
curiga endometriosis

Anamnesis : dismenore, dispareuni & nyeri yang lain

2. Belum menikah / remaja 2. sudah menikah/ belum ingin anak 3. perimenopause

Tentukan apakah terdapat massa ( endometrioma) atau tidak dengan pemeriksaan dalam / USG transvagina

2. selanjutnya sama dengan penatalaksanaan untuk yang belum menikah / remaja

3.

Massa – Massa +
Terapi empiris :
NSAID
PKK
Selama 1-3 bulan

Nyeri hilang Nyeri tidak hilang

Lanjutkan terapi
Pertimbangkan
 PKK /terapi bedah konservatif atau radikal TAH-BSO dengan tambahan terapi hormon estrogen progest
 Progestogen

Selama 3 bulan

179
INFERTILITAS
curiga endometriosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait


diagnosis endometriosis

Lakukan tindakan laparoskopi


untuk visualisasi stadium endometriosis
berdasarkan klasifikasi “ASRM”

Stadium 1 atau 2 Stadium 3 atau 4

Laparoskopi ablasi Laparoskopi ablasi – eksisi


atau eksisi
restorasi organ reproduksi

Perhatikan usia penderita Periksa cadangan ovarium

Usia < 35 tahun Usia ≥ 35 tahun

Expectan Periksa Abnormal Normal


t 3-6 cadangan ovarium
bulan
Bila tidak

hamil
Inseminasi intra uteri Normal Stimulasi ovarium
minimal
bila tetap

tidak hamil
Fertilitasi in virto

Alogoritma penggunaan agonis GnRH selama 3 bulan sebelum fertilisasi in virto meningkatkan angka
kehamilan
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
INFERTILITAS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

27. No. ICD N.97

28. Diagnosis Infertilitas Wanita

29. Pengertian Infertilitas primer adalah kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual
secara teratur tanpa kontrasepsi.
Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan memiliki anak
walaupun telah melakukan hubungan harmonis selama 1 tahun tanpa
kontrasepsi, walau sebelumnya pernah hamil atau mempunyai anak .

30. Anamnesis 12. Menanyakan riwayat menstruasi dan membuat menogram dalam 3
bulan terakhir.
13. Menanyakan riwayat sosial terkait faktor risiko infertilitas
14. Menanyakan riwayat medis pasien sebelumnya
15. Menanyakan riwayat penggunaan kontrasepsi dan pengobatan
sebelumnya

31. Pemeriksaan Fisik 10. Pemeriksaan fisik umum


11. Pemeriksaan ginekologi

32. Kriteria Diagnosis 1. Pasangan belum memiliki anak setelah satu tahun
2. Hubungan seksual teratur (minimal 2 kali seminggu)
3. Tidak menggunakan kontrasepsi

7. Diagnosis Banding Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan ultrasonografi terkait fertilitas


2. Pemeriksaan fungsi ovulasi berupa kadar hormonal (LH, FSH,
progesteron, AMH, estradiol
3. Pemeriksaan klamidia trakomatis
4. Pemeriksaan uterus dan tuba (histerosalfingografi, SIS, histeroskopi-
laparokopi)
5. Pemeriksaan sperma analisa

Konsultasi 6. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fertilitas dan Endokrinologi


Reproduksi
7. Bagian Andrologi
8. Bagian Urologi

Perawatan Rumah Sakit Pasien rawat jalan. Rawat inap dilakukan bila akan dilakukan
pemeriksaan operatif seperti laparoskopi.
Terapi / tindakan Tatalaksana Terkait Kausa Infertilitas:
1. Faktor Uterus
- Endometriosis dan Adenomiosis : Laparoskopi, laparotomi, reseksi
/ prosedur Osada, Fertilisasi in Vitro
2. Gangguan Ovulasi
- SOPK : perubahan gaya hidup, induksi ovulasi
- SOPK resisten : induksi ovulasi dengan rFSH dosis rendah kronis,
laparoscopic drilling
- SOPK gagal lini kedua : FIV
- Hiperprolaktinemia : Agonis dopamine
- Cadangan ovarium menurun : kemungkinan FIV
- Gangguan hipofisis : induksi ovulasi dengan rFSH dan rLH
3. Faktor Tuba
- Oklusi tuba unilateral : laparoskopi atau laparotomi, rekonstruksi tuba
- Oklusi tuba bilateral : kemungkinan FIV
- Hidrosalfing bilateral : laparoskopi salfingektomi, kemungkinan FIV

Tempat Pelayanan Ruang poliklinik fertilitas, ruang tindakan, ruang operasi, ruang pulih

Penyulit Hamil ektopik, OHSS, hamil kembar, perdarahan, infeksi

Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur diagnosis, terapi dan risiko tindakan
lainnya).

Tenaga Standar 9. PPDS I Obgin tk senior B


10. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan Satu hingga beberapa siklus

Masa Pemulihan 1-3 hari, tergantung besar rindakan

Hasil Kehamilan

Patologi Biopsi endometrium, dan biopsi jaringan yang dieksisi pada tindakan
diagnostic atau kuratif

Otopsi Tidak diperlukan

Prognosis Tergantung pada jenis kelainan dan berat ringan derajat penyakit

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108, Klinik bayi tabung

Tingkat Evidens & - 84% pasangan yang berhubungan rutin tanpa kontrasesi akan
Rekomendasi mengalami kehamilan dalam setahun pertama dan 92% dalam tahun
kedua (Level 3,4)
- Merokok dan alkohol dapat menurunkan tingkat kesuburan (Level
2,3)
- Wanita dengan IMT >29 kg/m 2 mungkin memerlukan waktu yang
lebih lama untuk hamil dan menurunkan massa tubuh dapat
membantu meningkatkan kemungkinan kehamilan (Level 2)
- Pemeriksaan progesteron fase midluteal sebaiknya dilakukan pada
wanita infertil dengan menstruasi regular (Level 2)
- Pemeriksaan klamidia trakomatis sebaiknya ditawarkan sebelum
instrumentasi uteri (Level 2)
- Wanita tanpa komorbiditas yang diketahui (PRP, KET sebelumnya,
endometriosis) sebaiknya menjalani HSG untuk penapisan oklusi tuba
(Level 2)
- Pasien sebaiknya tidak dianjurkan menjalani histeroskopi saja untuk
koreksi kelainan uterus, karena manfaat terhadap tingkat kehamilan
belum diketahui, kecuali ada indikasi medis (Level 2)
- Pemeriksaan lender serviks passka koitus tidak rutin dilakukan
(Level1)
- Klomifen sitrat dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II
sebagai lini pertama dalam 12 bulan (Level 1) dengan risiko
kehamilan ganda (Level 2), serta pada infertilitas idiopatik (Level 1)
- Metformin dapat diberikan pada penderita SPOK resisten klomifen
sitrat dengan IMT >25 kg/m2
- Gonadotropin dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II
yang tidak mengalami ovulasi dengan klomifen sitrat, serta pada
prosedur FIV (Level 1)
- GnRH analog dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas I
secara pulsatil (Level 2) dan sebagai downregulator pada prosedur
FIV (Level 1)
- Agonis dopamine dapat diberikan pada penderita gangguan ovulasi
WHO kelas IV (Level 1)
- Ablasi atatu reseksi operatif dapat meningkatkan kemungkinan
kehamilan pada beberapa kondisi, seperti endometriosis minimal
ringan (Level 1), endometrioma ovarium (Level 1), dan endometriosis
sedang berat (Level 2)
- Inseminasi intrauterine dapat ditawarkan pada penderita fertilitas pria
ringan, infertilitas idiopatik, dan endometriosis minimal ringan
sebanyak hingga 6 siklus (Level 1)

Indikator Medis Keberhasilan FIV per siklus berdasarkan usia wanita:


- 23-35 tahun : >20%
- 36-38 tahun : 15%
- 39 tahun : 10%
- 40 tahun atau lebih : 6%

Edukasi Hindari konsumsi alkohol, merokok, manajemen stress, olahraga ringan


sedang, pengaturan indeks massa tubuh, efek samping dan kemungkinan
keberhasilan terapi.

Kepustakaan 20. RCOG. Fertility: assessment and treatment for people with fertility
problems. 2004
21. Schorge J, Schaffer J, Halvorson L, Hoffman B, Bradshaw K,
Cunningham. Williams Gynacology: McGraw-Hill
22. WHO. Infertility. 2013
23. ASRM Defiitions of infertility and recurrent pregnancy loss: a
committee opinion. Fertil Steril. 2013;Jan 99 (1):63
24. Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. 2010
25. Kamath M, Bhattcharya S. Best practice & research clinical obstetrics
and gynaecology. 2012
26. Belen A,Jacobs H. Infertility in practice. Leeds and UK: Elsevier
Science;2003
27. World Health Organization. WHO manual for standardized
investigation and diagnosis of the infertile couple. Cambridge:
Cambridge university press. 2000

Algoritma Penanganan Infertilitas


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
MENOPAUSE
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

No. ICD N95.1


Diagnosis Menopause
Pengertian Menopause
Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen,
dipastikan setelah: amenore 12 bulan dan bila dilakukan pemeriksaan
ditandai oleh kadar FSH tinggi (>35 mIU/ml) dengan Estradiol rendah
(<30 pg/ml)
Perimenopause(klimaterium)
Masa perubahan antara premenepause dan pasca menopause (sampai
12 bulan setelah menopause), ditandai dengan haid mulai tidak
teratur,oligomenorea,menoragia,PMS, dismeneroa, serta muncul
keluhan klimaterik, dengan kadar pemeriksaan FSH, LH dan Estrogen
yang bervariasi.
Pasca menopause
Masa setelah menopause sampai masa senium yang dimulai setelah 12
bulan amenore dengan keluhan klimaterik dan ditemui kadar FSH dan LH
yang tinggi serta Estradiol yang rendah
Senium
Masa pasca menopause lanjut sampai usia > 65 tahun.
Menopause iatrogenik adalah pengangkatan kedua ovarium atau
kerusakan ovarium akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatika, atau
penyebab lainnya.
Menopause prekok
Menopause yang terjadi pada usia <40 tahun yang itandai dengan
keluhan maupun profil hormon FSH, LH dan Estradiol sama seperti masa
menopause alamiah

Anamnesis 16. Ditanyakan pola haidnya, haid tidak teratur atau amenore
17. Apakah ada keluhan klimatorik
Jangka pendek :
- vasomotorik : semburan panas (hot flushes)
- Jantung berebar-debar
- Sakit kepala
- Keringat banyak di malam
hari Jangka panjang :
- Osteoporosis
- Aterosklerosis
- Penyakit jantung koroner
- Stroke
- Demensia tipe Alzeimer
- Kanker usus berat
Urogenital :
Nyeri senggama, vagina kering, keputihan dan infeksi, perdarahan
pasca senggama, ISK, disuria, inkontinensia urin, gatal pada vagina
dan vulva, mudah iritasi, prolaps organ panggul.
Keluhan psikologik :
Perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, cepat marah,
konsentrasi menururn, perubahan perilaku, gangguan libido, dan
depresi
Kulit dan kuku :
Kering, menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh berwarna kuning
Tulang dan otot :Myalgia dan atralgia :
Mata :Keratokonjungtivitis sika
Rambut :Menipis, dapat tumbuh rambut di sekitar bibir dan telinga
Metabolisme :Hiperkolesterolimia (LDL meningkat, HDL menurun)

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum


- Status Generalis
- Status Ginekologi

Kriteria Diagnosis 7. Wanita usia 40-65 tahun


8. Amenore lebih dari 6 bulan
9. Anamnesa keluhan sesuai dengan gejala klinis klimatorik
10. Laboratorium FSH tinggi (> 35mIU/ml) dan Estradiol rendah (<
30 pg/ml)

Diagnosis Banding -
Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan kadar FSH ,LH dan Estradiol
2. Pemeriksaan fungsi tyroid (TSH dan FT4)
Dilakukan jika didapatkan keluhan klimatorik (vasomotor) tetapi hasil
FSH, LH, dan Estradiol normal
3. Pemeriksaan Densitometer
Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan
faktor risiko osteoporosis seperti menopause dini, pasca menopause,
telat menarche, kurus, kurang olah raga, kurang aktivitas, kebiasaan
merokok, minum kopi, soda dan alkohol, diet rendah kalsium, nyeri
tulang dengan penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan
hipertyroid.
Hasil densitometer berupa T-skor dan Z-skor
T-skor adalah skor yang memfasilitasi klasifikasi wanita ke dalam
risiko untuk berkembang menjadi osteoporosis, sedangkan Z-skor
adalah skor yang digunakan untuk memperkirakan risiko fraktur di
masa yang akan datang. Z-skor menentukan perbedaan nilai simpang
baku wanita dibandingkan dengan wanita dengan usia yang sama
tanpa osteoporosis.
Nilai T-skor >-1 SD : densitas tulang normal
Nilai T-skor di antara -1 dan -2,5 SD : osteopenia
Nilai T-skor <-2,5 SD : osteoporosis
Nilai T-skor <2,5 : osteoporosis berat dan telah terjadi patah tulang
Konsultasi Bagian Obstetri dan ginekologi divisi FER.

Perawatan Rumah Sakit Tidak perlu perawatan di Rumah sakit

Terapi / tindakan Terapi sulih hormon (HRT)


Prinsip dasar terapi :
1. Untuk wanita yang masih memiliki uterus, pemberian estrogen
harus selalu dikombinasikan dengan progestogen. Tujuan
penambahan progestogen adalah untuk mencegah kanker
endometrium.
2. Untuk wanita tanpa uterus, maka cukup pemberian estrogen
saja dan estrogen diberikan secara kontinu (tanpa istirahat)
3. Pada wanita perimenopause yang masih haid dan masih tetap
menginginkan haid, sulih hormon diberikan secara sekuensial.
Contohnya estrogen diberikan mulai hari pertama haid sampai
hari ke-26 haid, dan progestogen diberikan mulai hari ke-13 haid
sampai hari ke-26 haid. Dua sampai 3 hari setelah obat habis,
biasanya akan terjadi perdarahan lucut, dan setelah itu antara
hari pertama sampai hari ke-5 haid dimulai lagi dengan sulih
hormon yang baru. Pada pemberian secara sekuensial
progestogen harus diberikan 10-14 hari
4. Pada wanita pascamenopause yang masih menginginkan haid,
sulih hormon diberikan secara sekuensial. Bila dengan
pemberian secara sekuensial ternyata tidak juga haid, maka sulih
hormon diberikan secara kontinu saja
5. Pada wanita pasca menopause yang tidak menginginkan haid
lagi, sulih hormon diberikan secara kontinu
6. Jenis estrogen yang digunakan adalah jenis estrogen alamiah,
dan jenis progestogen yang diberikan adalah jenis yang mirip
dengan progestogen alamiah,
7. Pemberian Dimulai dengan dosis rendah
8. Pada wanita dengan gangguan libido, estrogen dapat
dikombinasikan dengan androgen, atau diberikan sulih hormon
yang salah satu komponennya memiliki sifat androgenik
Jenis Estrogen yang dianjurkan :
- Estrogen equin konjugasi 0,3-0,625mg
- 17 β estradiol 1-2 mg
- Estradiol valerat 1-2 mg
- Estropipate 0,625-1,25mg
Jenis Progestogen yang
dianjurkan
- Progesteron :pemberian sekuensial 300mg dan kontinu 100mg
- Spiroteron asetat: Sekuensial 1 mg dan kontinu 1mg
- Meroksiprogesteron asetat(MPA) : Sekuensial 10 mg dan
kontinu 2,5 mg
- Didrogesteron : Sekuensial 10 mg dan kontinu 10 mg
- Klormardinon aseta (KMA) : Sekuensial 1-2 mg dan
kontinu 1-2mg
- Nomogestrel asetat : Sekuensial 5 mg dan kontinu 2,5mg
Cara Pemberian :
- Oral : pemberian yang utama dan dianjurkan
- Sublingual
- Transdermal : plester koyok atau gel 50-100mcg
- Semprot hidung : 2kali semprot dengan dosis 300mcg
- Implant dan intramuskuler : jarang digunakan karena banyak
meninmbulkan efek perdarahan
- Vaginal krem :hanya untuk pengobatan lokal pada vagina.

Tempat Pelayanan Ruang poliklinik

Penyulit Efek samping Terapi Sulih Hormon


- Nyeri payu dara
- Peningkatan berat badan
- Sakit kepala
- Keputihan
- Perdarahan
Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan inspeksi, USG, dan
prosedur lainnya).

Tenaga Standar 11. PPDS I Obgin tingkat senior B dan senior Advance
12. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan -

Hasil Keluhan berkurang sampai menghilang

Patologi Tidak diperlukan

Otopsi Tidak diperlukan

Prognosis Dubius ad bonam.

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik ( setelah pemberian Terapi Sulih Hormon)


- Kontrol 1 bulan
: pemeriksaan TD, BB, dan keluhan efek samping
- Kontrol 3 bulan
: pemeriksaan TD, BB, dan ditanyakan ulang keluhan efek
samping
- Kontrol 6 bulan
: pemeriksaan TD, BB, keluhan efek samping, pemeriksaan
ginekologi, Papsmear,pemeriksaan kimia arah jika ada indikasi
- Kontrol 12 bulan
: dianjurkan Mamografi dan USG payudara, analisa hormon FSH,
LH dan Estradiol
Indikator Medis 1. Klinis : gejala klimaterik
2. Laboratorium : Kadar FSH, LH, dan Estradiol
3. USG Ginekologi dan payudara
4. Mamografi

Edukasi Konseling Menopause


Jika pasien memutuskan menggunakan Terapi Sulih Hormon, maka harus
dijelaskan mengenai cara penggunaan, lama penggunaan, manfaat
penggunaan serta efek samping yang dapat terjadi.

Kepustakaan 1. Baziad, Ali. Menopause. Dalam Endokrinologi Ginekologi edisi 3.


Jakarta.2008 Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.hal 115-143
2. Djuwantono,Tono.Bayuaji.Hartanto.Permadi.Wiryawan.
Permasalahan Menopause Saat Ini Dalam Step by Step
Penanganan Kelainan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas
Dalam praktek Sehari-Hari. Bandung. 2012 Departemen Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Hal
287 – 319.
3. Fritz,Marck A. Sperrof,Leon. Menopause and Perimenopause
Transisition in Clinical Gynecologic Endrocrinology and Infertility
University of North Carolina at Chapel Hill. USA.8th Edition P
673-678. Lippincott Williams and Wilkins.
4. Cunningham et.al. Reproductive Endocrinology, Infertility, and the
Menopause in Williams Gynecology 2nd Edition Department of
Obstetrics and GynecologyUniversity of Texas Southwestern
Medical Center at DallasParkland Health and Hospital System
Dallas, Texas. USA p 428-435
SkemaPenatalaksanaan Menopause

Menopause
Usia > 40 tahun dan < 40 tahun

Keluhan (+) Keluhan (-)

Ada sarana
Pencegahan Tidak Ada Sarana Usia amenore >6 bulan Tidak Ada Sarana Usia Amenorhea > 6 bulan

-FSH, LH,E2
Densitometer tulang HRT
USG
Rontgen tulang Konsultasi Bagian Lain
Konsultasi bagian lain

Observasi
-FSH > 40 IU/ml
-E2 < 30 pg/ml
-Sitologi: Atrofi Terapi
-Osteoporosi (+)
Pencegahan TTTTerapi Timbul Keluhan atau
Menopause > 1 tahun
-FSH dan E2 Normal tanpa keluhan
-Osteoporosi (+) Pencegahan
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

33. No. ICD

34. Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal

35. Pengertian Semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid
yang memanjang atau tidak beraturan

1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai


perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan
penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah.
Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi
PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi
untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari
3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan
yang cepat dibandingkan PUA akut.
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan
perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang
teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga
terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan
untuk menggantikan terminologi metroragia.

36. Anamnesis 18. Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB
yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan
keluarganya (Rekomendasi B). Perlu ditanyakan siklus haid
sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus
abnormal.
19. Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan
haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena
itu perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von
Willebrand (Rekomendasi B).
20. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu
koagulasi.
21. Penilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf
(PBAC) atau skor “perdarahan”. Data ini juga dapat digunakan untuk
diagnosis dan menilai kemajuan pengobatan PUA (Rekomendasi C).
22. Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan
hemostasis dengan sensitifitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan positif.
23. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi karena pemakaian
antikoagulan dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C1.

37. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas
keadaan hemodinamik.
2. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan.
3. Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen,
pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid,
galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang
(adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
4. Pemeriksaan Ginekologis

5. Kriteria Diagnosis Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics


(FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai
dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis,
leiomioma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory
dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified.

A. Polip (PUA-P)
Definisi :

bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan


kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium.

Gejala :

PUA.

Diagnostik :

histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.

endometrium yang memiliki vaskularisasi dan di lapisi oleh epitel


endometrium.

B. Adenomiosis (PUA-A)

Definisi :
m ektopik pada
lapisan miometrium

Gejala :

nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik.

abnormal.
Diagnostik

endometrium pada hasil histopatologi.

pemeriksaan MRI dan USG.


cukup untuk
mendiagnosis adenomiosis.

miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi


miometrium.

endometrium ektopik pada jaringan miometrium.

C. Leiomioma (PUA-L)

Definisi

Gejala

abdomen

Diagnostik

penyebab tunggal PUA.

hubungan mioma uteri dengan endometrium dan serosa lokasi, ukuran,


serta jumlah mioma uteri.

(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya;

subserosum.

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

Definisi :

endometrium

Gejala :

Diagnostik

merupakan penyebab penting PUA.


an hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi
FIGO dan WHO.

E. Coagulopathy (PUA-C)

Definisi :

uterus

Gejala :
Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik

yang terkait dengan PUA.

memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering ditemukan


adalah penyakit von Willebrand.

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Definisi

Gejala :

Diagnostik

manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang


bervariasi.

(PUD).
rdarahan ringan dan jarang,
hingga perdarahan haid banyak.

(SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat


badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.

G. Endometrial (PUA-E)

Definisi :

dengan terjadinya perdarahan uterus.

Gejala :

Diagnostik
siklus haid teratur.

lokal endometrium.

endothelin-
fibrinolisis.

yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.


-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada
siklus haid yang berovulasi.

H. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR.

estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau


breakthrough bleeding (BTB).

sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut :

koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin)


dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.

I. Not yet classified (PUA-N)


not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau
sulit dimasukkan dalam klasifikasi.

kronik atau malformasi arteri-vena.

6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Test Kehamilan
2. DL, BT/CT
3. PT, APTT, Fibirinogen, D-dimer
4. vWF, agregasi trombosit
5. SGOT/SGPT
6. FT4, TSH, FSH, LH, E2,SHGB, DHEAS
7. Ureum, Creatinin
8. GDS,
9. Pap smear
10. USG Transabdominal
11. USG Transvaginal
12. Progesteron serum
13. D & K atau biopsy untuk pengambilan sampel endometrium
14. SIS
15. Histeroskopi
16. Kolposkopi
8. Konsultasi 9. Bagian Penyakit Dalam

9. Perawatan Rumah Sakit 1. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang
stabil
2. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan
hemodinamik tidak stabil.
10. Terapi / tindakan Tergantung dari penyebab perdarahan

11. Tempat Pelayanan Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan
ginekologi.

12. Penyulit Syok hipovolemik, penyakit metabolik penyerta

13. Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan, pemeriksaan


penunjang yang akan dilakukan dan risiko tindakan lainnya).

14. Tenaga Standar 13. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B
14. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

15. Lama Perawatan Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.

16. Masa Pemulihan Tergantung penyebab perdarahan

17. Hasil Hemodinamik stabil dan penegakan diagnostik penyebab perdarahan

18. Patologi Dilakukan untuk kecurigaan penyebab kelainan struktural

19. Otopsi Tidak diperlukan

20. Prognosis Dubius ad bonam.

21. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

22. Tingkat Evidens &


Rekomendasi

23. Indikator Medis


24. Edukasi
25. Kepustakaan 1. Munro MG, Critchley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification
system (PALM-COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in
nongravid women of reproductive age. International journal of
gynaecology and obstetrics: the official organ of the International
Federation of Gynaecology and Obstetrics. 2011 Apr; 113(1): 3-13.
2. The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The
management of heavy menstrual bleeding ; Nice Guideline,
2007.
3. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F,
Gondry J, et al. Clinical practice guidelines on menorrhagia:
management of abnormal uterine bleeding before menopause.
European journal of obstetrics, gynecology, and reproductive
biology. 2008 Oct;152(2): 133-7.
4. Oehler MK, Rees MC. Menorrhagia: an update. Acta obstetricia et
gynecologica Scandinavica. 2003 May;82(5): 405-22.
Bagan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal akut dan banyak
Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Kronis
Panduan Investigasi Evaluasi Uterus
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ABORTUS
RSUP SANGLAH BERULANG
DENPASAR 2015

38. No. ICD 629.81 (ICD 9) N96 (ICD 10)


39. Diagnosis Abortus berulang
40. Pengertian Kejadian keguguran paling tidak sebanyak 2 kali atau lebih berturut-turut
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan/atau berat janin kurang
dari 500 gram

41. Anamnesis 24. Menanyakan keluhan saat ini, jumlah perdarahan dan adanya
jaringan yang keluar
25. Menanyakan adanya telat haid dan hari pertama haid terakhir
26. Menanyakan riwayat obstetrik sebelumnya
27. Menanyakan riwayat medis
42. Pemeriksaan Fisik 12. Pemeriksaan fisik umum
13. Pemeriksaan ginekologi
14. Pemeriksaan ultrasonografi
15. Pemeriksaan laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin,
bleeding time, cloting time, faal hemostasis
43. Kriteria Diagnosis 11. Wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau kurang
(terdapat riwayat terlambat haid dan dikonfirmasi dengan tes
kehamilan)
12. Terdapat perdarahan yang disertai dengan keluarnya hasil konsepsi
13. Riwayat keguguran sebelumnya sebanyak 2 kali atau lebih berturut-
turut dari anamnesis dengan pasien

44. Diagnosis Banding Abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus
komplit, missed abortion

45. Pemeriksaan Penunjang 7. Laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin,bleeding time, cloting
time, faal hemostasis
8. USG
9. Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mencari etiologi

46. Konsultasi 10. Bagian Obstetri dan Ginekologi divisi Fertilitas Endokrinologi dan
Reproduksi
11. Bagian Anestesi

47. Perawatan Rumah Sakit Pasien dirawat one day care

48. Terapi / tindakan Kuretase


5. Dengan perlindungan oksitosin drip bila > 12 minggu
6. Tanpa perlindungan oksitosin drip bila < 12 minggu
49. Tempat Pelayanan Ruang tindakan IRD Kebidanan
50. Penyulit Perdarahan, perforasi uterus, reaksi anafilaktik

51. Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur tindakan, tujuan, risiko dan
komplikasi, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi).

52. Tenaga Standar 15. PPDS I Obgin tk Senior A-senior B


16. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

53. Lama Perawatan One day care

54. Masa Pemulihan Dua jam post kuretase

55. Hasil Perdarahan berhenti

56. Patologi Anatomi Dikerjakan untuk konfirmasi keguguran dan mencari etiologi keguguran
berulang
57. Otopsi Tidak diperlukan

58. Prognosis Dubius ad bonam.

59. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108 satu minggu setelah kuretase.

60. Tingkat Evidens & - Menunda kehamilan berikutnya sampai sekitar 3 bulan post
Rekomendasi kuretase.(IIa/B)
- Perencanaan kehamilan berikutnya dengan mencari dan mengobati
etiologinya (IIb/C)

61. Indikator Medis 6. Perdarahan berhenti


7. Diikuti oleh kehamilan yang berhasil
62. Edukasi KB post kuretase, pemeriksaan patologi anatomi dan penunjang untuk
mencari etiologi, perencanaan kehamilan berikutnya

63. Kepustakaan 28. Fritz MA, Speroff L. Recurrent Eary Pregnancy Loss. In Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility, 8th edition, 2011.
29. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Abortion. In : Williams
Obstetrics, 23rd edition 2010.
30. Baziad, A. Panduan Tata Laksana Keguguran Berulang, HIFERI-POGI,
2010.
31. Handono B, Firman FW, Mose JC. Abortus Berulang, Refika Aditama,
2009.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

64. No. ICD

65. Diagnosis Sindroma Ovarium Polikistik

66. Pengertian Merupakan kumpulan gejala yang meliputi hiperandrogenisme,


anovulasi kronik, dengan gambaran morfologi ovarium yang polikistik
dengan USG yang berhubungan dengan kelainan endrokrin dan
metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar
hipofisis atau adrenal yang mendasarinya.

67. Anamnesis 28. Gangguan menstruasi, paling sering oligomenorea dan amenorea
29. Tanda-tanda adrogenisme : hirsutisme, akne, alopesia androgenic,
dan tanda-tanda lainnya.
30.
68. Pemeriksaan Fisik 26. Pemeriksaan fisik umum
27. Pemeriksaan fisik tanda hirsutisme dan hiperandrogen
( pertumbuhan bulu pada area tertentu, jerawat dll)
28. Kriteria Diagnosis Berdasarkan kriterian Rotterdam tahun 2003
1. Oligo atau anovulasi
2. Hiperandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi
3. Gambaran ovarium polikisrik pada pemeriksaan
ultrasonografi. Untuk mendiagnosis SPOK dibutuhkan minimal 2 dari 3
kriteria dan tidak diketemukan kelainan-kalainan endrokrinologis
lainnya, seperti congenital adrenal hyperplasia (CAH),
hiperprolaktinemia, kelainan
tiroid, ataupun tumor yang menghasilkan hormone androgen.
29. Diagnosis Banding 1Hyperplasia androgen kongenital non klasik
2.Tumor yang mensekresikan androgen
3Sindroma resistensi insulin berat
4Sindroma chusing
5.Hirsutisme idiopatik
30. Pemeriksaan Penunjang 17. USG : adanya 12 folikel atau lebih yang memiliki dameter 2-9 mm
pada masing-masing ovarium, atau peningkatan volum ovarium >
10 ml
18. FSH dan E2 serum
19. Testosterone, DHEA,Androsteneidon, SHBG
20. Kadar progesterone serum pada fase luteal putatif
21. Kadar glukosa dan insulin pada TTGO 2 jam

31. Konsultasi 12. Bagian Penyakit Dalam

32. Perawatan Rumah Sakit 3. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang
stabil
4. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan
hemodinamik tidak stabil.
33. Terapi / tindakan Tergantung dari penyebab perdarahan

34. Tempat Pelayanan Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan
ginekologi.

35. Penyulit Resistensi insulin, obesitas, kelainan hiperadrogenisme lainnya

36. Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan, pemeriksaan


penunjang yang akan dilakukan dan risiko tindakan lainnya).

37. Tenaga Standar 17. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B
18. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

38. Lama Perawatan Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.

39. Masa Pemulihan Tergantung keadaan umum pasien

40. Hasil Hemodinamik stabil

41. Patologi Tidak ada

42. Otopsi Tidak diperlukan

43. Prognosis Dubius ad bonam.

44. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108.

45. Tingkat Evidens &


Rekomendasi

46. Indikator Medis


47. Edukasi Perubahan gaya hisup menjadi gaya hidup sehat
48. Kepustakaan 5. HIFERI, Konsensus Infertilitas.2010
6. Norman RJ, Dewailly D, Lergo RS, Hickey TE. Polycystic
Ovary Syndrome. Lancet. 2007;370: 685-97
7. Ehrman DA. Polycystic Ovary Syndrome. N Eng J
Med 2005;352:1223-36
8. Firtz Marc A SL. Clinical Gynecologuc Endrocrinolgu and Infertility
8ed. New York : Lippincott Williams & Wilkins; 2011
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI INFEKSI
SALURAN KEMIH 2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N 31.2
2. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih (ISK)
3. Pengertian Jumlah kuman pada biakan urin > 100.000 cfu/ml
Etiologi:
 60-90% Escherichia .coli
 Bakteri gram negatif lain seperti Klebsiella pneumoniae dan
Proteus
 Mirabilis, Pseudomonas aeroginosa,
Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus aureus
 Bakteri gram positif : Enterocoocus faecalis, Streptpcoccus
agulactiae
Faktor Risiko
1. Trauma: sanggama, kateterisasi
2. Kehamilan
3. Bendungan (Prolaps)
4. Usia dan menopause
5. Penyakit sistemik: Diabetes Mellitus dan Lupus
Eritematosus
Faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan ISK pada
kehamilan, antara lain:
1. Perubahan morfologi pada kehamilan
2. Riwayat ISK
3. Kelompok sosial-ekonomi rendah
4. Aktivitas seksual
5. Penggunaan alat-alat medis
Jenis ISK:
1. Simptomatik
2. Asimptomatik
4. Anamnesis 1. Frekuensi, urgensi, nokturia, disuria
2. Rasa panas
3. Nyeri suprasimfisis
4. Prolaps uteri
5. Gejala pielonefritis akut:
a. Menggigil
b. Nausea
c. Malaise
d. Nyeri sudut kostovertebra
5. Pemeriksaan Fisik Nyeri suprasimfisis
6. Pemeriksaan Ginekologi Uretra: luka, tanda infeksi, pus, sistokel, prolaps lainnya
Bimanual: nyeri tekan di daerah suprasimfisis
7. Pemeriksaan Penunjang Dipstick urinalysis
 Pemeriksaan urin yang cepat, nyaman, murah dan
terbaik dikerjakan pada urin pertama pagi
 Dipengaruhi oleh pemberian obat phenazopyridine,
nitrofurantoin, metronidazole, vitamin B kompleks
 Cara kerjanya adalah dengan mendeteksi nitrit,
dimana bakteri gram negatif akan mengubah nitrat
menjadi nitrit.
 Dapat terjadi false negatif pada ISK yang disebabkan
oleh bakteri yg tidak menghasilkan nitrat
(enterobakter)

Urinalisis
Dikatakan positif apabila:
 Sel epitel ≥10/lp : kesan infeksi
 Lekosit ≥10WBC/lp dan eritrosit ≥ 2-3 RBC/lp + gejala
ISK
 Apabila terdapat casts maka merupakan ISK atas

Kultur urin dan tes sensitivitas


 Kultur tidak rutin dikerjakan pada semua ISK
 Ditemukan ≥100.000 cfu/ml
 50% ISK mempunyai ≤100.000 cfu/ml
 Sering kultur hanya 100 cfu/ml mempunyai gejala klinis
ISK
 Kultur (+) disertai dengan adanya gejala klinis 
meyakinkan adanya ISK
8. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
9. Diagnosis Banding -
10. Konsultasi 1. Mikrobiologi
2. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
11. Terapi / tindakan Asimptomatik
1. Anak-anak, orang tua dan ibu hamil, harus diobati dengan
antibiotik
2. Minum teratur yang lebih asam/jus
3. Menghindari faktor risiko

Simptomatik :
1. Sistitis
a. Tidak dirawat
b. Antibiotik Trimetropim atau Nitrofurantoin, Ampicilin
selama 5 - 7 hari
c. Fosfomycin trometamol (3g dosis tunggal) atau
sefalosporin oral generasi II dan III perlu
dipertimbangkan untuk terapi jangka pendek yang
efektif
d. Antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur
e. Analgetik dan antipiretik
f. Minum banyak
g. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang
2. PNA (Pielonephritis Akut)
a. Rawat pasang infus
b. Pemeriksaan darah lengkap termasuk: PO2, PCO2 dan
elektrolit
c. Keseimbangan cairan, dan pasang kateter trans uretra
d. Berikan cairan 2,5-3 liter
e. Antibiotik
 Gentamicin 5 mg / kgbb (maximum dosis awal 480
mg) IV sehari sekali untuk 3 hari, atau sampai hasil
sensitifitas ada dan
dikombinasi dengan ampisilin atau amoksisilin 2 g
IV dosis awal kemudian 1 g IV setiap 4 jam untuk 3
hari
 Cefazolin 1-2 g IV setiap 6 sampai 8 jam selama 3
hari atau
Ceftriaxone 1 g IV sekali sehari selama 3 hari atau
Cefotaxime 1 g IV setiap 8 jam selama 3 hari
Setelah 3 hari:
 Trimethoprim 300 mg oral setiap hari untuk 10 hari
Atau amoksisilin + asam klavulanat (500 + 125) 625
mg oral dua kali sehari untuk 10 hari (pada umur
kehamilan < 20 minggu)
f. Kultur urin dan darah
g. Antibiotik sesuai hasil kultur kalau sudah ada
h. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang

Tata laksana pada wanita hamil:


a. Pada ISK simptomatik diberikan terapi antibiotik
b. Pada kasus ISK asimtomatik, dilakukan kultur urin kuantitatif
pada kunjungan ANC pertama
c. Jika kultur urin negatif, tidak perlu dilakukan kultur urin
ulang
d. Jika kultur urin positif, dilakukan kultur urin ulang. Jika
hasilnya positif, maka diberikan antibiotik, dilanjutkan
dengan kultur urin tiap kunjungan ANC sampai saat
persalinan
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi Rekonstruksi, IRD Obgin, Ruang Obstetri
(Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Sesuai penyebab retensio urin
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi yang bertugas di Divisi
Uroginekologi & Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 1-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi.
23. Edukasi Minum cukup dan menghindari faktor risiko
24. Indikator Medis -
25. Kepustakaan 1. Arsyad MM.Infeksi kandung kemih nosokomial paska bedah
ginekologi berencana.Jakarta: Tesis bagian Obstetri dan
Ginekologi FKUI,1984.
2. Cardozo L.Urinary tract infection.New York,London,Tokyo:
Curchill Livingston 1997;351-9.
3. Freed SZ. In :Urology in pregnancy.Baltimore: Williams &
Wilkins,1982;107-112.
4. Harris RE,Thomas VL,Shelohor A.Asimptomatic bacteriuris
in pregnancy: Antibody-coated bacteriuria,renal
function,and intrauterine growth retardation. AM J Obstet
Gynecol 1976;126-20.
5. Kass EH. Pyelonephritis and bacteriuria. In: ARCH Intern
Med 1962; 50-56.
6. Lacy LS.Urinary tract infection. In:Buchetown BJ,Schmidt
JD.Gynecologic and Obstetric Urology.Philadelphia,London,
Toronto: WB Saunders Co, 1978; 301-24.
7. Marchant DJ. Effects of pregnancy and progestational
agent of urinary tract. AM J Obstet Gynecol 1972;112: 487.
8. Ocviyanti D, Santoso BI, Junizaf. Penggunaan tes nitrit dan
tes esterase leukosit untuk penapisan bakteriuria tanpa
gejala pada wanita hamil. Maj Obstet Ginekol Indones,1996;
20:83.
9. Scottish intercollegiate guideline network. Management of
suspected bacterial urinary tract infection in adults. A
national clinical guideline, July 2006.
Bagan Alur Penanganan ISK pada Kehamilan

Simptomatik Bakteriuria (17-20% kehamilan) Asimptomatik Bakteriuria

B Tata Laksana Antibiotika


A Kultur urin kuantitatif SKRINING RUTIN ANC kunjungan pertama

Tidak perlu kultur ulang


TIDAK
Kultur positif

A Kultur urin ulang

A ANTIBIOTIK

A Kultur urin ulang tiap kunjungan ANC sampai persalinan


Bagan Alur Penanganan ISK pada Wanita Tidak Hamil

B Trimetropim / Nitrofurantoin selama 3 hari


Tanda dan Gejala ISK:
Disuria, urgensi, frekuensi jika gejala < 2, poliuria.
Nyeri suprapubik, demam, nyeri sudut kostovertebra.
B Dipstick

Antibiotik Empiris

Infeksi Saluran Kemih (ISK) PNA

Kultur Urin

A Terapi antibiotika empiris /


Siprofloksasin 500 mg
selama 7 hari

Terapi disesuaikan dengan


hasil kultur

Ulangi kultur paska


pemberian antibiotika

142
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RETENSIO URIN
2015

RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD N 31.2
2. Diagnosis Retensio Urin
3. Pengertian Tidak adanya proses berkemih secara spontan enam jam setelah
kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan
urin sisa > 200 ml untuk kasus obstetri dan urin sisa > 100 ml untuk
kasus ginekologi.
4. Anamnesis 1. Rasa tidak lampias setelah berkemih
2. Waktu berkemih menjadi lama
3. Frekuensi berkemih lebih lama
4. Tidak bisa berkemih
5. Distensi abdomen, sering disangka sebagai kista intra abdomen
6. Sensasi ingin berkemih (kandung kemih merasa penuh)
5. Pemeriksaan Fisik 1. Palpasi abdomen: teraba massa kistik di daerah suprasimpisis
2. Pemeriksaan bimanual: terasa massa kistik mendesak dinding
vagina anterior bagian proksimal
6. Pemeriksaan 1. USG
Penunjang 2. Kateterisasi
3. Res urin
4. Residu urin
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding Kista ovarium
9. Konsultasi  Mikrobiologi
 Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
 SMF Urologi
 SMF Neurologi
10. Perawatan Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Pasang kateter
2. Banyak minum 2 – 3 liter/hari
3. Antibiotika 5 – 7 hari
4. Urin segera dikultur dan antibiotika disesuaikan bila hasil kultur
sudah didapat
5. Siprofloksasin 2 x 500 mg dan Sulbactam 3 x 500 mg
6. Prostaglandin E2: misoprostol 2 x 200 mcg
12. Tempat Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan
Pelayanan Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Sesuai penyebab retensio urine
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Uroginekologi &
Rekonstruksi
2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi &
Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 1-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Minum cukup, tidak menahan BAK
25. Kepustakaan 1. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia
2. Tanton SL. Ed. Clinical Gynaecologic Urology. Mosby, 1984.
3. Cardozo L. Voiding Difficulties and retention. In: Clinical
Urogynecology: The King’s Approach. 1st ed. Churrchill Livingstone,
London. 1977; 307-308.
4. Ramsey S, Palmer M. The management of female urinary
retention. International Urology and Nefrology. 2006: 38: 533-
535.
5. djusad S. Penatalaksanaan retensio ruin pada kasus obstetrik dan
ginekologi. Simposium Sehari Penatalaksaan Mutakhir Gangguan
Berkemih Pada Wanita. Jakarta 2002.
6. Kartono H, Santoso BI, Junizaf. Thesis perbandingan penggunaan
kateter menetap selama 6 jam dan 24 jam pasca seksio sesarea
dalam pencegahan retensio urin, 1998.
7. Rahardjo P, Santoso BI, Junizaf. Thesis penggunaan Prostaglandin
E2 Intravagina dalam usaha mencegah retensio urin pasca
histerektomi vaginal yang disertai kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi, 1999.
Bagan Alur Penanganan Retensio Urin

Retensio Urin

Periksa residu urin pasca berkemih  katerisasi Urinalisa, kultur Urin


Antibiotik, hidrasi 3 ltr/hari, Prostaglandin 2x200mcg

< 500 ml < 500-1000 ml 1000-2000 ml >2000 ml

Dauer kateter 1 x 24 jam


Dauer kateter Dauer kateter Dauer kateter 3 x 24 jam
intermiten 2 x 24 jam

Buka-tutup kateter/4 jam (selama 24 jam) Kecuali bisa BAK, dapat dibuka segera

Kateter dilepas pagi hari


Evaluasi 4-5 jam kemudian

Bisa BAK spontan Tidak bisa BAK spontan


Cek residu urin

Obstetri ≥ 200ml Obstetri < 200ml Pulang


Ginekologi ≥ 100 ml Ginekologi <100 ml

Intermiten : katerisasi tiap 5 jam selama 24 jam


PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RUPTUR PERINEUM DERAJAT I & II
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD O70.0; O70.1
2. Diagnosis Ruptur perineum derajat I &II
3. Pengertian Ruptur perineum adalah robekan atau terkoyaknya jaringan
perineum (bagian yang terletak antara vulva dan anus) secara
paksa.

1. Derajat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina


dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
2. Derajat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai
selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei
transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.
4. Anamnesis 1. Adanya robekan pada perineum pasca persalinan baik spontan
atau dengan episiotomi.
2. Adanya riwayat trauma benda tajam ataupun tumpul
(kecelakaan)
5. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Tampak luka lecet atau luka robek pada perineum
Palpasi : Teraba robekan pada perineum, tidak mengenai sfingter
ani.
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
7. Diagnosis Banding -
8. Pemeriksaan -
Penunjang
9. Konsultasi -
10. Perawatan Rumah Perawatan post partum ruang rawat obstetri (Bakung Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Hygiene vulva
2. Repair dilakukan dengan anestesi lokal
3. Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan
tahapan repair
4. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis
menggunakan benang poliglactin 2.0.
5. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau
satu-satu dengan benang polyglactin (chromic no. 2.0)
6. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan mukosa
rektum tidak terkena
12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin.
13. Penyulit Infeksi
14. Informed Consent Ya, tertulis.
15. Tenaga Standar Dokter PPDS I Obgin tingkat Junior B ke atas
16. Lama Perawatan Selama 3 hari pasca pemberian antibiotik adekuat
17. Masa Pemulihan 42 hari
18. Hasil Kembalinya fungsi fisiologis
19. Patologi Tidak diperlukan.
20. Otopsi Tidak diperlukan.
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Vulva hyegene
25. Kepustakaan 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia
2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI. Anal-
sphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J Med
1993;329:1905–11.
3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A.
Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum endosonography
to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol 2000;95:643–7
4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR,
O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage.
Obstet Gynecol 1998;92:955–61.
5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and
third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3.
6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk
PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal
lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RUPTUR PERINEUM DERAJAT III & IV
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD O 70.2; O 70.3
2. Diagnosis Ruptur perineum derajat III & IV
3. Pengertian Ruptur perineum adalah robekan atau terkoyaknya jaringan
perineum hingga mengenai sfingter ani dan mukosa rektum

1. Derajat III :
a. IIIa : Robekan otot sfingter ani eksterna < 50%
b. IIIb : Robekan otot sfingter ani eksterna > 50 %
c. IIIc : Robekan sudah termasuk otot sfingter ani
interna
2. Derajat IV : Derajat III + mukosa anus
4. Anamnesis Adanya robekan pada perineum pasca persalinan yang
mengenai sfingter ani atau mukosa rektum
Faktor risiko :
1. Persalinan dengan bayi besar
2. Persalinan dengan instrumentasi
3. Penatalaksanaan persalinan yang kurang tepat
5. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi : Tampak luka robek perineum hingga mengenai
sfingter ani
atau mukosa rektum
b. Palpasi : Teraba robekan pada perineum hingga mengenai
sfingter ani atau mukosa rectum
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis & Pemeriksaan fisik
7. Diagnosis Banding -
8. Pemeriksaan Penunjang -
9. Konsultasi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan
Uroginekologi dan Rekonstruksi
10. Perawatan Rumah Sakit Perawatan post partum (Bakung Timur) dan komplikasi ruptur
perineum
11. Terapi / tindakan 1. Hygiene vulva
2. Reparasi dilakukan dengan anestesi lokal yang adekuat
3. Konsultan yang berpengalaman harus ada pada saat
reparasi robekan derajat 3 dan 4
4. Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis
diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi
pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena
5. Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan
tahapan repair
6. Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair menggunakan
benang poliglactin 3.0 dengan simpul berada pada mukosa
rektum (intra lumen)
7. Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0
polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode
interrupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit
dengan benang (PDS) 2.0 dengan metode overlapping atau
end to end.
8. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis
menggunakan benang poliglactin 2.0.
9. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau
interuptus dengan benang polyglactin (chromic no. 2.0)
10. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa
repair intak

Tatalaksana pasca reparasi :


1. Analgesik adekuat, hindari analgesik yang mengandung
codein karena menyebabkan konstipasi, seperti analgesik
antiinflamasi nonsteroid atau paracetamol oral
2. Hindari analgesik perrektal
3. Laksan atau pelunak tinja disarankan selama 7-10 hari
(seperti laktulosa +/- fybogel) untuk menhindari konstipasi
4. Pemberian antibiotika pasca penjahitan
5. Hygiene vulva
6. Diet tinggi serat
7. Lakukan latihan otot dasar panggul
8. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi
12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin.
13. Penyulit Infeksi
14. Informed Consent Ya, tertulis.
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan
Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. Dokter PPDS I Obgin tingkat Senior B ke atas.
16. Lama Perawatan Selama 3 hari pasca pemberian antibiotik adekuat dan pasien
harus BAB Spontan
17. Masa Pemulihan Selama 3 Bulan
18. Hasil Kembalinya fungsi fisiologis
19. Patologi Tidak diperlukan.
20. Otopsi Tidak diperlukan.
21. Prognosis Dubia ad bonam
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108
23. Indikator Medis -
24. Edukasi 1. Vulva hiegene
2. Diet tinggi serat
3. Latihan otot dasar panggul
4. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi
25. Kepustakaan 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia
2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI.
Anal-sphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J
Med 1993;329:1905–11.
3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A.
Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum
endosonography to predict fecal incontinence. Obstet
Gynecol 2000;95:643–7
4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR,
O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter
damage. Obstet Gynecol 1998;92:955–61.
5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and
third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3.
6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ,
Verkerk PH. Episiotomies and the occurrence of severe
perineal lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RUPTUR PERINEUM LAMA DERAJAT III & IV
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD O 70.2; O 70.3
2. Diagnosis Ruptur perineum lama derajat III & IV
3. Pengertian 1. Satu dari 4 primipara menderita inkontinensia fekal setelah
persalinan dan ditemukan bukti adanya cedera sphingter ani
setelah melahirkan pervaginam.
2. Hingga 50% dari wanita dengan robekan perineum derajat 3
dan 4 setelah persalinan menderita inkontinensia fekal.
3. Perubahan gejala anal meliputi urgensi fekal dan inkontinensia
dari flatus, buang air besar cair, atau buang air besar padat.
4. Dan hal ini disebabkan karena luka perienum yang tidak
terjahit sempurna.
Definisi:
1. Derajat III : mengenai spingter ani eksterna
2. Derajat IV : mengenai spingter ani dan mukosa rektum
4. Anamnesis Pasien mengeluhkan inkontinensia fekal baik berupa flatus, buang
air besar cair, atau buang air besar padat
Faktor risiko
1. Jahitan perineum terdahulu yang kurang baik, sehingga luka
perineum tidak terjahit sempurna
2. Higiene vulva yang buruk
5. Pemeriksaan Fisik Terdapat luka perineum lama yang tidak terjahit sempurna
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis & Pemeriksaan fisik
7. Diagnosis Banding -
8. Pemeriksaan USG perineum/endoanal
Penunjang
9. Konsultasi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi &
Rekonstruksi
10. Perawatan Rumah Ruangan perawatan ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Hygiene vulva
2. Dilakukan reparasi minimal 3 bulan pasca repair awal
3. Reparasi dilakukan dengan anestesi regional yang adekuat
4. Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis
diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi
pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena.(Level
evidence IV)
5. Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan
tahapan repair
6. Dibuat sayatan untuk membuat luka baru
7. Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair dengan
menggunakan benang poliglactin 3.0
8. Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0
polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode
interupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit dengan
benang polydioxanone (PDS) 2.0 dengan metode overlapping
atau end to end.
9. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis
menggunakan benang poliglactin 2.0.
10. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau
interuptus dengan benang poliglactin (chromic no. 2.0)
11. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa repair
intak

Tatalaksana post operasi :


1. Analgetik adekuat, hindari analgetik yang mengandung kodein
karena menyebabkan konstipasi, seperti analgetik antinflamasi
nonsteroid (parasetamol oral)
2. Hindari analgetik per rektal
3. Laksan atau pelunak tinja disarankan selama 7-10 hari (seperti
laktulosa +/- fybogel) untuk menghindari konstipasi
4. Pemberian antibiotika post op
5. Hygiene vulva
6. Diet tinggi serat
7. Lakukan latihan otot dasar panggul
8. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi
12. Tempat Pelayanan Ruang operasi IBS
13. Penyulit Infeksi
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Selama 3 hari pasca pemberian antibiotik adekuat dan pasien harus
BAB Spontan
17. Masa Pemulihan Selama 3 Bulan
18. Hasil Kembalinya fungsi fisiologis
19. Patologi Tidak diperlukan.
20. Otopsi Tidak diperlukan.
21. Prognosis Dubia ad bonam
22. Tindak Lanjut Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
23. Indikator Medis -
24. Edukasi 1. Vulva hiegene
2. Diet tinggi serat
3. Latihan otot dasar panggul
4. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi
25. Kepustakaan 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia
2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI.
Anal-sphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J Med
1993;329:1905–11.
3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A.
Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum
endosonography to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol
2000;95:643–7
4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR,
O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage.
Obstet Gynecol 1998;92:955–61.
5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and
third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3.
6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk
PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal
lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
STRES INKONTINENSIA URIN
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD N39.3
2. Diagnosis Stres inkontinensia urin
3. Pengertian Stres inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak dapat
dikontrol, dapat dilihat secara obyektif, suatu masalah sosial
dan higienis.
Stres inkontinensia urin adalah suatu kelainan yang paling
banyak ditemukan dari seluruh inkontinensia urin yang ada.
Stres inkontinensia urin menurut (ICS) adalah keluarnya urin
yang tidak dapat dikontrol bila tekanan dalam kandung kemih
melebihi tekanan penutupan uretra; dalam keadaan ini
kandung kemih tidak aktif atau tidak berkontraksi.
Angka Kejadian:
20-53 %, angka kejadian ini sangat bervariasi karena
tergantung dari difinisi, cara penelitian dilakukan serta populasi
yang diteliti.
Etiologi
1. Hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra
bagian proksimal
2. Intrinsik sfingter uretra defisiensi.
Faktor risiko
1. Kehamilan
2. Persalinan
3. Paritas
4. Obesitas
5. Usia
6. Menopause
7. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan intra
abdominan meningkat, seperti: sakit paru yang kronik,
pemain olah raga angkat besi.
Patofisiologi
Kandung kemih dan uretra bagian proksimal disokong oleh
dinding vagina anterior, otot levator ani, fasia pubo servikalis,
fasia pubo uretralis dan arkustendenious, fasia pubo uretralis.
Pada keadaan persalinan pervaginam atau karena faktor-faktor
risiko lainnya, penyokong uretra proksimal dan leher kandung
kemih menjadi rusak atau melemah, sehingga bladder neck
dan uretra proksimal menjadi hipermobilitas. Bila tekanan intra
abdominal (tekanan transmisi) meningkat mendadak, tekanan
ini akan ditransmisikan pada seluruh organ-organ visera
termasuk pada kandung kemih, leher kandung kemih dan
uretra bagian proksimal. Tekanan transmisi pada kandung
kemih akan lebih tinggi dari pada tekanan transmisi yang
mengenai leher kandung kemih dan uretra. Hal ini akan
menyebabkan stres inkontinensia urin, seperti pada penderita
mendadak batuk, tertawa, bersin, melompat. Pada instrinsik
sfingter uretra defisiensi disebabkan oleh karena adanya tumor
pada onuh medula spinalis atau myelodisplasia, pasca radikal
vulvektomi, pasca radiasi, kekurangan estrogen dan trauma
pada uretra. Kelainan yang disebabkan disefisiensi uretra ini
disebut ISD (Intrinsik Sfingter Disefisiensi). Hipermobilitas
menyebabkan penyebab utama dari stres inkontinensia urin
yaitu sekitar 90-95%, sedangkan ISD sekitar 5-10%.
4. Anamnesis Keluar urin tanpa dapat dikontrol karena aktifitas tubuh, dan
urin dapat dilihat keluar dari uretra pada pemeriksaan bila
penderita disuruh batuk.
5. Pemeriksaan Fisik Diperhatikan adanya sistokel atau prolaps uteri pada stadium
lanjut. Penderita disuruh batuk, kemudian terlihat urin keluar
dari uretra. Perlu dilakukan pula penilaian urin sisa, bila urin
sisa lebih dari 100 cc kemungkinan penderita mengalami
retensio urin, bila urin sisa kurang dari 50 cc, maka penderita
mengalami kelainan stres inkontinensia urin.
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Q Test
Bila terdapat penyimpangan-penyimpangan lebih dari 30
maka penderita kemungkinan mengalami stres
inkontinensia urin
2. Bony Test
Penekanan uretra dengan dua jari, bila kandung kemih
terisi, penderita disuruh batuk maka urin tidak akan keluar
dari uretra sedangkan kalau tidak ditekan urin akan keluar.
3. Pemeriksaan Pad Test
Penderita disuruh minum sebanyak 500 cc kemudian dalam
waktu 30 menit penderita disuruh naik tangga, jalan dan
batuk-batuk. Lima belas menit kemudian penderita disuruh
duduk berdiri, duduk berdiri sebanyak 10 kali dan batuk
yang kuat serta mengambil barang yang jatuh di lantai.
Enam puluh menit setelah tes ini selesai (lama tes 60 menit).
Pad ditimbang dengan hasil kemungkinan:
a. Timbangan Pad bertambah 2 gram, ini berarti tidak ada
stres inkontinensia urin
b. Pad bertambah beratnya 2-10 gram disebut stres
inkontinensia urin derajat ringan
c. Pad bertambah 10-20 gram, ini berarti penderita
mengalami stres inkontinensia urin sedang
d. Pad bertambah beratnya 20-40 gram, ini berarti
penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat
berat.
e. Pad bertambah beratnya 40-50 gram, ini berarti
penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat
sangat berat.
4. Pemeriksaan Urodinamik
Pemeriksaan urodinamik dikerjakan hanya pada kasus-kasus
yang diragukan diagnostiknya atau terapi direncanakan
operatif.
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding Inkontinensia urin overflow
9. Konsultasi  Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
 SMF Rehabilitasi Medik
 SMF Bedah Urologi
10. Perawatan Rumah Sakit Ruang perawatan ginekologi (Cempaka Timur)
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif
a. Behavior therapy
b. Latihan Kegel
c. Latihan otot dasar panggul dengan Cone, Perineometri,
stimulator,
d. Pakai kateter atau pembalut
2. Operatif
a. Cara Marshal Marchetty Kraz (MMK)
b. Burch Colposuspensi
c. Sling dengan menggunakan fasialata, fasiagrasilis,
prolene dan rektus abdominis
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi konsultan
Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 2-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi
Uroginekologi dan Rekonstruksi
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Perawatan konservatif maupun operatif
25. Kepustakaan 1. Abrams P, Kitoury S, Wein L. Incontinence 1 st international
consultation on incontinence Monaco 1998; 581-652.
2. Cardozo L.Urogynecology. Churchill Livingtone, New York,
Edinburg, London, Tokyo 1997; 33-37, 231-278.
3. Heinemann London, Butther, Toronto, 1990; 16-30, 31-36,
89-109.
4. Ostergard DR, Bent AE; Urogynecology and Urodynamics
Theory and Practice. Williams & Wilkins, Baltimore,
London-Los Angeles, Sydney, 1991; 4-59, 493-502.
5. Scussler B, Laycock J, Nordan P, Stantuan S. Pelvic Floor
Preeducation. Springer-Verlag London Limited 1994; 9-14.
6. Suthorst J.R Frazer MI, Richmond DH, Haylen BH. Clinical
gynecological urology Butterworth Heinemann London,
Butther, Toronto 1990; 16-30, 31-36, 89-109.
7. Stanton LS. Clinical Gynecologic Urology. Mosby st Louis
Turonto 1984; 169-190.
8. Walter MD. Karane MM. Clinical Uroginecology. Mosby st
Louis Baltimore, London, Sydney, Turonto 1997; 6-13.
Bagan Alur Penanganan Stres Inkontinensia Urin

Inkontinensia Inkontinensia Inkontinensia


Aktivitas Fisik dengan dengan
gejala urgensi/frekuens
campuran i

Nilai apakah terdapat prolaps


Urodinamik

Strees Inkontinen sia


Inkontinensia Campuran Urge Incontinence Overflow
Incontin
e nce

Inkompeten Hipersen sitivitas kandung


si Spinkter kemih destrusor
Overactive Obstruksi outlet bladder

Underactiv
e
Jika terapi konservatifJika terapi konservatif gagal
destrusor

Stress - Neurostimulation - kateterisasi


inkontinec - Sacral blocade intermiten
e surgery: - Botulinumtoxi - Biofeedback
- Low n destrussor - Neurostimulation
tension sling injection - Correct anatomic
- Colposuspens - Bladder (conrrect
i on augmentation prolaps)
- Buling agents - Urinary diversion
- AUS
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
OVERACTIVE BLADDER atau OVERAKTIF KANDUNG KEMIH
RSUP SANGLAH (OKK)
DENPASAR 2015

1. No. ICD N32.81


2. Diagnosis Overactive Bladder atau Overaktif Kandung Kemih (OKK)

3. Pengertian Overactive bladder atau Overaktif kandung kemih (OKK)


merupakan bentuk inkontinensia urin yang sangat mengganggu
penderita yang menyebabkan penderita dapat stress, depresi,
gelisah dan gangguan konsentrasi, merasa malu dan mengisolasi
diri sehingga sangat berpengaruh pada kualitas hidup penderita.

Definisi Overactive bladder menurut ICS adalah kumpulan gejala


yang terdiri urgensi dengan atau tanpa urge incontinence
biasanya disertai frekuensi (berkemih lebih dari 8 kali/24 jam)
dan nokturia (bangun berkemih malam hari lebih dari satu kali),
tidak ada infeksi saluran kemih atau patologi lainnya.

Angka Kejadian:
16,5% pada wanita reproduksi, dan sekitar 20-40% dari seluruh
prevalensi inkontinensia urin. Prevalensi meningkat dengan
meningkatnya usia dan menopause.

Etiologi:
1. Kelainan neurogenik, disebut juga overactive kandung kemih
hiperefleksia. Kelainan yang menyebabkan OKK ini adalah
seperti penyakit Parkinson, multiple sklerosis, stroke, tumor
otak, trauma atau tumor medulla spinalis
2. Idiopatik, tidak jelas sebabnya mungkin karena saraf perifer
pada kandung kemih sendiri atau pada reseptor pada
kandung kemih, gangguan metabolisme, kelainan bawaan
dan lain-lain.

Gejala
1. Urgensi
2. Urge inkontinensia
3. Frekuensi
4. Nokturia
4. Anamnesis 1. Urgensi
2. Urge inkontinensia
3. Frekuensi
4. Nokturia
5. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pemeriksaan yang teliti untuk menghindarkan dari
infeksi saluran kemih (alat genital bawah), adanya sistokel dan
rektokel atau kekurangan hormonal.
6. Pemeriksaan 1. Urinalisis, dapat dilihat jumlah leukosit kurang dari 10.
Penunjang 2. Daftar harian berkemih dalam 24 jam yang dilakukan selama
3 hari, dari daftar harian berkemih ini dapat dilihat urgensi,
frekuensi, nokturia ataupun urge inkontinensia sekaligus
dapat mengetahui kapasitas kandung kemih serta faktor-
faktor yang mungkin berpengaruh pada kandung kemih ini.
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -
9. Konsultasi 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. SMF Rehabilitasi Medik
10. Perawatan Rumah Ruang rawat Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan A. Konservatif:
1. Behavior therapy
Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman
alkohol, minum terlalu banyak atau minuman yang dapat
merangsang kandung kemih dihindari atau dihentikan.
2. Bladder drill
3. Obat-obat antimuskarinik
4. Melakukan over distanded
5. Latihan otot dasar panggul seperti senam Kegel

B. Operatif:
1. Neuromodulasi
2. Sistoplasti
3. Suntikan Botox
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi &
Rekonstruksi
2. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan
Uroginekologi dan Rekontruksi
16. Lama Perawatan 3-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman alkohol,
minum terlalu banyak atau minuman yang dapat merangsang
kandung kemih dihindari atau dihentikan
25. Kepustakaan 1. Abrams P, Khoury B, Wein A. Incontinence. 1 st International
Consultation on Incontinence. June 28, 1998. Monaco p. 231-
245.
2. Abrams P, Wein A.J. The Overactive Bladder. A widespread
and treatable condition. Printed in Sweden by Nyströms
Tryckeri AB 1998.
3. Cardozo L. Urogynecology. Churchill. Livingstone, New York-
London-San Francisco-Tokyo 19997 p. 287-313.
4. Ostergard R.P, Bent E.A. Urogynecology and Urodynamic.
Williams & Wilkin’s. Baltimore-London-Los Angeles-Sydney
1996 p. 35-46, 465-490.
5. Staton L.S, Clinical Gynecologic Urology. The CV Mosby
Company. St. Louis-Toronto. 1998 p. 193-201.
6. Sutherst R.J., Frazer M.I. Richmond D.H. Haylen B.H. Clinical
Gynecological Urology. Butterworth-Heiman. London-
Boston-Singapore-Sydney-Toronto. 1990 p. 21-30, 111-130.
Bagan Alur Penanganan Overactive Bladder atau Overaktif Kandung Kemih (OKK)

Anamnesis, pemeriksaan fisik, urinalisis

Tanda dan gejala overactive bladder, urinalisa


Diagnosis negatif
belum jelas, diperlukan informasi tambahan

A Kultur urine, post-void residual urine assessment, bladder diary, kuisioner


Edukasi pasien:
Fungsi saluran
Keuntungan dan risiko terapi alternative setuju dengan tujuan perawatan

Pasien mengingikan terapi Bukan overactive Tanda dan


Bladder gejala
Behavioral treatment Perimbangkan menambahkan antimuskarinik overactiver
Tujuan tercapai Ikuti
bladder
A

Follow-up efektivitas dan efek samping

skarinik dengan penanganan


tujuan Tujuan tercapai
terapi tak tercapai, pasien menginginkan terapi lanjutan
amping (mulut kering, konstipasi); perimbangkan modifikasi dosisi atau anti- muskarinik lainnya yang efek

Follow-up efektivitas dan efek samping

k
Tujuan terapi tak
tercapai, pasien meninginginkan terapi lanjutan

sampingnya lebih sedi


Penilaian kembali assessment:
perimbangkan kultur urine, post-void
residual urine assessment
Kuisione simptom, prosedur diagnostic lain
yang diperlukan untuk differensial diagnosis

Tetap merupakan overactive bladder

Pertimbangkan pada beberapa pasien yang diseleksi:


Sacral Neuromodulation, peripheral tibial nerve stimulation, Intradestrusor anabotulinumtoxin (Botox
Multipel terapi dapat dilakukan, tetapi tidak boleh dikombinasikan

Tujuan
Pada
terapi
kasus
tercapai
yang jarang, pertimbangkan Urinary diversion atau augmentation cytoplasty
Follow-up efektivitas dan efek
samping
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI INKONTINENSIA
ALVI
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 R 17
2. Diagnosis Inkontinensia Alvi
3. Pengertian Ketidakmampuan untuk mengontrol pengeluaran gas, cairan atau
faeses yang padat melalui anus

Insidensi
Prevalensi : 0,3–2,2 %.

Etiologi
1. Kelainan atau penyakit saraf atau neurologi
a. Lesi di daerah solkus yang menyebabkan kerusakan pada
otot dasar panggul dan sfingter ani
b. Perubahan degeneratif dan usia yang menungkin
menyebabkan kegagalan sensorik dan kelemahan otot
sfingter ani
c. Penyakit metabolik seperti DM yang menyebabkan
penyakit autonum neuropati
d. Penyakit sistemis yang lain, Parkinson, multiple
sclerosis, miotonik distrofi dan lain-lain
2. Kelainan bawaan kolorektal, seperti anus imperforata,
agenesis rektal, Hirschsprungs dan koreksi yang tak
sempurna dari kelainan diatas, radang seperti ulseratif colitis,
fistula anovaginal dan tumor rektum
3. Kerusakan sfingter ani dan dasar panggul karena trauma
sfingter ani dan saraf pudendus dan robekan perineum akibat
episiotomi dan forsep
4. Prolaps rekti

Patofisiologi
Dua komponen yang penting yang menimbulkan inkontinensia
fekal yaitu otot sfingter ani dan pubo rektalis. Kontraksi otot
sfingter ani interna dapat bertahan lama sehingga membantu
penutupan liang anus sampai 85% dan ini cukup membuat
terjadinya kontinensia selama 24 jam termasuk waktu tidur.
Sfingter ani eksterna membantu sfingter ani interna pada
keadaan mendadak seperti pada batuk, berbangkis dan
sebagainya. Otot puborektalis akan membentuk sudut anorektal
dengan mengadakan sling sekeliling posterior pada tempat
hubungan anus dan rektum dan penting untuk mengontrol feses
yang padat, sedangkan kontraksi yang terus menerus dari sfingter
ani interna berperan penting untuk mengontrol feses cair. Aliran
darah yang mengalir pada arterio venosus (cusen) mengontrol
flaktus.
4. Anamnesis Tidak dapat mengontrol pengeluaran gas, cairan atau faeses yang
padat melalui anus
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologi
2. Pemeriksaan ginekologi, diperhatikan dinding vagina
kemungkinan ada prolaps genital
3. Pemeriksaan colok anus, untuk menilai tonus otot sfingter
ani serta daerah ampula rekti
6. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan gula darah
Penunjang untuk Diabetes Melitus
2. Pemeriksaan penunjang, anal manometri, Proktometrografi,
elektro neografiEndo anal ultrasound, MM Ray
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding Inkontinensia urin overflow
9. Konsultasi  Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
 SMF Rehabilitasi Medik
 SMF Neurologi
10. Perawatan Rumah Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif
a. Pengobatan, dengan tujuan agar feses mempunyai
bentuk semisolid sehingga dapat ditahan sampai waktu
yang tepat untuk dikeluarkan seperti hemodium
b. Bio feedback, melatih aktivitas anorektal dan dasar
panggul, untuk ini digunakan EMG atau Manometri
sebagai motivasi
2. Operatif, dilakukan sfingterorafi dan mungkin dengan
ekstended levator plati

Perawatan pos operatif


1. Makan lunak, banyak serat, pemberian antibiotika. Bila
penderita sudah bisa buang air besar pasien boleh
dipulangkan dengan makan lunak banyak serat sampai 2
minggu post operasi
2. Penderita pasca reparasi ruptura perinei total lama dan pasca
sfingterorafi dapat hamil seperti biasa, akan tetapi harus
melahirkan dengan operasi sesarea
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi konsultan
Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 2-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi

23. Indikator Medis -


24. Edukasi Perawatan konservatif maupun operatif
25. Kepustakaan 1. Abrams P, Kitoury S, Wein L. Incontinence 1 st international
consultation on incontinence Monaco 1998; 581-652.
2. Cardozo L.Urogynecology. Churchill Livingtone, New York,
Edinburg, London, Tokyo 1997; 33-37, 231-278.
3. Heinemann London, Butther, Toronto, 1990; 16-30, 31-36, 89-
109.
4. Ostergard DR, Bent AE; Urogynecology and Urodynamics
Theory and Practice. Williams & Wilkins, Baltimore, London-
Los Angeles, Sydney, 1991; 4-59, 493-502.
5. Scussler B, Laycock J, Nordan P, Stantuan S. Pelvic Floor
Preeducation. Springer-Verlag London Limited 1994; 9-14.
6. Suthorst J.R Frazer MI, Richmond DH, Haylen BH. Clinical
gynecological urology Butterworth Heinemann London,
Butther, Toronto 1990; 16-30, 31-36, 89-109.
7. Stanton LS. Clinical Gynecologic Urology. Mosby st Louis
Turonto 1984; 169-190.
8. Walter MD. Karane MM. Clinical Uroginecology. Mosby st
Louis Baltimore, London, Sydney, Turonto 1997; 6-13.
Bagan Alur Penanganan Inkontinensia Alvi

Anamnesis, Pemeriksaan, Grading klinik

Trauma obstetrik/ pembedahan/ neurologi


Masalah dan lainnya
lokal anorektal
Curiga prolaps rektal
Diare + Inkontinensi

Sigmoidoskopi/Kol onos-kopi/Barium Enema+ProfilSesuai

Terkonfir masi
Tidak terkonfir- masi
Gangguan
Loperamide/ Dephenoxylate/

Operasi Defekogr

Membaik Tidak
Manometri
Membaik Anorektal+Endoso nografi Anal+
Normal

Defek/kelemahDefek/kelemahan
an sfingter + Disinergi
Gangguans
sfingter +abnormal nsa defekasi± gangguan evakuasi

operasi Biofeedb Biofeedbac Biofeedbac Terapi


ack k atau k biofeedback untuk
Kolostomi memperbaiki
disinergi
Repair sfingter
anterior Injeksi
augmentasi

PNTML: Pudendal Nerve Terminal Latency  mengukur


integritas neuromuscular antara bagian terminal nervus pudenda
dan sfingter anal
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI FISTULA VAGINA
ANOREKTAL 2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N82.3, Q52.2
2. Diagnosis Fistula Vagina Anorektal
3. Pengertian Fistula rektovagina, biasanya terjadi akibat trauma obstetri dan
prevalensinya sangat jarang, sekitar 0,08 – 0,1%
Fistula vagina anorektal adalah terdapatnya lubang antara vagina
dengan rektum atau anal.

Etiologi
1. Trauma obstetri karena partus lama, tindakan penjahitan
ruptur
perinei total yang tidak baik
2. Radiasi
3. Tumor ganas
4. Kelainan bawaan
4. Anamnesis Terasa keluarnya flatus, cairan atau feses ke dalam vagina
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan ginekologi
Tampak lubang antara vagina dengan anus, terdapat faeses di
dalam vagina
2. Pemeriksaan colok anus, terdapat lubang antara rektum
dengan vagina
3. Pemeriksaan dengan sondase dari vagina tembus ke dalam
liang rektum atau anal
6. Pemeriksaan Tes biru metelin, sistoskopi, USG dan MRI
Penunjang
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika fistula sangat kecil maka
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -

9. Konsultasi 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi


2. SMF Radiologi
10. Perawatan Rumah Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Fistula yang baru pasca trauma obstetri dilakukan secara
konservatif dengan cara merawat luka fistula dengan baik
2. Fistula yang besar, dilakukan operasi setelah 3 bulan kemudian
3. Fistula pasca radiasi dilakukan operasi setelah 1 sampai 2 tahun
kemudian
4. Fistula karena bawaan, dapat dilakukan sesuai dengan keluhan
penderita
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan 3-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Makanan tinggi serat
25. Kepustakaan 1. Junizaf. Fistula vesiko vagina. Buku Ajar Uroginekologi.
Jakarta: Subbagian Uroginekologi Rekonstruksi Bagian
Obsetri & Ginekologi FKUI/RSCM; 2002. 16-9.
2. Devesa JM, Devesa M, Velasco GR, et al. Benign rectovaginal
fistulas: Management and Results of a personal series. Tech
Coloproctol. 2007; 11:134-128.
3. Tsang CBS, Rothenberg DA. Rectovaginal Fistulas.
Therapeutic options. Surg Clin N Am 1997; 77 (1): 9-114.
4. Benson JT. Atlas of Clinical Gynecology: Urogynecology and
Reconstructive Pelvic Surgery. Vol 5. Philadelphia: Current
Medicine;2000
5. World Health Organization;Department of Making Pregnancy
Safer. Obsetric Fistula. Guiding Principles For Clinical
Management and Programme Development.2006.
6. Dolea Carmen, AbouZhar Carla. Global Burden Of Obstructed
Labour in The Year 2000. World Health
Organization.Geneva;2003.
7. Suskhan, B. I Santoso, et al. Penatalaksanaan Fistula
Rektovaginal di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun
1985-1996. Indones J.Obstet Gunecol;1996. 20 (4):249-253.
8. Schwartz, Spencer S, Galloway DF. Principles of Surgery. 7th
ed. United States of America: Mc Graw Hill; 1999. 1309-1306.
9. Corman ML. Rectovaginal and Rectouretheral fistulas.
Colon& Rectal Surgery. 5th ed. Philadelphia: Lipincott Williams
& Wilkins; 2005. 333-345
10. Zinner MJ, Ashley SW. Enterovaginal Fistula. Mangiots’s
Abdominal Operations. 11th ed. USA; Mc Graw Hill; 2007.
2408-2391
11. Rothenberg DA, Goldberg SM. The Management of
Rectovaginal Fistulae. Surg Clin Am;1983;63(1):61-79
12. VenkateshKS, Ramanujum PS, Larson DM, et al. Anorectal
Complications of Vaginal Delivery. Dissease Colon Rectum.
1989;32:1039-41
13. Rakinic Jan, MD. Rectovaginal Fistula. eMedicine Clinical
Reference. 2006
14. Keighley MR, Williams NS. Rectovaginal Fistula. Surgery of
the Anus, Rectum &Colon. 2nd ed. London: WB
Saunders;2001. 1306-7
15. Bauer JJ, Gorfine SR, Kreel I, et al. Colorectal Surgery
Illustrated A Focussed Approach.USA; Mosby Year Book;
1993.
16. Ruiz D, Bashankaev B, Speranza J, Wexner SD. Graciloplasty
for Rectourethral, Rectovaginal and Rectovesical Fistulas:
Technique Overview, Pitfalls and Complications.Tech
Coloproctol. Springer;2008. 12:277-282.
17. Chitrathara K, Namratha D, Francis V, Ganggadharan VP.
Spontaneus Rectovaginal Fistula and Repair Using
Bulbocavernosus Muscle Flap. Tech Coloproctol;2001.5:47-
49.
18. Pemberton JH. Fistula in Ano. In: Keighley MR, Fazid VW,
Pemberton JH. Atlas of Colorectal Surgery.New York: Churcill
Livingstone; 1995. 111-8.
19. Thompson JD. Relaxed Vaginal Outlet, Rectocele, Faecal
Incontinence and Rectovaginal Fistula. In: Thompson J, Rock
JA, eds. Telinde’s Operative Gynecology.Philadelphia: JB
Lipincott Co;1992. Pp 967-9
Bagan Alur Penanganan Fistula Vagina Anorektal

ANAMNESIS PEMERIKSAAN
0. Terasa keluarnya PENUNJANG
flatus, cairan atau feses Tes methylen blue,
ke dalam vagina sigmoidoskopi atau
1. Vaginitis atau Sistitis kolonoskopi, USG, CT scan
2. Vaginal discharge dan MRI
yang berbau
.
PEMERIKSAAN FISIK
-Pemeriksaan ginekologi
tampak lubang antara

DIAGNOSIS FISTULA
RECTOVAGINA
GENITALIA

NON OPERASI OPERASI


1. Fistula yang baru 1. Fistula yang besar, dilakukan
pasca trauma operasi setelah 3 bulan
obstetri dilakukan kemudian
secara konservatif 2. Fistula pasca radiasi dilakukan
dengan cara operasi setelah 1 sampai 2
merawat luka tahun kemudian
fistula dengan baik 3. Fistula karena bawaan, dapat
2. Pemberian dilakukan sesuai dengan
antibiotik keluhan penderita
4. Tehnik operasi:
-Fistulektomy dan
sfingteroplasti dilanjutkan
rectal flap maupun vaginal
flap
-Prokto-kolektomi diikuti
vaginal flap
-Muscular graft
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI FISTULA
UROGENITALIA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 N 82
2. Diagnosis Fistula Urogenitalia
3. Pengertian Terdapatnya saluran abnormal yang menghubungkan traktrus
urinarius dan traktus genitalia, sehingga urin masuk dan keluar
melalui saluran genitalia (vagina)

Etiologi:
Fistula obstetri:
1.Trauma obstetrik: persalinan lama, persalinan dengan tindakan,
seperti: forsep, vakum dan seksio sesarea

Fistula ginekologi:
1. Trauma ginekologi (pasca operasi ginekologi)
2. Pasca terapi radiasi
3. Malignansi / keganasan
4. Kelainan bawaan

Jenis fistula
1. Fistula uretrovaginal
2. Fistula uterovesikovaginal
3. Fistula vesikovaginal
4. Fistula vesikoservikovaginal
5. Fistula ureterovaginal
4. Anamnesis 1. Terasa daerah kemaluan basah terus, cairan keluar dari vagina
2. Tidak ada rasa ingin berkemih dan kalau ada jarang sekali
(uretra vesikovaginal)
3. Kejadian sesudah melahirkan, operasi, radiasi, tumor ganas,
genitalia dan kelainan bawaan
5. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi dan Inspekulo:
 Terdapat cairan keluar dari lubang yang ada di vagina
 Didapatkan lubang di dinding vagina identifikasi letak,
besarnya, tepinya, jumlahnya
b. Vaginal touche: perabaan jaringan sekitar fistula, dinding fistula
serta kekakuan dinding fistula dan pemeriksaan genitalia
interna
c. Pada fistula yang sangat kecil dan sulit dilihat dengan mata
 dilakukan tes biru metilen
6. Pemeriksaan 1. Tes biru metilen
Penunjang 2. Sistoskopi
3. Tes endokarmin/adona
4. IVP (jika perlu)
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
8. Diagnosis Banding Inkontinensia urin overflow
9. Konsultasi 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. SMF Urologi
3. SMF Radiologi
10. Perawatan Rumah Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif :
Batasan: fistula kecil yang timbul segera pasca persalinan atau
beberapaharipasca ginekologi
Terapi :
- Katerisasi 2-3 minggu
- Pemberian antibiotika
- Bila gagal dengan terapi konservatif dilakukan reparasi fistula
secara operatif 3 bulan kemudian, selalu menjaga kebersihan
genitalia eksterna dan sekitarnya.
2. Operatif :
Batasan : Fistula yang besar, fistula lama atau fistula yang gagal
dengan terapi konservatif.
Terapi :
Repair fistula dapat dilakukan melalui vagina atau transvesika atau
kedua-duanya atau trans abdominal tergantung dari besar dan
letak fistula serta kemampuan operator. Perawatan fistula pasca
repair harus diperhatikan dengan baik karena akan berpengaruh
terhadap kesembuhan pasien.
Tata laksana post operatif:
1. Pasien minum sebanyak 2000 - 2500 cc/hari selama perawatan.
2. Dipasang Folley Catetherthree way no 14-16 yang
dipertahankan selama 10 hari. Dilakukan spuling hanya bila
terdapat hematuria atau kristal endapan pada urine (warna
tidak jernih). Cara spuling adalah bilas dengan NaCl 0,9 %
sebanyak 14 tts/mnt sampai dengan urine jernih dan hentikan
setelah urine jernih. Yakinkan selama perawatan tidak ada
hambatan di FC, urine dapat mengalir dengan lancar dan tidak
ada rembesan dari vagina. Pasien dalam waktu 10 hari masih
dalam keadaan bedrest.
3. Pada hari ke-10 Folley Catether dapat dilepas dan tiap 2 jam
pasien diminta untuk BAK sampai pasien bisa merasakan
sensasi berkemih sendiri. Pasien dapat pulang bila sudah
merasakan sensasi berkemih dan dapat berkemih dalam waktu
2 – 3 jam.
4. Obat Antibiotika intravenus diberikan 1 hari post op dan
Antibiotika dapat diganti dengan AB oral pada hari ke-2 sampai
dengan 5. Analgetik diberikan kalau perlu.
5. Kontrol 1 minggu setelah pulang.
6. Pasien boleh coitus  8-12 minggu post operasi.
7. Selama perawatan dilarang keras melakukan pemeriksaan
dalam melalui vagina.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 7-14hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Perawatan konservatif maupun operatif
25. Kepustakaan 1. Harris WJ: Early complications of abdominal and vaginal
hysterectomy. Obstet Gynecol Surv 50:795, 1995
2. Cunningham, et al. Genitourinary fistula. In: Williams
Gynecology, The McGraw-Hill Companies. 2008.
3. Walters MD, Karam MM. Lower Urinary Tract Fistulas. In:
Clinical urogynecology. 1sted. St Louis: Mosby, 1993; 330-41.
4. Nichols DH, Randall CL. Vesico Vaginal Fistulae. In: Vaginal
Surgery. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1989; 369-87.
5. Copenhaver EH, Malone PD, Steckel FE, Greene AS. Repair of
Urinary Fistula. In: Surgery of the vulva and vagina. A Practical
Guide. 1st ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1981; 69-
75.
6. Jacobs AJ, Gast MJ. Urogynecology. In: Practical Gynecology. 1 st
ed. Singapore: Simon & Schuster Asia Ptc Ltd, 1994; 224- 38.
7. Lapides C, Diokno AC. Clean intermittent self
catheterization in urinary tract disease. J Urol 1972; 107: 458-
61.
8. Wall LL. Obstetric Fistulas: Hope for a new beginning.
International Urogyne Pelvic Floor Dysfunc 1995; 6 (5): 292-5.
9. Maresh M. Urological Gynecology. In: Audit in Obstetrics
and Gynaecology. 1st ed. London: Oxford Blackwell Scientific
Publications, 1994; 246-62.
10. Glenn HW. Management of Genitourinary Fistulas. In:
Urogynecologic Surgery. 1st ed. Baltimore: Aspen Publishers,
Inc, 1992; 131-8
11. Buchsbaum HJ, Schmidt JD. Vagina repair of vesicovaginal
and urethrovaginal fistulae. In: Gynecologic and Obstetric
Urology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1993;
355-69.
12. Friedman EA. Fistulas of the lower urinary tract. In: Atlas of
Gynecological Surgery. 4th ed. Stuttgart: Georg Thieme
Verlag, 1985; 20.1-21.
Bagan Alur Penanganan Fistula Urogenital

Diduga Fistula Ureterovaginal

Singkirkan Fistula Vesicovaginal


( Sistoskopi±VCUG, double dye test)

Konfirmasi diagnosis (IVP±RPG/CT)

Pemasangan Stent

Tidak Berhasil

Repair dengan pembedahan Lepas stent dalam


4-6 minggu

Ulang pencitraan

Fistula menetap Fistula membaik

VVF tanpa cedera ureter

Tanpa komplikasi ( kecil, post- operasi)


Kompleks ( ukuran besar, radiasi)

Diameter <3- Diameter > 5mm Evaluasi untuk menunda


5 mm
repair (infeksi, keadaan
tidak stabil)
Terapi konservatif: Kateter
VVF menetap Repair segera
Repair

Abdominal Vaginal Transvesical


PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI PROLAPS
ORGAN PANGGUL 2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N81.1; N81.2; N81.5; N81.6
2. Diagnosis Prolaps Organ Panggul
3. Pengertian Turunnya atau menonjol organ panggul ke dalam lubang vagina, bahkan
dapat keluar ke lubang vagina
Etiologi
Kelemahan atau kerusakan penyanggah otot atau ligamen yang
menggantung dinding/organ panggul.

Prevalensi:
Pasien yang pernah melahirkan kemungkinan menderita POP hampir 50%
dan 20% pasien yang dilakukan operasi ginekologi adalah kasus-kasus POP

Faktor risiko:
1. Persalinan pervaginam
2. Paritas
3. Usia
4. Menopause
5. Obesitas
6. Keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat
7. Ras
8. Genetik
9. Pasca operasi vaginal histerektomi

Jenis Prolaps Organ Panggul


1. Sistokel
2. Rektokel
3. Enterokel
4. Prolaps uteri
5. Prolaps puncak vagina
4. Anamnesis 1. Terasa ada benjolan di introitus vagina,
2. Terasa ada yang keluar dari introitus vagina
3. Nyeri di daerah punggung
4. Inkontinensia urin
5. Konstipasi
6. Susah berjalan
7. Perdarahan pervaginam
8. Kesulitan dalam berhubungan seksual
5. Pemeriksaan Pemeriksaan Ginekologi
Fisik
a. Dilakukan secara sistematik, mulai dari vulva dan perineum, dinding
vagina bagian anterior dan posterior serta puncak vagina.
b. Lakukan valsava manouvre untuk melihat sampai dimana turunnya
vagina.
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kekuatan
dinding pelvik sekaligus keadaan genitalia internal lainnya.
d. Pergunakan POP - Q untuk menentukan derajat prolaps

Deskripsi dan stadium prolaps dengan sistem POP - Q


_

Titik/Jarak Keterangan
_

Aa Titik tengah dinding vagina anterior, 3 cm proksimal


dari
meatus uretra.
Ba Dinding vagina anterior, jarak antara Aa dan forniks
anterior
C Titik yang menunjukkan tepi serviks atau stump vagina
pada pasien pasca histerektomi total.
D Forniks posterior, tidak digunakan pada pasien pasca
histerektomi
Ap Titik pada dinding vagina posterior, 3 cm proksimal dari
himen
Bp Dinding vagina posterior, jarak antara Ap dan forniks
posterior
Genital hiatus Jarak antara titik tengah meatus uretra dengan titik
(gh) posterior himen
Perineal body Jarak antara tepi posterior dari genital hiatus ke
(pd) pertengahan anus
Total vaginal Jarak terjauh vagina ssat C dan D berada pada posisi
length (tvl) normal
_

Stadium
_

Stadium 0 Normal
Stadium 1 Seluruh titik berada pada < -1 cm
Stadium 2 Titik terendah berada pada jarak tidak lebih dari 1 cm
dari himen (-1 dan +1 cm)
Stadium 3 Titik terendah pada jarak > 1 cm dari himen, namun
tidak prolaps total
Stadium 4 Prolaps total dengan titik terendah sama dengan total
vaginal length
_

6. Pemeriksaan Sitologi atau biopsi bila ada erosi dan suspek keganasan, pemeriksaan ivp
Penunjang pada prolaps uteri yang besar sekali pada stadium IV dan dengan
gangguan berkemih. Pemeriksaan laboratorium lengkap serta
pemeriksaan lain bila direncanakan pengobatan dengan rencana operasi
7. Kriteria Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis
8. Diagnosis -
Banding
9. Konsultasi Divisi Uroginekologi Rekonstruksi
10. Perawatan Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Rumah Sakit
11. Terapi / 1. Konservatif
tindakan A. Pencegahan, dengan mengurangi faktor risiko, seperti:
mengurangi
berat badan, pekerjaan-pekerjaan berat dan lain-lain, Latihan otot
dasar panggul (untuk prolaps uteri stadium I).
B. Pemberian hormonal estrogen pada mereka yang sudah
berusia lanjut, seperti: krim
C. Pemasangan pesarium perlu diperhatikan besarnya dan jenisnya
pesarium, serta keluhan-keluhan yang dirasakan akibat
penggunaan
pesarium.
D. Perlu dilakukan pengontrolan secara rutin dalam waktu 2-3 bulan
untuk melihat adanya erosi, infeksi dari dinding vagina.

2. Operatif.
A. Bagi penderita yang masih dalam masa reproduksi dan uterus
tidak ingin diangkat dilakukan:
a. Ventrofiksasi, cara Operasi Purandare
b. Uterosakroligamenfiksasi
c. Sakrospinosis ligamenfiksasi
d. Fasia illiokoksigeus suspensi
B. Kompartemen vagina anterior
a. Kolporafi anterior
C. Kompartemen posterior:
a. Kolporafi posterior
b. Kolpoperineorafi
D. Kompartemen superior
a. Histerektomi
b. Kolpokleisis
c. Sakrospenosis fiksasi
d. Fasia iliokoksigeus fiksasi
e. Mc. Call

Pada operasi ini dapat pula dipergunakan grapt untuk membantu ligamen
atau fasia yang lemah.

Perawatan:
3-4 hari, kateter nomor 12 dipasang dalam waktu 24 jam pasca operasi,
pemberian antibiotika, dan penderita dapat dipulangkan bila sudah
berkemih secara spontan.
12. Tempat Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
Pelayanan
13. Penyulit Adanya angka rekurent terjadinya POP pasca tindakan
14. Informe Ya,perlu diberikan pada pasien dan keluarga karena kelainan mungkin
d tidak hanya satu dan banyaknya teknik operasi yang dapat dilakukan,
Consent sehingga operasi ditentukan atas keinginan pasien dan keluarga dan
kompetensi operator.
15. Tenaga Standar Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
16. Lama Antara 1-3 hari
Perawatan
17. Masa Tergantung penyulit yang ada
Pemulihan
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Menghindari faktor risiko POP
25. Kepustakaan 1. Cardozo L. Prolapse. In: Urogynecology the king’s approach. Churchill
Livingstone, 1977: 321-46.
2. Wall LL. Incontinence, Prolapse, and Disorder of the pelvic Floor. In:
Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Ed. Novak’s Gynecology. 2th ed.
Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 619-63.
3. Rock JA, Thompson JD. Surgical Correction of Defects in Pelvic
Support. In: Rock JA, Thompson JD. Ed Te linde’s Operative
Gynecology 8th ed. New York, Lippincot-Raven, 1977: 951-1077.
4. Junizaf. Kelainan letak alat-alat genital. Dalam: Wiknjosastro H. Ed.
Ilmu kandungan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono
Prawirohardjo: 1997; 420-46.
5. Symmonds RE, Williams TJ, Lee RA, Webb MJ. Poshysterectomy
enerele and vaginal vault prolapse. Am, J Obstet. Gynecol. 1981; 140:
852-59.
6. Bimbaum SJ. Rational therapy for the prolapsed vagina. Am. J Obstet.
Gynecol. 1973; 115:411-19.
7. Morley GW, John OL. Sacrospinous ligament fixation for eversion of
the vagina. Am J Obstet. Gynecol. 1988; 158:827-81.
8. Timmons MC, AddisonWA, Addison SB, Cavenar MG. Abdominal
Sacral Colpoxy in 163 Women with Posthysterectomy vaginal vault
prolapse and enterocele. The Journal Reproductive Medicine.
1992;37:323-37.
9. Barrington JW, Edwards G. Posthysterectomy Vault Prolapse.
International Urogynecology Journal. 2000;11:241-45.
10. Pohl JF, Frattarelli JL. Bilateral transvaginal sacrospineous colpopexy:
Preliminary experience. Am. J. Obstet. Gynecol. 1997;177:1352-62.
11. Bump RC, Mattiason A, Brubaker LP. The Standardization of
terminology of female pelvic organ prolapse and pelvic floor
dysfunction. Am.J. Obstet. Gynecol. 1996;175:10-7.
Bagan Alur Penanganan Prolaps Organ Panggul

Anamnesa

Pemeriksaan Fisik:

Terapi

Modifikasi gaya hidup: Konservatif: Operatif


Senam kegel
Estrogen
Stop merokok
Pesarium:

Cuci pasang teratur

Anterior Posterior Superior

1.Kolporafi 1.Kolporafi 1.Histerektomi

2.Kolpope- 2.Kolpokleisis
rineorafi
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ELONGATIO
RSUP SANGLAH COLLI
DENPASAR 2015

1. No. ICD N 88.4


2. Diagnosis Elongatio Colli
3. Pengertian Perpanjangan atau hipertrofi serviks menuju ke arah introitus
dengan jaringan penunjang uterus lainnya masih dalam
keadaan baik.
4. Anamnesis 1. Terdapat benjolan keluar dari dalam kemaluan
2. Perasaan berat pada perut bagian bawah
3. Rasa tidak nyaman, nyeri
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan Ginekologi
1. Posisi litotomi atau berdiri dimana harus dalam keadaan
rileks dan diminta untuk mengedan atau batuk
2. Tentukan organ apa yang muncul melalui introitus : serviks/
sistokel, rektokel atau enterokel
3. Pengukuran panjang serviks harus dilakukan dengan cara
sondase untuk menentukan panjang kanalis servikalis
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, USG
7. Diagnosis Banding Sistokel, rektokel, enterokel
8. Pemeriksaan Penunjang -

9. Konsultasi Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi RSUP Sanglah


10. Perawatan Rumah Sakit Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) RSUP Sanglah
11. Terapi / tindakan 1. Lakukan sitologi atau biopsi serviks untuk menyingkirkan
keganasan
2. Pasien elongatio coli harus dianjurkan untuk tidak
melakukan pekerjaan berat (merupakan faktor risiko)
3. Terapi operasi Manchester-Fothergill (operasi suatu
amputasi serviks dan pengikatan ligamentum kardinale ke
titik bagian anterior serviks serta kalau perlu dilakukan
kolporafi posterior)
4. Pada pasien usia tua, sebelum dilakukan operasi, perlu
dilakukan D&C dengan 2 alasan:
 Dilatasi kanalis akan memudahkan penjahitan
mukosa vagina ke kanalis servikalis
 Adanya uterus yang ditinggalkan, maka harus
dipastikan tidak ada keganasan
12. Tempat Pelayanan Poli Kebidanan dan Kandungan bagian Uroginekologi dan
Rekonstruksi, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan
pasca operasi.
13. Penyulit Infeksi, keganasan, perlengketan
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Uroginekologi & Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 2-3 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kebidanan dan Kandungan 108
23. Edukasi Vulva hygiene
24. Indikator Medis -
25. Kepustakaan 1. Junizaf. Ellongatio Colli. Dalam: Buku Ajar Uroginekologi
Indonesia edisi 1, Himpunan Uroginekologi Indonesia,
Jakarta, 2011. Hal 69 – 73.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
AGENESIS SALURAN GENITALIA WANITA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 Q 52.8
2. Diagnosis Agenesis Saluran Genitalia Wanita
3. Pengertian Tidak terbentuknya sebagian atau seluruh saluran
reproduksi, termasuk tuba falopii, uterus, serviks, dan vagina.

Prinsip Dasar
1. Agenesis terjadi akibat gangguan fusi saluranMüller. Sebagian
besar kasus adalah agenesis vagina.
2. 90% kasus agenesis vagina merupakan bagian dari sindroma
Rokitansky-Mayer-Küstner-Hauser(MRKH), yang diikuti
abnormalitas ginjal (saluran kemih) dalam berbagai derajat,
masalah skeletal dan gangguan pendengaran.
3. 7-8% kasus agenesis vagina ditemukan pada pasien dengan
sindroma insensitivitas androgen yang memiliki kariotipe 46,XY.
4. Anamnesis 1. Tidak pernah mendapat haid pada usia sekitar 15-16 tahun
dengan/tanpa tanda seks sekunder normal. Pada kasus yang
masih terdapat endometrium fungsional nyeri siklik dan perut
membesar dapat menjadi keluhan tambahan.
2. Kesulitan berkemih atau ISK berulang (pada MRKH yang disertai
kelainan saluran kemih)
3. Sulit/tidak dapat melakukan hubungan seksual (penetrasi)
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pertumbuhan tanda seks sekunder baik.
2. Hanya terdapat lesung vagina atau vagina sangat pendek (< 5
cm) karena 1/3 vagina distal terbentuk dari sinus urogenital).
3. Tidak dijumpai massa pelvis. Kadang teraba uterus yang
hipoplastik
4. Lipatan peritoneal dapat diraba pada pemeriksaan bimanual
rektoabdominal.
6. Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang
Penunjang 1. USG genitalia interna dan ginjal
2. Pemeriksaan kromosom dan seks kromatin
3. IVP
4. MRI dan Laparoskopi jika diperlukan.
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -

9. Konsultasi 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi


2. SMF Bedah Urologi
10. Perawatan Rumah Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Konseling pada pasien dan keluarga: hasil pemeriksaan
kromosom, pilihan terapi, waktu pelaksanaan terapi.
2. Tatalaksana ditunda hingga usia dewasa (usia > 16 tahun)
sedapat mungkin mendekati waktu pasien akan menikah,
khusus untuk direncanakan tindakan operasi
3. Pada kasus yang tidak direncnankan untuk operasi dapat
dilakukan businasi dengan menggunakan dilator hegar atau
modifikasi Ingram (bicycle seat stool).
4. Laparotomi evakuasi dilakukan pada agenesis vagina dengan
hematometra, kadang-kadang hingga histerektomi.
5. Pada kasus pasien AIS, dilakukan pengangkatan gonad (testis)
intraabdomen terlebih dahulu, biasanya per laparoskopi atau
laparatomi untuk mencegah risiko keganasan.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
13. Penyulit Sesuai penyebab agenesis saluran genetalia
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Divisi Uroginekologi &
Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Tergantung tindakan yang dikerjakan
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi108.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Konseling mengenai fertilitas
25. Kepustakaan 1. Oliver GD. Clinical aspects of urinary, genital and lower bowel
anomalies and ambiguous genitalia. In: Drutz HP, Herschorn
S, Diamant NE. Eds. Female pelvic medicine and
reconstructive surgery. London: Springer, 2003.
2. Vaginal hypoplasia. Diunduh dari
http://www.medhelp.org/www/ais/31_hplasia.htm . Last
updated 21 Aug 2006.
3. Vaginal agenesis. Diunduh dari
http://www.urologyhealth.org/adult/index.cfm?cat=01&topic=
150. Last revised Oct 2009
4. Rokitansky-Mayer-Küster-Hauser Syndrome. Diunduh dari
MRKH foundation. http://mrkh.org/
Bagan Alur Penanganan Agenesis Saluran Genitalia Wanita

Vaginal agenesis Uterus (-)

Rekonstru ksi vagina sebelumn ya?


Vaginal Dilatati on Ber hasilLaparosk opi Vecchieti
Tdk y
dimple? a Td?k

Ya tidak
Operasi abdominal sebelumn
Laparosko
ya? pi Davydov Berhasil?
Tdk tidak

ya vaginoplasty
Intestinal Berhasil? ya ya

Tdk

ya ya Lanjutkan dilatasi
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ABORTUS
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 O.20.0, O.03, O.02.1, O.06.9, O.08.0
2. Diagnosis Abortus
3. Pengertian Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel,
disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Dimana
sebagai batasan adalah umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 mg.
4. Anamnesis Abortus Iminens
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan
Abortus Insipiens
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat sedang-berat
Abortus inkomplit
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat
Missed Abortion
a. Tanda-tanda kehamilan.
b. Perdarahan atau tanpa perdarahan pervaginam.
c. Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur
kehamilan.
Abortus infeksiosus
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Sering diawali oleh abortus provokatus.
d. Febris.
e. Perdarahan pervaginam
5. Pemeriksaan Fisik Abortus Iminens
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan
tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan.
Abortus Insipiens
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka,
ketuban utuh, dan tinggi fundus uterus sesuai dengan
umur kehamilan.
Abortus inkomplit
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka teraba
jaringan kehamilan dan tinggi fundus uterus lebih kecil
dari umur kehamilan.
Missed Abortion
Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur
kehamilan.
Abortus infeksiosus
Tinggi fundus uteri sesuai atau lebih kecil umur
kehamilan, nyeri tekan abdomen, osteum uteri terbuka
atau tertutup, tanda-tanda infeksi genitalia intern
(temperatur rektal lebih tinggi dari aksila, flour panas dan
berbau, nyeri goyang serviks, nyeri adneksa)
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
7. Diagnosis Banding Molla hidatidosa, Kehamilan ektopik
8. Pemeriksaan USG
Penunjang
9. Konsultasi -
10. PerawatanRumahSakit Abortus Iminens : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus Insipiens : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus inkomplit : tidak perlu perawatan (MRS)
Missed Abortion : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus infeksiosus : perlu perawatan (MRS)
11. Terapi / tindakan Abortus Iminens
(ICD 9-CM) a. Rawat jalan.
b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual.
c. Medikamentosa:
- Penenang: Luminal, Diazepam.
(Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau
Luminal 3 kali 30 mg).
- Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine.
(Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari).
- Progesteron
Abortus Insipiens
a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan
kuretasi, lebih dari12 minggu dilakukan oksitosin
titrasi dan kuretase.
b. Medikamentosa:
- Metil ergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5
hari.
- Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5
hari.
Abortus inkomplit
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta pre
kuretase.
c. Medikamentosa:
- Metilergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5
hari.
- Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.
Missed Abortion
a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan
kuretase langsung.
b. Umur kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan:.
- Rawat inap; dipasang stiff laminaria 12-24 jam,
dan
- Titrasi oksitosin atau Prostaglandin
Abortus infeksiosus
a. Antipiretik: Paracetamol 3x 500 mg
b. Ampicillin 3 kali l g, Gentamisin 2 kali 80 gr,
Metronidazol supp 3 kali 1 gr.
c. Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam bebas
panas atau dalam waktu 12-24 jam apabila
panas tidak turun.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung
Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Perdarahan, perforasi uterus, infeksi
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A
ke atas
16. Lama Perawatan Perawatan (MRS) dilakukan pada abortus infeksiosus
dan abortus dengan gangguan kondisi umum, selama 5-
7 hari
17. Masa Pemulihan 2-3 minggu
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Prognosis Baik
21. Otopsi Tidak diperlukan
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108.
23. IndikatorMedis Tidak ada perdarahan pervaginam, nyeri perut, panas
badan
24. Edukasi Risiko abortus berulang
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C.,
Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23
rd.Ed. Mc Graw Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In :
William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
LEKORE
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR

1. No. ICD 10 N89.8


2. Diagnosis Lekore
3. Pengertian Adalah setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari
normal dan bukan darah.
4. Anamnesis Keputihan encer sampai kental warna kekuningan,
kehijauan, seperti susu basi, berbau, rasa gatal sampai
membakar, dan nyeri saat berkemih.
5. Pemeriksaan Fisik Inspekulo tampak lekore encer sampai kental warna
kekuningan, kehijauan, seperti susu basi, tanda
peradangan, dan bintik-bintik merah pada mukosa vagina
dan atau sampai serviks vagina.
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
7. Diagnosis Banding Tidak ada
8. Pemeriksaan Swab vagina
Penunjang
9. Konsultasi 3. Mikrobiologi

10. Perawatan Rumah Tidak perlu perawatan (MRS)


Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Trickomonas Vaginalis.
(ICD 9-CM)  Metronidazole 2 kali 500 mg per oral selama 5
hari.
 Metronidazole supp pervaginam
2. Vaginosis bakterial oleh Gardenella. vaginalis.
 Metronidazole 2 kali 500 mg selama 7 hari per
oral.
 Klindamicin 2 kali 300 mg selama 7 hari per oral.
3. Candida Albicans
 Ketokonazole l50 mg, l kali dosis tunggal per oral.
 Trikonazole 2 kali 500 mg selama selama 5 hari
per oral.
4. Nesseria Gonore
 Ampisilin 1000 mg dosis tunggal, atau
 Thiamfenikol 1000 mg dosis tunggal.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin
13. Penyulit Tidak ada
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
4. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol ke
atas
16. Lama Perawatan Pasien tidak dirawat (MRS)
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Ya
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108
23. Indikator Medis Keluhan keputihan, gatal dan nyeri tidak ada
24. Edukasi Hindari faktor risiko, obati pasangan seksual
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In :
William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PENYAKIT RADANG PANGGUL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N70, N71, N73, N74
2. Diagnosis Penyakit Radang Panggul
3. Pengertian Penyakit peradangan organ genitalia di atas niveu
orifisium uterus internum meliputi endometritis,
miometritis, pelvik selulitis, salpingitis, salpingo-oovoritis,
pelvioperitonitis, dan abses (abses tubo-ovarial dan
abses kavum Douglasi).
4. Anamnesis Nyeri perut bawah, keputihan, panas badan
5. Pemeriksaan Fisik a. Suhu meningkat disertai takikardia.
b. Nyeri suprasimfiser; biasanya bilateral.
c. Rebound tendernes dan dapat disertai menoragia,
metroragia, dan ileus paralitik
d. Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan abdomen:
Nyeri spontan-tekan abdomen bawah terutama
suprasifisis
Perut distensi minimal sampai sedang.
Inspekulo:
cairan sekresi vagina, osteum uterus eksternum-
kanalis servikalis berwarna kuning atau putih seperti
susu dan berbau tidak sedap.
Vaginal toucher:
besar dan konsistensi uterus sulit dievaluasi, nyeri
daerah parametrium dan adneksa, nyeri goyang
porsio dan fornices. Kadang, adanya penonjolan yang
lembut Kavum Douglasi kearah vagina.
6. Kriteria Diagnosis Kriteria mayor:
1. Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa
rebound.
2. Nyeri bila serviks uterus digerakkan, dan
3. Nyeri pada adneksa.

Kriteria minor:
Disertai oleh salah satu atau lebih hal di bawah ini:
1. Mikroorganisme patologi pada sekret endoserviks.
2. Suhu rektal diatas 38°C.
3. Leukosit lebih dari 10.000/mm3.
4. Pus dalam kavum peritoneum (dengan
kuldosintesis atau laparoskopi).
5. Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG.

Derajat Deskripsi
Derajat I Radang panggul tanpa penyulit, terbatas
pada tuba dan ovarium, dengan atau
tanpa pelvio-peritonitis
Derajat II Radang panggul dengan penyulit,
didapatkan massa radang atau abses
pada kedua tuba atau ovarium
Derajat III Radang panggul dengan penyebaran
diluar organ-organ pelvik
7. Diagnosis Banding 1. Kehamilan Ektopik Terganggu.
2. Abortus septik.
3. Ruptur kista.
4. Apendisitis.
8 Pemeriksaan 1. DL dan kultur darah, cairan tubuh, sekresi vagina.
Penunjang 2. USG
3. Kuldosentesis
4. Laparoskopi
9 Konsultasi 1. Dokter spesialis Bedah atau Bedah Digestif
2. Dokter spesialis Terapi Intesif ketika terdapat tanda
septik dan dapat dirawat bersama Anetestsilogist &
Terapi Intensif
3. Dokter spesialis Gizi Klinik
10 Perawatan Rumah PRP grade I : Tidak perlu perawatan (MRS)
Sakit PRP grade II dan III: perawatan (MRS)
11 Terapi / tindakan Penyakit Radang Panggul Derajat I adalah:
(ICD 9-CM) 1. Rawat jalan
2. Lebih banyak istirahat; hindari pekerjaan berat.
3. Tidur yang cukup
4. Makanan tinggi kalori dan protein
5. Tidak melakukan hubungan seksual
6. Medikamentosa
6.1 Antibiotika:
a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari.
b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari
pertama.
c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral
selama 7-10 hari.
d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 7-
10 hari.
6.2 Analgetik.
6.3 Anti-inflamasi

Penyakit Radang Panggul Derajat II dan III adalah:


1. Rawat inap
2. Istirahat ditempat tidur, kalau perlu posisi Fowler.
3. Medikamentosa:
3.1 Antibiotika.
a. Kombinasi I.
 Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari iv selama 5-7 hari.
 Gentamisin 5 mg/Kg BB/hari im/iv 2 x /hari
selama 5-7 hari.
 Metronidazole 1 g rektal supp 2 x/hari
selama 5-7 hari.
b. Kombinasi II.
Sefalosporin generasi III, 2-3 x l g/hari
selama7 hari.
Metronidazole 1 g rektal supp, 2 x/hari
selama 5-7 hari.
3.2 Analgetik.
3.3 Anti inflamasi
Catatan: khusus abses tubo-ovarial diutarakan tersendiri
12 Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruangan Cempaka
Timur
13 Penyulit Jangka pendek adalah pembentukan abses, peritonitis,
peri-hepatitis, dan selulitis.
Jangka panjang adalah infeksi berulang, infertilitas, hamil
ektopik, dismenore, disparunia, dan nyeri pelvik kronik.
14 Informed Consent Ya, tertulis
15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A ke
atas
16 Lama Perawatan PRP-I adalah 5 hari rawat jalan
PRP-II adalah 3-5 hari rawat inap
PRP-III adalah 6-10 hari rawat inap
17 Masa Pemulihan 10-14 hari
18 Hasil Baik
19 Patologi Pada PRP derajat II dan III yang dilakukan tindakan
operatif
20 Otopsi Tidak diperlukan
21 Prognosis PRP-I adalah dubia ad bonam
PRP-II adalah dubia ad bonam
PRP-III adalah dubia ad malam
22 Tindak Lanjut Rawat jalan selama 2 minggu
23 Indikator Medis 1. Keluhan nyeri perut bawah, keputihan, panas badan
tidak ada.
2. Suhu rektal di bawah 37,5°C.
3. Leukosit kurang dari dari 10.000/mm3.
4. Pus dalam kavum peritoneum sudah dievakuasi
24 Edukasi Risiko terjadinya PRP berulang, Pencegahan faktor risiko
PRP
25 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. 2003. Lab/SMF Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In :
William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
Alur Diagnosis dan Penanganan Penyakit Radang Panggul
dan Abses Tuba Ovarium

Keputihan berbau, nyeri dan panas


perut bawah dan jalan menunduk, meringis,
terlihat nampak sakit dan gelisah

Vaginal
ulo: lekore panas danToucher:
berbau.Uterus
Tanda≥radang
normal,Celsus
nyeri goyang
vaginaserviks dan Palpasi:
dan serviksfornices. nyeri
Parametrium nyeri Suhu
dan
suprasimfisis, sulit
sulit dievaluasi selisih 0,5%. Lekosit
aksila-rektal
dievaluasi
≥ 10.000

Radang Panggul Derajat I Radang Panggul Teraba tumor di regio


adneksa, nyeri tekan dan adesif
Derajat Ii-II

Penanganan: Rawat inap ATO Utuh ATO Pecah


Istirahat ditempat tidur, kalau perlu posisi Fowler.
Medikamentosa:
Rawat jalan Antibiotika.
Lebih banyak istirahat; hindari pekerjaan berat.
Tidur yang cukup
Makanan tinggi kalori dan protein a. Kombinasi I.
Tidak melakukan hubungan seksual 1. Konservatif
Medikamentosa 2. Pasang venous line.
Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari iv selama 5-7 hari.
Antibiotika: 3. Tirah baring semi Fowler.
Gentamisin 5
4. Observasi tanda vital dan
mg/KgBB/hari im/iv 2 x /hari selama 5-7 hari.
produksi urine.
Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari. Metronidazole 1
5. Antibiotika.
Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari pertama. g rektal supp2
Kombinasi I: Ampisilin 4 x 1-
Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral selama x/hari selama 5-7 hari.
7-10 hari.
2 g/hari iv selama 5-7 hari.
Eritromisin: 4x b. Kombinasi II.
500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari.
Gentamisin 5 mg/kg BB
Sefalosporin generasi III, 2-3 x l g/hari selama7 hari.
im/ivAntibiotika:
2 x/hari selama 5-7 hari
Metronidazole1
g rektal supp, 2 Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l
/hari selama 5-7 hari.

Laparotomi(salpingoooforektomi,
kalau perlu TAH / SVH), kultur pus, dan
pasang drainase pervaginam atau
perabdominal kontra Mc Burney.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ABSES TUBO
OVARIAL
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 N.70
2. Diagnosis Abses Tubo Ovarial
3. Pengertian Radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan atau tuba
fallopii unilateral atau bilateral
4. Anamnesis 1) Ringan tanpa keluhan.
2) Berat dengan keluhan, seperti:
a. Suhu badan naik, akut abdomen sampai syok septik.
b. Nyeri panggul dan nyeri perut bagian bawah.
c. Febris pada 60-80% kasus.
d. Takikardia.
e. Ileus, dan
f. Pembentukan massa.
5. Pemeriksaan Fisik Abdomen:
 Nyeri spontan atau tekan abdomen bawah
terutama suprasifisis
 Perut distensi minimal sampai sedang.

Inspekulo:
 Cairan sekresi vagina,
 Osteum uterus eksternum-kanalis servikalis berwarna
kuning atau putih seperti susu
 Berbau tidak sedap.

Vaginal toucher:
 Nyeri daerah parametrium dan adneksa
 Nyeri goyang porsio dan fornices.
 Teraba masssa di regio adneksa baik unilateral
maupun bilateral dengan ukuran bervariasi 5-15 cm,
konsistensi ireguler-multikistik, sulit digerakkan /
perlekatan dengan jaringan sekitar, nyeri sangat
menonjol.
 Penonjolan yang lembut Kavum Douglasi kearah
vagina kalau ATO pecah.
6. Kriteria Diagnosis Gejala klinis seperti di atas, ditambah dengan:
1) Leukositosis lebih dari 12.000 dan peningkatan LED.
2) Tanda-tanda ileus (Rontgen BOF).
3) Massa di adneksa (USG), dan
4) Pus positif pada punksi kavum Douglasi.
7. Diagnosis Banding 1) ATO utuh tanpa keluhan:
a. Tumor ovarium.
b. Kehamilan ektopik.
c. Abses periapendiks.
d. Hidrosalping.
e. Mioma uteri.
2) ATO dengan keluhan:
a. Perforasi appendisitis.
b. Perforasi divertikel.
c. Perforasi ulkus peptikum.
d. Kista ovarium terinfeksi/terpeluntir.
8. Pemeriksaan Penunjang  DL, UL, LFT, BUN, SC,
 Kultur darah, cairan tubuh-sekresi kanalis tuba internum
 USG
9. Konsultasi  Spesialis Bedah atau Bedah Digestif
 Spesialis Terapi Intensif
 Spesialis Gizi Klinik
10. Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS)

11. Terapi / tindakan 1) ATO utuh.


a. Konservatif.
(ICD 9-CM)
b. MRS pasang infus.
c. Tirah baring semi Fowler.
d. Observasi tanda vital dan produksi urine.
e. Antibiotika.
Kombinasi I:
 Ampisilin 4 x 1-2 g/hari iv selama 5-7 hari.
 Gentamisin 5 mg/kg BB im/iv 2 x/hari selama 5-7
hari.
 Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 5-
7 hari.
Kombinasi II:
 Sefalosporin generasi III 2-3x1 g/hari selama 5-7
hari.
 Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 5-
7 hari.
f. Operatif laparotomi.

2) ATO Pecah.
a. Laparotomi (salpingoooforektomi), kultur pus, dan
pasang drainase.
b. Antibiotika:
 Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7
hari.
 Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7
hari.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit 1) ATO utuh:
a.Pecah sampai sepsis (jangka pendek).
b.Ileus, infertil, kehamilan ektopik dan nyeri (jangka
panjang).
2) ATO pecah:
a. Syok septik.
b.Abses (intra abdominal, subprenikus, paru, dan otak).
c. Penyulit terkait laparotomi
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. PPDS I tingkat Chief.
16. Lama Perawatan 5-10 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Jaringan yang diangkat durante operasi
20. Otopsi Tidak dikerjakan
21. Prognosis Dubius ad bonam
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23. Indikator Medis Pasien tidak nyeri, tidak panas
24. Edukasi Keluhan dapat berulang selama faktor risiko masih ada.
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc
Graw Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI MIOMA UTERUS
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 D.25
2. Diagnosis Mioma Uterus
3. Pengertian Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan
konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo
kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
4. Anamnesis 1. Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba
benjolan padat kenyal.
2. Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea.
3. Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine,
konstipasi, edema tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng
didaerah pelvis.
4. Infertilitas dan kehamilan ektopik.
5. Tanda abdomen akut.
5. Pemeriksaan Fisik 1 Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat
digerakkan, dan tanpa nyeri.
2 Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan
uterus.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis, sesuai dengan gejala di atas.
2. Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat
digerakkan dan tanpa nyeri.
3. Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan
uterus.
4. USG didapatkan gambaran massa dengan batas tegas,
bentuk bulat, hiperekoik homogen, dan vaskularisasi diluar
massa.
5. Dilatasi dan kuretasi serta pemeriksaan histopatologik PA
pada gangguan perdarahan yang menunjukkan proliferasi
atau hiperplasia simpleks endometrium.
6. Pemeriksaan PA pasca operatif.
7. Diagnosis Banding 1. Tumor solid ovarium.
2. Adenomiosis.
3. Kelainan bentuk uterus.
4. Tumor solid non ginekologi.
5. Kehamilan.
6. Miosarkoma.
7. Pemeriksaan Penunjang USG: gambaran tumor bentuk bulat atau bulat lonjong baik
soliter maupun multipel dengan hiperekoik homogen, dinding
tegas, tanpa efek lateral dan pantulan posterior, pembuluh
darah diluar massa tumor.
8. Konsultasi Divisi Onkologi dan ginekologi
9. Perawatan Rumah Sakit tidak perlu perawatan (MRS), bila tidak disertai dengan
gangguan hemodinamik
10. Terapi / tindakan 5.1 Konservatif
(ICD 9-CM) Terapi konservatif kalau tanpa keluhan dan tanda-tanda
degenerasi ganas.
Keluhan positif yaitu:
1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan
infertilitas dilakukan histerosalfingografi untuk
mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing,
dan tanda-tanda infeksi kronis.
2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan
menometrohagia.
3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit
jantung anemia, mudah infeksi, penuruanan kinerja
dan konsentrasi.
4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih
dan defekasi, nyeri pelvic kronik dan kemeng di region
suprasimfisis.
GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai
pada hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg
intramuskuler gluteal.
Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom
sub mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan
embolisasi.

5.2 Operatif
Terapi operatif tergantung pada:
1. Adanya keluhan gangguan haid serta komplikasinya
dan atau keluhan pendesakan organ sekitar.
2. Infertilitas post terapi GnRH agonist
3. Nyeri pelvik kronis akibat pendesakan, perlekatan,
dismenore, disparunea, hemorrhoid, disuria berulang,
nyeri defekasi, dan manipulasi.
4. Ketentuan:
a. Umur penderita lebih dari 50 tahun adalah
TAH-BSO atau SVH tergantung kondisi serviks.
b. Menginginkan anak dilakukan miomektomi
atau enukleasi mioma baik post GnRH agonist
maupun langsung..
c. Pada kasus dengan gangguan haid dimana
umur lebih dari 40 tahun dilakukan D & C
untuk pemeriksaan PA dan USG endometrium
untuk diagnosis kemungkinan keganasan.
d. Pemerikasaan inspeksi asam asetat (IVA),
sitologik Pap smear atau kolposkopi serviks
e. Pendekatan operatif adalah laparotomi dan
atau laparoskopi
11. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka
Timur)

12. Penyulit 1. Perdarahan pervaginam berulang yang mengakibatkan


anemia dengan semua bentuk patologi fungsional akibat
anemia.
2. Torsi pada mioma yang bertangkai.
3. Infeksi kandung kemih, penyakit radang panggul, dan
proktitis.
4. Degenerasi merah, kistik sampai nekrosis.
5. Degenerasi hialin.
6. Degenerasi ganas berupa miosarkoma.
7. Infertilitas.
8. Nyeri pelvik kronis dan semua ikutannya.
13. Informed Consent Ya, tertulis
14. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
15. Lama Perawatan Antara 3-5 hari
16. Masa Pemulihan 1. Terapi konservatif dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12
bulan
2. Pada pemberian GnRH analog dilakukan evaluasi setiap 6
bulan.
3. Terapi operatif adalah 4 minggu.
17. Hasil Baik
18. Patologi Ya. Dilakukan untuk menentukan penanganan lanjutan
19. Otopsi Tidak dilakukan
20. Prognosis Dubia ad bonam
21. Tindak Lanjut Tergantung perkembangan penyakit
22. Indikator Medis Tidak ada gangguan haid dan penekanan organ
23. Edukasi Miomektomi : risiko mioma uteri berulang
Histerektomi : tidak haid lagi
24. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William
Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
Alur diagnosis dan penanganan Mioma Uterus

Mioma Uterus

Ukuran < 12 Minggu Ukuran ≥ 12 Minggu

Keluhan Negatif Keluhan Positif Keluhan Negatif

Konservatif GnRHAgonis

Berhasil Gagal Operatif

Catatan:
Keluhan positif yaitu:
1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan infertilitas dilakukan
histerosalfingografi untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba,
hidrosalfing, dan tanda-tanda infeksi kronis.
2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan menometrohagia.
3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung anemia,
mudah infeksi, penuruanan kinerja dan konsentrasi.
4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih dan defekasi,
nyeri pelvic kronik dan kemeng di region suprasimfisis.
5. GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada
hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg intramuskuler
gluteal.
6. Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom sub
mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan embolisasi.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI LESI
PRAKANKER
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 N87.0, N87.1, D06
2. Diagnosis Lesi Prakanker Serviks
3. Pengertian Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS)/ Cervical Intraepitelial
Neoplasia (CIN) I atau Low grade Squamous Intraepithelial Lesion
(L-SIL) dan NIS/CIN II-III atau High grade Squamous Intraepithelial
Lesion (H-SIL).
4. Anamnesis 1. Tanpa gejala.
2. Dengan gejala seperti keputihan berbau, perdarahan pasca
senggama, tidak nyaman pada daerah suprasimfisis.
5. Pemeriksaan Fisik Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan ginekologis
4. Pemeriksaan penunjang
7. Diagnosis Banding Kanker serviks, servisitis, polip serviks
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Sitologi dengan Pap Smear.
2. Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah (Kolposkopi-
biopsi).
3. Kuretasi endoserviks (KES).
9. Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10. Perawatan Rumah Sakit Tidak perlu dirawat (MRS)
11. Terapi / tindakan CIN I : Observasi papsmear setiap 3 bulan
(ICD 9-CM) CIN II : Cryoterapi, kauterisasi
CIN III : Konisasi, Histerektomi (TAH)
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Perdarahan, infeksi pada serviks
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas
16. Lama Perawatan Tidak perlu dirawat (MRS)
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Ya
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108
23. Indikator Medis Keluhan keputihan, perdarahan, nyeri tidak ada
24. Edukasi Kontrol teratur setelah tindakan, hindari faktor risiko
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KARSINOMA
VULVA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 C.51.9
2. Diagnosis Kanker Vulva
3. Pengertian Keganasan yang tumor primernya tumbuh pada daerah vulva
dan bukan merupakan tumor metastasis dari organ genitalia
maupun ekstragenitalia.
4. Anamnesis a. Gatal-gatal pada daerah vulva.
b. Benjoan atau massa pada daerah vulva
c. Kadang-kadang disertai perdarahan.
d. Benjolan pada daerah lipatan paha
5. Pemeriksaan Fisik a. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk ulkus di
daerah vulva.
b. Pembesaran kelenjar inguinal berupa masa padat atau
ulkus.
c. Tanda-tanda lain sesuai luasnya penyakit.
6. Kriteria Diagnosis 1) Anamnesis.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan ginekologis
4) Pemeriksaan penunjang

Stadium Kanker Vulva (FIGO 2009)


Stadium Klinik/patologi
IA Lesi < 2cm terbatas di vulva atau perineum
dengan invasi stroma < 1mm
IB Lesi > 2cm terbatas di vulva atau perineum
dengan invasi stroma > 1mm
Tidak ada metastasi KGB
II Tumor dengan ukuran berapapun dengan
penyebaran (1/3 bawah vagina, 1/3 bawah
uretra, anus)
Tidak ada metastasi KGB
IIIA Tumor dengan ukuran berapapun dengan KGB
inguinal-femoral positif
(i) 1 KGB metastasis > 5mm
(ii) 1-2 KGB metastasis < 5mm
IIIB (i) 2 atau lebih KGB metastasis > 5mm
(ii) 3 atau lebih KGB metastasis < 5mm
IIIC Positif 1 KGB atau lebih dengan penyebaran
ekstracapsular
IVA (i) Tumor menginvasi struktur regional lain (2/3
atas uretra, 2/3 atas vagina). Mukosa
kandung kemih, mukosa rektum, atau
melekat pada tulang pelvik
(ii) KGB inguinal-femoral yang melekat atau
ulserasi
IVB Adanya metastasis di daerah mana saja
termasuk KGB pelvik

7. Diagnosis Banding 1. Kanker vagina.


2. Kanker metastasis (misalnya: penyakit trofoblas
gestasional).
8. Pemeriksaan Penunjang a. Pap Smear.
b. Kolposkopi.
c. Biopsi.
9. Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10. Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS) pada kondisi:
1. Perawatan perioperatif dan post operatif.
2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan
umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi.
3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi.
11. Terapi / tindakan Operabel:
(ICD 9-CM) 1. Wide eksisi
2. Vulvektomi simpel
3. Radikal vulvektomi + limfadenektomi groin
4. Radiasi ajuvan
Non operabel:
1. Radioterapi
2. Kemoterapi
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka
Timur)
13. Penyulit Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan
14. Informed Consent Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Onkologi
Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas
16. Lama Perawatan Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
17. Masa Pemulihan Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
18. Hasil Hidup tanpa tumor
Hidup dengan tumor
Meninggal
19. Patologi Ya.
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Stadium dini: dubia ad bonam
Stadium lanjut: dubia ad malam
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
a. Tiga bulan I : setiap minggu.
b. Sembilan bulan II : setiap bulan.
c. Satu tahun II : setiap 3 bulan.
d. Selanjutnya : setiap 6 bulan.
23. Indikator Medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin,
neutofil dan trombosit.
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan.
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal
toucher dan USG).
24. Edukasi Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan
25. Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013.
Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT
Roche Indonesia.
2. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and
Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO
and IGCS, 2nd edition. November 2013
3. Beller U, Benedet JL, Cresseman WT, Ngan HYS, Quinn
MA, Marisovuemere P,et al. Carcinoma at the vulvvagina.
Int J. Gynecol Obstet 2006. 56 (Suppl 1) 529.
4. Clinical practice Guidelines in Gynecology VI. 2003.
National Comprehensive Cancer Network
5. All Ayhatt. Textbook of Gynecological Oncology. 2010.
Guthes publishing
6. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the
Vulva, Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet
105
(2); 103-4, 2009
Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Vulva

Tumor primer stadium dini

Lesi < 2cm, KGB klinis (-)


Lesi > 2cm, KGB klinis (-)

Eksisi lokal Radikal


Limfadenektomi
Inguinofemoral

Wedge biopsy

Invasi > 1mm Invasi < 1mm

Biopsi eksisional

Invasi > 1mm Invasi < 1mm

Eksisi lokal Radikal Limfadenektomi Inguinofemoral


unilateral, kecuali:

1. Diameter garis tengah ≤ 1cm


2. Keterlibatan labia minora
3. Nodus ipsilateral positif
Penanganan kanker vulva stadium lanjut

Tumor primer lokal stadium lanjut

Tumor dapat direseksi stoma (-) Reseksi dengan stoma

Reseksi tumor radikal Preoperatif radioterapi +


kemoterapi

Batas surgikal Reseksi dasar tumor

Positif Sempit (<5mm) >5mm

Radioterapi post Dipertimbangkan


Observasi
operatif radioterapi
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KANKER
SERVIKS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 C53.9
2. Diagnosis Kanker Serviks
3. Pengertian Penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim atau serviks.
4. Anamnesis 1. Tidak memberikan gejala.
2. Keputihan.
3. Perdarahan pervaginam abnormal.
4. Perdarahan post koital.
5. Perdarahan pasca menopause.
6. Gangguan kencing dan defekasi.
7. Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung, dan tungkai.
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum.
a. Pembesaran kelenjar limfe supra klavikula dan inguinal.
b. Pembesaran lever, ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan
organ yang terkena.
Pemeriksaan Ginekologi.
a. Vaginal toucher.
1. Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda
penyebaran/infiltrasi pada vagina.
2. Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran
bervariasi, eksofitik atau endofitik.
3. Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau perlu
dilakukan sondase untuk konfirmasi besar dan arah uterus
dan apakah terjadi piometra dan hematometra.
4. Adneksa/parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba
kaku/ padat, apakah terdapat tumor.
b. Rectal Toucher.
Menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu
Cancer Free Space (CFS) merupakan daerah bebas antara tepi
lateral serviks dengan dinding pelvis.
Kriteria:
CFS 100% : belum ada tanda-tanda penyebaran.
CFS 25-100%: ada penyebaran, tetapi belum mencapai dinding
pelvis.
CFS 0% : berarti penyebaran mencapai dinding pelvis.
c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ
sekitar kolon, rektum dan vesika urinaria.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan ginekologis
4. Pemeriksaan penunjang

Stadium Klinis Kanker Serviks (FIGO 2009)


Stadium Deskripsi
Kedalaman invasi < 5 mm dan penyebaran
IA horizontal maksimal < 7 mm
IA1 Kedalaman invasi < 3 mm
IA2 Kedalaman invasi 3-5 mm
IB Lesi lokal lanjut namun terbatas pada
serviks IB1 Lesi kurang atau sama 4 cm
IB2 Lesi lebih dari 4 cm
Lesi keluar melewati uterus namun belum
II mencapai dinding pelvis
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi yang tampak < 4 cm
IIA2 Lesi yang tampak > 4 cm
IIB Dengan penyebaran ke parametrium
Tumor menyebar sampai dinding panggul dan atau
III mencapai 1/3 bawah vagina dan atau
menyebabkan hidronefrosis/kerusakan ginjal
Tumor mencapai 1/3 distal dinding vagina, namun
IIIA belum mencapai dinding panggul
Penyebaran sampai dinding panggul dan atau
IIIB terdapat hidronefrosis dan kerusakan ginjal
IV A Penyebaran ke organ sekitar
IV B Penyebaran jauh

7 Diagnosis Banding 1. Kanker endometrium


2. Servisitis kronik
8 Pemeriksaan Penunjang a. Pap smear sebagai skrining.
b. Biopsi dengan/tanpa tuntunan kolposkopi.
c. Konisasi.
d. Tes fungsi ginjal, hati, dll.
e. Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan:
1. Kolposkopi
2. USG
3. Sistoskopi
4. Rektoskopi, apabila terdapat keluhan perdarahan per
anum.
5. Foto thorak
6. CT, MRI, dan PET Scan
9 Konsultasi Divisi Onkologi dan ginekologi
10 Perawatan Rumah Sakit Tidak perlu perawatan (MRS), kecuali terjadi gangguan kondisi
umum, persiapan operasi dan kemoterapi
11 Terapi / tindakan Stadium IA1:
(ICD 9-CM) a. fertilitas dipertahankan : Konisasi
b. fertilitas tidak dipertahankan : Histerektomi
c. Kontraindikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi
+ Brachyterapi)
Stadium IA2:
a. fertilitas dipertahankan : Trakelektomi + diseksi Kelenjar
Getah Bening (KGB)
b. fertilitas tidak dipertahankan : Radikal Histerektomi +
Limfadenektomi KGB pelvik
c. Kontraindikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi
+ Brachyterapi)
Stadium IB1:
a. fertilitas dipertahankan : Trakelektomi + diseksi KGB
b. fertilitas tidak dipertahankan : Radikal Histerektomi +
Limfadenektomi KGB pelvik dan paraaorta
c. Kontra indikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi
+ Brachyterapi)
Stadium IB2 dan IIA:
Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik dan
paraaorta
Kontra indikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi +
Brachyterapi)
Stadium IIB:
Neoadjuvant kemoterapi 3 seri  evaluasi operabilitas 
operabel  Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB
pelvik dan paraaorta
Stadium IIIA, IIIB:
Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) dan
Khemoterapi
Stadium IVA, IVB:
a. Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) dan
Khemoterapi
b. Paliatif terapi
12 Tempat Pelayanan Perlu perawatan (MRS) pada kondisi:
1. Perawatan perioperatif dan post operatif.
2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan
umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi.
3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi.
13 Penyulit Tergantung beberapa faktor yaitu:
1. Keadaan umum
2. Pilihan terapi
3. Stadium penyakit
4. Infeksi,
5. Efek samping tindakan.
14 Informed Consent Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan.
15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan Onkologi
Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas
16 Lama Perawatan Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
17 Masa Pemulihan Tergantung pada beberapa faktor:
1. Keadaan umum
2. Pilihan atau jenis pengobatan,
3. Stadium penyakit,
4. Penyulit infeksi,
5. Efek samping dari tindakan
18 Hasil 1. Tidak ditemukan lesi prakanker
2. Hidup tanpa massa kanker
3. Hidup dengan kanker
4. Meninggal
19 Patologi Ya. Setelah dilakukan tindakan operasi dan pemantauan terapi
20 Otopsi Tidak dikerjakan
21 Prognosis Hidup tanpa kanker
Hidup dengan kanker
Meninggal (dubia ad malam)
22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23 Indikator medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin,
neutofil dan trombosit.
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan.
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal
toucher dan USG).
24 Edukasi Hidup bersama kanker, Pemantauan atau kontrol secara teratur,
harapan hidup terkait stadium, komplikasi akibat tindakan yang
diberikan jangka pendek dan panjang
25 Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013.
Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT
Roche Indonesia.
2. European Society Gynecology Oncology (ESGO). Algorithms for
management of cervical cancer, 2011
3. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013.National
Comprehensive Cancer Network
4. Bloss JD, Blessing JA, Behrens BC, Mannel RS, Rader JS, Sood
AK, Markman M, Benda J. Randomized Trial of Cisplatin and
Ifosfamide With or Without Bleomycin in Squamous
Carcinoma of the cervix. A Gynecologic Oncology Grup
Study. J.Clin Oncol 20.1832-1837.
5. Delgado G,Bundy B, Zaino R, Sevin BU, Cressman WT, Major F.
Perspective surgical pathological study of disease-free Interval
in patterns with stage IB Squamose cell carcinoma of cervix. A
Gynecologic Oncology Group Study. Gynecologic Oncology
1990;38-352-7. Landoni F, Maneo A, Colombo A, Placa F,
Milaini R, Perego P, Favini G, Ferri L, Mangioni C. Randomized
study of radical surgery versus radiotherapy for stage IB-IIA
cervical cancer, Lancet. 1987;350,535-40
6. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva,
Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2); 103-
4, 2009
7. Sedis A, Bundy BN, Rotman M, Lentz S, Muderspath LL, Zaino
R. A randomized trial of pelvic radiation versus further therpy
in selected patients with stage IB Carcinoma of the cervix after
radical hysterectomy and pelvic lymphadenectomy : a
Gynecologic Oncology Group Study. Gynecol Oncol 1999, 73:
177-83.

Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Serviks

Radiasi praoperasi

Histeroktomi radikal + limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan kelenjar getah bening para aorta

Kekambuhan

Kemoterapi
neoadjuvan

Kemoterapi adjuvan Kemoradiasi adjuvan

Kanker serviks uteri stadium IB2, IIA

Kontraindikasi operasi Radiasi eksterna dan radiasi interna


Radiasi praoperasi

Histeroktomi radikal + limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan kelenjar getah bening para aorta

Kekambuhan

Kemoterapi
neoadjuvan

Kemoterapi adjuvan Kemoradiasi adjuvan


Kanker serviks uteri stadium IB2, IIA

Kontraindikasi operasi Radiasi eksterna dan radiasi interna

Metastasis jauh (+)Radiasi KGB pelvis + paraaorta konkuren Kemoterapi berbasis eisplatin + brakhitherapi

Kanker serviks uteri


stadium IIB, III:IVA CT Toraks. PET Scan

(-)

Metastasis jauh (-)


Pertimbangkan biopsi pada jaringan yang dicurigai

Terapi sistemik

Radiasi individual
(+)
Penanganan Kanker Serviks dengan Kehamilan

Kanker Serviks dengan Kehamilan

Stadium 0/CIS Stadium IA1 dan IA2 Stadium ≥ IB1

Preterm Term Usia Kehamilan


Konservatif

Pap Smear/ Kolposkopi

@ 4 minggu 37-38 ≤20 20-30


>30

Konisasi Trimeter II
Pematangan Paru

Invasif (+) Invasif (-) Partus Spontan/ SC SC Aborsi


SC

SC Partus Spontan/ SC

Anak Kurang Anak Cukup

Penanganan Folow up Histerekto


Sesuai mi Total Penanganan Sesuai CIS
Penanganan sesuai Kanker Serviks Invasif
Kanker
Serviks
Invasif
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KARSINOMA
ENDOMETRIUM 2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 C54.1
2. Diagnosis Kanker Endometrium
3. Pengertian Kanker pada endometrium uterus
4. Anamnesis a. Umur rata-rata 60 tahun.
b. Perdarahan pervaginam.
c. Lekore.
d. Ada masa atau perasaan tidak enak pada perut bagian
bawah.
5. Pemeriksaan Fisik a. Kegemukan.
b. Hipertensi.
c. Bila terjadi metastasis.
1. Asites.
2. Tanda-tanda lain sesuai dengan organ yang terkena.
Pemeriksaan Ginekologis
a. Perdarahan pervaginam, lekore.
b. Piometra, dan
c. Evaluasi besar dan mobilitas uterus, tanda-tanda
penyebaran pada adneksa, parametrium, dan kavum
Douglasi.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan ginekologis
4. Pemeriksaan penunjang

Stadium Surgical pada Kanker endomerium (FIGO 2009)


Stadium Deskripsi
Stadium I Tumor terbatas pada corpus
uterus
Stadium IA Tidak ada invasi atau invasi <
dari ½ myometrium
Stadium IB Karsinoma menyebar ke
serviks uteri.
Tumor menembus stroma
Stadium II serviks tapi tidak menembus
keluar uterus
Stadium III Lokal dan/atau penyebaran
tumor regional
Stadium IIIA Tumor menembus lapisan
serosa dari corpus uterus
dan/atau adneksa
Stadium III B Penyebaran ke pelvik dan
atau parametrium
Stadium III C Metastasis ke KGB pelvik
dan/atau paraaorta
Stadium III C1 KGB pelvik (+)
Stadium III C2 KGB paraaorta (+) dengan
atau tanpa KGB pelvik (+)
Stadium IV Invasi ke kandung kemih
dan/atau mukosa usus
dan/atau metastasis jauh
Stadium IV A Invasi ke kandung kemih dan
atau mukosa usus
Stadium IVB Metastasis jauh, termasuk
metastasis intraabdominal
dan/ atau KGB inguinal
7 Diagnosis Banding 1. Kanker serviks
2. Tumor Ovarium
3. Tumor korpus uterus
8 Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi:
a. USG
b. USG Saline Infusion Sonography (SIS):
c. USG transvaginal
d. USG trans rektal
2. Mikrokuret Pipelle
3. Kuretasi bertingkat atau fractional curetage
4. Sitologi endometrium
5. Histeroskopi diagnostik dengan biopsi terarah
6. Ca-125
9 Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10 Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS) pada kondisi:
1. Perawatan perioperatif dan post operatif.
2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan
umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi.
3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi.
11 Terapi / tindakan 1. Operatif
(ICD 9-CM) Operatif merupakan pertimbangan pertama adalah TAH dan
BSO. Limfedenektomi berdasarkan pertimbangan stadium
klinis, tipe histologik, dan diferensiasi sel yang terdiri atas
lifedenektomi pelvic (iliaka interna et eksterna) dan para
aorta (sampai vena renalis kiri). Insisi median untuk dapat
menilai adanya metastasis ke organ lever, sub diafragma,
lien, gaster, omentum, dan organ abdomen lainnya.
Kanker endomterium Stadium I dan diferensiasi sel baik
dilakukan TAH BSO. Uterus dibelah untuk menilai kedlaman
invasi pada miomterium. Apabila invasi > ½ miometrium
maka dilakukan limfadenektomi.
Indikasi limfedenektomi adalah:
a. Invasi miometrium > ½
b. Kelompok risiko tinggi.
c. Jendi histopatologik.
2. Kemoterapi
Indikasi: direncanakan kemoradiasi dan kanker
endomterium rekurensi pada pemberian kemoterapi
3. Radioterapi (Eksternal radiasi dan Brachyterapi)
Radiasi External Beam Radiotherapi (EBRT), radiasi
eksterenal, dan atau Brachytherapi (BT) dengan dosis sesuai
dengan stadium kanker endometrium.Semua kanker
endometrium diberikan BT vagina adjuvant pasca
pembedahan; kecuali stadium IA dengan resiko rendah.
12 Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13 Penyulit Tergantung beberapa faktor yaitu:
1. Keadaan umum
2. Pilihan terapi
3. Stadium penyakit
4. Infeksi,
5. Efek samping tindakan
14 Informed Consent Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan.
15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Onkologi
dan Ginekologi.
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas.
16 Lama Perawatan Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
17 Masa Pemulihan Tergantung pada beberapa faktor:
1. Keadaan umum
2. Pilihan atau jenis pengobatan,
3. Stadium penyakit,
4. Penyulit infeksi,
5. Efek samping dari tindakan.
18 Hasil Hidup tanpa massa kanker
Hidup dengan kanker
Meninggal
19 Patologi Ya. Histopatologik adalah diagnostik baku emas.
20 Otopsi Tidak dilakukan
21 Prognosis Hidup tanpa kanker
Hidup dengan kanker
Meninggal (dubia ad malam)
22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23 Indikator Medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin,
neutofil dan trombosit.
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan.
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal
toucher dan USG).
24 Edukasi Hidup bersama kanker, Pemantauan atau kontrol secara teratur,
harapan hidup terkait stadium, komplikasi akibat tindakan yang
diberikan jangka pendek dan panjang
25 Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013.
Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT
Roche Indonesia.
2. Crowder S, Lee Christine, Santoso T. Cancer servix. In JT
Santoso and RL Coleman. Handbook of Gyn Oncology. Mc
Graw Hill, New York, 2000.p 25-32
3. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and
Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO
and IGCS, 2nd edition. November 2013
4. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013.National
Comprehensive Cancer Network
5. Passiectt ED, Wewers ME, Ruffin MT. Educational strategies
for the prevention of cervical cancer. In : TE Rohan, KV Shah
ieds). Cervical cancer From etiology to prevention. Kluwer
Academic Publisher, 2004.pp 23W-51
6. All Ayhatt. Textbook of Gynecological Oncology. 2010.
Guthes publishing
7. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva,
Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2);
103-4, 2009
Alur Diagnosa dan Penanganan Endometriosis

Kanker Endometrium Stadium I

Histerektomi (Hst) + Salfingo-ooforektomi bilateral (SOB)

Stadium I (terbukti)

Stad II occult

Risiko rendah Risiko tinggi

< 1/3 miometrium (M1) Derajat 1 > 1/3 miometrium (M2, M3) Derajat 2,3
Jarak > 1 cm dari OUI Jarak proses ke OUI < 1 cm

Adenoskuamosa, clear cell

Sitologi bilasan peritoneum (-) Sitologi bilasan peritoneum (+)

Terapi hormon KGB Paraaorta (+) KGB Paraaorta (-)


Pengamatan lanjut

Radiasi (SP+IV) atau (SP+PA+IV)*

Radiasi + kemoradiasi Radiasi


Stadium II

Radiasi praoperasi (lihat bagan 4.9.3) Kontraindikasi operasi Occult

Risiko operasi > Risiko operasi <

Hst + SOB

Radiasi + hormonal (IV- SP)

Biopsi KGB Paraaorta Sitologi

Radikal + limfadektomi biopsi KGB paraaorta sitologi peritoneum


Histerektomi extended

KGB paraa orta (+) KGB para aorta (-)

Radiasi (IV – SP – PA)


KGB paraaorta (+)

KGB pelvis (-)


KGB paraaorta (-)
KGB pelvis (+)

Radiasi (IV)
Radiasi (SP+IV)

G1 Hormon G2, G3
Kemoterapi
G1 Hormon G2, G3
Kemoterapi
Kanker endometrium stadium III

Mikroskopik Klinik Diketahui saat operasi

Debuking
Lihat II

G1 G2, G3 Radiasi SP

Hormonal Kemoterapi

*)
G1 hormonal G2, G3
+ kemoterapi

Hormonal + kemoterapi Kemoterapi


Kanker Endometrium Stadium IV

Intrapelvis Metastasis jauh

Radiasi

Hormonal Kemoterapi

Hormonal + Kemoterapi Kemoterapi

Kanker Endometrium Stadium Residif

Pelvis Ekstra pelvis

Lokal (sentral/sub uretra/puncak vagina) Luas


Terbatas (tulang/KGB supraklavikula) Luas

Rad (+) Rad (-)


Rad (+) Rad (-)

Radiasi

Hormonal kemoterapi
Operasi Radiasi (IV+SP)

Hormonal Hormonal
kemoterapi kemoterapi
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KANKER
OVARIUM
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 C56.9
2. Diagnosis Kanker Ovarium
3. Pengertian Kanker ovarium adalah keganasan pada organ ovarium baik
primer maupun sekunder.
4. Anamnesis 1. Perut cepat membesar.
2. Berat badan menurun.
3. Nafsu makan menurun.
4. Sulit bernafas atau sesak.
5. Nyeri perut atau perut terasa penuh.
6. Gangguan buang air besar.
5. Pemeriksaan Fisik Teraba massa tumor padat atau kistik atau kombinasi,
permukaan tumor tidak rata, dapat nyeri atau tidak, mobilitas
terbatas atau terfiksir dan ascites.
6. Kriteria Diagnosis 1. Diagnosis kanker ovarium didasarkan atas gejala klinik dan
pemeriksaan penunjang (USG dan petanda tumor).
2. Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi atau histopatologik bahan organ ovarium yang
dicurigai degenerasi ganas.
3. Penentuan stadium berdasarkan surgical staging-durante
operatif.
Stadium Kanker Ovarium (FIGO 2009)
Stadium Deskripsi
I Tumor tumbuh terbatas pada ovarium
IA Tumor terbatas hanya 1 ovarium
IB Tumor pada kedua ovarium
IC Tumor dengan stadium IA atau IB dengan
pertumbuhan tumor di permukaan luar satu
atau kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah;
atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan
bilasan peritoneoum positif
II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium
dengan perluasan ke panggul
IIA Perluasan dan/atau metastasis ke uterus
dan/atau tuba
IIB Perluasan ke jaringan pelvis lainnya
III Tumor mengenai satu atau kedua tumor
dengan implan di peritoneum, di luar pelvis
dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal
positif. Metastasis permukaan hati masuk
stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil,
tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus
besar atau omentum
IIIA Tumor terbatas di pelvis kecil dengan KGB
negatif tetapi secara histologik dan
dikonfirmasi secara mikroskopik adanya
pertumbuhan (seeding) di permukaan
peritoneum abdominal
IIIB Tumor mengenai satu atau kedua ovarium
dengan implan di permukaan peritoneum dan
terbukti secara mikroskopik, diameter tidak
melebihi 2 cm, dan KGB negatif
IIIC Tumor mengenai satu atau kedua ovarium
dengan implan di permukaan peritoneum dan
terbukti secara mikroskopik, diameter tidak
melebihi 2 cm, dan KGB negatif
IV Pertumbuhan mengenai satu atau kedua
ovarium dengan metastasis jauh. Disertai efusi
pleura dengan hasil sitologi positif dimasukkan
ke dalam stadium IV. Begitu juga metastasis ke
parenkim hati
7. Diagnosis Banding 1. Tumor ovarium jinak.
2. Tumor uterus mioma uterus.
3. Tuberkulosis peritoneal dan PID.
4. Tumor abdomen non-ginekologik (endometriosis)
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
Tampak massa tumor di regio pelvis dengan ukuran,
bentuk asimetrik, hiperekoik-campuran, dinding tebal
atau tidak jelas, papil-papil, efek lateral negatif, posterior
enchacement positif, dan ascites. Collor dopler tampak
neovaskularisasi dan peningkatan resistensi vaskular.
2. CT Scan
3. MRI
4. Petanda tumor
a. CA-125, CA-19.9, HE-4, dan CEA untuk kanker ovarium
epitelial dan usia ke arah tua (premenopause,
menopause, post menopause/senilis).
b. AFP, LDH, dan β-hCG kuantitaif pada usia muda.
9. Konsultasi 1. Divisi Onkologi dan ginekologi
2. Bedah Digestif
10 Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS) pada kondisi:
1. Perawatan perioperatif dan post operatif.
2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan
umum, baik pre kemoterapi atau dalam
kemoterapi.
3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi.
11 Terapi / tindakan 1. Operatif-Laparotomi
(ICD 9-CM) Frozen Section (FZ) atas indikasi curiga ganas pada massa
pelvik. Hasil FZ dibedakan atas:
a. Tumor ovarium jinak.
b. Tumor ovarium borderline.
c. Tumor ovarium ganas.
d. Keganasan ovarium belum dapat dipastikan.
Hasil tersebut dipakai untuk pertimbangan jenis tindakan atau
organ yang diangkat atau preservasi dimana operasi sedang
berlangsung.
a. Pada tumor ovarium jinak dilakukan pengangkatan
tumornya saja.
b. Pada tumor ovarium borderline dapat dilakukan:
- TAH-BSO pada kasus usia perimenopause dan lanjut.
- Pengangkatan massa tumor saja pada usia reproduktif.
c. Pada tumor ovarium ganas:
1. Complete surgical staging dengan bilasan cairan
peritoneum, histerektomi, salfingo-ovorektomi
bilateral, limfadenektomi pelvic dan para aorta,
omentektomi apedesektomi, biopsy peritoneum
(parakolika, subdiagfragma, prevesikal, kavum
Douglasi, dan perlekatan sertan lesi yang dicurigai).
2. Conservative surgical staging (fungsi reproduksi),
konservatif yaitu tindakan salpingo-ooforektomi
unilateral, omentektomi, limfadenektomi ipsilateral,
sitologi, biopsi, appendiktomi.
3. Debulking dengan mengambil massa tumor serta
assosianya sebanyak-banyaknya untuk mengecilkan
massa tumor pada stadium lanjut.
Pada keganasan ovarium belum dapat dipastikan maka
menunggu hasil PA definitif. Pertimbangkan preservasi
fertilitas pada usia muda dan atau menginginkan anak dari
rahim sendiri.

2.Kemoterapi
2.1 Kemoterapi Adjuvan
Pemberian intravena dan atau intraperitoneal setiap 3-4
minggu. Regimen: Platamin (Cysplatin dosis 50-100
mg/m2 atau Carboplatin AUC 5-6). Tumor ovarium
epithelial dengan regimen sebagai berikut: Kemoterapi
diberikan intravena/intraperitoneal setiap 3 minggu;
berbasis Platinum (Cysplatin dosis 50–100
mg/m2/Carboplatin AUC 5-6). Regimen sangat tergantung
jenis selnya yaitu:
Kanker ovarium epitelial:
1. Cyclophosphamide Adriamycin Platinum (CAP)
2. Cyclophosphamid dan Platosin (CP)
3. Cyclophosphamide dan Carboplatin (CC)
4. Adryamycin dan Platinum (AP)
5. Epirubicyn dan Platinum ( EP)
6. Paclitaxel dan Carboplatin (PC).
7. DocetaxeldanCarboplatin/Cisplatin/Oxaliplatin
8. GemcitabindanOxaloplatin/Carboplatin
ditambah dengan Bevacizumab
Kanker ovarium non-epitelial:
1. BEP Bleomycin Etoposide Platinum (BEP),
2. Platamin, Vinscritin, Belomycin (PVB)
3. Bleocyn, (BIP),
4. Taxane+Carboplatin,
5. VAC
Kanker Ovarium Residif
Dibedakan atas:
1. Residif > 6 bulan dapat diberikan platinum (Platamin
sensitive) lini pertama, atau dapat diberikan kemoterapi
lini kedua antara lain:
a. Gemcitabine 1000–1250 mg/m2 ( D1, D8 setiap 3
minggusekali).
b. Liposomal doxorubicin 50–80 mg/m2 (setiap 4
minggu sekali).
c. Topotekan / Irinotekan.
d. Etoposide
e. Dapat ditambah dengan penghambat angiogenesis
(Bevacizumab)

2. Residif < 6 bulan resisten platinum (jika terjadinya residif


kurang dari 6 bulan).
a. Oxaliplatin dikombinasikan dengan regimen lini ke-2
b. Penghambat angiogenesis (Bevacizumab)
Rentang respon pada kanker ovarium residif berkisar 10-
15%

2.2 Kemoterapi Neo-Adjuvan


Adalah kemoterapi sebelum pembedahan primer yang
biasanya diberikan 3 siklus. Regimen dan dosis seperti
kemoterapi adjuvan.
12 Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka
Timur)
13 Penyulit 1. Perlekatan dengan organ sekitar
2. Perdarahan intra abdominal
3. Trauma usus, vesika urinaria
Tergantung pada beberapa
faktor:
1. Keadaan umum,
2. Pilihan atau jenis pengobatan,
3. Stadium penyakit,
4. Penyulit infeksi,
5. Efek samping dari tindakan
14 Informed Consent Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana
terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi
pengobatan
15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan
Onkologi Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke
atas
16 Lama Perawatan Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara
lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit,
penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan
17 Masa Pemulihan Tergantung pada beberapa faktor:
1. Keadaan umum
2. Pilihan atau jenis pengobatan,
3. Stadium penyakit,
4. Penyulit infeksi,
5. Efek samping dari tindakan
18 Hasil Hidup tanpa massa kanker
Hidup dengan kanker
Meninggal
19 Patologi Ya. Histopatologik adalah diagnostik baku emas.
20 Otopsi Tidak diperlukan
21 Prognosis 1. Stadium IA dan IB, risiko rendah dan borderline adalah
dubius ad bonam.
2. Stadium IC ke atas, risiko tinggi adalah dubius ad malam.
22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23 Indikator Medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar
hemoglobin, neutofil dan trombosit.
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan.
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal
toucher dan USG).
4. Penilaian tumor marker ovarium.
24 Edukasi Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan
25 Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013.
Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT
Roche Indonesia.
2. Berek JS. Epithelial ovarian cancer. In : Berek JS,
Hacker NF, editors. Practical gynecologic oncology, 2 nd.
Baltiomore, Williams & Wilkins, 2000
3. Havtiesky LJ, Whitehead CM, Rubatt JM. Evaluation of
biomarkers patients for early stage ovarian cancer
detection and monitoring for disease recurrence.
Gynecology Oncology. Elseivere 2008; 10(3)
4. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification
and Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer.
FIGO and IGCS, 3th edition. November 2006
5. Crowder S, Lee C. Ovarian Cancer. In : Santoso JT and
Colesman RL. Handbook of Gyn Oncology New York :
Mc Graw Hill. 2000.p50-8
6. Berek JS, Hacker NF, editors. Practical gynecologic
oncology. 2nd ed. Baltimore, Williams & Wilkins, Publisher.
1994. P 377-402.
7. Rubin SC. Chemotherapy of gynecologic of pathologic
cancer 2nd Ed. Baltimore. Philadelphia Lippincott, Williams
& Wilkins, Publisher. 2004
Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Ovarium

Tumor Ovarium

- klinis
- USG
- Petanda tumor

Suspek ganas

Laparotomi

Benign/Jinak Borderline Malignan/ganas Suspek

Ganas jenis sel tak jelas Epitel Germinal Mesenkimal

Reproduksi Reproduksi

Reproduksi Reproduksi

Surgical staging* Surgical staging**

Konservatif Radikal
Surgical staging* Surgical staging**

Konservatif Radikal

Non epitel

Sesuai Sesuai
Sesuai Sesuai
Penanganan kanker ovarium

Second look laparotomi/ laparoskopi

Negatif Massa tumor <2cm Massa tumor >2cm

1. Kemoterapi intraperitoneal “Second line


Pengamatan lanjut chemotherapy
2. Kemoterapi sistemik
” (Penelitian)
Penanganan kanker ovarium

Epitelial borderline

Stadium I Stadium II, III, IV

Reproduksi (+) Reproduksi/ usia tua (-)

Surgical staging/
Surgical staging* Surgical staging**
radikal debulking**

Histologik parafin
Histologik parafin

Jinak Borderline Ganas

Pengamatan Bagan 6.9.3


lanjut Pengamatan
lanjut Dan 6.9.4
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI MOLA
HIDATIDOSA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 O.01.9
2. Diagnosis Mola Hidatidosa
3. Pengertian Kehamilan patologik neoplasma jinak sel trofoblas dimana
sebagian atau seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidrofik
berupa gelembung menyerupai buah anggur yang diakibatkan
kegagalan plasentasi dan atau fekundasi fisiologis.
4. Anamnesis 1. Perdarahan pervaginam
2. Telat haid
3. Mual, muntah, pusing
4. Riwayat hubungan seksual
5. Pemeriksaan Fisik 1. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan
2. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk
spotting sampai dengan perdarahan banyak. Pada kasus
dengan perdarahan banyak sering disertai dengan
pengeluaran gelembung dan jaringan mola.
3. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin.
4. Tanda Hegar dan Piscacek positif
5. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan
tirotoksikosis.
6 Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adapun kriteria
risiko Mola Hidatidosa ditentukan berdasarkan:
1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria (salah satu):
a. Serum -hCG kurang dari 100.000 IU/ml, atau
b.Besar uterus < umur kehamilan, atau
c. Kista ovarium kurang dari 6 cm.
2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria (salah satu):
a. -hCG > 100.000 IU/ml, atau
b. Besar uterus lebih dari umur kehamilan, atau
c. Kista ovarium > 6 cm, atau
d. Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti
umur lebih dari 40 tahun, toksemia, koagulopati, emboli
sel trofoblas, dan hipertiroidisme.
7 Diagnosis Banding 1. Abortus iminens.
2. Kehamilan kembar.
3. Kehamilan dengan mioma uteri.
8 Pemeriksaan Penunjang 1. USG.
a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata
seperti badai salju atau multiple vesikel intra uterin dan
tidak terlihat sakus gestasional.
b. Partial Mole, tampak gambaran multiple vesikel intra
uterine disertai dengan gestasional sac dengan atau
tanpa fetus.
2. Kadar -hCG darah atau serum yang tinggi.
3. Histopatologik.
a. Degenerasi hidropik vili korealis.
b. Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili.
c. Proliferasi sel-sel trofoblas.
9 Konsultasi Divisi Onkologi dan ginekologi
10 Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS)
11 Terapi / tindakan Panduan Praktek Klinis Tingkat I (PPK I)
(ICD 9-CM) 1) Mola Hidatidosa yang ditemukan segera dirujuk atau
direferal ke Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II).
2) Mola Hidatidosa yang mengalami abortus segera dilakuan
evakuasi:
3.1 Evakuasi dilatasi vakum
Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip
oksitosin 10-40 IU/500 cc dektrosa 5%= 28 tetes/menit.
Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan
kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam.
3.2 Pasca evakuasi dilatasi vakum segera rujuk atau referal
ke PPK II.

Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II)


A. Evakuasi Mola Hidatidosa.
1) MRS walaupun tanpa perdarahan.
2) Persiapan pre evakuasi:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan darah tepi, faal hemostasis.
c. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan
banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk
evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre
evakuasi hanya yang dianggap perlu.
3) Evakuasi:
3.1 Evakuasi dilatasi vakum
a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan
pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip
oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit.
Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan
kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam.
c. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali
diperlukan perbaikan keadaan umum.
d. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca
evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka dilanjutkan
dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua dilakukan dengan
kuret tajam.

3.2 Histerektomi
a.Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
b.Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama atau ke satu.

B. Pengawasan lanjut.
1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui
apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi
proses keganasan secara dini.
2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun.
3) Pengawasan 3 bulan atau 12 minggu pertama pasca
evakuasi setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi
dan 2 minggu pada mola hidatidosa risiko rendah.
4) Sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi hal yang perlu
dievaluasi adalah klinis atau HBsE, meliputi:
a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas
b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
5) Apabila sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi ditemukan
adanya permasalahan klinis atau HBsE didiagnosis sebagai
Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional
Trofoblastik Neoplasia (GTN). Kemudian mengikuti alur
PPK II TTG.
6) Pada minggu ke-12 pasca evakuasi tidak ditemukan
permasalahan pada klinis atau HBsE, dilakukan
pemeriksaan -hCG semikuantitatif urine dengan Pack
test.
7) Apabila pada minggu ke-12 pasca evakuasi Pack test
positif didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian
mengikuti alur PPK II TTG.
8) Pengawasan lanjut setelah Pack test negative, meliputi:
a. Pemeriksaan meliputi:
1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak
nafas.
2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda
subinvolusi
3. Kadar β-hCG semikuantitatif urine dengan Pack
test.
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya:
foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan
keluhan.
9) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai Pack test negatif dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai Pack test negatif dapat
menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi
atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
10) Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara
klinik maupun laboratorik.
Panduan Praktek Klinis Tingkat III (PPK III)
A. Evakuasi Mola Hidatidosa.
1) MRS walaupun tanpa perdarahan.
2) Persiapan pre evakuasi:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal
hemostasis, elektrolit, TSH, T3, dan T4.
d. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan
banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk
evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre
evakuasi hanya yang dianggap perlu.
3) Evakuasi:
3.1 Evakuasi dilatasi vakum
a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku
dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip
oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit.
Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan
kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam.
c. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi
yang dibagi atas dua sampel yaitu:
1. PA 1 adalah jaringan dan gelembung mola.
2. PA 2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu
jaringan mola hidatidosa yang melekat pada dinding
uterus.
d. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali
diperlukan perbaikan keadaan umum.
e. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca
evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka
dilanjutkan dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua
dilakukan dengan kuret tajam dan dilakukan
pemeriksaan Patologi Anatomi.
3.3 Histerektomi
a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
b.Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama atau ke satu.

B. Pengawasan lanjut.
1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui
apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi
proses keganasan secara dini.
2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun.
3) Pengawasan 3 bulan pertama pasca evakuasi setiap
minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu
pada mola hidatidosa risiko rendah.
4) Hal-hal yang perlu dievaluasi
a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas.
b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
c. Kadar -hCG serum kuantitatif.
d. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto
toraks.
5) Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif
Adapun batas akhir penilaian -hCG kuantitatif adalah:
a. Pada minggu ke-4, kadar -hCG ≤ 1000 m IU/ml).
b. Pada minggu ke-6, kadar -hCG ≤ 100 m IU/ml).
c. Pada minggu ke-8 kadar -hCG ≤ 20-30 mIU/ml.
d. Pada minggu ke-12 kadar -hCG ≤ 5 m lU/ml).
6) Apabila kadar -hCG kuantitatif lebih tinggi dari pada
ketentuan batas tersebut didiagnosis sebagai TTG atau
GTN. Kemudian mengikuti alur PPK III TTG.
7) Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal.
a. Pemeriksaan meliputi:
1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak
nafas.
2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda
subinvolusi
3. Kadar β-hCG serum.
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya:
foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan
keluhan.
8) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat
menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi
atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
9) Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara
klinik maupun laboratorik.
11 Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
12 Penyulit 1. Perdarahan profius.
2. Perforasi uterus spontan atau iatrogenik.
3. Emboli sel trofoblas.
4. Generasi ganas berupa Penyakit Trofoblas Ganas (PTG).
5. Tirotoksikosis.
13 Informed Consent Ya, tertulis
14 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas
3. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
15 Lama Perawatan 5-7 hari
16 Masa Pemulihan 12 minggu post evakuasi
Tergantung penyulit yang ada
17 Hasil Dubius ad bonam
18 Patologi Ya
19 Otopsi Tidak diperlukan
20 Prognosis Dubius ad bonam
21 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
22 Indikator Medis Perdarahan pervaginam, massa molla hidatidosa tidak ada, besar
uterus dan kadar -hCG serum normal. Setelah satu tahun tidak
ada keluhan baik klinik maupun laboratorik.
23 Edukasi Pemantauan teratur sesuai jadwal, pemakaian kontrasepsi, tidak
boleh hamil selama satu tahun.
24 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw
Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS GAWAT DARURAT
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
TUMOR TROFOBLAST GESTASIONAL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 001.9
2. Diagnosis Tumor Trofoblast Gestasional
3. Pengertian Sekelompok penyakit yang mempunyai tendensi neoplastik
atau ganas dan berkaitan dengan vili korialis, terutama sel
trofoblasnya yang berasal dari suatu kehamilan baik mola
maupun non mola, meliputi: Mola invasif, Koriokarsinoma,
Plasental site trophoblastik tumor, dan Persisten trofoblastik
diseases.
4. Anamnesis a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan
lain.
b. Perdarahan pervaginam tidak teratur.
c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati.
d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem
lainnya.
5. Pemeriksaan Fisik a. HBsE (Trias Acostasizon):
1. H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus,
abortus, dan hamil ektopik.
2. B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur.
3. sE (softnes and Enlargement) yaitu uterus membesar
dan lunak.
b. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina.
c. Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang
terkena penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak
dan lain-lain.
6. Kriteria Diagnosis 1) Anamnesis.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan ginekologis
4) Pemeriksaan penunjang
Diagnosis penyakit trofoblas ganas juga dapat ditegakkan
hanya berdasarkan klinis (HBsEs) dan peningkatan kadar β-
HCG yang dikenal dengan Persisten trofoblastik diseases.

Stadium Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) (FIGO 2009)


Stadium Diskripsi
Stadium I Penyakit terbatas pada uterus
Stadium II Penyakit menyebar ke vagina dan atau pelvis
Stadium III Penyakit menyebar ke paru dengan atau
tanpa adanya penyakit pada uterus, vagina
atau pelvis
Stadium IV Metastasis jauh dengan atau tanpa metastasis
paru

Sistem Skoring Tumor Trofoblas Gestasional (TTG)


Faktor Skor
Prognosis prognosis
0 1 2 4
Umur <40 ≥40
(tahun)
Kehamilan molla abortus Hamil
sebelumnya aterm
Interval
kehamilan <4 4-7 7-12 >12
(bulan)
β-hCG <103 103-104 104- ≥105
(mIU/mL) 105
Diameter <3 3-5 ≥5
tumor (cm)
Lokasi paru ginjal, lien Trak. hati,
metastasis GI otak
Jumlah 1-4 5-8 >8
metastasis
Kegagalan 1 ≥2

Keterangan:
Skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah
Skor prognosis total > 7: risiko tinggi
7. Diagnosis Banding 1) Kanker endometrium
2) Hiperplasia endometrium
8. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium:
a. Kadar -hCG serum tinggi, atau
b. Kadar -hCG serum tidak turun pada pemantauan pasca
evakuasi mola hidatidosa.
c. DL, LFT, RFT, Fungsi Tiroid (TSH, T3 dan T4), BT/CT,
Elektrolit, GDS.
Pemeriksaan penunjang:
a. Foto thorak.
b. USG abdomen-pelvis.
c. CT-Scan abdomen, kepala.
9. Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10. Perawatan Rumah Sakit . Pemberian khemoterapi dan atau tindakan histerektomi.
. Perbaikan kondisi.
11. Terapi / tindakan Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II)
(ICD 9-CM) 1. Setelah terdiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional
(TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN) pada
pemantauan pasca evakuasi molla hidatidosa.
2. Evaluasi risiko dari TTG berdasarkan sistem skoring
prognosis. Apabila skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah dan
skor prognosis total > 7: risiko tinggi.
3. Pada TTG risiko rendah diberikan khemoterapi tunggal:
Methotrexate (MTX).
4. Pada TTG risiko tinggi dirujuk atau referral ke PPK III.
5. Khemoterapi MTX:
a. Persyaratan laboratorium sebelum kemoterapi MTX:
1. Hemoglobin ≥ 10 gr%
2. Leukosit ≥ 3000.mm3
3. Trombosit ≥ 100.000/mm3
4. SGOT/SGPT ≤ 2 kali nilai normal
5. Ureum/kreatinin normal
b. Dosis MTX: 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im, atau 3
x 5 mg/hari oral selama 5 hari, setiap 2 minggu.
c. Diberikan sampai pack test negatif, dilanjutkan 2 seri
after course (terapi konsolidasi MTX dengan dosis yang
sama).
d. Pemberian MTX gagal apabila:
1. Terdapat tanda-tanda metastase.
2. Resisten apabila 5 seri pemberian pack test tetap
positif.
e. Kemoterapi MTX gagal, rujuk atau referral ke PPK III.

Panduan Praktek Klinis Tingkat III (PPK III)


1. Setelah terdiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional
(TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN).
2. Evaluasi stadium TTG menurut FIGO 2009.
3. Evaluasi risiko dari TTG berdasarkan sistem skoring
prognosis. Apabila skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah dan
skor prognosis total > 7: risiko tinggi.
4. TTG risiko rendah dengan stadium I, II, atau III diberikan
khemoterapi tunggal:
a. Methotrexate (MTX): 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari
im, atau 3 x 5 mg/hari oral selama 5 hari, setiap 2
minggu, atau
b. Actinomycin-D (ACD): 0,5 mg/hari atau 10-12 mcg/kgBB
iv selama 5 hari, setiap 2 minggu.
c. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu
sekali setelah pemberian khemoterapi.
d. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after
course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama).
e. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila:
1. Terdapat tanda-tanda metastase.
2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah
pemberian 2 seri.
3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami
penurunan tetapi tidak mencapai normal.
f. Pada kegagalan khemoterapi tunggal maka dilakukan
pemberian khemoterapi kombinasi atau sesuai dengan
penanganan TTG risiko tinggi.
5. TTG risiko tinggi dengan stadium I, II, III atau risiko rendah
dengan stadium IV atau pada kegagalan khemoterapi
tunggal diberikan khemoterapi kombinasi Etoposide, MTX,
Actinomycin, Cyclophosphamid dan Oncovin (EMA-CO). Cara
pemberian:
a. Hari 1: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc
aquabides (iv) pelan. MTX 100 mg/m2 (im).
b. Hari 2: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc
aquabides (iv) pelan.
c. Hari 8: Cyclophospamide 600 mg/m2 dalam 500 cc NaCl
0,9% selama 1 jam. Vincristine (Oncovin) 1 mg/m2
dalam 20 cc aquabides (iv) pelan.
d. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu
sekali setelah pemberian khemoterapi.
e. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after
course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama).
f. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila:
1. Terdapat tanda-tanda metastase.
2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah
pemberian 2 seri.
3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami
penurunan tetapi tidak mencapai normal.
6. Pada Khemoterapi EMA-CO yang gagal maka dilakukan
pemberian khemoterapi kombinasi jenis Etoposide, MTX,
Actinomycin, Etoposide dan Adriamycin (EMA-EP). Cara
pemberian:
a. Hari 1: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc
aquabides (iv) pelan. MTX 100 mg/m2 (im).
b. Hari 2: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc
aquabides (iv) pelan.
c. Hari 8: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Cisplatin 60 mg dalam 500 cc Dextrosa 5%
(bungkus karbon) dalam waktu 2-3 jam.
d. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu
sekali setelah pemberian khemoterapi.
e. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after
course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama).
f. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila:
1. Terdapat tanda-tanda metastase.
2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah
pemberian 2 seri.
3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami
penurunan tetapi tidak mencapai normal.
7. Pada Khemoterapi EMA-EP yang gagal maka
dipertimbangkan melakukan operasi pada tumor yang
terlokalisir, misal: uterus, paru, otak dan radioterapi. Pada
metastasis otak, diberikan radioterapi 25-30 gy, metastasis
paru-paru, diberikan radioterapi 20 Gy.
8. Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal.
a. Pemeriksaan meliputi:
1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak
nafas.
2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
3. Kadar β-hCG serum.
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya:
foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan
keluhan.
4. Lama pengawasan 2 tahun.
9. Kontrasepsi.
a. Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun.
b. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
c. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat
menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau
Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
10. Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik
maupun laboratorik.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka
Timur)
13. Penyulit 1. Perdarahan uterus
2. Metastasis tumor, misal paru, hati, otak
14. Informed Consent Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan.
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultasn Onkologi
Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas
16. Lama Perawatan Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
17. Masa Pemulihan Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
18. Hasil Hidup tanpa tumor
Hidup dengan tumor
Meninggal
Sembuh dengan kadar β-HCG normal
Progresif
19. Patologi Ya
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Dubia ad bonam
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23. Indikator Medis Perdarahan pervaginam, massa tidak ada, besar uterus dan
kadar -hCG serum normal. Setelah 2 tahun tidak ada keluhan
baik klinik maupun laboratorik.
24. Edukasi Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan.
25. Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan
Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche
Indonesia.
2. Elston CW. The Histopathology of Throphoblastic tumors. J.
Clin Path 1976;29(10);113-31
3. Shahib N, Martasoebrata D, Kondo H, et al. Genetik Origin
of Malignant Trophoblastic Neoplasma Analyzed by
Sequance Tag Site Polymorphic Markers Gynecol Oncol
2001;81-247-53
4. Shih IM, Kurman RJ. Molecular Basic of Gestational
Trophoblastic Dissease. CurrMol Med 2002;2-1-12
5. Fisher RA and Hodges MD. Genomic Imprinting in
Gestational Trphoblastic Disease. A Review. Placenta
2003;24,111-8.
6. Li HW, Tsao SW and Cheong ANY. Current Understanding
of the Molecular Genetics of Gestational Trophoblastic
Disease. Placenta 2002;23-20-31.
Alur Diagnosa dan Penanganan Tumor Trafoblas Gestasional

PENYAKIT TROFOBLAS
GANAS

Stadium
Risiko

Stadium I, II, III Risiko Rendah


Risiko Rendah Risiko Tinggi

Stadium IV
Stadium I, II,
II, IV

Kemoterapi MTX

Komoterapi
Berhasil Gagal Kombinasi EMA-CO

Sembuh Berhasil Gagal

Komoterapi Kombinasi EMA-EP

Berhasil Gagal Operatif pada Organ Regio Metastasis

Faktor Prognosis Skor Prognosis


0 1 2 4
1. Umur (tahun) <40 ≥40
2. Kehamilan sebelumnya mola abortus Hamil aterm
3. Interval kehamilan (bulan) <4 4-7 7-12 >12
4. β-hCG (mIU/mL) <103 103-104 104-105 ≥105
5. Diameter tumor (cm) <3 3-5 ≥5
6. Lokasi metastasis paru ginjal, Trak. GI hati, otak
lien
7. Jumlah metastasis 1-4 5-8 >8
8. Kegagalan kemoterapi 1 obat ≥ 2 obat

Anda mungkin juga menyukai