No. ICD -
Diagnosis -
Trimester pertama:
1. Nuchal Translucency:
Adalah ruang anechoic yang terletak dibelakang leher janin
pada umur kehamilan 11-14 minggu.
Fetus harus dalam posisi sagital menggunakan pembesaran
75% dari layar.
Amnion harus bisa dibedakan secara jelas dengan kulit janin.
Pengukuran dilakukan pada level ketebalan maksimum dari
subcutaneus translucency antara kulit dengan jaringan lunak
yang menutupi tulang servikal.(inner to inner).
Bila ketebalan NT > 3 mm dicurigai kemungkinan
kelainan kromosom atau down syndrom.
2. Marker Biokimia:
PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A)
o Serum analit.
o Pada down syndrome nilai PAPP-A rendah mendekati
0,4 MoM.
Free β hCG.
oPada down syndrome nilainya meningkat mendekati 2.0
MoM.
3. Early Amnioscentesis
Merupakan diagnostik tes.
Dilakukan pada umur kehamilan 11-14 minggu.
Keuntungannya: dapat mendiagnosa lebih dini
Kekurangannya: tehnik lebih sulit, risiko abortus
lebih tinggi
4. Chorionic Villous Sampling (CVS)
Merupakan diagnostik tes.
Dilakukan pada umur kehamilan 10-13 minggu.
Keuntungan dan kerugian sama dengan early amnioscentesis.
Bisa transabdominal atau transcervical.
Trimester Kedua:
1. USG:
Mencari tanda-tanda defect Structural Mayor
Ventrikulomegali
Cystic hygroma
Nonimun hidrops
Holoprosenchepali
Cardiac defect
Dandy walker kompleks Atresia esofagus
Duodenal atresia
Hernia diafragmatika.
Cleft lift/palate
Omphalocele
Gastroschisis
2. Marker Biokimia:
Maternal Serum Alpha-Fetoprotein (MSAF)
Glikoprotein yang disintesa pada awal kehamilan oleh yolk
sac, selanjutnya oleh traktus gastrointestinal dan liver.
Konsentrasinya meningkat pada serum maternal dan
air ketuban sampai umur kehamilan 13 minggu.
Batas atas nilai normal adalah 2-2,5 MoM.
Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran:
Umur kehamilan, berat badan ibu, kehamilan multifetus,
diabetes dan ras Afrika-Amerika.
Pada neural tube defect (NTD) seperti: Spina bifida,
anencephali, dan meningoenchepalocele nilainya meningkat
≥ 2,5 MoM.
Pada Down syndrome nilainya rendah yaitu ≤ 0,7 MoM.
Unconjugated Estriol:
Menurun pada down syndrome atau trisomy.
Free β hCG.
Meningkat pada down syndrome nilainya mendekati 2.0 MoM.
3. Invasive Test:
Second trimester Amnioscentesis:
Dilakukan pada umur kehamilan 15-19 minggu.
Tehnik lebih mudah dan risiko komplikasi lebih rendah
dari pada early amnioscentesis.
Cordocentesis.
Dilakukan pada umur kehamilan 15-20 minggu.
Terutama dilakukan pada kasus fetal anemia, konfirmasi red
cell dan platelet alloimunization.
Terapi / tindakan -
Tempat Pelayanan Ruang Poliklinik Fetomaternal Obstetri dan Ginekologi
Penyulit -
Masa Pemulihan -
Hasil -
Patologi -
Otopsi -
Prognosis -
Konsepsi
Diagnostik tes
Transabdominal
Risiko abortus 1-2 %
Nilai AFP disesuaikan dengan umur, berat badan, diabetes, keh. Multifetus.
Hasil abnormal
SkriiningTrimester I
- NT
Amnioscentesis
Cordocentesis
Fetal Karyotyping
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ASUHAN
RSUP SANGLAH ANTENATAL
DENPASAR 2015
Pengertian Asuhan antenatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil dengan
tujuan menyelaraskan ibu dan janin agar terhindar dari komplikasi dan
menurunkan insiden morbiditas/ mortalitas maternal dan perinatal.
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis
yang didapatkan
2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas,
gerakan anak, perdarahn, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala,
dll)
Pemeriksaan Fisik Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur,Berat Badan,Tinggi Badan,
Jantung/Paru, Tinggi fundus Uteri (fetal Growth), presentasi bayi, anemia,
edema, pemeriksaan kapasitas panggul, pemeriksaan fisik lain yg terkait
dengan hasil pemeriksaan sebelumnya
2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Volume air ketuban,
Fetal Growth and Wellbeing, Plasenta, panjang serviks dan
deteksi abnormalitas tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II : Fetal anomalic Scanning- Doppler studies
(penapisan PE,IUGR)-Pemeriksaan lainya tergantung dari hasil
pemeriksaan pada kunjungan sebelumnya
c) Intervensi USG : tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan
pada pemeriksaan sebelumnya
2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,-
Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies
c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil pemeriksaan
sebelumnya
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV)
2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,-
Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies
c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil
pemeriksaan sebelumnya
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Koreksi anemia
2. Terapi ARV
3. Terapi bakteriuria
4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada
doppler a.uterina.
5. Senam hamil
6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang
ditemukan pada kunjungan sebelumnya
Lama Perawatan -
Masa Pemulihan -
Patologi -
Otopsi -
Indikator Medis -
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut
2. Kesiapan persalian/ kegawatdaruratan
3. Cara Persalinan
4. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari.
5. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan
menghadapi gawat darurat.
6. Penjadwalan kunjungan berikutnya
Hamil
PAKET KUNJUNGAN PAKET KUNJUNGAN II (14-24 PAKET KUNJUNGAN III ( 24-28 PAKET KUNJUNGAN IV ( 28-34 PAKET KUNJUNGAN V ( 34-40
I (8-13 MINGGU) MINGGU) MINGGU ) MINGGU) MINGGU)
Tujuan 1. Penapisan, pencegahan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan
penyakit dan pengobatan dini komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan
serta menilai kesehatan ibu persalinan persalinan persalinan persalinan
2. Deteksi dan tatalaksana kondisi 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin,
penyakit sebelum hamil memprediksi dan mencegah deteksi adanya preeklamsia, deteksi adanya preeklamsia, deteksi adanya preeklamsia,
3. Melaksanakan edukasi dan terjadinya Preeklamsia dan anemia, komplikasi medis, anemia, komplikasi medis, anemia, komplikasi medis,
konseling prematuritas, mengkoreksi prematuritas prematuritas prematuritas
4. Memastikan umur kehamilan anemia, menangani kelainan 3. Perencanaan kesiagaan terhadap 3. Perencanaan persalinan dan Perencanaan persalinan dan
medis yang muncul kegawat daruratan kesiagaan terhadap kegawat kesiagaan terhadap kegawat
3. Melaksanakan edukasi dan daruratan (mode and timing of daruratan (mode and timing of
konseling delivery, edukasi dan konseling) delivery, edukasi dan kons
3. eling)
Anamnesis terarah 6. Memastikan dukungan 3. Tanyakan keluhan yang 3. Tanyakan keluhan yang 3. Tanyakan keluhan yang 1. Tanyakan keluhan yang
suami/keluarga pada kehamilan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan
7. Eksplorasi dan hitung umur medis yang didapatkan pada medis yang didapatkan pada medis yang didapatkan medis yang didapatkan
kehamilan dan taksiran kunjungan sebelumnya kunjungan sebelumnya 4. Tanyakan keluhan yang 2. Tanyakan keluhan yang
persalinan (dating 4. Keluhan yang berhubungan 4. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan berhubungan dengan
pregnancy) dengan kehamilan (sesak nafas, berhubungan dengan kehamilan kehamilan(sesak nafas, gerakan kehamilan(sesak nafas, gerakan
8. Eksplorasi riwayat demam, batuk lama, gerakan (sesak nafas, gerakan anak, anak, perdarahan, keluar air dari anak, perdarahan, keluar air dari
pengobatan/penanganan anak, perdarahan, keluar air dari perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, vagina, nyeri perut, sakit kepala,
penyakit sebelum hamil (asma, vagina, nyeri perut, sakit kepala, vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll) dll)
jantung/ hipertensi, DM, ginjal, dll) dll)
hati, HIV, TB, Alergi obat/
makanan, Thalasemia, Malaria,
Epilepsi, Psikiatri, Obat yang
rutin diminum, Status Imunisasi
TT, Riwayat Transfusi, dll)
9. Eksplorasi riwayat
kehamilan/persalinan
sebelumnya (abortus
,prematuritas, postdate,
kehamilan ganda, kehamilan
makrosomia, IUFD, kelainan
bawaan, partus lama, FE/VaE,
Kuretase, SC (Corpore/ LSCS),
Preeclampsia, perdarahan
antepartum/ intrapartum dan
postpartum.
10. Riwayat kehamilan yang
sekarang : HPHT, TP,
Perdarahan, Mual/muntah,
pemakaian obat
Pemeriksaan Fisik Umum Tekanan darah, nadi, respirasi, Tekanan darah, nadi, respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi,
dan Obstetrik Temperatur, Berat Badan, Tinggi temperatur, Berat Badan, tanda Temperatur, Berat Badan, tanda Temperatur, Berat Badan, tanda temperatur, Berat Badan, tanda
Badan, Indeks Masa Tubuh (IMT), klinis anemia , Jantung, paru, tinggi klinis anemia, Jantung/Paru, edema, klinis anemia, Jantung/Paru, edema klinis anemia, Jantung/Paru, edema
payudara, Jantung, Paru, Abdomen fundus uteri (fetal growth), DJJ, Tinggi fundus Uteri (fetal growth), , Tinggi fundus Uteri (fetal growth), , Tinggi fundus uteri, DJJ, Uteri (fetal
(adneksa) ekstremitas (odema), pemeriksaan DJJ, ekstremitas (odema), DJJ , presentasi bayi, ekstremitas growth), presentasi bayi,
Pemeriksaan dalam (menilai fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan fisik lain yg terkait (odema), pemeriksaan fisik lain yg pemeriksaan kapasitas panggul,
masalah pada organ genitalia: pemeriksaan sebelumnya dengan hasil pemeriksaan terkait dengan hasil pemeriksaan ekstremitas (odema ), pemeriksaan
vagina, cerviks, bartholin, kelenjar sebelumnya sebelumnya fisik lain yg terkait dengan hasil
skene, dan uretra), ekstremitas pemeriksaan sebelumnya
Pengobatan/ intervensi 5. Koreksi anemi 7. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia
6. Terapi ARV 8. Terapi ARV 2. Terapi ARV 2. Terapi ARV 2. Terapi ARV
7. Terapi bakteriuria 9. Terapi bakteriuria 3. Terapi bakateriuria 3. Terapi bakteriuria 3. Terapi bakteriuria
8. Pengobatan penyakit 10. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang
sebelum hamil ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching
pada doppler a.uterina. pada doppler a.uterina pada doppler a.uterina. pada doppler a.uterina.
11. Senam hamil 5. Senam hamil 5. Senam hamil 5. Senam hamil
12. Terapi dan intervensi 6. Terapi dan intervensi tergantung 6. Terapi dan intervensi tergantung 6. Terapi dan intervensi tergantung
tergantung dari masalah medis dari masalah medis ibu dan janin dari masalah medis ibu dan janin dari masalah medisibu dan janin
ibu dan janin yang ditemukan yang ditemukan pada kunjungan yang ditemukan pada kunjungan yang ditemukan pada kunjungan
pada kunjungan sebelumnya sebelumnya sebelumnya sebelumnya
Preventif 1. Pemberian asam folat 400 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat
µgram/hari sampai umur 2. Imunisasi Tetanus Toksoid 2. Imunisasi Tetanus Toksoid 2. Pemberian tablet calcium 2. Pemberian tablet calcium
kehamilan 12 minggu (TT1,TT2) sesuai ketentuan. (TT1,TT2) sesuai ketentuan. 3. Pemberian tablet DHA 3. Pemberian tablet DHA
2. Imunisasi Tetanus Toksoid 3. Pemberian tablet calcium 3. Pemberian anti- D globulin. pada
(TT1,TT2) sesuai ketentuan. 4. Pemberian tablet DHA ibu rhesus (-) (UK 28 minggu)
4. Pemberian tablet calcium
5. Pemberian tablet DHA
Edukasi & konseling 5. Edukasi tanda-tanda bahaya 7. Edukasi tanda bahaya, 7. Edukasi tanda bahaya, 7. Edukasi tanda bahaya, 1. Edukasi tanda bahaya,
(perdarahan, mual yang perdarahan, nyeri perut perdarahan,nyeri perut perdarahan,nyeri perut perdarahan,nyeri perut
berlebihan, nyeri perut) 8. Kesiapan persalinan/ kegawat 8. Kesiapan persalinan/ 8. Kesiapan persalinan/ 2. Kesiapan persalinan/
6. Konseling Nutrisi, obat/ bahan daruratan kegawatdaruratan kegawatdaruratan kegawatdaruratan
berbahaya, aktifitas sehari hari . 9. Edukasi tanda-tanda bahaya 9. Cara persalinan 9. Cara Persalinan 3. Cara Persalinan
7. Kesiapan menghadapi (perdarahan, mual yang 10. Konseling Nutrisi, obat/bahan 10. Konseling Nutrisi, 4. Konseling Nutrisi, obat/bahan
persalinan (tempat, kapan, berlebihan, nyeri perut) berbahaya, aktifitas sehari hari . obat/bahan berbahaya, aktifitas berbahaya, aktifitas sehari hari.
biaya) dan kesiagaan 10. Konseling Nutrisi, obat/ bahan 11. Kesiapan menghadapi persalinan sehari hari. 5. Kesiapan menghadapi persalinan
menghadapi gawat darurat berbahaya, aktifitas sehari hari (tempat, kapan, biaya) dan 11. Kesiapan menghadapi (tempat, kapan, biaya) dan
8. Penjadwalan kunjungan 11. Kesiapan menghadapi persalinan kesiagaan menghadapi gawat persalinan (tempat, kapan, biaya) kesiagaan menghadapi gawat
berikutnya (tempat, kapan, biaya) dan darurat. dan kesiagaan menghadapi gawat darurat.
kesiagaan menghadapi gawat 12. Penjadwalan kunjungan darurat. 6. Penjadwalan kunjungan
darurat. berikutnya 12. Penjadwalan kunjungan berikutnya
12. Penjadwalan kunjungan berikutnya
berikutnya
Tempat Pelayanan dan Fasilitas kesehatan primer, Sekunder Fasilitas kesehatan primer, Sekunder Fasilitas Kesehatan Primer, sekunder Fasilitas kesehatan primer, sekunder Fasilitas kesehatan primer, sekunder
Rujukan dan Tersier (Forum Konsultasi dan Tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi
ADACs) ADACs) ADACS) ADACS) ADACS)
Kriteria merujuk Semua kehamilan dengan komplikasi Semua kehamilan dengan kelainan Semua kehamilan dengan kelainan Semua Kehamilan dengan kelainan Semua Kehamilan dengan kelainan
dan kelainan medis, USG level I di medis, komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/
Fasilitas kesehatan sekunder,USG persalinan/ nifas. Ditemukan persalian/ nifas, Ditemukan persalinan/ nifas, ditemukan persalinan/ nifas, ditemukan
Level II di Fasilitas kesehatan Tersier preeklamsia/ risiko preeklamsia yang preeklamsia/ risiko preeklamsia yang preeklamsia/ risiko preeklamsia preeklamsia/ risiko preeklamsia
atau tidak sesuai dengan kriteria bermakna, USG level I di Fasilitas bermakna, USG Level I di Fasilitas yang bremakna, USG Level I di yang bermakna, USG Level I di
ANC terfokus Kesehatan Sekunder,USG level II di Kesehatan Sekunder dan USG Level Fasilitas Kesehatan Sekunder dan Fasilitas Kesehatan Sekunder dan
Fasilitas kesehatan tersier atau tidak II di fasilitas kesehatan tersier atau USG Level II di Fasilitas kesehatan USG Level II di Fasilitas kesehatan
sesuai dengan kriteria ANC terfokus tidak sesuai dengan kriteria ANC tersier atau tidak sesuai dengan tersier atau tidak sesuai dengan
terfokus kriteria ANC terfokus kriteria ANC terfokus
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI HIPEREMESIS
RSUP SANGLAH GRAVIDARUM
DENPASAR 2015
3 Pengertian Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan atau
menetap pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari
dan menimbulkan komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5%
dari berat sebelum hamil, adanya tanda-tanda dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, dan ketonuria.
6 Kriteria Diagnosis 1. Klinis ditemukan keadaan mual muntah yang berlebihan, menetap,
dan mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari
2. Adanya komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% berat
sebelum hamil, adanya tanda dehidrasi, atau adanya ketonuria.
19
11 Terapi / tindakan 1. PUQE index score < 6 (HG ringan)
Hentikan vitamin yang mengandung zat besi
Lanjutkan asam folat
Modifikasi diet/lifestyle
Hindari faktor pencetus
Jahe dan Vit B6
H2RAS atau PPIS (Bila reflux, heart burn, H pylori)
2.2 Dehydrasi
Therapi cairan pengganti dengan vitamin
dan elektrolit
Vit B6 Bila perlu Methoclopramid
14 Informed Consent Informed consent tertulis (Diagnosis dan perencanaan terapi dan
perawatan)
15 Tenaga Standar 1. PPDS I tk Patol A
2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi
fetomaternal (PUQE index ≥ 13/HG berat)
PUQE index ≥ 13
PUQE index score < 6 (HG ringan)
(HG berat)
PUQE index score 7-
12 (HG moderat)
MRS
Hentikan vitamin yang mengandung zat besi
Lanjutkan asam folat - Jahe
Modifikasi diet/lifestyle -Vit B6 Th/ Cairan Intra Vena, elektrolit dan Vit B1.
Hindari faktor pencetus Puasa 24 jam
- Pertimbangkan
nutrisi enteral bila
Vit B6 - Therapi cairan perlu.
Bila pengganti
perlu dengan vitamin
Methoclopramid dan elektrolit
Bila UK > 10 minggu,
bisa dipertimbangkan
methyl prednisolon
Vit B6
Methoclopramid
dan/atau
Ondansetron
Pertahankan berat
badan/tanda vital
Keterangan:
1. Rata-rata dalam sehari berapa lama merasa mual dan rasa nyeri di lambung?
> 6 jam 4-6 jam 2-3 hari ≤ 1 jam Tidak ada
3. Rata rata dalam sehari berapa kali mengalami muntah kering (tanpa keluar sesuatu)
Interpretasi:
2 Diagnosis Abortus
Catatan :
Klasifikasi abortus :
1. Menurut mekanisme terjadinya :
a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi
dengan sendirinya tanpa provokasi dan intervensi.
b. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi
karena diprovokasi yang terdiri dari :
- Abortus provokatus terapeutikus adalah abortus
provokatus yang dilakukan atas indikasi medis dengan
alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu atau
janin.
- Abortus provokatus kriminalis adalah abortus
provokatus yang dilakukan tanpa indikasi medis.
2. Menurut klinis :
a. Abortus iminens.
b. Abortus insipien.
c. Abortus inkomplit.
d. Abortus komplit.
e. Abortus infeksiosus.
f. Abortus habitualis.
g. Missed abortion.
4 Anamnesis 1. Adanya tanda - tanada kehamilan.
2. Nyeri perut bagian bawah.
3. Keluar darah bergumpal - gumpal dari vagina.
Abortus Insipien :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kahamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan ketuban utuh.
Abortus Inkomplit :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus lebih kecil dari umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan teraba jaringan.
Abortus Komplit :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Tidak ada nyeri perut bagian bawah dan perdarahan
pervaginam.
Tinggi fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri tertutup.
Abortus Infeksiosus :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus lebih kecil atau sama dengan umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan teraba jaringan.
Ada tanda – tanda infeksi (klinis dan laboratorium)
13 Penyulit 1. Perdarahan
2. Perforasi
3. Infeksi
4. Syok
25 Edukasi 1. Diagnosa
2. Rencana tindakan
3. Komplikasi tindakan
4. Prognosis
Penampilan Langkah awal Nilai tanda syok Nadi cepat, lemah Hipotensi
Bila ditemui syok,segera
Pucat, berkeringat Gelisah, apatis atau tidak sadar
Wanita usia reproduksi : Lakukan stabilisasi
Temperatur > 38 C
Terlambat haid ( penatalaksanaan syok )
Perdarahan
Kram atau nyeri
perut bawah Setelah syok teratasi,
Keluar massa kehamilan lanjutkan evaluasi klinis
Demam, mengigil
EVALUASI KLINIS
rdarahan, lama/intensitas
Anamnesa kram,
Px Fisik
kontrasepsi yang digunakan, nyeri perut/punggung, alergi, gangguan perdarahan/pembekuan Tanda v
s, perdarahan intra
Px Vagina
abdomen )
n/goyang, besar/arah/konsistensi uterus, dinding perut tegang, derajat abortus
Rh negatif danLain-lain
pemberian TT
PENATALAKSANAAN
6. Kriteria Diagnosis
1. Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi,
perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan
yang positif.
2. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum baik.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
3. Pemeriksaan obstetri :
a. Palpasi terdapat nyeri tekan.
b. Colok vagina didapatkan :
- Uterus membesar.
- Massa di adneksa.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan hamil ektopik harus dirawat di rumah sakit.
Kehamilan Ektopik
6. Kriteria Diagnosis
1. Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi,
perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan
yang positif.
2. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum : jelek.
b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik.
3. Pemeriksaan obstetri :
a. Inspeksi terdapat distensi abdomen.
b. Palpasi terdapat akut abdomen.
c. Colok vagina didapatkan :
- Slinger pain.
- Uterus membesar.
- Massa di adneksa disertai nyeri.
- Cavum Douglas bulging.
Kehamilan Ektopik
3. Pengertian Kematian janin dalam uterus dengan berat janin 500 gram atau lebih,
usia kehamilan telah mencapai >24 minggu
4. Anamnesis Tanyakan gerakan janin, riwayat trauma, riwayat penyakit ibu, dan
keluhan lain seperti perdarahan atau keluar cairan pervaginam.
10. Perawatan Rumah Sakit Selama induksi harus dirawat di ruang bersalin/kamar bersalin
20. Otopsi Dilakukan dengan pertimbangan khusus, dan atas persetujuan keluarga.
23. Tingkat Evidens & - Bila serviks belum matang penggunaan prostaglandin E2 lebih baik
Rekomendasi dari oksitosin (Ia/A)
- Bila serviks matang: Induksi oksitosin (IV/C), Induksi misoprostol
(Ib/A)
24. Indikator Medis Bisa melahirkan janin dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Intra uterine fetal
death. In: Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Reddy U. M. Fetal death, in Berghella V. Maternal –Fetal Evidence
Based Guideline, 2 nd Ed Informa Healthcare 2012. pp 390-393.
3. Anonim, Stillbirthcare, Queensland Maternity and Neonatal
Clinical Guideline, May 2011.
4. Weiner C.P Fetal Death, in James D, High Risk
Pregnancy management option, Elsevier Saunders
2011.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
Bagan Alur Penanganan KJDR :
KJDR
Faal hemostasis
Donor
Lintang / Kasep Bujur dan Tdk kasep Letak Bujur Evaluasi pelvic score
PS ≥ 5 PS < 5
Partograf
WHO
Misoprostol
PS ≥ 5 PS < 5
Induksi
Kala II
Foley Cateter atau
SC Embriotomi Spontan
Catatan:
Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
Pasien yang menolak embriotomi bisa dilakukan SC
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KETUBAN
RSUP SANGLAH PECAH DINI
DENPASAR 2015
3. Pengertian Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa
disertai tanda-tanda persalinan.
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG: untuk mengetahui jumlah air ketuban dan konfirmasi
berat badan dan kesejahteraan janin.
2. DL, UL, CRP
10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan diagnosis KPD harus masuk rumah sakit.
11. Terapi / tindakan 1. KPD Pada Kehamilan Aterm dan mendekati aterm (≥ 35 Minggu)
a. Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg.
b. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya
patologis dilakukan SC.
b. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilahirkan.
c. Bila AT normal dan t rectal < 37,6 0C, dilakukan observasi tanda
tanda inpartu dalam waktu 12 jam, bila belum inpartu lakukan
drip oksitosin.
d. Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam
kehamilan, leukosit > 12.000, CRP >10mg/L dan pelvik skor < 5,
dipertimbangkan melakukan menajemen aktif dengan cara:
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi
dengan oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik
dengan Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam
maksimal 2 kali pemberian, bila PS baik dilakukan induksi
dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir.
12. Tempat Pelayanan Ruang Bersalin resiko tinggi, Kamar Operasi, Ruang Pemulihan, Ruang
perawatan post partum (Bakung, Anggrek, Ratna, Mahotama, Wing
Internasional) Poli 108.
KPD
Pengelolaan awal :
Pastikan umur kehamilan
Evaluasi kesejahteraan janin
Antibiotik profilaksis
Korioamnionitis
Kesejahteraan janin jelek
Lahirkan Kelainan kongenital
(Sesuai indikasi Obstetrik) Ya Leuko + CRP Tdk
Inpartu Tidak
Inpartu
Kortikosteroid
UK 35 mg Antibiotika
Pervaginam Ripening/
induksi Terbukti paru matang Tokolitik
Tanda korioamnionitis Evaluasi kesejahteraan janin dan kondisi ibu.
Anhidramnion Perawatan R.Obstetri
Fetal distress amnioinfusion
Catatan:
- Pemberian tokolitik pada umur kehamilan > 32 minggu hanya untuk memberi kesempatan pematangan
paru janin selama 48 jam.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI GAWAT JANIN
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3. Pengertian Gawat janin adalah kondisi janin intrauterin yang kritis oleh berbagai
sebab ditandai dengan bradikardia / takikardia persisten dan atau
adanya gambaran patologis pada kardiotokogram.
Catatan :
Kondisi tersebut ditandai oleh penurunan pH darah janin yang dapat
disebabkan oleh:
1. Hipotensi maternal.
2. Insufisiensi plasenta.
3. Kontraksi uterus berlebihan dan terus menerus (tetatnia
uterus intra uetrin).
4. Kondisi gawat darurat seperti rupture uterus, solusio
plasenta, prolaps tali pusat.
5. Maternal drugs yaitu oba-obat yang sedang dikomsumsi seperti
sedatif, narkotik, beta mimetik.
Takikardia dapat juga disebabkan oleh febris.
4. Anamnesis 1. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan; BB ibu tidak naik
selang 2 kali ANC atau turun dari ANC sebelumnya pada
trimester 2 dan 3. Kenaikan berat badan pada BMI normal
adalah 18-25 kg/cm seberat 11-16 kg.
2. Penyakit kronis seperti PE, diabetes mellitus, astma,
jantung, dan ginjal.
3. Gerakan janin berkurang dibanding sebelumnya.
4. Keluar air pervaginam yang tidak dapat dikendalikan, bau amis,
dan warna putih agak keruh. Dapat membasahi celana dalam.
5. Sakit perut hilang timbul.
6. Kriteria Diagnosis 1. Frekuensi denyut jantung janin <100 x/menit atau >170x/menit.
Air ketuban bercampur mekonium warna kehijauan
pada janin letak kepala.
2. Kardiotokografi patologis :
2.1. Bila terdapat 2 atau lebih kriteria non reassuring.
Frekuensi denyut jantung janin 100 - 109 x/menit
atau 161 - 180 x/menit.
Variabilitas <5 selama 40 - <90 menit.
Adanya deselerasi dini dan deselerasi
yang memanjang selama 3 menit.
2.2. Bila terdapat 1 atau lebih kriteria abnormal.
Frekuensi denyut jantung janin < 100 atau > 180.
Terdapat pola sinusoidal ≥ 10 menit.
Variabilitas <5 selama ≥ 90 menit.
Adanya pola deselerasi yang tidak normal, deselerasi
lambat, atau deselerasi yang memanjang selama 3
menit.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan gawat janin dirawat di rumah sakit.
11. Terapi / tindakan 1. Memperbaiki keadaan umum ibu sesuai dengan penyebab.
2. Kalau sedang induksi maka menghentikan kontraksi dengan
menghentikan infus oksitosin dan bila perlu berikan
tokolitik.
3. Resusitasi intrauterine :
2.1 Posisi ibu supinasi.
2.2 Oksigenasi dengan sungkup 4 lt/ mt.
2.3 Infus NaCl dengan tetesan sesuai kondisi.
4. Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menilai pembukaan
dan kemungkinan prolaps tali pusat.
5. Dilakukan percepatan kala II bila gawat janin terjadi
pada pembukaan lengkap.
6. Persiapan kamar operasi untuk dilakukan seksio sesarea.
12. Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin resiko tinggi
2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani
dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.
13. Penyulit 1. Intra uterine fetal death.
2. Infeksi neonatus.
3. Infeksi puerperalis.
Gawat Janin
Kala I Kala II
FE
SC
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH PERSALINAN DENGAN LETAK SUNGSANG
DENPASAR 2015
4. Anamnesis Menanyakan keluhan ibu seperti sakit perut hilang timbul, keluar air
ketuban disertai warnanya, dan gerakan anak.
6. Kriteria Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal.
2. Palpasi :
a. Leopold I : teraba bagian bulat, keras, dan balotemen.
b. Leopold II : teraba punggung di satu sisi dan bagian kecil
di sisi lain
c. Leopold III - IV : bokong teraba di bagian bawah uterus.
b. Auskultasi : denyut jantung janin biasanya diatas umbilikus.
c. Pemeriksaan dalam :
a. Frank breech : teraba sakrum, tuberositas ischiadika, anus,
dan apabila penurunan sudah di bawah bisa teraba
genitalia.
b. Complete breech : kaki teraba sejajar dengan bokong.
c. Footling : satu atau kedua kaki lebih rendah dari bokong.
d. Kneeling : satu atau kedua lutut lebih rendah dari bokong.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan letak sungsang dalukan perawatan di rumah
sakit sesuai indikasi medis dan obstetrik.
16. Lama Perawatan Persalinan pervaginam 1 - 2 hari dan seksio sesarea 2 - 3 hari.
23. Tingkat Evidens & - SC elektif pada kasus sungsang menurunkan komplikasi yang serius
Rekomendasi dibandingkan dengan mereka yang menjalani persalinan
pervaginam (Level evidence A)
- Kesehatan bayi jangka panjang tidak ditentukan dari cara
persalinan bayi tersebut. (Level evidence A)
Letak Sungsang
Aterm Preterm
Manajemen
prolap tali
pusat sesuai
PPK prolap tali
Evaluasi Skor ZA EFW 2000 - EFW 1000-
pusat
2500 2000
Pervaginam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT)
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD P05.9
2 Diagnosis Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
6 Kriteria Diagnosis Janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10
persentil Klasifikasi PJT adalah sebagai berikut:
Stage 0 : EFW <10persentil . Doppler a.umbilikalis dan MCA
normal
Stage I : EFW <10persentil, Doppler a.umbilikalis atau MCA
abnormal
Stage II : EFW <10persentil, absent atau reverse Doppler
a.umbilikalis.
Stage III : EFW <10persentil, absent atau reverse Doppler
duktus venosus.
8 Pemeriksaan Penunjang 1. Harus dilakukan USG pada kehamilan risiko tinggi untuk
menentukan:
- Perkiraan berat badan.
- Biometri janin meliputi: BPD, HC, AC, rasio HC/AC,
dan BPD/AC.
- Doppler arteri meliputi a. Umbilikalis, a. Uterina,
a. Cerebri media.
- Doppler vena meliputi v. Umbilikalis dan Ductus
Venosus.
- Survey anatomi untuk menentukan adanya
kelainan kongenital.
- Volume air ketuban dengan AFI atau single
vertical pocket.
- NST.
10 Perawatan Rumah Sakit Semua pasien PJT yang akan diterapi segera harus dirawat di
rumah sakit
11 Terapi / tindakan 1. Terapi Segera (melahirkan bayi):
Lakukan induksi bila:
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
- Terdapat kelainan kongenital.
- Infeksi intra uterin
- Kondisi maternal yang tidak memungkinkan
kehamilan diteruskan.
Lakukan SC bila dijumpai:
- NST Pathologis dengan late deselerasi berulang.
- Doppler abnormal vena umbilikalis dan duktus venosus.
2. Perawatan lanjut :
Pada saat diagnosis PJT dikonfirmasi, janin belum viabel.
Tujuannya untuk menentukan tingkat pertumbuhan
janin, kesejahteraan janin, volume air ketuban dan untuk
meminimalkan komplikasi.
Perbaiki nutrisi/oksigenasi.
Berikan kortikosteroids bila UK ≤ 34 minggu.
Monitoring yang dilakukan meliputi:
- USG Doppler untuk menentukan adanya Absent atau
Reverse end diastolic flow arteri umbilikalis dan doppler
vena tiap minggu.
- BPP serial, modified BPP, atau NST 1-2x/ minggu.
- USG serial untuk menentukan tingkat pertumbuhan (1-
2x/minggu).
Intervensi:
- Bila antenatal surveillance reasuring,
lanjutkan kehamilan.
- Bila didapatkan oligohidramnion, AEDF, REDF dan NST
non reasuring, segera lahirkan janin bila umur
kehamilan
> 34 minggu. Sedangkan bila umur kehamilan ≤ 34
minggu, berikan kortikosteroids dan konservatif dengan
monitoring ketat.
- Bila didapatkan NST pathologis, Doppler DV dan
v. umbilikalis abnormal, dan 2 minggu tidak ada
pertumbuhan segera lahirkan.
- Evaluasi pematangan paru mungkin membantu
mempertimbangkan keputusan melahirkan janin.
- PJT dengan UK< 34 dirawat sampai UK 36 minggu
selama hasil monitoring membaik.
12 Tempat Pelayanan 1. Ruang bersalin.
2. Kamar operasi.
3. NICU.
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama,
Sanjiwani dan Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.
21 Prognosis Buruk:
Disebabkan oleh faktor intrinsik fetus: kelainan kongenital,
aneuploidi, infeksi pada fetus.
Baik:
Oleh karena faktor nutrisi yang tidak adekuat atau
oksigenasi yang jelek.
22 Tindak Lanjut Kontrol kehamilan 1-2 minggu untuk monitoring keadaan bayi
23 Tingkat Evidens & Rekomendasi - AC (Abdominal Circumference) atau EFE (estimated Fetal
Weight) <10persentil digunakan untuk mendiagnosa SGA
(Small Gestasional Age ) (Level evidence A)
- Pada kasus High risk Pregnancy, penggunaan Dopler artery
umbilikalis menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi Level
evidence A)
>37 minggu
Stage 0,I
Expektan Expektan
≥ 37 mg ≥34 minggu
MRS,kortikoster
MRS oid saat didiagnosa dan lahirkan tanpa memandang usia kehamilan
ANC @ hari kortikosteroid
BPP score
B. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang
dari 2500 gr dan atau umur kehamilan kurang
dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup
dengan perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama
24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan
transfusi sampai HB lebih dari 10 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru
janin (menjaga kemungkinan perawatan
konservatif gagal), dengan deksametasone
5 mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita
dipindahkan ke ruangan setelah sebelumnya
dilakukan USG di IRD
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi
denyut jantung janin, perdarahan setiap 6
jam.
f. Perawatan konservatif gagal bila terjadi
perdarahan berulang (penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak
terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi.
h. Nasehat waktu pulang :
Istirahat.
Dilarang koitus/manipulasi vagina.
MRS bila terjadi perdarahan lagi.
Periksa ulang (ANC) 1 minggu kemudian.
23 Tingkat Evidens & Rekomendasi - Mode persalinan pada kasus plasenta previa dengan
plasenta berada kurang dari 2 cm dari OUI ,
dilakukan dengan SC (level evidence C)
- SC Elektif pada wanita hamil dengan placenta previa
dtidak direkomendasikan pada UK ˂ 38 minggu (level
evidence D)
24 Indikator Medis 1. Ibu tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.
2. Bayi yang dilahirkan baik.
Plaenta Previa
Preterm Aterm
˂37 minggu ≥ 37 minggu
Konservatif
Perdarahan
aktif Kepal Kepal
a a
masu tidak
k PAP Masu
k PAP
Pervaginam
Secio cesaria
`
3. Pengertian Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasi normal pada
endometrium cavum uterus sebelum janin lahir umur kehamilan >20
minggu.
8. Pemeriksaan 3. Laboratorium:
Penunjang c. Darah lengkap.
d. Faal hemostasis (BT,CT,PT,APTT)
4. USG :
a. Retroplacental clot.
b. Perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage).
c. Tanda perluasan perdarahan ke otot rahim.
d. Bila bekuan darah banyak akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain.
10. Perawatan Rumah Semua ibu hamil dengan solusio plasenta harus dirawat di rumah sakit.
Sakit
11. Terapi / tindakan Penanganan solusio plasenta tergantung dari umur kehamilan dan grading :
1. Aktif :
1.1. Umur kehamilan > 35 minggu dan 20 - 35 minggu
dengan solusio plasenta grade 2 dan 3.
1.2. Grading:
a. Pada solusio plasenta grade 0 - 1 persalinan; diusahakan
pervaginam dengan monitoring KTG.
b. Pada grade 2 - 3 persalinan dilakukan dengan seksio
sesarea.
c. Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan
drip oksitosin, persalinan harus terjadi dalam 6 jam.
2. Konservatif :
2.1. Umur kehamilan 20 sampai 35 minggu.
2.2. Grading :
a. Pada solusio plasenta grade 1 ( ibu dan janin stabil ) bisa
dilakukan penanganan konservatif dengan pengawasan
ketat.
- Diberikan steroid untuk pematangan paru janin.
- Pasien bisa dipulangkan bila keadaannya stabil, janin
baik dan tidak ada perdarahan pervaginam.
- Induksi persalinan dilakukan bila ada indikasi lain
atau telah mencapai 37 minggu.
b. Pada grade 2 atau 3 dilakukan persalinan dengan seksio
sesarea.
23. Tingkat Evidens & - Tokolitik tidak digunakan untuk menunda pesalinan pada kasus APB
Rekomendasi dengan hemodinamik tidak stabil atau ada penurunan keadan janin
(level evidence GPP).
- Direkomendasikan pemberian ergometrin untuk manajemen kala
III pada kasus solusio placenta (jika tidak ada tanda hipertensi)
(level evidence B)
25. Edukasi Menerangkan penyulit yang bisa terjadi pada solusio plasenta pada ibu
dan bayi.
Solusio Plasenta
Induksi Konservatif
Gagal Gagal
SC Berhasil SC
Lahir
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
HELLP sindrom (platelet < 100 , SGOT/SGPT > 70 dan LDH >600)
Impending eklampsia (nyeri kepala frontal, pengelihatan
kabur dan nyeri perut kuadran kanan atas)
Oligouria (produksi urin < 500 cc/24 jam).
Catatan:
Pemeriksaan kesejahteraan janin:
- Pengamatan gerakan janin setiap hari oleh ibu sendiri.
- NST 2 x setiap minggu; bila NST non reaktif dilakukan penilaian
profil biofisik janin.
- Evaluasi biometri janin setiap 3-4 minggu.
Kalau perlu, USG Doppler arteri umbilikalis dan arteri uterina.
2. Preeklampsia Berat
Segera masuk rumah sakit, tirah baring miring ke sisi kiri secara
intermiten.
Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%.
Diberikan: MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi :
Loading dose (initial dose) : dosis awal: 4g MgSO4
40% dilarutkan dalam normal Saline I.V/ 10-15
menit.
Maintenance dose : Mg SO4 1g/jam/I.V. dalam 24 jam
Cara pemberian:
Ambil 4g MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan dalam normal Saline I.V.
/10-15 menit. Sisanya, 6g MgSO4 40% (15 cc) dimasukan
kedalam satu botol larutan Ringer Dektrose 5% diberikan
perinfus dengan tetesan 28 tetes per menit atau habis dalam 6
jam.
Antidotum:
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO 4, maka diberikan
injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10cc dalam 3 menit.
Anti Hipertensi:
Bila tekanan darah ≥180/110 atau MAP>125 mmHg
- Diberikan Nifedipin 3 x 10 mg atau Nicardipin drip.
- Methyl dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis.
Diuretikum:
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
- Edema paru
- Payah jantung kongestif
- Edema anasarka
Catatan:
1. Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.
2. Penderita belum inpartu
2.1 Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5. Bila
perlu dilakukan pematangan serviks dengan
misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
Indikasi seksio sesarea adalah:
1. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
2. Induksi persalinan gagal.
3. Terjadi gawat janin.
3. Penderita sudah inpartu
a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf
WHO atau kurve Friedman.
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps
sesuai indikasi); tidak rutin dikerjakan kecuali:
1. Tekanan darah tidak terkontrol (MAP>
125)
2. Tanda-tanda impeding eklampsia.
3. Kemajuan kala II tidak adekuat.
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat
kegawatan ibu dan atau janin, atau indikasi
obstetrik.
e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah
regional atau epidural dan tidak diajurkan anestesia
umum.
3. Gestational Hipertensi
3.1 Anti hipertensi; bila tensi ≥ 160/100 mmHg. Jenis, dosis dan cara
pemberian sesuai dengan PE berat.
3.2 Terminasi kehamilan; analog PE ringan.
4. Superimposed Preeklampsia
Penanganannya sama dengan penanganan PE berat.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik 108 dan Ruang Bersalin, Kamar Operasi dan Pemulihan, ruang
perawatan post partum (Bakung, Mahotama, Ratna, Anggrek, Wing Amerta,
Sanjiwani) RSUP Sanglah Denpasar.
23. Tingkat Evidens & - Nifedipine diberikan secara oral bukan sublingual (level evidence A)
Rekomendasi - Magnesium sulphate adalah therapy pilihan untuk mengontrol
seizures. loading dose 4 g diberikan secara I.V selama 5–10 menit,
diikuti dosis maintenence 1 g/jam selama 24 jam setelah kejang
terakhir. (level evidence A)
24. Indikator Medis Tidak terjadi penyulit pada ibu seperti: eklampsia, perdarahan intra serebral,
kegagalan jantung dan ginjal, DIC, dan Syndrome HELLP.
Tidak terjadi asfiksia atau stillbirth.
26. Kepustakaan 1. Sibai B.M, Diagnosis and Management of Gestational Hypertension and
Preeclampsia, The American College of Obstetricians and Gynecologist,
2003.
2. National Collaborating Centre for Woman’s and Children’s Health, NICE
Guideline, Hypertention in Pregnancy: The Management of Hypertensive
Disorders during Pregnancy, January 2011.
3. Dean S, Management of Hypertensive Disorders in Pregnancy inc
Severe Pre-Eclampsia and Eclampsia, NHS Trust, 2011.
4. WHO Recomendations for Prevention and Treatment of Preeclampsia
and Eclampsia, 2011.
5. Magee L.A, et al, Diagnosis Evaluation and Management of the
Hypertensive Disorders in Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no
26 March 2008.
6. Sibai B.M, Diagnosis, Prevention and Management of Eclampsia, Clinical
Expert, Department of Obstetrics and Gynecology, University of Cincinati,
vol: 105 no: 2 2005.
7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
8. RCOG. 2006. The management of severe pre-eclampsia/eclampsia. Top
green guideline no. 10(a)
Preeklampsia Ringan
≥ 40 minggu
≥ 35 dengan:
PPROM IUGR
NST non reassuring
PS<5
Preeklampsia Berat
MRS
Evaluasi Maternal dan Fetal 24 jam
MgSO4 24 jam
Antihipertensi bila sistolik ≥ 160 mmHg dan atau Diastolik ≥ 110 atau MAP > 125 mmHg
Maternal distress
Ya
Nonreassuring fetal status
Umur kehamilan > 35 mg
Tidak
Ya
Steroids
PJT Berat
Tidak
Konservatif:
MgSO4
Steroids
Lahirkan
Pertimbangkan Terminasi Kehamilan Antihypertensi
Evaluasi
Konservatif gagal kondisi Maternal dan fetal tiap hari
Keterangan:
- Maternal Distress: Trombositopenia, impending eklampsia, Edema paru dan Syndrom HELLP.
- PJT berat: Reverse atau absent end diastolic flow, Doppller ductus venosus abnormal dan 2 mg tdk
ada pertumbuhan.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI EKLAMPSIA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
Catatan:
Tanda-tanda preeclampsia (lihat PPK Hipertensi Dalam
Kehamilan)
2. Komplikasi hipertensi.
2.1 Hypertensive encephalopathy
2.2 Phaeochromocytoma
4. Gangguan metabolik
4.1 Hipoglikemia
4.2 Uremia
4.3 Kekurangan sekresi anti diuretic hormone (ADH) yang
menyebabkan intoksikasi air
5. Penyakit infeksi
5.1 Meningitis
5.2 Ensefalitis
5.3 Tetanus
5.7 Koma
Konsultasi ke Bagian Anestesi dan Rawat Intensif.
6. Penanganan Obstetri:
12 Tempat Pelayanan IRD Obstetri, ICU, dan ruang nifas RSUP Sanglah Denpasar.
20 Otopsi Pada kasus kematian ibu dengan penyebab yang tidak jelas:
gangguan kejang, kemungkinan aneurisma serebral, dikonseling
untuk dilakukan otopsi dalam.
22 Tindak Lanjut Pasien pulang dari rumah sakit dianjurkan untuk periksa kembali
ke Poliklinik obstetri dan Ginekologi 108.
Eklampsia
Sodium tiopenthal
Stabilisasi 4-6 jam
Fetal assessment.
Evaluasi Pelvik skor
Rawat di ICU Penanganan komplikasi Rawat di kamar bersalin RT
PS<5 PS>5
sul ke bagian Neurologi, Kardiologi, Anestesi Neonatologi, Bedah saraf dan bagian lain yg terkait
Gagal Berhasil
SC Percepat Kala II
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI PERSALINAN
RSUP SANGLAH PRETERM
DENPASAR 2015
3. Pengertian Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan
< 37 minggu dan atau dengan perkiraan berat badan janin < 2500 gram.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua persalinan preterm harus dirawat di rumah sakit.
Catatan :
Tokolitik tidak diberikan pada keadaan :
1. infeksi intrauterine.
2. solusio plasenta.
3. lethal fetal malformation.
4. kematian janin dalam rahim ( KJDR ).
5. tanda - tanda insufisiensi plasenta.
6. Preeclampsia
23. Tingkat Evidens & - Nivedipin dan atosiban memiliki kemampuan tokolitik untuk
Rekomendasi mencegah persalinan preterm selama 7 hari. (level evidence
A)
- Dibandingkan dengan beta-agonis, nifedipin berhubungan
dengan peningkatan outcome bayi (level evidence A)
24. Indikator Medis Tidak terjadi persalinan preterm, gawat janin dan KJDR.
Persalinan Preterm
Tanda infeksi (-) Tanda Infeksi (+) Korioamnitis (+) Fetal anomali (+)
Berhasil Gagal
Lahir
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
RSUP SANGLAH POSTERM
DENPASAR 2015
Catatan:
Jika umur kehamilan tidak diketahui dimana tidak ada data HPHT dan
USG trimester I dan II, tetapi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
USG on site menunjukan kehamilan aterm maka dikelola sesuai
kehamilan posterm.
10. Perawatan Rumah Sakit Pasien dilakukan rawat inap di ruang bersalin.
12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan post
partum
13. Penyulit Sindrom aspirasi mekonium, fetal distress, makrosomia dan CPD
14. Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur induksi, persalinan, seksio sesarea
dan risiko tindakan lainnya).
23. Tingkat Evidens & - Tentukan umur kehamilan (lebih awal) sebaiknya saat UK 10-14
Rekomendasi minggu.(Ia/A)
- Induksi persalinan saat umur kehamilan 41 minggu menurunkan
mortalitas perinatal tanpa meningkatkan luaran yang buruk.
(Ia/A)
- Monitoring dengan melakukan pengukuran volume air ketuban,
perkiraan berat janin, dan pemeriksaan KTG 2 kali seminggu. (Ia/A)
24. Indikator Medis 1. Apgar score lebih dari tujuh (90%)
2. Kontaminasi air ketuban ke paru (10%)
3. Sepsis neonatotorum (5%).
26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In :
Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Marino T, Norwitz E.R, Prolonged Pregnancy, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach,
sixth ed 2012.
3. Albert Reece, John C. Hobbins. Prolonged Pregnancy. In :
Clinical Obstetrics The Fetus & Mother, 3rd edition, 2007
4. Norwitz ER, Robinson JN. Management of Postterm Pregnancy. In :
ACOG Practice Bulletin. Number 55, September 2004:639-45.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan Lewat
Waktu, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana
Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
6. Balchin I, Steer P.J, Prolonged Pregnancy, in James D, High Risk
Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011.
Bagan Alur Penanganan Posterm
UK 41 Minggu.
Evaluasi Leopold, kesra (NST & USG), dan penilaian PS
POSTTERM
Penanganan sesuai protap letsu/letli
(42 Minggu / Lebih) Konseling induksi
Kesejahteraan Janin Baik (USG / NST baik ) Kesejahteraan Janin Mencurigakan Kesejahteraan Janin Jelek
PS < 5 PS ≥ 5
PS < 5
PS ≥ 5
NST ulang
Induksi
BPP score (Baik) BPP score (Buruk)
Berhasil Gagal
SC
Pervaginam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN KEMBAR / GEMELI
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD O30.0
2. Diagnosis Kehamilan Kembar / Gemeli
3. Pengertian Kehamilan dengan janin lebih dari satu
4. Anamnesis Menanyakan apakah gerak anak banyak, perut cepat besar, dan berat
badan cepat bertambah?
Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga.
Riwayat pemakaian obat obat pemicu ovulasi.
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan LEOPOLD I-IV, teraba lebih dari
dua bagian besar janin, lebih dari satu punctum djj.
6. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan Leopold: uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung janin ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG
10. Perawatan Rumah Sakit Selama persalinan dirawat di ruang bersalin, post partum dirawat di
ruang nifas.
11. Terapi / tindakan 1. Partus pervaginam, bila presentasi kepala-kepala, atau kepala-
sungsang.
2. Versi luar/versi ekstraksi, untuk bayi kedua yang posisinya melintang.
3. SC, bila bayi pertama selain presentasi kepala, atau ada
penyulit seperti KPD, fetal distress, LMR dan penyulit lainnya.
12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi dan ruang nifas
13. Penyulit 1. Abortus
2. Persalinan prematur
3. Twin-twin transfusion syndrome (TTTS)
4. Solutio plasenta.
5. Preeklampsia
6. Polihidramnion
7. IUGR
8. Kelainan kongenital
9. Inersia uteri
10. HPP
11. Infeksi puerperalis
14. Informed Consent Ya, tertulis (Prosedur persalinan, risiko komplikasi tindakan)
18. Hasil Ibu melahirkan dengan selamat dan Bayi lahir Vigorous.
23. Tingkat Evidens & - Penentuan zygositas dan khorionisitas pada umur kehamilan 10-14
Rekomendasi minggu. (III/B)
- Suplementasi zat besi dan asam folat sejak trimester kedua. (IIb/B)
- Anomali scan rutin pada umur kehamilan 18-22 minggu. (III/B)
- Menunggu persalinan spontan bila tidak terjadi komplikasi. (Ia/A)
- Melakukan persalinan pervaginam kecuali janin pertama tidak dalam
posisi membujur. (III/B)
- Bila bayi kedua letak lintang, lakukan amniotomi dan lahirkan. (III/B)
- Pertimbangkan infus oksitosin bila terjadi inersia uteri, khususnya
setelah bayi pertama lahir.(GPP)
26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Twins Pregnanacy.
In: Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Hayes E.J, Broetzman M. Multiple Gestation, in Berghella V. Maternal
–Fetal Evidence Based Guideline, 2 nd Ed Informa Healthcare 2012.
3. Anonim, Twin Pregnancy, South Australian Perinatal
Practice Guideline, January 2012.
4. Fuchs K.E, D’Alton M.E, Multiple Gestations, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach,
sixth ed 2012.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan Multifetus,
Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana
Kedokteran
Fetomaternal, 2012.
Bagan Alir Persalinan Kembar/gemeli
Pervaginam
3. Pengertian Prolapsus funikuli adalah tali pusat berada didepan bagian terendah
janin pada saat ketuban pecah yang dapat terjadi pada inpartu dan
ketuban pecah dini.
4. Anamnesis Menanyakan keluhan ibu seperti keluar air ketuban, sakit perut hilang
timbul, dan gerakan anak.
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan abdomen meliputi penilaian his, Leopold I-IV, untuk
menentukan apakah kepala masih melayang
Pemeriksaan denyut jantung janin untuk menentukan apakah ada
gawat janin.
Pemeriksaan dalam teraba adanya tali pusat didepan
bagian terendah janin.
Apakah tali pusat masih berdenyut.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan prolap funikuli dilakukan rawat inap
11. Terapi / tindakan Tergantung apakah janin viable atau tidak, masih hidup atau tidak.
1. Bila janin viable:
a. Segera lakukan reposisi manual tali pusat, dan tangan
tetap menahan tali pusat sampai bayi lahir.
b. Letakkan pasien dengan posisi trendelenberg atau nungging
(knee-chest position)
c. Pasang O2 dengan sungkup.
d. Monitoring denyut jantung janin
e. Cek DL, BT, CT
f. Siapkan Whole blood 2 kantong
g. Konsultasi Anesthesi dan neonatologi.
h. Lakukan Inform Consent untuk dilakukan SC green code
i. Segera lakukan SC green code.
j. Bila janin sudah meninggal lahirkan pervaginam.
2. Bila janin belum viable (<28 minggu):
a. Expectant Management
b. Konsultasi ke divisi Fetomaternal
c. Ampicillin 4x500 mg
d. Reposisi manual
e. KIE prognosis dan risiko infeksi
f. Pertimbangkan terminasi kehamilan
g. Bila DJJ negatif lahirkan pervaginam
12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, kamar operasi, ruang nifas, ruang NICU
14. Informed Consent Ya, Tertulis (rencana tindakan, risiko tindakan operasi, prognosis)
16. Lama Perawatan 3 hari perawatan di ruang pulih dan ruang nifas.
23. Tingkat Evidens & SC merupakan mode persalinan yang dipilih dalam kasus prolap tali
Rekomendasi pusat jika pervaginam tidak mengancam untuk mencegah hipoksia
janin (level evidence B)
Hindari memecahkan ketuban pada saat memeriksa dalam, jika
talipusat prolap maka tindakan SC harus segera dikerjakan
(level evidence A)
24. Indikator Medis - Fetal distress bisa diatasi atau dicegah.
- Bayi lahir hidup.
26. Kepustakaan 1. Norwitz E.R, Belfort M.A, Saade G.R, Miller H, Obstetric
Clinical Algorithms, management and avidence. Wiley-
Blackwell, 2012
2. Anonim, Cord Prolapse in Emergency procedures, Clinical Guidelines,
Woman and Newborn Health service, King Edward Memorial Hospital,
2012.
3. Royal College Obstetrician & Gynecologist. 2014. Umbilical
Cord Prolapse . Green-top guidlines No 50.
Bagan alur Prolapsus Funikuli :
Prolapsus Funikulus
Expectant Management
Ampicillin 4x500 mg
Reposisi manual
12 Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, Ruang operasi dan ruang nifas
21 Prognosis Baik
23 Tingkat Evidens & - Secara keseluruhan ibu hamil yang berusaha melakukan VBAC,
Rekomendasi mempunyai risiko morbiditas 50 % lebih besar, walaupun hal
ini tergantung latar belakang risiko kegagalannya (III/B)
- Risiko komplikasi yang serius namun jarang terjadi pada kehamilan
berikutnya, terutama wanita dengan ≥ 5 kali SC (Hysterektomi 3%-
7%, placenta akreta 2%-7%, cedera blass 2,4%, dan transfuse darah
14%) (III/B).
- Keberhasilan VBAC lebih tergantung pada: Indikasi SC sebelumnya
letak sungsang atau fetal distress, Pernah melahirkan pervaginam
sebelumnya, Onset persalinan spontan, BMI normal atau rendah,
Persalinan sebelum 41 minggu, tidak ada DM, berat bayi lebih rendah,
kemajuan persalinan yang normal (III/B)
- Ruptura uteri kemungkinan besar terjadi karena: Operasi SC
sebelumnya bukan di SBR, tidak pernah melahirkan spontan
sebelumnya, Interval kehamilan yang pendek, bayi yang besar, Induksi
persalinan dengan prostaglandin (III/B)
Gagal
Distocia/Fetal distress Persalinan maju
SC cito
Elektif SC UK 38- 39 mgg Pervaginam
(Bila Kala II lebih dari 30
menit dilakukan VaE)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG
DENPASAR 2015
10. Perawatan Rumah Sakit Fungsional klas III-IV, dan pada saat inpartu.
12. Tempat Pelayanan Kamar bersalin Resiko Tinggi dan kamar operasi, UPIJ RSUP Sanglah
Denpasar
24. Indikator Medis Penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
25. Edukasi - Disarankan untuk tidak hamil lagi, pakai kontrasepsi mantap.
- Batasi aktifitas.
- Pola hidup sehat.
26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM)
“Penata Laksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D. 2010. Ante partu Haemorrhage. In: William
Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
3. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
Tabel 1. Klasifikasi penyakit jantung berdasarkan resiko maternal
Pemeriksaan lab
Lakukan ekhokardiografi
SC
Gagal
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
DIABETES MELITUS GESTASIONAL
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 024.9
6. Kriteria Diagnosis Hamil Gula darah puasa ≥ 126 mg/dl dan gula darah 2 jam PP > 140
mg/dl dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
26. Kepustakaan 1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D. 2010. Ante partu Haemorrhage. In : William
Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
Bagan alur Penatalaksanaan Obstetrik Diabetes Mellitus Gestasional
DMG
Catatan:
Pantau kesejahteraan janin (USG/KTG)
Sejak U.K 32 minggu 3x seminggu (NST) Rawat/MRS
Setiap 2 minggu untuk biometri janin Pantau kesejahteraan janin
USG/KTG
UK < 38
Minggu
UK ≥ 38
Minggu Tes (+) Tes (-)
Steroids 2 hari
LAHIRKAN
1. Bila amnioscentesis dan tes pematangan paru tidak bisa dikerjakan, langsung berikan steroids 2 hari baru
dilahirkan
2. Kehamilan deenagna risiko tinggi DMG dilakukan Skrining saat kunjungan pertama tanpa memandang
umur kehamilan dan diulang lagi saaat UK 24 minggu
3. Kehamilan dengan risiko rendah dilakukan skrining pada UK 24 minggu dan bila positif diulang kembali pada
saat UK 28 minggu.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH KEHAMILAN DENGAN INFEKSI HUMAN IMUNODEFISIENSI VIRUS (HIV)
DENPASAR 2015
3. Pengertian Kehamilan dengan infeksi human imunodefisiensi virus (HIV) baik yang
sudah diderita sebelum hamil ataupun yang baru terdiagnosis setelah
hamil, tanpa memandang stadium HIVnya.
4. Anamnesis Adanya faktor risiko: seperti prilaku seks tidak aman, multipartner,
penyalahguna obat (IDU) atau pernah mendapat transfusi darah.
Riwayat penyakit HIV pada suami, suami meninggal
dengan penyebab tidak jelas.
Adanya diare kronis, penurunan berat badan > 10% dan
adanya penyakit menular seksual.
Adanya tanda-tanda infeksi oportunistik seperti: lymfadenopathy
generalisata, pneumonia pneumonitis jiroveci, TB paru, sarkoma
Kaposi, herpes zoster dll.
Riwayat minum ARV sebelumnya dan jenis obat yang diminum,
kalau sudah terdiagnosa HIV.
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum untuk menentukan stadium HIVnya, dengan
mencari tanda-tanda infeksi oportunistik.
Pemeriksaan obstetri, dengan Leopold I-IV
6. Kriteria Diagnosis Antibodi HIV (+) 3 kali, yang meliputi 1 kali tes skrining dan 2 kali tes
konfirmasi (strategi tiga).
11. Terapi / tindakan 1. ANC: pemberian obat ARV, dan konseling mengenai cara
persalinan dan pemberian PASI.
2. Berikan ARV sejak pertama diketahui hamil dengan HIV
tanpa memandang umur kehamilan, CD4 dan viral loadnya.
3. Tentukan stadium HIV
4. Pengobatan :
Obat pilihan utama ARV : TDF 300mg + 3TC atau FTC 300 mg
+ Evafirenz 600 mg.
Obat alternatif :
o AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + EFV* (1x600mg)
o TDF(1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) +
EFV (1x600mg)
Bila ibu hamil dengan kecurigaan infeksi HIV datang saat
inpartu, segera lakukan tes HIV, bila reaktif langsung berikan
ARV.
ODHA yang sebelumnya telah mendapatkan terapi ARV kemudian
hamil, lanjutkan dengan ARV yang sama selama dan setelah
persalinan.
ODHA hamil dengan hepatitis B yang memerlukan terapi:
oTDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP
(2x200mg) atau
oTDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV
(1x600mg)
ODHA hamil dengan tuberkulosis aktif, Bila OAT sudah diberikan,
maka dilanjutkan. Bila OAT belum, maka diberikan terlebih dahulu
sebelum ARV. Rejimen untuk ibu: Bila OAT sdh diberikan dan TB
telah stabil: AZT (d4T) + 3TC + EFV
5. Persalinan:
- Direncanakan untuk SC elektif pada umur kehamilan 38 mg.
- Persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi
15. Tenaga Standar 1. PPDS tk Patol B, jika dilakukan SC dilakukan oleh Chief
2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter spesialis Anak
5. Dokter penyakit dalam
16. Lama Perawatan 2-3 hari atau lebih tergantung stadium HIV.
17. Masa Pemulihan Pasien HIV tidak bisa disembuhkan, pemulihan kondisi tergantung
stadium HIV-nya, makin berat makin lama pemulihannya.
Stadium I perawatan post operasi sama seperti pasien biasa.
18. Hasil Melahirkan bayi tanpa terjadi penularan vertikal dari ibu ke bayi
dengan kondisi vigorous.
Mengurangi komplikasi pada ibu
21. Prognosis Dubius ad malam, tergantung keteraturan minum ARV dan stadium
HIV.
22. Tindak Lanjut 1. Pengawasan ketat dan pengobatan teratur.
2. Disarankan kontrasepsi mantap, dan kondom, ANC Teratur.
3. Disarankan memberikan PASI
23. Tingkat Evidens & Melakukan pemeriksaan DL, fungsi ginjal dan liver tiap bulan
Rekomendasi pada trimesterIII (Ia/A)
Melakukan pemeriksaan USG pada umur kehamilan 18-20 mg untuk
menyingkirkan anomaly fetus (GPP)
Merekomendasikan SC pada pasien dengan viral load > 1000
copy/ml setelah umur kehamilan 34 minggu, Merencanakan SC saat
umur kehamilan 38 minggu bila datingnya adekuat, melakukan
persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi (Ia/A)
Jika melakukan persalinan pervaginam, minimalkan lama waktu
pecah ketuban (II/B)
Bila pasangannya HIV negativ, sarankan menggunakan kondom
untuk proteksi (Ia/A).
24. Indikator Medis Transmisi HIV ke janin tidak ada (konfirmasi setelah usia anak
18 bulan)
Hamil dengan Status HIV tidak diketahui / Curiga HIV Diketahui HIV Sejak
sebelum Hamil
SC Partus Pervaginam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
RSUP SANGLAH DENGAN SLE 2015
DENPASAR
6 Kriteria Diagnosis SLE ditegakkan secara klinis dan laboratories menurut American
Rheumatism Association (ARA). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat
paling sedikit 4 dari 11 kriteria ARA tersebut (Empat dari 11 kriteria
positif untuk memenuhi 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas)
8 Pemeriksaan Penunjang DL, LED, LFT, RFT, UL, Anti ds DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti
kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La
(Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester)
9 Konsultasi 1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal
2. Bagian ilmu penyakit dala divisi rhematology
10 Perawatan Rumah Sakit 1. Sesuai indikasi Obstetri
2. Jika ditemukan flare dilakukan perawatan bersama sejawat Interna
Persalinan
Sesuai indikasi obstetri (untuk mencegah eksaserbasi
berikan metilprednisolone i.v sampai 48jam post partum)
13 Penyulit Masalah utama yang terjadi pada kehamilan dengan SLE yaitu
meningkatnya komplikasi kehamilan terkait dengan penyakit SLE dan
terjadinya flare akibat kehamilan sehingga dapat mempengaruhi
terhadap kondisi ibu maupun janin
Kelahiran premature
KJDR
PJT
HDK
APB
Pulmonari hipertensif
14 Informed Consent Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien
16 Lama Perawatan Dengan penyulit: disesuaikan klinis dan keadan pasien selama
perawatan.
21 Prognosis Penderita SLE yang telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan
sebelum hamil mempunyai resiko 25% terjadinya eksaserbasi
pada saat hamil dan 90% kehamilannnya baik. Tetapi bila
masa remisi SLE sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka
resiko eksaserbasi LES pada saat hamil menjadi 50 %, dengan
luaran kehamilan yang buruk.
Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko
kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu menjadi
10%.
Risiko eksaserbasi meningkat tiap semester, yaitu 13% pada
trimeseter I, 14% pada trimester II, 53% pada trimester III serta
23% pada masa nifas.
23 Tingkat Evidens & 1. Kehamilan pada ibu dengan penyakit Sistemik Lupus
Rekomendasi Erithematosus (SLE) sangat berhubungan dengan tingkat kesakitan
dan kematian ibu serta janin. (level B)
2. Resikokematian ibu hamil yang menderita SLE memiliki dampak 20
kali lebih tinggi karena komplikasi yang disebabkan oleh preeklamsi,
trombosis, infeksi dan kelainan darah (level B)
3. Flare pada kehamilan dilaporkan antara 13 % - 68 % pada penderita
SLE yang hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak
hamil Jumlahnya meningkat selama kehamilan dan pada
masa post partum antara 30% sampai 50% (level B)
26 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003.
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. L.W Kwok, L.S tam, Y.Y Leung and EK Li. 2011. Predictors of
Maternal and Fetal Outcomes in Pregnancies of Patients with
Systemic Lupus Erythematosus. jurnal permissions.
3. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma. Lupus Eritematosus Sistemik pada
Kehamilan. 170 JPeny Dalam, Volume 8 Nomor 2 Mei 2007.
4. Varghese stephy, Crocker Ian, Bruce N Ian & Tower Clare. 2011.
Systemic LupusErythematosus, Regulatory T Cells and
Pregnancy. From www.expertreviews.com/toc/eci/7/5. Diunduh
tanggal 10 Januari 2015.
ITEM DEFINISI
torium lengkap:
DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La (Pemeriksaan laborator
Gagal
Metilprednisolone (I.V) 1gram atau 15mg /kgBB /hari (jika terapi oral tidak berespon)
kukan tappering off/ bila exaserbasi kembali muncul dosis dikembalikan seperti semula dan jika flare ditemukan selama kehamilan ma
Inpartu
Note: Stress dose diberikan jika pasien menerima dosis prednison minimal 20mg/hari selama lebih dari 3 minggu
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KEHAMILAN
RSUP SANGLAH DENGAN ASMA 2015
DENPASAR
10 Perawatan Rumah Sakit Pada serangn asma akut yang partial respon, tidak respon dan status
asmatikus dilakukan perawat inap
Mode persalinan:
Pada kehamilan dengan penyakit asma, diupayakan
persalinan secara spontan. Namun bila ternyata penderita
berada dalam serangan, tindakan vakum ekstraksi dan forseps
dapat diambil untuk mempercepat kala II.
Obat maintenance dilanjutkan selama persalinan, dosis steroid
diberikan 4 minggu sebelum persalinan (100mg hydrocortison/
8
jam ) sampai 24 jam pasca salin
23 Tingkat Evidens & Wanita dengan asma berat akan cenderung mengalami eksaserbasi
Rekomendasi selama kehamilan (level evidence B)
Severity
Intermittent Persistent
Component Mild Moderate Severe
Symptoms ≤ 2 hari/minggu >2 sehari Sepanjang
hari/minggu, hari
tidak
seharian
Nocturnal awakenings ≤ 2x/bulan 3–4x/bulan >1/minggu, Sering
tidak malam 7x/minggu
hari
Short-acting – β agonist for ≤ 2 hari/minggu ≥2 sehari Beberapa kali
symptoms hari/minggu, sehari
tapi bukan
>1x/hari
Interference with normal tidak Limitasi Beberapa Limitasi
activity minor limitasi Berat
Lung function Normal diantara
exacerbasi
>80% diprediksi ≥80% 60–80% <60%
FEV1 diprediksi diprediksi diprediksi
Normal Normal menurun 5% menurun >5
FEV1/FVC
a
Albuterol dipilih karena lebih aman untuk ibu hamil.
b
Budesonide dipilih karena lebih umum digunakan pada kehamilan .
c
Salmeterol dipilih karena avaibilitas obatnya yang panjang.
Bagan Alur penatalaksanaan serangan asma akut dalam kehamilan
Penatalaksanaan kehamilan
Tidak diperlukan pengelolaan spesifik kecuali ditemukan tiroid
storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk
mencegah decompensasi kordis.
12 Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, poliklinik, ruang nifas
23 Tingkat Evidens & Propylthiouracil harus digunakan bila terapi obat antitiroid dimulai
Rekomendasi pada trimester pertama. Methimazole harus digunakan bila terapi
obat antitiroid dimulai setelah trimester pertama. (level evidence
B)
24 Indikator Medis Kondisi ibu dan janin baik
No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1. Sesak saat kerja +1
2. Berdebar +2
3. Kelelahan +3
6. Keringat berlebihan +3
7. Gugup +2
Curiga Kehamilan
dengan Hipertiroid
pesifik kecuali ditemukan tiroid storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk mencegah decompensasi kordis.
Dirawat di Obstetri intensive care Unit
Konsul endokrinology
Fetomaternal
neonatology
Terapi menurunkan
Terapi
sintesis
untukhormon
mengontrol
thyroid
takikardia
PTU oral 300-600mg
Propanolol
(loading
1-2mg/menit
dose) dilanjutkan
i.v Atau4x150-300mg
dosis yang cukup untuk menurunkan denyut jantun
1 jam setelah pemberian
Pertimbangkan
PTU diberikan
kateter arteri pulmonalis
Sodium iodida 4x500mg tiap 8-12 jam
Lugol 30-60tts/hari
c.Iodida dihentikan setelah perbaikan awal
Plasmaparesis atau dialisis peritoneal (untuk membuang sirkulasi hormon tiroid) diperhitungkan jika terapi konvensional gagal
Kriteria Diagnosis Tuberkulosis aktif: infeksi TBC dengan gejala klinis yang khas
Tuberkulosis laten: adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara
klinis tidak ada tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif
Perawatan Rumah Sakit Pasien dilakukan rawat inap sesuai indikasi obsetri dan kriteria rawat inap dari
penyakit dalam
Terapi / tindakan Terapi medis (Obat Anti Tuberkulosa) sesuai bagan alur
Terapi Lini I
Rifampisin 8-12mg/kgBB/hari)
Isoniazid 4-6 mg/kgBB/hari
Pirazinamid 20 – 30mg/kgBB/hari
Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari
Terapi Lini II (digunkan pada kasus MDR/Multipel Drug Resistance)
Kanamisin
Kapromisin
Amikasin
streptomisin
Terapi Obstetri:
Sesuai dengan indikasi obstetri
Tempat Pelayanan Ruang bersalin, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan postpartum
3. Pengertian Ruptur uterus adalah diskontinuitas uterus pada kehamilan dengan atau
tanpa ekspulsi janin.
Catatan :
Ruptur uterus dibedakan atas:
1. Ruptura uterus tanpa parut yaitu rupura uterus yang
terjadi secara spontan.
2. Ruptur uterus dengan parut adalah ruptur uterus yang terjadi
terkait dengan lokus minoris pada uterus sampai
miometrium.
a. SC korporeal.
b. Post miomektomi.
3. Ruptura uterus traumatika adalah rupture uterus yang
disebabkan oleh trauma fisik seperti terbentur, tertusuk
atau tertembak.
4. Ruptur uterus violenta adalah ruptur uterus yang terjadi pada
uterus yang sudah berpotensi ruptur dan diinduksi oleh
tindakan obstetri seperti ekstraksi forsep, embriotomi dan versi
ekstraksi.
5. Ruptur uterus tidak khas
4. Anamnesis 1. Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti
teriris (dapat menyebar ke bahu).
2. Hilangnya kontraksi uterus.
3. Badan lemas sampai pingsan.
4. Tidak adanya gerakan janin.
5. Perdarahan pervaginam.
6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
7. Riwayat trauma fisik.
Pemeriksaan fisik :
1. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum lemah.
b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik.
2. Pemeriksaan fisik obstetri :
a. Akut abdomen.
b. Bagian – bagian janin mudah teraba.
c. Monitoring dengan KTG ditemukan bradikardia secara tiba –
tiba sampai kematian janin.
d. Perdarahan pervaginam yang kadang – kadang disertai
hematuria.
e. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan bagian
terbawah janin mudah didorong ke atas.
f. Perdarahan post partum teraba dikontinuitas dinding uterus.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan uterus ruptur harus dirawat di rumah sakit.
23. Tingkat Evidens & -Resiko terjadinya ruptur uterus pada pasien dengan riwayat SC
Rekomendasi satu kali adalah 22-74/10.000 (level evidence B)
- Wanita yang melakukan persalinan pasca operasi mempunyai
1% kebutuhan akan transfusi dan endometritis. (level evidence
B)
24. Indikator Medis Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.
Sumber perdarahan berhasil dihentikan.
Ruptur Uterus
Perbaikan keadaan
umum ibu
Laparotomi
Luas robekan
Paritas > 3
Baru Lama
< 6 jam > 6jam
Repair
10 Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan partus kasep harus dirawat di rumah sakit.
Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi
saat itu.
14 Informed Consent Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien
Pastus Kasep
PasangPasang
infus &infus & kateter
kateter urine.
urine. Beri cairan kalori dan elektrolit.
GrojogPemberian obat penurun
cairan RL 1000CC. panas
(Bila perlu transfusi)
Pemberian
Pemberian antibiotika
obat penurun berspektrum luas : Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3 hari, Metronidaz
panas
Pemeriksaanlaboratorium
Pemeriksaan laboratorium (DL,UL, (DL,UL, SPT,SGOT,
SPT,SGOT, BUN/SC.)
BUN/SC.)
Evaluasi Penyebab syok
SC
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI PERDARAHAN
RSUP SANGLAH POST PARTUM 2015
DENPASAR
3 Pengertian Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang terjadi setelah partus kala II
yaitu > 500 cc pada persalinan pervaginam dan > 1000 cc pada seksio sesarea.
Penyebab PPP :
1. Atonia uteri. (Tonus)
2. Robekan jalan lahir (Trauma)
3. Retensio / sisa plasenta (Tissue)
4. Gangguan pembekuan darah (Trombin)
Kriteria khusus :
1. Atonia uteri.
- Palpasi teraba tinggi fundus uteri setinggi pusat atau lebih dan
kontraksi yang lembek.
- Inspekulo perdarahan merah atau stolsel keluar dari OUE.
Catatan :
Faktor risiko perdarahan pasca persalinan :
1. Anemia.
2. Perdarahan antepartum.
3. Korioamnionitis.
4. Grandemultipara.
5. Gangguan koagulasi.
6. Pemberian MgSO4.
7. Gemelli.
8. Persalinan dengan tindakan.
9. Partus presipitatus.
10. Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya.
11. Persalina lama.
12. Kelainan uterus.
13. Riwayat seksio sesarea.
14. Persalinan dengan induksi.
8 Pemeriksaan 1. Laboratorium:
Penunjang a. Darah lengkap.
b. Faal hemostasis.
2. USG.
3. KTG.
9 Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anasthesi.
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
10 Perawatan Semua pasien dengan perdarahan post partum harus dirawat di rumah sakit.
Rumah Sakit
Dosis dan cara IV : infus 20 unit dalam IM atau IV (secara Oral 600 mcg
pemberian 1 liter larutan perlahan) 0,2 mg atau rektal 800
awal garam fisiologik mcg
dengan 60
tetesan per menit
IM : 10 unit
Dosis lanjutan IV : infus 20 unit dalam Ulangi 0,2 mg setelah 400 mcg 2-4
1 liter larutan 15 menit jika masih jam setelah
garam fisiologik diperlukan beri dosis awal
dgn 40 IM / IV setiap 2 - 4 jam
tetes/menit
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 liter Total 1 mg atau 5 Total 1200 mcg
perhari larutan dengan dosis
oksitosin
e. Bila tetap terjadi perdarahan disertai hemodinamik masih stabil dan ingin
mempertahankan fertilitas dapat dilakukan jahitan kompresi :
- B - Lynch.
Menggunakan kromik catgut no. 1 atau no. 2, Vicryl 0 ( Ethicon ).
Tindakan B - Lynch ini harus didahului tes tamponade untuk menilai
efektifitas tindakan B - Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus
secara langsung di meja operasi.
- Cho multiple square.
Dilakukan pada perdarahan oleh karena plasenta previa.
- Metode Hayman.
Dilakukan pada pasien yang sebelumnya tidak dilakukan seksio sesarea.
13 Penyulit 1. Syok.
2. DIC.
3. Gagal ginjal.
23 Tingkat Evidens - Manajemen aktif kala III menurunkan kehilangan darah dan menurunkan resiko
& Rekomendasi HPP (level evidence A)
- Penggunaan Oxitosin untuk penanganan rutin aktif manajemen kala
III menurunkan resiko HPP hingga 60% (level evidenec A)
25 Edukasi 1. Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk kehamilan berikutnya.
2. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi dan menstruasi.
3. Mobilisasi dini.
4. Nutrisi.
26 Kepustakaan 1. WHO Guidelines for the Management of Post Partum Haemorrhage and
Retained Placenta, WHO Library Cataloguing in Publication Data, 2009.
2. RCOG, Green Top Guidelines, Prevention and Management of Postpartum
Haemorrhage, no 52 May 209.
3. Postpartum Haemorrhage: Guidelines, Southampton University
Hospital NHSTrust, January 2011.
4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines, Primary
Postpartum Haemorrhage, July 2009.
5. SOGC Clinical Practice Guidelines, Active Management of the Third Stage of
Labour: Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage, no 235,
October 2009.
6. Belfort M.A. Postpartum Hemorrhage, in Queenan’s Management of High Risk
Pregnancy. Sixth ed. 2012. p.289 - 291.
7. Francois K. Postpartum Hemorrhage, in Obstetric Intensive Care Manual,
Third Ed. Mc Graw Hill, 2011.p. 27 - 38.
8. Lynch, C.B. Conservative Surgical Management, in Postpartum Hemorrhage,
p.287 - 297.
9. Koh E, Daavendra K, Tan L K, B-Lynch Suture for The Treatment of
Uterine Atony, Singapore Med J 2009.
10. www. medscape.com, Use of a Condom for Control Massive Postpartum
Hemorrhage, 2010.
11. Rather S Y, et al. Use of Condom for Control Intractable PPH, J & K Health
Service, Kashmir, Vol 12, 2010.
12. Karkata M K, Kristanto H, Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Salin, Panduan
Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawa
Sari, 2012. hal.166 - 174.
13. RCOG. 2011. Prevention And Management Of Postpartum Haemorrhage.
Green-top Guideline No.52.
Bagan Alur Pada Perdarahan Pasca Persalinan
Penanganan Segera:
- Ask for HELP.
- Baringkan pasien kepala lebih rendah.
- Penilaian Vital Sign.
- Lakukan Resusitasi ABC
- Pasang IV line double + ambil
sampel darah, periksa lab, siapkan
transfusi darah
- Pemeriksaan Obstetri.
Tissue
Balon intra uterin (Kondom kateter) Bila semua prosedur telah dilakukan tetapi tetap perdarahan pikirkan gangguan pembekuan darah.
Terdapat tanda-tanda DIC
BT/CT memanjang, TC menurun, Fibrinogen menurun < 1g/L, PTT/APTT memanjang.
Tetap Perdarahan
Kontraksi Jelek
3 Pengertian Masuknya air ketuban, sel - sel fetus atau material debris lainnya ke
dalam sirkulasi maternal yang dapat mengakibatkan reaksi anafilaktik
dan obstruksi mekanis pada pembuluh darah utama ibu.
10 Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan emboli air ketuban dirawat di rumah sakit.
20 Otopsi Diperlukan
Resusitasi
Airway control
O2 100%
Iv line (Bolus cairan)
Hidrokortison 4x500 mg (iv)
Drip Dopamin
Perimortem SC
(Green code)
Bayi harus lahir kurang dari 5
menit
3 Pengertian Sepsismerupakanresponsistemikterhadapinfeksidimanapathogenatautoksindilepaskan
kedalamsirkulasidarahsehinggaterjadiprosesaktivitasprosesinflamasi, Sepsis merupakan
SIRS ditambahdengan sumber infeksi yangjelas
4 Anamnesis Panas badan / hipotermia, sesak nafas, berdebar debar dan sampai penurunan
kesadaran
5 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Umum:
KU: baik - sampai penurunan kesadaran
Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;
6 Kriteria Diagnosis Tanda dan gejala infeksi ini harus memenuhi paling sedikit 2 kriteria
dari Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) disertai dengan sumber
infeksi yang jelas.
1. Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
2. Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
3. Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;
4. Jumlah sel-sel darah putih yang tidak normal, yaitu >12000 sel/cu
mm atau <4000 sel/cu mm.
16 Lama Perawatan Tergantung kondisi klinis dan laboratorium pasien selama perawatan
17 Masa Pemulihan
18 Hasil
19 Patologi -
20 Otopsi -
22 Tindak Lanjut
Explorasi kausa
Penilaian infeksi
Penilaian tanda disfungsi organ
DL, AGD, elektrolit, PT, PTT, D-Dimer, Fibrinogen, Bilirubin, LFT, ALP, LDH, albumin
kultur (darah, sputum, urine dan sumber lain)
antibiotika spektrum luas (triple antibiotika)
IV line
Fuid challenge 30 mL/Kg Nacl 0,9% atau RL selama 30 – 60 menit (maximum 2 liters), turunkan volume
Periksa MAP jika diperlukan lakukan bolus cairan
Pertahankan Saturasi O2 ˃ 92 (Pasang Monitor)
Patologi Diperlukan
Tentukan apakah terdapat massa ( endometrioma) atau tidak dengan colok dubur / USG abdomen
PKK
Progestogen
Selama 3 bulan
Nyeri tidak hilang
Massa - Massa +
Laparoskopi ablasi - eksisi Nyeri
Tidak hilang
Terapi empiris :
NSAID
PKK Selama 1-3 bulan
Massa – 4 cm Massa ≥ 4 cm
Laparoskopi
kistektomi,
Lanjutkan terapi ablasi -
Nyeri hilang
PKK / eksisi
Progestogen
Selama 3 bulan Selanjutnya lihat
Usia penderita
3 bulan
Agonis GnRH + add-bac
3-6 bulan
NYERI
curiga endometriosis
Tentukan apakah terdapat massa ( endometrioma) atau tidak dengan pemeriksaan dalam / USG transvagina
3.
Massa – Massa +
Terapi empiris :
NSAID
PKK
Selama 1-3 bulan
Lanjutkan terapi
Pertimbangkan
PKK /terapi bedah konservatif atau radikal TAH-BSO dengan tambahan terapi hormon estrogen progest
Progestogen
Selama 3 bulan
179
INFERTILITAS
curiga endometriosis
hamil
Inseminasi intra uteri Normal Stimulasi ovarium
minimal
bila tetap
tidak hamil
Fertilitasi in virto
Alogoritma penggunaan agonis GnRH selama 3 bulan sebelum fertilisasi in virto meningkatkan angka
kehamilan
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
INFERTILITAS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
29. Pengertian Infertilitas primer adalah kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual
secara teratur tanpa kontrasepsi.
Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan memiliki anak
walaupun telah melakukan hubungan harmonis selama 1 tahun tanpa
kontrasepsi, walau sebelumnya pernah hamil atau mempunyai anak .
30. Anamnesis 12. Menanyakan riwayat menstruasi dan membuat menogram dalam 3
bulan terakhir.
13. Menanyakan riwayat sosial terkait faktor risiko infertilitas
14. Menanyakan riwayat medis pasien sebelumnya
15. Menanyakan riwayat penggunaan kontrasepsi dan pengobatan
sebelumnya
32. Kriteria Diagnosis 1. Pasangan belum memiliki anak setelah satu tahun
2. Hubungan seksual teratur (minimal 2 kali seminggu)
3. Tidak menggunakan kontrasepsi
Perawatan Rumah Sakit Pasien rawat jalan. Rawat inap dilakukan bila akan dilakukan
pemeriksaan operatif seperti laparoskopi.
Terapi / tindakan Tatalaksana Terkait Kausa Infertilitas:
1. Faktor Uterus
- Endometriosis dan Adenomiosis : Laparoskopi, laparotomi, reseksi
/ prosedur Osada, Fertilisasi in Vitro
2. Gangguan Ovulasi
- SOPK : perubahan gaya hidup, induksi ovulasi
- SOPK resisten : induksi ovulasi dengan rFSH dosis rendah kronis,
laparoscopic drilling
- SOPK gagal lini kedua : FIV
- Hiperprolaktinemia : Agonis dopamine
- Cadangan ovarium menurun : kemungkinan FIV
- Gangguan hipofisis : induksi ovulasi dengan rFSH dan rLH
3. Faktor Tuba
- Oklusi tuba unilateral : laparoskopi atau laparotomi, rekonstruksi tuba
- Oklusi tuba bilateral : kemungkinan FIV
- Hidrosalfing bilateral : laparoskopi salfingektomi, kemungkinan FIV
Tempat Pelayanan Ruang poliklinik fertilitas, ruang tindakan, ruang operasi, ruang pulih
Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur diagnosis, terapi dan risiko tindakan
lainnya).
Hasil Kehamilan
Patologi Biopsi endometrium, dan biopsi jaringan yang dieksisi pada tindakan
diagnostic atau kuratif
Prognosis Tergantung pada jenis kelainan dan berat ringan derajat penyakit
Tingkat Evidens & - 84% pasangan yang berhubungan rutin tanpa kontrasesi akan
Rekomendasi mengalami kehamilan dalam setahun pertama dan 92% dalam tahun
kedua (Level 3,4)
- Merokok dan alkohol dapat menurunkan tingkat kesuburan (Level
2,3)
- Wanita dengan IMT >29 kg/m 2 mungkin memerlukan waktu yang
lebih lama untuk hamil dan menurunkan massa tubuh dapat
membantu meningkatkan kemungkinan kehamilan (Level 2)
- Pemeriksaan progesteron fase midluteal sebaiknya dilakukan pada
wanita infertil dengan menstruasi regular (Level 2)
- Pemeriksaan klamidia trakomatis sebaiknya ditawarkan sebelum
instrumentasi uteri (Level 2)
- Wanita tanpa komorbiditas yang diketahui (PRP, KET sebelumnya,
endometriosis) sebaiknya menjalani HSG untuk penapisan oklusi tuba
(Level 2)
- Pasien sebaiknya tidak dianjurkan menjalani histeroskopi saja untuk
koreksi kelainan uterus, karena manfaat terhadap tingkat kehamilan
belum diketahui, kecuali ada indikasi medis (Level 2)
- Pemeriksaan lender serviks passka koitus tidak rutin dilakukan
(Level1)
- Klomifen sitrat dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II
sebagai lini pertama dalam 12 bulan (Level 1) dengan risiko
kehamilan ganda (Level 2), serta pada infertilitas idiopatik (Level 1)
- Metformin dapat diberikan pada penderita SPOK resisten klomifen
sitrat dengan IMT >25 kg/m2
- Gonadotropin dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II
yang tidak mengalami ovulasi dengan klomifen sitrat, serta pada
prosedur FIV (Level 1)
- GnRH analog dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas I
secara pulsatil (Level 2) dan sebagai downregulator pada prosedur
FIV (Level 1)
- Agonis dopamine dapat diberikan pada penderita gangguan ovulasi
WHO kelas IV (Level 1)
- Ablasi atatu reseksi operatif dapat meningkatkan kemungkinan
kehamilan pada beberapa kondisi, seperti endometriosis minimal
ringan (Level 1), endometrioma ovarium (Level 1), dan endometriosis
sedang berat (Level 2)
- Inseminasi intrauterine dapat ditawarkan pada penderita fertilitas pria
ringan, infertilitas idiopatik, dan endometriosis minimal ringan
sebanyak hingga 6 siklus (Level 1)
Kepustakaan 20. RCOG. Fertility: assessment and treatment for people with fertility
problems. 2004
21. Schorge J, Schaffer J, Halvorson L, Hoffman B, Bradshaw K,
Cunningham. Williams Gynacology: McGraw-Hill
22. WHO. Infertility. 2013
23. ASRM Defiitions of infertility and recurrent pregnancy loss: a
committee opinion. Fertil Steril. 2013;Jan 99 (1):63
24. Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. 2010
25. Kamath M, Bhattcharya S. Best practice & research clinical obstetrics
and gynaecology. 2012
26. Belen A,Jacobs H. Infertility in practice. Leeds and UK: Elsevier
Science;2003
27. World Health Organization. WHO manual for standardized
investigation and diagnosis of the infertile couple. Cambridge:
Cambridge university press. 2000
Anamnesis 16. Ditanyakan pola haidnya, haid tidak teratur atau amenore
17. Apakah ada keluhan klimatorik
Jangka pendek :
- vasomotorik : semburan panas (hot flushes)
- Jantung berebar-debar
- Sakit kepala
- Keringat banyak di malam
hari Jangka panjang :
- Osteoporosis
- Aterosklerosis
- Penyakit jantung koroner
- Stroke
- Demensia tipe Alzeimer
- Kanker usus berat
Urogenital :
Nyeri senggama, vagina kering, keputihan dan infeksi, perdarahan
pasca senggama, ISK, disuria, inkontinensia urin, gatal pada vagina
dan vulva, mudah iritasi, prolaps organ panggul.
Keluhan psikologik :
Perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, cepat marah,
konsentrasi menururn, perubahan perilaku, gangguan libido, dan
depresi
Kulit dan kuku :
Kering, menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh berwarna kuning
Tulang dan otot :Myalgia dan atralgia :
Mata :Keratokonjungtivitis sika
Rambut :Menipis, dapat tumbuh rambut di sekitar bibir dan telinga
Metabolisme :Hiperkolesterolimia (LDL meningkat, HDL menurun)
Diagnosis Banding -
Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan kadar FSH ,LH dan Estradiol
2. Pemeriksaan fungsi tyroid (TSH dan FT4)
Dilakukan jika didapatkan keluhan klimatorik (vasomotor) tetapi hasil
FSH, LH, dan Estradiol normal
3. Pemeriksaan Densitometer
Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan
faktor risiko osteoporosis seperti menopause dini, pasca menopause,
telat menarche, kurus, kurang olah raga, kurang aktivitas, kebiasaan
merokok, minum kopi, soda dan alkohol, diet rendah kalsium, nyeri
tulang dengan penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan
hipertyroid.
Hasil densitometer berupa T-skor dan Z-skor
T-skor adalah skor yang memfasilitasi klasifikasi wanita ke dalam
risiko untuk berkembang menjadi osteoporosis, sedangkan Z-skor
adalah skor yang digunakan untuk memperkirakan risiko fraktur di
masa yang akan datang. Z-skor menentukan perbedaan nilai simpang
baku wanita dibandingkan dengan wanita dengan usia yang sama
tanpa osteoporosis.
Nilai T-skor >-1 SD : densitas tulang normal
Nilai T-skor di antara -1 dan -2,5 SD : osteopenia
Nilai T-skor <-2,5 SD : osteoporosis
Nilai T-skor <2,5 : osteoporosis berat dan telah terjadi patah tulang
Konsultasi Bagian Obstetri dan ginekologi divisi FER.
Tenaga Standar 11. PPDS I Obgin tingkat senior B dan senior Advance
12. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
Lama Perawatan -
Menopause
Usia > 40 tahun dan < 40 tahun
Ada sarana
Pencegahan Tidak Ada Sarana Usia amenore >6 bulan Tidak Ada Sarana Usia Amenorhea > 6 bulan
-FSH, LH,E2
Densitometer tulang HRT
USG
Rontgen tulang Konsultasi Bagian Lain
Konsultasi bagian lain
Observasi
-FSH > 40 IU/ml
-E2 < 30 pg/ml
-Sitologi: Atrofi Terapi
-Osteoporosi (+)
Pencegahan TTTTerapi Timbul Keluhan atau
Menopause > 1 tahun
-FSH dan E2 Normal tanpa keluhan
-Osteoporosi (+) Pencegahan
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
35. Pengertian Semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid
yang memanjang atau tidak beraturan
36. Anamnesis 18. Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB
yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan
keluarganya (Rekomendasi B). Perlu ditanyakan siklus haid
sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus
abnormal.
19. Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan
haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena
itu perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von
Willebrand (Rekomendasi B).
20. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu
koagulasi.
21. Penilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf
(PBAC) atau skor “perdarahan”. Data ini juga dapat digunakan untuk
diagnosis dan menilai kemajuan pengobatan PUA (Rekomendasi C).
22. Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan
hemostasis dengan sensitifitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan positif.
23. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi karena pemakaian
antikoagulan dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C1.
37. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas
keadaan hemodinamik.
2. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan.
3. Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen,
pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid,
galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang
(adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
4. Pemeriksaan Ginekologis
A. Polip (PUA-P)
Definisi :
Gejala :
PUA.
Diagnostik :
B. Adenomiosis (PUA-A)
Definisi :
m ektopik pada
lapisan miometrium
Gejala :
abnormal.
Diagnostik
C. Leiomioma (PUA-L)
Definisi
Gejala
abdomen
Diagnostik
subserosum.
Definisi :
endometrium
Gejala :
Diagnostik
E. Coagulopathy (PUA-C)
Definisi :
uterus
Gejala :
Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik
Definisi
Gejala :
Diagnostik
(PUD).
rdarahan ringan dan jarang,
hingga perdarahan haid banyak.
G. Endometrial (PUA-E)
Definisi :
Gejala :
Diagnostik
siklus haid teratur.
lokal endometrium.
endothelin-
fibrinolisis.
H. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR.
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Test Kehamilan
2. DL, BT/CT
3. PT, APTT, Fibirinogen, D-dimer
4. vWF, agregasi trombosit
5. SGOT/SGPT
6. FT4, TSH, FSH, LH, E2,SHGB, DHEAS
7. Ureum, Creatinin
8. GDS,
9. Pap smear
10. USG Transabdominal
11. USG Transvaginal
12. Progesteron serum
13. D & K atau biopsy untuk pengambilan sampel endometrium
14. SIS
15. Histeroskopi
16. Kolposkopi
8. Konsultasi 9. Bagian Penyakit Dalam
9. Perawatan Rumah Sakit 1. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang
stabil
2. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan
hemodinamik tidak stabil.
10. Terapi / tindakan Tergantung dari penyebab perdarahan
11. Tempat Pelayanan Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan
ginekologi.
14. Tenaga Standar 13. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B
14. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
41. Anamnesis 24. Menanyakan keluhan saat ini, jumlah perdarahan dan adanya
jaringan yang keluar
25. Menanyakan adanya telat haid dan hari pertama haid terakhir
26. Menanyakan riwayat obstetrik sebelumnya
27. Menanyakan riwayat medis
42. Pemeriksaan Fisik 12. Pemeriksaan fisik umum
13. Pemeriksaan ginekologi
14. Pemeriksaan ultrasonografi
15. Pemeriksaan laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin,
bleeding time, cloting time, faal hemostasis
43. Kriteria Diagnosis 11. Wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau kurang
(terdapat riwayat terlambat haid dan dikonfirmasi dengan tes
kehamilan)
12. Terdapat perdarahan yang disertai dengan keluarnya hasil konsepsi
13. Riwayat keguguran sebelumnya sebanyak 2 kali atau lebih berturut-
turut dari anamnesis dengan pasien
44. Diagnosis Banding Abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus
komplit, missed abortion
45. Pemeriksaan Penunjang 7. Laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin,bleeding time, cloting
time, faal hemostasis
8. USG
9. Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mencari etiologi
46. Konsultasi 10. Bagian Obstetri dan Ginekologi divisi Fertilitas Endokrinologi dan
Reproduksi
11. Bagian Anestesi
51. Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur tindakan, tujuan, risiko dan
komplikasi, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi).
56. Patologi Anatomi Dikerjakan untuk konfirmasi keguguran dan mencari etiologi keguguran
berulang
57. Otopsi Tidak diperlukan
59. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108 satu minggu setelah kuretase.
60. Tingkat Evidens & - Menunda kehamilan berikutnya sampai sekitar 3 bulan post
Rekomendasi kuretase.(IIa/B)
- Perencanaan kehamilan berikutnya dengan mencari dan mengobati
etiologinya (IIb/C)
63. Kepustakaan 28. Fritz MA, Speroff L. Recurrent Eary Pregnancy Loss. In Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility, 8th edition, 2011.
29. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Abortion. In : Williams
Obstetrics, 23rd edition 2010.
30. Baziad, A. Panduan Tata Laksana Keguguran Berulang, HIFERI-POGI,
2010.
31. Handono B, Firman FW, Mose JC. Abortus Berulang, Refika Aditama,
2009.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
67. Anamnesis 28. Gangguan menstruasi, paling sering oligomenorea dan amenorea
29. Tanda-tanda adrogenisme : hirsutisme, akne, alopesia androgenic,
dan tanda-tanda lainnya.
30.
68. Pemeriksaan Fisik 26. Pemeriksaan fisik umum
27. Pemeriksaan fisik tanda hirsutisme dan hiperandrogen
( pertumbuhan bulu pada area tertentu, jerawat dll)
28. Kriteria Diagnosis Berdasarkan kriterian Rotterdam tahun 2003
1. Oligo atau anovulasi
2. Hiperandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi
3. Gambaran ovarium polikisrik pada pemeriksaan
ultrasonografi. Untuk mendiagnosis SPOK dibutuhkan minimal 2 dari 3
kriteria dan tidak diketemukan kelainan-kalainan endrokrinologis
lainnya, seperti congenital adrenal hyperplasia (CAH),
hiperprolaktinemia, kelainan
tiroid, ataupun tumor yang menghasilkan hormone androgen.
29. Diagnosis Banding 1Hyperplasia androgen kongenital non klasik
2.Tumor yang mensekresikan androgen
3Sindroma resistensi insulin berat
4Sindroma chusing
5.Hirsutisme idiopatik
30. Pemeriksaan Penunjang 17. USG : adanya 12 folikel atau lebih yang memiliki dameter 2-9 mm
pada masing-masing ovarium, atau peningkatan volum ovarium >
10 ml
18. FSH dan E2 serum
19. Testosterone, DHEA,Androsteneidon, SHBG
20. Kadar progesterone serum pada fase luteal putatif
21. Kadar glukosa dan insulin pada TTGO 2 jam
32. Perawatan Rumah Sakit 3. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang
stabil
4. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan
hemodinamik tidak stabil.
33. Terapi / tindakan Tergantung dari penyebab perdarahan
34. Tempat Pelayanan Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan
ginekologi.
37. Tenaga Standar 17. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B
18. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
Urinalisis
Dikatakan positif apabila:
Sel epitel ≥10/lp : kesan infeksi
Lekosit ≥10WBC/lp dan eritrosit ≥ 2-3 RBC/lp + gejala
ISK
Apabila terdapat casts maka merupakan ISK atas
Simptomatik :
1. Sistitis
a. Tidak dirawat
b. Antibiotik Trimetropim atau Nitrofurantoin, Ampicilin
selama 5 - 7 hari
c. Fosfomycin trometamol (3g dosis tunggal) atau
sefalosporin oral generasi II dan III perlu
dipertimbangkan untuk terapi jangka pendek yang
efektif
d. Antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur
e. Analgetik dan antipiretik
f. Minum banyak
g. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang
2. PNA (Pielonephritis Akut)
a. Rawat pasang infus
b. Pemeriksaan darah lengkap termasuk: PO2, PCO2 dan
elektrolit
c. Keseimbangan cairan, dan pasang kateter trans uretra
d. Berikan cairan 2,5-3 liter
e. Antibiotik
Gentamicin 5 mg / kgbb (maximum dosis awal 480
mg) IV sehari sekali untuk 3 hari, atau sampai hasil
sensitifitas ada dan
dikombinasi dengan ampisilin atau amoksisilin 2 g
IV dosis awal kemudian 1 g IV setiap 4 jam untuk 3
hari
Cefazolin 1-2 g IV setiap 6 sampai 8 jam selama 3
hari atau
Ceftriaxone 1 g IV sekali sehari selama 3 hari atau
Cefotaxime 1 g IV setiap 8 jam selama 3 hari
Setelah 3 hari:
Trimethoprim 300 mg oral setiap hari untuk 10 hari
Atau amoksisilin + asam klavulanat (500 + 125) 625
mg oral dua kali sehari untuk 10 hari (pada umur
kehamilan < 20 minggu)
f. Kultur urin dan darah
g. Antibiotik sesuai hasil kultur kalau sudah ada
h. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang
A ANTIBIOTIK
Antibiotik Empiris
Kultur Urin
142
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RETENSIO URIN
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD N 31.2
2. Diagnosis Retensio Urin
3. Pengertian Tidak adanya proses berkemih secara spontan enam jam setelah
kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan
urin sisa > 200 ml untuk kasus obstetri dan urin sisa > 100 ml untuk
kasus ginekologi.
4. Anamnesis 1. Rasa tidak lampias setelah berkemih
2. Waktu berkemih menjadi lama
3. Frekuensi berkemih lebih lama
4. Tidak bisa berkemih
5. Distensi abdomen, sering disangka sebagai kista intra abdomen
6. Sensasi ingin berkemih (kandung kemih merasa penuh)
5. Pemeriksaan Fisik 1. Palpasi abdomen: teraba massa kistik di daerah suprasimpisis
2. Pemeriksaan bimanual: terasa massa kistik mendesak dinding
vagina anterior bagian proksimal
6. Pemeriksaan 1. USG
Penunjang 2. Kateterisasi
3. Res urin
4. Residu urin
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding Kista ovarium
9. Konsultasi Mikrobiologi
Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
SMF Urologi
SMF Neurologi
10. Perawatan Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Pasang kateter
2. Banyak minum 2 – 3 liter/hari
3. Antibiotika 5 – 7 hari
4. Urin segera dikultur dan antibiotika disesuaikan bila hasil kultur
sudah didapat
5. Siprofloksasin 2 x 500 mg dan Sulbactam 3 x 500 mg
6. Prostaglandin E2: misoprostol 2 x 200 mcg
12. Tempat Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan
Pelayanan Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Sesuai penyebab retensio urine
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Uroginekologi &
Rekonstruksi
2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi &
Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 1-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Minum cukup, tidak menahan BAK
25. Kepustakaan 1. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia
2. Tanton SL. Ed. Clinical Gynaecologic Urology. Mosby, 1984.
3. Cardozo L. Voiding Difficulties and retention. In: Clinical
Urogynecology: The King’s Approach. 1st ed. Churrchill Livingstone,
London. 1977; 307-308.
4. Ramsey S, Palmer M. The management of female urinary
retention. International Urology and Nefrology. 2006: 38: 533-
535.
5. djusad S. Penatalaksanaan retensio ruin pada kasus obstetrik dan
ginekologi. Simposium Sehari Penatalaksaan Mutakhir Gangguan
Berkemih Pada Wanita. Jakarta 2002.
6. Kartono H, Santoso BI, Junizaf. Thesis perbandingan penggunaan
kateter menetap selama 6 jam dan 24 jam pasca seksio sesarea
dalam pencegahan retensio urin, 1998.
7. Rahardjo P, Santoso BI, Junizaf. Thesis penggunaan Prostaglandin
E2 Intravagina dalam usaha mencegah retensio urin pasca
histerektomi vaginal yang disertai kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi, 1999.
Bagan Alur Penanganan Retensio Urin
Retensio Urin
Buka-tutup kateter/4 jam (selama 24 jam) Kecuali bisa BAK, dapat dibuka segera
1. Derajat III :
a. IIIa : Robekan otot sfingter ani eksterna < 50%
b. IIIb : Robekan otot sfingter ani eksterna > 50 %
c. IIIc : Robekan sudah termasuk otot sfingter ani
interna
2. Derajat IV : Derajat III + mukosa anus
4. Anamnesis Adanya robekan pada perineum pasca persalinan yang
mengenai sfingter ani atau mukosa rektum
Faktor risiko :
1. Persalinan dengan bayi besar
2. Persalinan dengan instrumentasi
3. Penatalaksanaan persalinan yang kurang tepat
5. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi : Tampak luka robek perineum hingga mengenai
sfingter ani
atau mukosa rektum
b. Palpasi : Teraba robekan pada perineum hingga mengenai
sfingter ani atau mukosa rectum
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis & Pemeriksaan fisik
7. Diagnosis Banding -
8. Pemeriksaan Penunjang -
9. Konsultasi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan
Uroginekologi dan Rekonstruksi
10. Perawatan Rumah Sakit Perawatan post partum (Bakung Timur) dan komplikasi ruptur
perineum
11. Terapi / tindakan 1. Hygiene vulva
2. Reparasi dilakukan dengan anestesi lokal yang adekuat
3. Konsultan yang berpengalaman harus ada pada saat
reparasi robekan derajat 3 dan 4
4. Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis
diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi
pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena
5. Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan
tahapan repair
6. Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair menggunakan
benang poliglactin 3.0 dengan simpul berada pada mukosa
rektum (intra lumen)
7. Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0
polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode
interrupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit
dengan benang (PDS) 2.0 dengan metode overlapping atau
end to end.
8. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis
menggunakan benang poliglactin 2.0.
9. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau
interuptus dengan benang polyglactin (chromic no. 2.0)
10. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa
repair intak
Underactiv
e
Jika terapi konservatifJika terapi konservatif gagal
destrusor
Angka Kejadian:
16,5% pada wanita reproduksi, dan sekitar 20-40% dari seluruh
prevalensi inkontinensia urin. Prevalensi meningkat dengan
meningkatnya usia dan menopause.
Etiologi:
1. Kelainan neurogenik, disebut juga overactive kandung kemih
hiperefleksia. Kelainan yang menyebabkan OKK ini adalah
seperti penyakit Parkinson, multiple sklerosis, stroke, tumor
otak, trauma atau tumor medulla spinalis
2. Idiopatik, tidak jelas sebabnya mungkin karena saraf perifer
pada kandung kemih sendiri atau pada reseptor pada
kandung kemih, gangguan metabolisme, kelainan bawaan
dan lain-lain.
Gejala
1. Urgensi
2. Urge inkontinensia
3. Frekuensi
4. Nokturia
4. Anamnesis 1. Urgensi
2. Urge inkontinensia
3. Frekuensi
4. Nokturia
5. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pemeriksaan yang teliti untuk menghindarkan dari
infeksi saluran kemih (alat genital bawah), adanya sistokel dan
rektokel atau kekurangan hormonal.
6. Pemeriksaan 1. Urinalisis, dapat dilihat jumlah leukosit kurang dari 10.
Penunjang 2. Daftar harian berkemih dalam 24 jam yang dilakukan selama
3 hari, dari daftar harian berkemih ini dapat dilihat urgensi,
frekuensi, nokturia ataupun urge inkontinensia sekaligus
dapat mengetahui kapasitas kandung kemih serta faktor-
faktor yang mungkin berpengaruh pada kandung kemih ini.
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -
9. Konsultasi 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. SMF Rehabilitasi Medik
10. Perawatan Rumah Ruang rawat Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan A. Konservatif:
1. Behavior therapy
Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman
alkohol, minum terlalu banyak atau minuman yang dapat
merangsang kandung kemih dihindari atau dihentikan.
2. Bladder drill
3. Obat-obat antimuskarinik
4. Melakukan over distanded
5. Latihan otot dasar panggul seperti senam Kegel
B. Operatif:
1. Neuromodulasi
2. Sistoplasti
3. Suntikan Botox
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi &
Rekonstruksi
2. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan
Uroginekologi dan Rekontruksi
16. Lama Perawatan 3-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman alkohol,
minum terlalu banyak atau minuman yang dapat merangsang
kandung kemih dihindari atau dihentikan
25. Kepustakaan 1. Abrams P, Khoury B, Wein A. Incontinence. 1 st International
Consultation on Incontinence. June 28, 1998. Monaco p. 231-
245.
2. Abrams P, Wein A.J. The Overactive Bladder. A widespread
and treatable condition. Printed in Sweden by Nyströms
Tryckeri AB 1998.
3. Cardozo L. Urogynecology. Churchill. Livingstone, New York-
London-San Francisco-Tokyo 19997 p. 287-313.
4. Ostergard R.P, Bent E.A. Urogynecology and Urodynamic.
Williams & Wilkin’s. Baltimore-London-Los Angeles-Sydney
1996 p. 35-46, 465-490.
5. Staton L.S, Clinical Gynecologic Urology. The CV Mosby
Company. St. Louis-Toronto. 1998 p. 193-201.
6. Sutherst R.J., Frazer M.I. Richmond D.H. Haylen B.H. Clinical
Gynecological Urology. Butterworth-Heiman. London-
Boston-Singapore-Sydney-Toronto. 1990 p. 21-30, 111-130.
Bagan Alur Penanganan Overactive Bladder atau Overaktif Kandung Kemih (OKK)
k
Tujuan terapi tak
tercapai, pasien meninginginkan terapi lanjutan
Tujuan
Pada
terapi
kasus
tercapai
yang jarang, pertimbangkan Urinary diversion atau augmentation cytoplasty
Follow-up efektivitas dan efek
samping
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI INKONTINENSIA
ALVI
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 R 17
2. Diagnosis Inkontinensia Alvi
3. Pengertian Ketidakmampuan untuk mengontrol pengeluaran gas, cairan atau
faeses yang padat melalui anus
Insidensi
Prevalensi : 0,3–2,2 %.
Etiologi
1. Kelainan atau penyakit saraf atau neurologi
a. Lesi di daerah solkus yang menyebabkan kerusakan pada
otot dasar panggul dan sfingter ani
b. Perubahan degeneratif dan usia yang menungkin
menyebabkan kegagalan sensorik dan kelemahan otot
sfingter ani
c. Penyakit metabolik seperti DM yang menyebabkan
penyakit autonum neuropati
d. Penyakit sistemis yang lain, Parkinson, multiple
sclerosis, miotonik distrofi dan lain-lain
2. Kelainan bawaan kolorektal, seperti anus imperforata,
agenesis rektal, Hirschsprungs dan koreksi yang tak
sempurna dari kelainan diatas, radang seperti ulseratif colitis,
fistula anovaginal dan tumor rektum
3. Kerusakan sfingter ani dan dasar panggul karena trauma
sfingter ani dan saraf pudendus dan robekan perineum akibat
episiotomi dan forsep
4. Prolaps rekti
Patofisiologi
Dua komponen yang penting yang menimbulkan inkontinensia
fekal yaitu otot sfingter ani dan pubo rektalis. Kontraksi otot
sfingter ani interna dapat bertahan lama sehingga membantu
penutupan liang anus sampai 85% dan ini cukup membuat
terjadinya kontinensia selama 24 jam termasuk waktu tidur.
Sfingter ani eksterna membantu sfingter ani interna pada
keadaan mendadak seperti pada batuk, berbangkis dan
sebagainya. Otot puborektalis akan membentuk sudut anorektal
dengan mengadakan sling sekeliling posterior pada tempat
hubungan anus dan rektum dan penting untuk mengontrol feses
yang padat, sedangkan kontraksi yang terus menerus dari sfingter
ani interna berperan penting untuk mengontrol feses cair. Aliran
darah yang mengalir pada arterio venosus (cusen) mengontrol
flaktus.
4. Anamnesis Tidak dapat mengontrol pengeluaran gas, cairan atau faeses yang
padat melalui anus
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologi
2. Pemeriksaan ginekologi, diperhatikan dinding vagina
kemungkinan ada prolaps genital
3. Pemeriksaan colok anus, untuk menilai tonus otot sfingter
ani serta daerah ampula rekti
6. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan gula darah
Penunjang untuk Diabetes Melitus
2. Pemeriksaan penunjang, anal manometri, Proktometrografi,
elektro neografiEndo anal ultrasound, MM Ray
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding Inkontinensia urin overflow
9. Konsultasi Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
SMF Rehabilitasi Medik
SMF Neurologi
10. Perawatan Rumah Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif
a. Pengobatan, dengan tujuan agar feses mempunyai
bentuk semisolid sehingga dapat ditahan sampai waktu
yang tepat untuk dikeluarkan seperti hemodium
b. Bio feedback, melatih aktivitas anorektal dan dasar
panggul, untuk ini digunakan EMG atau Manometri
sebagai motivasi
2. Operatif, dilakukan sfingterorafi dan mungkin dengan
ekstended levator plati
Terkonfir masi
Tidak terkonfir- masi
Gangguan
Loperamide/ Dephenoxylate/
Operasi Defekogr
Membaik Tidak
Manometri
Membaik Anorektal+Endoso nografi Anal+
Normal
Defek/kelemahDefek/kelemahan
an sfingter + Disinergi
Gangguans
sfingter +abnormal nsa defekasi± gangguan evakuasi
Etiologi
1. Trauma obstetri karena partus lama, tindakan penjahitan
ruptur
perinei total yang tidak baik
2. Radiasi
3. Tumor ganas
4. Kelainan bawaan
4. Anamnesis Terasa keluarnya flatus, cairan atau feses ke dalam vagina
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan ginekologi
Tampak lubang antara vagina dengan anus, terdapat faeses di
dalam vagina
2. Pemeriksaan colok anus, terdapat lubang antara rektum
dengan vagina
3. Pemeriksaan dengan sondase dari vagina tembus ke dalam
liang rektum atau anal
6. Pemeriksaan Tes biru metelin, sistoskopi, USG dan MRI
Penunjang
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika fistula sangat kecil maka
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -
ANAMNESIS PEMERIKSAAN
0. Terasa keluarnya PENUNJANG
flatus, cairan atau feses Tes methylen blue,
ke dalam vagina sigmoidoskopi atau
1. Vaginitis atau Sistitis kolonoskopi, USG, CT scan
2. Vaginal discharge dan MRI
yang berbau
.
PEMERIKSAAN FISIK
-Pemeriksaan ginekologi
tampak lubang antara
DIAGNOSIS FISTULA
RECTOVAGINA
GENITALIA
Etiologi:
Fistula obstetri:
1.Trauma obstetrik: persalinan lama, persalinan dengan tindakan,
seperti: forsep, vakum dan seksio sesarea
Fistula ginekologi:
1. Trauma ginekologi (pasca operasi ginekologi)
2. Pasca terapi radiasi
3. Malignansi / keganasan
4. Kelainan bawaan
Jenis fistula
1. Fistula uretrovaginal
2. Fistula uterovesikovaginal
3. Fistula vesikovaginal
4. Fistula vesikoservikovaginal
5. Fistula ureterovaginal
4. Anamnesis 1. Terasa daerah kemaluan basah terus, cairan keluar dari vagina
2. Tidak ada rasa ingin berkemih dan kalau ada jarang sekali
(uretra vesikovaginal)
3. Kejadian sesudah melahirkan, operasi, radiasi, tumor ganas,
genitalia dan kelainan bawaan
5. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi dan Inspekulo:
Terdapat cairan keluar dari lubang yang ada di vagina
Didapatkan lubang di dinding vagina identifikasi letak,
besarnya, tepinya, jumlahnya
b. Vaginal touche: perabaan jaringan sekitar fistula, dinding fistula
serta kekakuan dinding fistula dan pemeriksaan genitalia
interna
c. Pada fistula yang sangat kecil dan sulit dilihat dengan mata
dilakukan tes biru metilen
6. Pemeriksaan 1. Tes biru metilen
Penunjang 2. Sistoskopi
3. Tes endokarmin/adona
4. IVP (jika perlu)
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
8. Diagnosis Banding Inkontinensia urin overflow
9. Konsultasi 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. SMF Urologi
3. SMF Radiologi
10. Perawatan Rumah Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif :
Batasan: fistula kecil yang timbul segera pasca persalinan atau
beberapaharipasca ginekologi
Terapi :
- Katerisasi 2-3 minggu
- Pemberian antibiotika
- Bila gagal dengan terapi konservatif dilakukan reparasi fistula
secara operatif 3 bulan kemudian, selalu menjaga kebersihan
genitalia eksterna dan sekitarnya.
2. Operatif :
Batasan : Fistula yang besar, fistula lama atau fistula yang gagal
dengan terapi konservatif.
Terapi :
Repair fistula dapat dilakukan melalui vagina atau transvesika atau
kedua-duanya atau trans abdominal tergantung dari besar dan
letak fistula serta kemampuan operator. Perawatan fistula pasca
repair harus diperhatikan dengan baik karena akan berpengaruh
terhadap kesembuhan pasien.
Tata laksana post operatif:
1. Pasien minum sebanyak 2000 - 2500 cc/hari selama perawatan.
2. Dipasang Folley Catetherthree way no 14-16 yang
dipertahankan selama 10 hari. Dilakukan spuling hanya bila
terdapat hematuria atau kristal endapan pada urine (warna
tidak jernih). Cara spuling adalah bilas dengan NaCl 0,9 %
sebanyak 14 tts/mnt sampai dengan urine jernih dan hentikan
setelah urine jernih. Yakinkan selama perawatan tidak ada
hambatan di FC, urine dapat mengalir dengan lancar dan tidak
ada rembesan dari vagina. Pasien dalam waktu 10 hari masih
dalam keadaan bedrest.
3. Pada hari ke-10 Folley Catether dapat dilepas dan tiap 2 jam
pasien diminta untuk BAK sampai pasien bisa merasakan
sensasi berkemih sendiri. Pasien dapat pulang bila sudah
merasakan sensasi berkemih dan dapat berkemih dalam waktu
2 – 3 jam.
4. Obat Antibiotika intravenus diberikan 1 hari post op dan
Antibiotika dapat diganti dengan AB oral pada hari ke-2 sampai
dengan 5. Analgetik diberikan kalau perlu.
5. Kontrol 1 minggu setelah pulang.
6. Pasien boleh coitus 8-12 minggu post operasi.
7. Selama perawatan dilarang keras melakukan pemeriksaan
dalam melalui vagina.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 7-14hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Perawatan konservatif maupun operatif
25. Kepustakaan 1. Harris WJ: Early complications of abdominal and vaginal
hysterectomy. Obstet Gynecol Surv 50:795, 1995
2. Cunningham, et al. Genitourinary fistula. In: Williams
Gynecology, The McGraw-Hill Companies. 2008.
3. Walters MD, Karam MM. Lower Urinary Tract Fistulas. In:
Clinical urogynecology. 1sted. St Louis: Mosby, 1993; 330-41.
4. Nichols DH, Randall CL. Vesico Vaginal Fistulae. In: Vaginal
Surgery. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1989; 369-87.
5. Copenhaver EH, Malone PD, Steckel FE, Greene AS. Repair of
Urinary Fistula. In: Surgery of the vulva and vagina. A Practical
Guide. 1st ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1981; 69-
75.
6. Jacobs AJ, Gast MJ. Urogynecology. In: Practical Gynecology. 1 st
ed. Singapore: Simon & Schuster Asia Ptc Ltd, 1994; 224- 38.
7. Lapides C, Diokno AC. Clean intermittent self
catheterization in urinary tract disease. J Urol 1972; 107: 458-
61.
8. Wall LL. Obstetric Fistulas: Hope for a new beginning.
International Urogyne Pelvic Floor Dysfunc 1995; 6 (5): 292-5.
9. Maresh M. Urological Gynecology. In: Audit in Obstetrics
and Gynaecology. 1st ed. London: Oxford Blackwell Scientific
Publications, 1994; 246-62.
10. Glenn HW. Management of Genitourinary Fistulas. In:
Urogynecologic Surgery. 1st ed. Baltimore: Aspen Publishers,
Inc, 1992; 131-8
11. Buchsbaum HJ, Schmidt JD. Vagina repair of vesicovaginal
and urethrovaginal fistulae. In: Gynecologic and Obstetric
Urology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1993;
355-69.
12. Friedman EA. Fistulas of the lower urinary tract. In: Atlas of
Gynecological Surgery. 4th ed. Stuttgart: Georg Thieme
Verlag, 1985; 20.1-21.
Bagan Alur Penanganan Fistula Urogenital
Pemasangan Stent
Tidak Berhasil
Ulang pencitraan
Prevalensi:
Pasien yang pernah melahirkan kemungkinan menderita POP hampir 50%
dan 20% pasien yang dilakukan operasi ginekologi adalah kasus-kasus POP
Faktor risiko:
1. Persalinan pervaginam
2. Paritas
3. Usia
4. Menopause
5. Obesitas
6. Keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat
7. Ras
8. Genetik
9. Pasca operasi vaginal histerektomi
Titik/Jarak Keterangan
_
Stadium
_
Stadium 0 Normal
Stadium 1 Seluruh titik berada pada < -1 cm
Stadium 2 Titik terendah berada pada jarak tidak lebih dari 1 cm
dari himen (-1 dan +1 cm)
Stadium 3 Titik terendah pada jarak > 1 cm dari himen, namun
tidak prolaps total
Stadium 4 Prolaps total dengan titik terendah sama dengan total
vaginal length
_
6. Pemeriksaan Sitologi atau biopsi bila ada erosi dan suspek keganasan, pemeriksaan ivp
Penunjang pada prolaps uteri yang besar sekali pada stadium IV dan dengan
gangguan berkemih. Pemeriksaan laboratorium lengkap serta
pemeriksaan lain bila direncanakan pengobatan dengan rencana operasi
7. Kriteria Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis
8. Diagnosis -
Banding
9. Konsultasi Divisi Uroginekologi Rekonstruksi
10. Perawatan Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Rumah Sakit
11. Terapi / 1. Konservatif
tindakan A. Pencegahan, dengan mengurangi faktor risiko, seperti:
mengurangi
berat badan, pekerjaan-pekerjaan berat dan lain-lain, Latihan otot
dasar panggul (untuk prolaps uteri stadium I).
B. Pemberian hormonal estrogen pada mereka yang sudah
berusia lanjut, seperti: krim
C. Pemasangan pesarium perlu diperhatikan besarnya dan jenisnya
pesarium, serta keluhan-keluhan yang dirasakan akibat
penggunaan
pesarium.
D. Perlu dilakukan pengontrolan secara rutin dalam waktu 2-3 bulan
untuk melihat adanya erosi, infeksi dari dinding vagina.
2. Operatif.
A. Bagi penderita yang masih dalam masa reproduksi dan uterus
tidak ingin diangkat dilakukan:
a. Ventrofiksasi, cara Operasi Purandare
b. Uterosakroligamenfiksasi
c. Sakrospinosis ligamenfiksasi
d. Fasia illiokoksigeus suspensi
B. Kompartemen vagina anterior
a. Kolporafi anterior
C. Kompartemen posterior:
a. Kolporafi posterior
b. Kolpoperineorafi
D. Kompartemen superior
a. Histerektomi
b. Kolpokleisis
c. Sakrospenosis fiksasi
d. Fasia iliokoksigeus fiksasi
e. Mc. Call
Pada operasi ini dapat pula dipergunakan grapt untuk membantu ligamen
atau fasia yang lemah.
Perawatan:
3-4 hari, kateter nomor 12 dipasang dalam waktu 24 jam pasca operasi,
pemberian antibiotika, dan penderita dapat dipulangkan bila sudah
berkemih secara spontan.
12. Tempat Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
Pelayanan
13. Penyulit Adanya angka rekurent terjadinya POP pasca tindakan
14. Informe Ya,perlu diberikan pada pasien dan keluarga karena kelainan mungkin
d tidak hanya satu dan banyaknya teknik operasi yang dapat dilakukan,
Consent sehingga operasi ditentukan atas keinginan pasien dan keluarga dan
kompetensi operator.
15. Tenaga Standar Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
16. Lama Antara 1-3 hari
Perawatan
17. Masa Tergantung penyulit yang ada
Pemulihan
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Menghindari faktor risiko POP
25. Kepustakaan 1. Cardozo L. Prolapse. In: Urogynecology the king’s approach. Churchill
Livingstone, 1977: 321-46.
2. Wall LL. Incontinence, Prolapse, and Disorder of the pelvic Floor. In:
Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Ed. Novak’s Gynecology. 2th ed.
Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 619-63.
3. Rock JA, Thompson JD. Surgical Correction of Defects in Pelvic
Support. In: Rock JA, Thompson JD. Ed Te linde’s Operative
Gynecology 8th ed. New York, Lippincot-Raven, 1977: 951-1077.
4. Junizaf. Kelainan letak alat-alat genital. Dalam: Wiknjosastro H. Ed.
Ilmu kandungan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono
Prawirohardjo: 1997; 420-46.
5. Symmonds RE, Williams TJ, Lee RA, Webb MJ. Poshysterectomy
enerele and vaginal vault prolapse. Am, J Obstet. Gynecol. 1981; 140:
852-59.
6. Bimbaum SJ. Rational therapy for the prolapsed vagina. Am. J Obstet.
Gynecol. 1973; 115:411-19.
7. Morley GW, John OL. Sacrospinous ligament fixation for eversion of
the vagina. Am J Obstet. Gynecol. 1988; 158:827-81.
8. Timmons MC, AddisonWA, Addison SB, Cavenar MG. Abdominal
Sacral Colpoxy in 163 Women with Posthysterectomy vaginal vault
prolapse and enterocele. The Journal Reproductive Medicine.
1992;37:323-37.
9. Barrington JW, Edwards G. Posthysterectomy Vault Prolapse.
International Urogynecology Journal. 2000;11:241-45.
10. Pohl JF, Frattarelli JL. Bilateral transvaginal sacrospineous colpopexy:
Preliminary experience. Am. J. Obstet. Gynecol. 1997;177:1352-62.
11. Bump RC, Mattiason A, Brubaker LP. The Standardization of
terminology of female pelvic organ prolapse and pelvic floor
dysfunction. Am.J. Obstet. Gynecol. 1996;175:10-7.
Bagan Alur Penanganan Prolaps Organ Panggul
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik:
Terapi
2.Kolpope- 2.Kolpokleisis
rineorafi
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ELONGATIO
RSUP SANGLAH COLLI
DENPASAR 2015
Prinsip Dasar
1. Agenesis terjadi akibat gangguan fusi saluranMüller. Sebagian
besar kasus adalah agenesis vagina.
2. 90% kasus agenesis vagina merupakan bagian dari sindroma
Rokitansky-Mayer-Küstner-Hauser(MRKH), yang diikuti
abnormalitas ginjal (saluran kemih) dalam berbagai derajat,
masalah skeletal dan gangguan pendengaran.
3. 7-8% kasus agenesis vagina ditemukan pada pasien dengan
sindroma insensitivitas androgen yang memiliki kariotipe 46,XY.
4. Anamnesis 1. Tidak pernah mendapat haid pada usia sekitar 15-16 tahun
dengan/tanpa tanda seks sekunder normal. Pada kasus yang
masih terdapat endometrium fungsional nyeri siklik dan perut
membesar dapat menjadi keluhan tambahan.
2. Kesulitan berkemih atau ISK berulang (pada MRKH yang disertai
kelainan saluran kemih)
3. Sulit/tidak dapat melakukan hubungan seksual (penetrasi)
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pertumbuhan tanda seks sekunder baik.
2. Hanya terdapat lesung vagina atau vagina sangat pendek (< 5
cm) karena 1/3 vagina distal terbentuk dari sinus urogenital).
3. Tidak dijumpai massa pelvis. Kadang teraba uterus yang
hipoplastik
4. Lipatan peritoneal dapat diraba pada pemeriksaan bimanual
rektoabdominal.
6. Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang
Penunjang 1. USG genitalia interna dan ginjal
2. Pemeriksaan kromosom dan seks kromatin
3. IVP
4. MRI dan Laparoskopi jika diperlukan.
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -
Ya tidak
Operasi abdominal sebelumn
Laparosko
ya? pi Davydov Berhasil?
Tdk tidak
ya vaginoplasty
Intestinal Berhasil? ya ya
Tdk
ya ya Lanjutkan dilatasi
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ABORTUS
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 O.20.0, O.03, O.02.1, O.06.9, O.08.0
2. Diagnosis Abortus
3. Pengertian Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel,
disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Dimana
sebagai batasan adalah umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 mg.
4. Anamnesis Abortus Iminens
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan
Abortus Insipiens
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat sedang-berat
Abortus inkomplit
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat
Missed Abortion
a. Tanda-tanda kehamilan.
b. Perdarahan atau tanpa perdarahan pervaginam.
c. Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur
kehamilan.
Abortus infeksiosus
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Sering diawali oleh abortus provokatus.
d. Febris.
e. Perdarahan pervaginam
5. Pemeriksaan Fisik Abortus Iminens
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan
tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan.
Abortus Insipiens
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka,
ketuban utuh, dan tinggi fundus uterus sesuai dengan
umur kehamilan.
Abortus inkomplit
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka teraba
jaringan kehamilan dan tinggi fundus uterus lebih kecil
dari umur kehamilan.
Missed Abortion
Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur
kehamilan.
Abortus infeksiosus
Tinggi fundus uteri sesuai atau lebih kecil umur
kehamilan, nyeri tekan abdomen, osteum uteri terbuka
atau tertutup, tanda-tanda infeksi genitalia intern
(temperatur rektal lebih tinggi dari aksila, flour panas dan
berbau, nyeri goyang serviks, nyeri adneksa)
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
7. Diagnosis Banding Molla hidatidosa, Kehamilan ektopik
8. Pemeriksaan USG
Penunjang
9. Konsultasi -
10. PerawatanRumahSakit Abortus Iminens : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus Insipiens : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus inkomplit : tidak perlu perawatan (MRS)
Missed Abortion : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus infeksiosus : perlu perawatan (MRS)
11. Terapi / tindakan Abortus Iminens
(ICD 9-CM) a. Rawat jalan.
b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual.
c. Medikamentosa:
- Penenang: Luminal, Diazepam.
(Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau
Luminal 3 kali 30 mg).
- Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine.
(Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari).
- Progesteron
Abortus Insipiens
a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan
kuretasi, lebih dari12 minggu dilakukan oksitosin
titrasi dan kuretase.
b. Medikamentosa:
- Metil ergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5
hari.
- Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5
hari.
Abortus inkomplit
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta pre
kuretase.
c. Medikamentosa:
- Metilergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5
hari.
- Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.
Missed Abortion
a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan
kuretase langsung.
b. Umur kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan:.
- Rawat inap; dipasang stiff laminaria 12-24 jam,
dan
- Titrasi oksitosin atau Prostaglandin
Abortus infeksiosus
a. Antipiretik: Paracetamol 3x 500 mg
b. Ampicillin 3 kali l g, Gentamisin 2 kali 80 gr,
Metronidazol supp 3 kali 1 gr.
c. Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam bebas
panas atau dalam waktu 12-24 jam apabila
panas tidak turun.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung
Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Perdarahan, perforasi uterus, infeksi
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A
ke atas
16. Lama Perawatan Perawatan (MRS) dilakukan pada abortus infeksiosus
dan abortus dengan gangguan kondisi umum, selama 5-
7 hari
17. Masa Pemulihan 2-3 minggu
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Prognosis Baik
21. Otopsi Tidak diperlukan
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108.
23. IndikatorMedis Tidak ada perdarahan pervaginam, nyeri perut, panas
badan
24. Edukasi Risiko abortus berulang
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C.,
Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23
rd.Ed. Mc Graw Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In :
William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
LEKORE
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
Kriteria minor:
Disertai oleh salah satu atau lebih hal di bawah ini:
1. Mikroorganisme patologi pada sekret endoserviks.
2. Suhu rektal diatas 38°C.
3. Leukosit lebih dari 10.000/mm3.
4. Pus dalam kavum peritoneum (dengan
kuldosintesis atau laparoskopi).
5. Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG.
Derajat Deskripsi
Derajat I Radang panggul tanpa penyulit, terbatas
pada tuba dan ovarium, dengan atau
tanpa pelvio-peritonitis
Derajat II Radang panggul dengan penyulit,
didapatkan massa radang atau abses
pada kedua tuba atau ovarium
Derajat III Radang panggul dengan penyebaran
diluar organ-organ pelvik
7. Diagnosis Banding 1. Kehamilan Ektopik Terganggu.
2. Abortus septik.
3. Ruptur kista.
4. Apendisitis.
8 Pemeriksaan 1. DL dan kultur darah, cairan tubuh, sekresi vagina.
Penunjang 2. USG
3. Kuldosentesis
4. Laparoskopi
9 Konsultasi 1. Dokter spesialis Bedah atau Bedah Digestif
2. Dokter spesialis Terapi Intesif ketika terdapat tanda
septik dan dapat dirawat bersama Anetestsilogist &
Terapi Intensif
3. Dokter spesialis Gizi Klinik
10 Perawatan Rumah PRP grade I : Tidak perlu perawatan (MRS)
Sakit PRP grade II dan III: perawatan (MRS)
11 Terapi / tindakan Penyakit Radang Panggul Derajat I adalah:
(ICD 9-CM) 1. Rawat jalan
2. Lebih banyak istirahat; hindari pekerjaan berat.
3. Tidur yang cukup
4. Makanan tinggi kalori dan protein
5. Tidak melakukan hubungan seksual
6. Medikamentosa
6.1 Antibiotika:
a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari.
b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari
pertama.
c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral
selama 7-10 hari.
d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 7-
10 hari.
6.2 Analgetik.
6.3 Anti-inflamasi
Vaginal
ulo: lekore panas danToucher:
berbau.Uterus
Tanda≥radang
normal,Celsus
nyeri goyang
vaginaserviks dan Palpasi:
dan serviksfornices. nyeri
Parametrium nyeri Suhu
dan
suprasimfisis, sulit
sulit dievaluasi selisih 0,5%. Lekosit
aksila-rektal
dievaluasi
≥ 10.000
Laparotomi(salpingoooforektomi,
kalau perlu TAH / SVH), kultur pus, dan
pasang drainase pervaginam atau
perabdominal kontra Mc Burney.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI ABSES TUBO
OVARIAL
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 N.70
2. Diagnosis Abses Tubo Ovarial
3. Pengertian Radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan atau tuba
fallopii unilateral atau bilateral
4. Anamnesis 1) Ringan tanpa keluhan.
2) Berat dengan keluhan, seperti:
a. Suhu badan naik, akut abdomen sampai syok septik.
b. Nyeri panggul dan nyeri perut bagian bawah.
c. Febris pada 60-80% kasus.
d. Takikardia.
e. Ileus, dan
f. Pembentukan massa.
5. Pemeriksaan Fisik Abdomen:
Nyeri spontan atau tekan abdomen bawah
terutama suprasifisis
Perut distensi minimal sampai sedang.
Inspekulo:
Cairan sekresi vagina,
Osteum uterus eksternum-kanalis servikalis berwarna
kuning atau putih seperti susu
Berbau tidak sedap.
Vaginal toucher:
Nyeri daerah parametrium dan adneksa
Nyeri goyang porsio dan fornices.
Teraba masssa di regio adneksa baik unilateral
maupun bilateral dengan ukuran bervariasi 5-15 cm,
konsistensi ireguler-multikistik, sulit digerakkan /
perlekatan dengan jaringan sekitar, nyeri sangat
menonjol.
Penonjolan yang lembut Kavum Douglasi kearah
vagina kalau ATO pecah.
6. Kriteria Diagnosis Gejala klinis seperti di atas, ditambah dengan:
1) Leukositosis lebih dari 12.000 dan peningkatan LED.
2) Tanda-tanda ileus (Rontgen BOF).
3) Massa di adneksa (USG), dan
4) Pus positif pada punksi kavum Douglasi.
7. Diagnosis Banding 1) ATO utuh tanpa keluhan:
a. Tumor ovarium.
b. Kehamilan ektopik.
c. Abses periapendiks.
d. Hidrosalping.
e. Mioma uteri.
2) ATO dengan keluhan:
a. Perforasi appendisitis.
b. Perforasi divertikel.
c. Perforasi ulkus peptikum.
d. Kista ovarium terinfeksi/terpeluntir.
8. Pemeriksaan Penunjang DL, UL, LFT, BUN, SC,
Kultur darah, cairan tubuh-sekresi kanalis tuba internum
USG
9. Konsultasi Spesialis Bedah atau Bedah Digestif
Spesialis Terapi Intensif
Spesialis Gizi Klinik
10. Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS)
2) ATO Pecah.
a. Laparotomi (salpingoooforektomi), kultur pus, dan
pasang drainase.
b. Antibiotika:
Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7
hari.
Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7
hari.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit 1) ATO utuh:
a.Pecah sampai sepsis (jangka pendek).
b.Ileus, infertil, kehamilan ektopik dan nyeri (jangka
panjang).
2) ATO pecah:
a. Syok septik.
b.Abses (intra abdominal, subprenikus, paru, dan otak).
c. Penyulit terkait laparotomi
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. PPDS I tingkat Chief.
16. Lama Perawatan 5-10 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Jaringan yang diangkat durante operasi
20. Otopsi Tidak dikerjakan
21. Prognosis Dubius ad bonam
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23. Indikator Medis Pasien tidak nyeri, tidak panas
24. Edukasi Keluhan dapat berulang selama faktor risiko masih ada.
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc
Graw Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI MIOMA UTERUS
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 D.25
2. Diagnosis Mioma Uterus
3. Pengertian Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan
konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo
kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
4. Anamnesis 1. Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba
benjolan padat kenyal.
2. Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea.
3. Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine,
konstipasi, edema tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng
didaerah pelvis.
4. Infertilitas dan kehamilan ektopik.
5. Tanda abdomen akut.
5. Pemeriksaan Fisik 1 Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat
digerakkan, dan tanpa nyeri.
2 Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan
uterus.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis, sesuai dengan gejala di atas.
2. Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat
digerakkan dan tanpa nyeri.
3. Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan
uterus.
4. USG didapatkan gambaran massa dengan batas tegas,
bentuk bulat, hiperekoik homogen, dan vaskularisasi diluar
massa.
5. Dilatasi dan kuretasi serta pemeriksaan histopatologik PA
pada gangguan perdarahan yang menunjukkan proliferasi
atau hiperplasia simpleks endometrium.
6. Pemeriksaan PA pasca operatif.
7. Diagnosis Banding 1. Tumor solid ovarium.
2. Adenomiosis.
3. Kelainan bentuk uterus.
4. Tumor solid non ginekologi.
5. Kehamilan.
6. Miosarkoma.
7. Pemeriksaan Penunjang USG: gambaran tumor bentuk bulat atau bulat lonjong baik
soliter maupun multipel dengan hiperekoik homogen, dinding
tegas, tanpa efek lateral dan pantulan posterior, pembuluh
darah diluar massa tumor.
8. Konsultasi Divisi Onkologi dan ginekologi
9. Perawatan Rumah Sakit tidak perlu perawatan (MRS), bila tidak disertai dengan
gangguan hemodinamik
10. Terapi / tindakan 5.1 Konservatif
(ICD 9-CM) Terapi konservatif kalau tanpa keluhan dan tanda-tanda
degenerasi ganas.
Keluhan positif yaitu:
1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan
infertilitas dilakukan histerosalfingografi untuk
mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing,
dan tanda-tanda infeksi kronis.
2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan
menometrohagia.
3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit
jantung anemia, mudah infeksi, penuruanan kinerja
dan konsentrasi.
4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih
dan defekasi, nyeri pelvic kronik dan kemeng di region
suprasimfisis.
GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai
pada hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg
intramuskuler gluteal.
Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom
sub mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan
embolisasi.
5.2 Operatif
Terapi operatif tergantung pada:
1. Adanya keluhan gangguan haid serta komplikasinya
dan atau keluhan pendesakan organ sekitar.
2. Infertilitas post terapi GnRH agonist
3. Nyeri pelvik kronis akibat pendesakan, perlekatan,
dismenore, disparunea, hemorrhoid, disuria berulang,
nyeri defekasi, dan manipulasi.
4. Ketentuan:
a. Umur penderita lebih dari 50 tahun adalah
TAH-BSO atau SVH tergantung kondisi serviks.
b. Menginginkan anak dilakukan miomektomi
atau enukleasi mioma baik post GnRH agonist
maupun langsung..
c. Pada kasus dengan gangguan haid dimana
umur lebih dari 40 tahun dilakukan D & C
untuk pemeriksaan PA dan USG endometrium
untuk diagnosis kemungkinan keganasan.
d. Pemerikasaan inspeksi asam asetat (IVA),
sitologik Pap smear atau kolposkopi serviks
e. Pendekatan operatif adalah laparotomi dan
atau laparoskopi
11. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka
Timur)
Mioma Uterus
Konservatif GnRHAgonis
Catatan:
Keluhan positif yaitu:
1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan infertilitas dilakukan
histerosalfingografi untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba,
hidrosalfing, dan tanda-tanda infeksi kronis.
2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan menometrohagia.
3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung anemia,
mudah infeksi, penuruanan kinerja dan konsentrasi.
4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih dan defekasi,
nyeri pelvic kronik dan kemeng di region suprasimfisis.
5. GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada
hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg intramuskuler
gluteal.
6. Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom sub
mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan embolisasi.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI LESI
PRAKANKER
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 N87.0, N87.1, D06
2. Diagnosis Lesi Prakanker Serviks
3. Pengertian Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS)/ Cervical Intraepitelial
Neoplasia (CIN) I atau Low grade Squamous Intraepithelial Lesion
(L-SIL) dan NIS/CIN II-III atau High grade Squamous Intraepithelial
Lesion (H-SIL).
4. Anamnesis 1. Tanpa gejala.
2. Dengan gejala seperti keputihan berbau, perdarahan pasca
senggama, tidak nyaman pada daerah suprasimfisis.
5. Pemeriksaan Fisik Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan ginekologis
4. Pemeriksaan penunjang
7. Diagnosis Banding Kanker serviks, servisitis, polip serviks
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Sitologi dengan Pap Smear.
2. Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah (Kolposkopi-
biopsi).
3. Kuretasi endoserviks (KES).
9. Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10. Perawatan Rumah Sakit Tidak perlu dirawat (MRS)
11. Terapi / tindakan CIN I : Observasi papsmear setiap 3 bulan
(ICD 9-CM) CIN II : Cryoterapi, kauterisasi
CIN III : Konisasi, Histerektomi (TAH)
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Perdarahan, infeksi pada serviks
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas
16. Lama Perawatan Tidak perlu dirawat (MRS)
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Ya
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108
23. Indikator Medis Keluhan keputihan, perdarahan, nyeri tidak ada
24. Edukasi Kontrol teratur setelah tindakan, hindari faktor risiko
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KARSINOMA
VULVA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 C.51.9
2. Diagnosis Kanker Vulva
3. Pengertian Keganasan yang tumor primernya tumbuh pada daerah vulva
dan bukan merupakan tumor metastasis dari organ genitalia
maupun ekstragenitalia.
4. Anamnesis a. Gatal-gatal pada daerah vulva.
b. Benjoan atau massa pada daerah vulva
c. Kadang-kadang disertai perdarahan.
d. Benjolan pada daerah lipatan paha
5. Pemeriksaan Fisik a. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk ulkus di
daerah vulva.
b. Pembesaran kelenjar inguinal berupa masa padat atau
ulkus.
c. Tanda-tanda lain sesuai luasnya penyakit.
6. Kriteria Diagnosis 1) Anamnesis.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan ginekologis
4) Pemeriksaan penunjang
Wedge biopsy
Biopsi eksisional
Radiasi praoperasi
Histeroktomi radikal + limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan kelenjar getah bening para aorta
Kekambuhan
Kemoterapi
neoadjuvan
Histeroktomi radikal + limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan kelenjar getah bening para aorta
Kekambuhan
Kemoterapi
neoadjuvan
Metastasis jauh (+)Radiasi KGB pelvis + paraaorta konkuren Kemoterapi berbasis eisplatin + brakhitherapi
(-)
Terapi sistemik
Radiasi individual
(+)
Penanganan Kanker Serviks dengan Kehamilan
Konisasi Trimeter II
Pematangan Paru
SC Partus Spontan/ SC
Stadium I (terbukti)
Stad II occult
< 1/3 miometrium (M1) Derajat 1 > 1/3 miometrium (M2, M3) Derajat 2,3
Jarak > 1 cm dari OUI Jarak proses ke OUI < 1 cm
Hst + SOB
Radiasi (IV)
Radiasi (SP+IV)
G1 Hormon G2, G3
Kemoterapi
G1 Hormon G2, G3
Kemoterapi
Kanker endometrium stadium III
Debuking
Lihat II
G1 G2, G3 Radiasi SP
Hormonal Kemoterapi
*)
G1 hormonal G2, G3
+ kemoterapi
Radiasi
Hormonal Kemoterapi
Radiasi
Hormonal kemoterapi
Operasi Radiasi (IV+SP)
Hormonal Hormonal
kemoterapi kemoterapi
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI &
GINEKOLOGI KANKER
OVARIUM
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD 10 C56.9
2. Diagnosis Kanker Ovarium
3. Pengertian Kanker ovarium adalah keganasan pada organ ovarium baik
primer maupun sekunder.
4. Anamnesis 1. Perut cepat membesar.
2. Berat badan menurun.
3. Nafsu makan menurun.
4. Sulit bernafas atau sesak.
5. Nyeri perut atau perut terasa penuh.
6. Gangguan buang air besar.
5. Pemeriksaan Fisik Teraba massa tumor padat atau kistik atau kombinasi,
permukaan tumor tidak rata, dapat nyeri atau tidak, mobilitas
terbatas atau terfiksir dan ascites.
6. Kriteria Diagnosis 1. Diagnosis kanker ovarium didasarkan atas gejala klinik dan
pemeriksaan penunjang (USG dan petanda tumor).
2. Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi atau histopatologik bahan organ ovarium yang
dicurigai degenerasi ganas.
3. Penentuan stadium berdasarkan surgical staging-durante
operatif.
Stadium Kanker Ovarium (FIGO 2009)
Stadium Deskripsi
I Tumor tumbuh terbatas pada ovarium
IA Tumor terbatas hanya 1 ovarium
IB Tumor pada kedua ovarium
IC Tumor dengan stadium IA atau IB dengan
pertumbuhan tumor di permukaan luar satu
atau kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah;
atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan
bilasan peritoneoum positif
II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium
dengan perluasan ke panggul
IIA Perluasan dan/atau metastasis ke uterus
dan/atau tuba
IIB Perluasan ke jaringan pelvis lainnya
III Tumor mengenai satu atau kedua tumor
dengan implan di peritoneum, di luar pelvis
dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal
positif. Metastasis permukaan hati masuk
stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil,
tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus
besar atau omentum
IIIA Tumor terbatas di pelvis kecil dengan KGB
negatif tetapi secara histologik dan
dikonfirmasi secara mikroskopik adanya
pertumbuhan (seeding) di permukaan
peritoneum abdominal
IIIB Tumor mengenai satu atau kedua ovarium
dengan implan di permukaan peritoneum dan
terbukti secara mikroskopik, diameter tidak
melebihi 2 cm, dan KGB negatif
IIIC Tumor mengenai satu atau kedua ovarium
dengan implan di permukaan peritoneum dan
terbukti secara mikroskopik, diameter tidak
melebihi 2 cm, dan KGB negatif
IV Pertumbuhan mengenai satu atau kedua
ovarium dengan metastasis jauh. Disertai efusi
pleura dengan hasil sitologi positif dimasukkan
ke dalam stadium IV. Begitu juga metastasis ke
parenkim hati
7. Diagnosis Banding 1. Tumor ovarium jinak.
2. Tumor uterus mioma uterus.
3. Tuberkulosis peritoneal dan PID.
4. Tumor abdomen non-ginekologik (endometriosis)
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
Tampak massa tumor di regio pelvis dengan ukuran,
bentuk asimetrik, hiperekoik-campuran, dinding tebal
atau tidak jelas, papil-papil, efek lateral negatif, posterior
enchacement positif, dan ascites. Collor dopler tampak
neovaskularisasi dan peningkatan resistensi vaskular.
2. CT Scan
3. MRI
4. Petanda tumor
a. CA-125, CA-19.9, HE-4, dan CEA untuk kanker ovarium
epitelial dan usia ke arah tua (premenopause,
menopause, post menopause/senilis).
b. AFP, LDH, dan β-hCG kuantitaif pada usia muda.
9. Konsultasi 1. Divisi Onkologi dan ginekologi
2. Bedah Digestif
10 Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS) pada kondisi:
1. Perawatan perioperatif dan post operatif.
2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan
umum, baik pre kemoterapi atau dalam
kemoterapi.
3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi.
11 Terapi / tindakan 1. Operatif-Laparotomi
(ICD 9-CM) Frozen Section (FZ) atas indikasi curiga ganas pada massa
pelvik. Hasil FZ dibedakan atas:
a. Tumor ovarium jinak.
b. Tumor ovarium borderline.
c. Tumor ovarium ganas.
d. Keganasan ovarium belum dapat dipastikan.
Hasil tersebut dipakai untuk pertimbangan jenis tindakan atau
organ yang diangkat atau preservasi dimana operasi sedang
berlangsung.
a. Pada tumor ovarium jinak dilakukan pengangkatan
tumornya saja.
b. Pada tumor ovarium borderline dapat dilakukan:
- TAH-BSO pada kasus usia perimenopause dan lanjut.
- Pengangkatan massa tumor saja pada usia reproduktif.
c. Pada tumor ovarium ganas:
1. Complete surgical staging dengan bilasan cairan
peritoneum, histerektomi, salfingo-ovorektomi
bilateral, limfadenektomi pelvic dan para aorta,
omentektomi apedesektomi, biopsy peritoneum
(parakolika, subdiagfragma, prevesikal, kavum
Douglasi, dan perlekatan sertan lesi yang dicurigai).
2. Conservative surgical staging (fungsi reproduksi),
konservatif yaitu tindakan salpingo-ooforektomi
unilateral, omentektomi, limfadenektomi ipsilateral,
sitologi, biopsi, appendiktomi.
3. Debulking dengan mengambil massa tumor serta
assosianya sebanyak-banyaknya untuk mengecilkan
massa tumor pada stadium lanjut.
Pada keganasan ovarium belum dapat dipastikan maka
menunggu hasil PA definitif. Pertimbangkan preservasi
fertilitas pada usia muda dan atau menginginkan anak dari
rahim sendiri.
2.Kemoterapi
2.1 Kemoterapi Adjuvan
Pemberian intravena dan atau intraperitoneal setiap 3-4
minggu. Regimen: Platamin (Cysplatin dosis 50-100
mg/m2 atau Carboplatin AUC 5-6). Tumor ovarium
epithelial dengan regimen sebagai berikut: Kemoterapi
diberikan intravena/intraperitoneal setiap 3 minggu;
berbasis Platinum (Cysplatin dosis 50–100
mg/m2/Carboplatin AUC 5-6). Regimen sangat tergantung
jenis selnya yaitu:
Kanker ovarium epitelial:
1. Cyclophosphamide Adriamycin Platinum (CAP)
2. Cyclophosphamid dan Platosin (CP)
3. Cyclophosphamide dan Carboplatin (CC)
4. Adryamycin dan Platinum (AP)
5. Epirubicyn dan Platinum ( EP)
6. Paclitaxel dan Carboplatin (PC).
7. DocetaxeldanCarboplatin/Cisplatin/Oxaliplatin
8. GemcitabindanOxaloplatin/Carboplatin
ditambah dengan Bevacizumab
Kanker ovarium non-epitelial:
1. BEP Bleomycin Etoposide Platinum (BEP),
2. Platamin, Vinscritin, Belomycin (PVB)
3. Bleocyn, (BIP),
4. Taxane+Carboplatin,
5. VAC
Kanker Ovarium Residif
Dibedakan atas:
1. Residif > 6 bulan dapat diberikan platinum (Platamin
sensitive) lini pertama, atau dapat diberikan kemoterapi
lini kedua antara lain:
a. Gemcitabine 1000–1250 mg/m2 ( D1, D8 setiap 3
minggusekali).
b. Liposomal doxorubicin 50–80 mg/m2 (setiap 4
minggu sekali).
c. Topotekan / Irinotekan.
d. Etoposide
e. Dapat ditambah dengan penghambat angiogenesis
(Bevacizumab)
Tumor Ovarium
- klinis
- USG
- Petanda tumor
Suspek ganas
Laparotomi
Reproduksi Reproduksi
Reproduksi Reproduksi
Konservatif Radikal
Surgical staging* Surgical staging**
Konservatif Radikal
Non epitel
Sesuai Sesuai
Sesuai Sesuai
Penanganan kanker ovarium
Epitelial borderline
Surgical staging/
Surgical staging* Surgical staging**
radikal debulking**
Histologik parafin
Histologik parafin
3.2 Histerektomi
a.Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
b.Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama atau ke satu.
B. Pengawasan lanjut.
1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui
apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi
proses keganasan secara dini.
2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun.
3) Pengawasan 3 bulan atau 12 minggu pertama pasca
evakuasi setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi
dan 2 minggu pada mola hidatidosa risiko rendah.
4) Sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi hal yang perlu
dievaluasi adalah klinis atau HBsE, meliputi:
a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas
b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
5) Apabila sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi ditemukan
adanya permasalahan klinis atau HBsE didiagnosis sebagai
Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional
Trofoblastik Neoplasia (GTN). Kemudian mengikuti alur
PPK II TTG.
6) Pada minggu ke-12 pasca evakuasi tidak ditemukan
permasalahan pada klinis atau HBsE, dilakukan
pemeriksaan -hCG semikuantitatif urine dengan Pack
test.
7) Apabila pada minggu ke-12 pasca evakuasi Pack test
positif didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian
mengikuti alur PPK II TTG.
8) Pengawasan lanjut setelah Pack test negative, meliputi:
a. Pemeriksaan meliputi:
1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak
nafas.
2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda
subinvolusi
3. Kadar β-hCG semikuantitatif urine dengan Pack
test.
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya:
foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan
keluhan.
9) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai Pack test negatif dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai Pack test negatif dapat
menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi
atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
10) Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara
klinik maupun laboratorik.
Panduan Praktek Klinis Tingkat III (PPK III)
A. Evakuasi Mola Hidatidosa.
1) MRS walaupun tanpa perdarahan.
2) Persiapan pre evakuasi:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal
hemostasis, elektrolit, TSH, T3, dan T4.
d. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan
banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk
evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre
evakuasi hanya yang dianggap perlu.
3) Evakuasi:
3.1 Evakuasi dilatasi vakum
a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku
dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip
oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit.
Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan
kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam.
c. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi
yang dibagi atas dua sampel yaitu:
1. PA 1 adalah jaringan dan gelembung mola.
2. PA 2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu
jaringan mola hidatidosa yang melekat pada dinding
uterus.
d. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali
diperlukan perbaikan keadaan umum.
e. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca
evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka
dilanjutkan dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua
dilakukan dengan kuret tajam dan dilakukan
pemeriksaan Patologi Anatomi.
3.3 Histerektomi
a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
b.Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama atau ke satu.
B. Pengawasan lanjut.
1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui
apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi
proses keganasan secara dini.
2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun.
3) Pengawasan 3 bulan pertama pasca evakuasi setiap
minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu
pada mola hidatidosa risiko rendah.
4) Hal-hal yang perlu dievaluasi
a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas.
b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
c. Kadar -hCG serum kuantitatif.
d. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto
toraks.
5) Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif
Adapun batas akhir penilaian -hCG kuantitatif adalah:
a. Pada minggu ke-4, kadar -hCG ≤ 1000 m IU/ml).
b. Pada minggu ke-6, kadar -hCG ≤ 100 m IU/ml).
c. Pada minggu ke-8 kadar -hCG ≤ 20-30 mIU/ml.
d. Pada minggu ke-12 kadar -hCG ≤ 5 m lU/ml).
6) Apabila kadar -hCG kuantitatif lebih tinggi dari pada
ketentuan batas tersebut didiagnosis sebagai TTG atau
GTN. Kemudian mengikuti alur PPK III TTG.
7) Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal.
a. Pemeriksaan meliputi:
1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak
nafas.
2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda
subinvolusi
3. Kadar β-hCG serum.
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya:
foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan
keluhan.
8) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat
menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi
atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
9) Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara
klinik maupun laboratorik.
11 Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
12 Penyulit 1. Perdarahan profius.
2. Perforasi uterus spontan atau iatrogenik.
3. Emboli sel trofoblas.
4. Generasi ganas berupa Penyakit Trofoblas Ganas (PTG).
5. Tirotoksikosis.
13 Informed Consent Ya, tertulis
14 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas
3. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
15 Lama Perawatan 5-7 hari
16 Masa Pemulihan 12 minggu post evakuasi
Tergantung penyulit yang ada
17 Hasil Dubius ad bonam
18 Patologi Ya
19 Otopsi Tidak diperlukan
20 Prognosis Dubius ad bonam
21 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
22 Indikator Medis Perdarahan pervaginam, massa molla hidatidosa tidak ada, besar
uterus dan kadar -hCG serum normal. Setelah satu tahun tidak
ada keluhan baik klinik maupun laboratorik.
23 Edukasi Pemantauan teratur sesuai jadwal, pemakaian kontrasepsi, tidak
boleh hamil selama satu tahun.
24 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw
Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS GAWAT DARURAT
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
TUMOR TROFOBLAST GESTASIONAL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 001.9
2. Diagnosis Tumor Trofoblast Gestasional
3. Pengertian Sekelompok penyakit yang mempunyai tendensi neoplastik
atau ganas dan berkaitan dengan vili korialis, terutama sel
trofoblasnya yang berasal dari suatu kehamilan baik mola
maupun non mola, meliputi: Mola invasif, Koriokarsinoma,
Plasental site trophoblastik tumor, dan Persisten trofoblastik
diseases.
4. Anamnesis a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan
lain.
b. Perdarahan pervaginam tidak teratur.
c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati.
d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem
lainnya.
5. Pemeriksaan Fisik a. HBsE (Trias Acostasizon):
1. H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus,
abortus, dan hamil ektopik.
2. B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur.
3. sE (softnes and Enlargement) yaitu uterus membesar
dan lunak.
b. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina.
c. Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang
terkena penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak
dan lain-lain.
6. Kriteria Diagnosis 1) Anamnesis.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan ginekologis
4) Pemeriksaan penunjang
Diagnosis penyakit trofoblas ganas juga dapat ditegakkan
hanya berdasarkan klinis (HBsEs) dan peningkatan kadar β-
HCG yang dikenal dengan Persisten trofoblastik diseases.
Keterangan:
Skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah
Skor prognosis total > 7: risiko tinggi
7. Diagnosis Banding 1) Kanker endometrium
2) Hiperplasia endometrium
8. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium:
a. Kadar -hCG serum tinggi, atau
b. Kadar -hCG serum tidak turun pada pemantauan pasca
evakuasi mola hidatidosa.
c. DL, LFT, RFT, Fungsi Tiroid (TSH, T3 dan T4), BT/CT,
Elektrolit, GDS.
Pemeriksaan penunjang:
a. Foto thorak.
b. USG abdomen-pelvis.
c. CT-Scan abdomen, kepala.
9. Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10. Perawatan Rumah Sakit . Pemberian khemoterapi dan atau tindakan histerektomi.
. Perbaikan kondisi.
11. Terapi / tindakan Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II)
(ICD 9-CM) 1. Setelah terdiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional
(TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN) pada
pemantauan pasca evakuasi molla hidatidosa.
2. Evaluasi risiko dari TTG berdasarkan sistem skoring
prognosis. Apabila skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah dan
skor prognosis total > 7: risiko tinggi.
3. Pada TTG risiko rendah diberikan khemoterapi tunggal:
Methotrexate (MTX).
4. Pada TTG risiko tinggi dirujuk atau referral ke PPK III.
5. Khemoterapi MTX:
a. Persyaratan laboratorium sebelum kemoterapi MTX:
1. Hemoglobin ≥ 10 gr%
2. Leukosit ≥ 3000.mm3
3. Trombosit ≥ 100.000/mm3
4. SGOT/SGPT ≤ 2 kali nilai normal
5. Ureum/kreatinin normal
b. Dosis MTX: 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im, atau 3
x 5 mg/hari oral selama 5 hari, setiap 2 minggu.
c. Diberikan sampai pack test negatif, dilanjutkan 2 seri
after course (terapi konsolidasi MTX dengan dosis yang
sama).
d. Pemberian MTX gagal apabila:
1. Terdapat tanda-tanda metastase.
2. Resisten apabila 5 seri pemberian pack test tetap
positif.
e. Kemoterapi MTX gagal, rujuk atau referral ke PPK III.
PENYAKIT TROFOBLAS
GANAS
Stadium
Risiko
Stadium IV
Stadium I, II,
II, IV
Kemoterapi MTX
Komoterapi
Berhasil Gagal Kombinasi EMA-CO