Anda di halaman 1dari 12

Sindrom Patau Pada Bayi

Javier Immanuel
102018112
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Javier.2018fk112@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Sindrom Patau atau trisomi 13 adalah sindrom klinis yang terjadi ketika semua atau
beberapa sel tubuh mengandung 3 salinan kromosom 13. Hal ini ditandai dengan bibir
sumbing, langit-langit sumbing, cacat serebral, anoftalmia, lipatan simian, polidaktili, trigger
thumbs, dan hemangiomata kapiler. Sebagai trisomi paling umum ke-3, sindrom Patau
memiliki insiden 1 dari 10.000 kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada wanita. Sebagian
besar kasus sindrom Patau didiagnosis sebelum lahir dengan skrining ibu dan USG. Lebih
dari separuh kehamilan mengakibatkan aborsi spontan. Jika kehamilan mencapai aterm,
direkomendasikan agar pusat khusus menangani persalinan dan perawatan neonatal. Pada
neonatus, temuan termasuk malformasi kraniofasial dan jantung, cacat intelektual berat, dan
harapan hidup sangat berkurang.

Pendahuluan
Sindrom patau atau trisomi 13 pertama kali dijelaskan oleh Thomas Bartholin pada
tahun 1657 dan secara sitogenetik ditemukan oleh Klaus Patau pada tahun 1960 dan oleh
karena itu disebut sebagai sindrom Patau. Insiden kelahiran adalah 1/5000 kelahiran hidup.
Angka kematian janin saat hamil sebesar 97% dan pada postnatal hampir semua anak yang
mengalami trisomi 13 meninggal dalam waktu 4 bulan. Trisomi 13 paling sering disebabkan
oleh nondisjungsi meiosis ibu tetapi sebagian kecil kasus trisomi 13 disebabkan oleh
translokasi robertsonian yang tidak seimbang dengan tingkat kekambuhan yang tinggi dalam
pembawaan orangtua dari translokasi robertsonian seimbang 13/14 atau 13/15. Trisomi 13
mosaik postzigotik agak jarang (5%) dan dapat memiliki fenotipe yang lebih ringan dengan
kelangsungan hidup yang lebih lama. Trisomi 13 biasanya ditandai dengan gangguan
embriogenesis dari prosencephalon dan bagian tengah karena gangguan induksi ventral oleh
mesoderm prekordal dari otak depan primitif (prosencefalon).1

Anamnesis
Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien kediagnosis
penyakit tertentu. Wawancara dengan pasien disebut anamnesis. Anamnesis memiliki tujuan
untuk menentukan diagnosis kemungkinan sehingga membantu menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis dapat
langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau
pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk
diwawancarai.2
Anamnesis yang baik akan terdiri dari:
1. Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsam dan agama.
Identitas: bayi usia 39 minggu

2. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien
pergi ke dokter.
Keluhan utama: bayi mengalami kelainan bawaan ganda (multiple congenital
anomalies).

3. Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien
datang berobat.

4. Riwayat penyakit dahulu


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara penyakit
yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.

5. Riwayat penyakit dalam keluarga


Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit
herediter, penyakit dikeluarga penyakit infeksi.

6. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.2

7. Riwayat kelahiran

Tanyakan kapan dan dimana lahir, siapa yang menolong, cara kelahiran, adanya
kehamilan ganda, keadaan segera setelah lahir dan morbiditas pada hari-hari pertama
setelah lahir. Perlu ditanyakan apakah kelahiran kurang bulan, cukup bulan atau lewat
bulan, serta berat dan panjang badan saat lahir.2

Riwayat kelahiran: bayi cukup bulan, 39 minggu, lahir spontan, dengan kelainan
bawaan ganda (multiple congenital anomalies). Berat lahir 2200 gram, panjang badan
45 cm.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk mengetahui
keadaan atau kelainan serta masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik
bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi,
menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien,
menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah
diberikan.

Pada Pemeriksaan fisik ditemukan: wajah dismorfik, bentuk kepala


holoprosencephaly, aplasia cutis, hypotelorism, hidung yang hypoplastic, bilateral cleft and
palate, bentuk telinga yang abnormal dan low-set, tangan clenched, polidactily dan kaki yang
mempunyai tumit yang menonjol.

Pemeriksaan penunjang
Penegakkan diagnosis trisomi 13 dapat dilakukan pada masa prenatal dan pasca-natal.
Metode pemeriksaan prenatal yaitu ultrasonografi, karyotyping, pemeriksaan serum maternal,
dan pemeriksaan cell-free DNA (cfDNA). Pemeriksaan pasca-natal meliputi ultrasonografi
dan karyotyping. Pemeriksaan prenatal dilakukan pada bayi yang dicurigai, sedangkan
pemeriksaan pasca-natal dilakukan setelah bayi dilahirkan untuk konfirmasi diagnosis pada
bayi dengan temuan khas pada pemeriksaan ultrasonografi. Prosedur diagnosis trisomi 13
dapat dilakukan secara invasif dan non-invasif.

Pemeriksaan invasif dilakukan dengan karyotyping. Karyotyping adalah analisis kromosom


untuk mengetahui kelainan genetik; dapat dilakukan pada hampir semua jaringan tubuh
manusia, termasuk cairan amnion, darah, sumsum tulang, dan plasenta. Karyotyping
disarankan jika trisomi 13 dicurigai saat periode prenatal (biasanya dari pemeriksaan
ultrasonografi, riwayat kelainan kromosom sebelumnya, atau usia ibu).
Prosedur pemeriksaan non-invasif terdiri dari ultrasonografi serta pemeriksaan serum
maternal dan cfDNA. Ultrasonografi dapat mengawali kecurigaan trisomi 13, namun
diagnosis definitif dilakukan dengan karyotyping.3

1. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG pada trimester (TM) I dilakukan pada usia 11-13 minggu
untuk memeriksa nuchal fold translucency (NT). Pemeriksaan pada TM I dapat
mengidentifikasikan adanya kelainan seperti Sindrom Down, trisomi 18, dan trisomi
13 hingga 90%. Hasil pemeriksaan USG pada trisomi 13 dapat ditemukan
peningkatan penebalan nuchal, polihidramnion atau oligohidramnion, bukti IUGR,
hidrops fetalis, usus echogenik, dan corda tendinea echogenik. Temuan khas pada
trisomy 13 adalah holoprosenfalon dan kelainan dismorfik wajah.4,5
2. Pemeriksaan Serum Maternal
merupakan tes darah ibu hamil pada kehamilan trimester 1 dan atau 2. Skrining ini
terbagi menjadi dua:3
1) TM I (11-13 minggu): marker yang diperiksa adalah serum B-human
chorionicgonadotropin bebas (free B-hCG) dan pregnancy associated plasma
protein A (PAPP-A). Pada trisomi 13, ditemukan penurunan nilai kedua marker
tersebut.
2) TM II (15-18 minggu): marker yang diperiksa adalah kadar protein yang
dihasilkan janin selama kehamilan dan beredar di peredaran darah ibu.
Perneriksaan ini dikenal sebagai triple screening (a-fetoprotein, unconjugated
estriol, dan human chorionic gonadotropin) atau quad screening (ditambah
pemeriksaan inhibin A). Nilai normal marker ini tergantung pada usia kehamilan,
jumlah janin, berat badan, ras, dan riwayat diabetes ibu.3
3. Pemeriksaan cell-free DNA (cfDNA)
Dilakukan pada usia kehamilan > 10 minggu, fDNA adalah DNA bebas janin yang
dipishakan dari darah ibu ke labotaorium untuk mendeteksi kelainan kromosom.4

Beberapa jenis pemeriksaan prenatal secara invasif untuk diagnosis trisomi 13:3,4
1) Amniocentesis
tes dengan memeriksa cairan ketuban atau cairan amnion. Amniocentesis
dilakukan pada usia kehamilan 15-20 minggu.3
2) Chorionic Villus Sampling (CVS)
menganalisis sel-sel korionik plasenta. Abnormalitas dapat dideteksi dalam
plasenta karena terdapat material genetic yang sama dengan bayi pada plasenta.
Keuntungan CVS, orang tua dpat membuat keputusan lebih dini karena diagnosis
dini CVS.3,4
3) Cordocentesis/Percutaneous Umbilical Cord Blood Sampling (PUBS)
Metode paling awal dalam diagnosis prenatal, dilakukan untuk mendapatkan
sampel darah janin. Prosedur ini dilakukan pada usia kehamilan 20-24 minggu.
Prosedur ini memiliki komplikasi paling tinggi dibandingkan prosedur lain, yaitu
kematian janin, perdarahan fetomaternal, persalinan prematur yang membutuhkan
sectio caesaria, dan hematoma tali pusat.3

Working diagnosis
Sindrom Patau (trisomi 13) merupakan kelainan genetik yang memiliki 3 buah
kromoson 13 yang terjadi karena kesalahan dalam pemisahan kromosom homolog atau non
Disjunction selama proses meiosis. Sindrom patau ini merupakan kelainan autosomal ketiga
tersering yang terjadi pada bayi lahir yang hidup setelah sindrom down (trisomy 21) dan
sindrom eedwards (trisomy 18).6

Klasifikasi sindrom patau

1. Trisomy 13 klasik, yaitu sel telur dan sperma menerima ekstra salinan kromosom 13. Sel
telur dan sperma hanya memiliki 1 copy tiap kromosom. Bila sel telur atau sperma
menerima 2 copy kromosom 13 dengan sel telur atau sperma yang memiliki 1 copy, maka
akan terbentuk trisomi 13 yang ditemukan di seluruh sel.6
2. Trisomy 13 translokasi, yaitu potongan atau seluruh bagian ekstra salinan kromosom 13
berikatan dengan kromosom lain. Translokasi ini terjadi saat sel telur dan sperma
menyatu dan sisanya terjadi pada salah satu orang tua.6
3. Trisomy 13 mosaik, yaitu terdapat 2 grup sel yaitu sel dengan tipikal 46 kromosom dan
sel dengan ekstra copy kromosom 13. pada trisomi 13 mosaik lebih ringan karena tidak
seluruh sel membawa kromosom ekstra.6

Differential Diagnosis
1. Sindrom down
Sindrom Down pertama kali dijelaskan oleh seorang dokter Inggris John Langdon
Down pada tahun 1866, tetapi hubungannya dengan kromosom 21 ditetapkan hampir 100
tahun kemudian oleh Dr. Jerome Lejeune di Paris. Sindrom Down (trisomi 21) adalah
kelainan genetik yang disebabkan oleh adanya semua atau sebagian dari kromosom
mengandung 3 salinan kromosom 21.7

Sindrom Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom
manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga
berjumlah 46. Pada penderita Sindrom Down, kromosom 21 tersebut berjumlah tiga
(trisomi), sehingga total menjadi 47 kromosom. Selain non-disjunction, penyebab lain
dari Sindrom Down adalah anaphase lag, yaitu kegagalan dari kromosom atau kromatid
untuk bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada pembelahan sel, sebagai
akibat dari terlambatnya perpindahan atau pergerakan selama anafase. Kromosom yang
tidak masuk ke nukleus sel anak akan menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis
ataupun mitosis.8

Gejala klinis sindrom down diantaranya sebagai berikut:7


 penyakit jantung bawaan (PJB): Atrioventricular Septal Defect (AVSD), ventricular
septal defect (VSD)
 gangguan gastrointestinal (GI): atresia duodenum, anus imperforata, obstruksi usus,
gastroesophageal reflux (GERD)
 gangguan hematologi: neutrofilia, trombositopenia, polisitemia, leukimia,
 gangguan neurologis: hypotonia, kejang
 gangguan endrokrinologi: Disfungsi kelenjar tiroid, Hipotiroidisme, hipogonadisme,
menarche atau adrenarke, kriptorkismus, testis kecil, jumlah sperma rendah,
pertumbuhan rambut ketiak dan kemaluan yang sedikit
 Gangguan muskuloskeletal: dislokasi sendi
 Kelainan visual: Anomali mata dan orbital, blepharitis, keratoconus, katarak,
strabismus
 Gangguan pada telinga: otitis media akut, dan perforasi gendang telinga

2. Sindrom Edwards
Sindrom Edward (trisomi 18) adalah kelainan kromosom autosomal yang umum
karena adanya kromosom ekstra 18. Bayi yang dilaporkan pertama kali dijelaskan pada
tahun 1960 oleh Edwards et al. dan Smith dkk. Gambaran klinis utama merupakan
petunjuk untuk diagnosis pada periode perinatal dan mencakup defisiensi pertumbuhan
prenatal, ciri kraniofasial yang khas, postur tangan yang khas (jari-jari yang menonjol),
hipoplasia kuku, hallux pendek, sternum pendek, dan malformasi besar (terutama yang
melibatkan jantung).9

Sindrom Edwards biasanya hasil dari salinan ekstra kromosom 18q. Ada tiga jenis
sindrom Edward: lengkap, parsial, dan mosaik trisomi 18.  

1. Trisomi 18 lengkap adalah bentuk yang paling umum (94%). Pada tipe ini, setiap sel
mengandung tiga salinan lengkap kromosom 18. Kromosom ekstra disebabkan oleh
nondisjunction, sebagian besar selama meiosis II. Kromosom ekstra paling sering
berasal dari ibu. Frekuensi kesalahan nondisjunction meningkat dengan bertambahnya
usia ibu. 
2. Trisomi mosaik 18 adalah tipe umum kedua (kurang dari 5%). Pada tipe ini, baik
trisomi 18 lengkap dan garis sel normal ada. Dengan demikian, fenotipe dapat
berkisar dari fenotipe trisomi 18 lengkap dengan kematian dini hingga fenotipe
normal. 
3. Trisomi 18 parsial menyumbang 2% dari sindrom Edward. Pada tipe ini, hanya
sebagian segmen kromosom 18q yang ada dalam rangkap tiga. Triplikasi parsial
sering kali dihasilkan dari translokasi seimbang atau inversi yang dibawa oleh salah
satu orang tua. Trisomi 18 parsial memiliki fenotipe variabel berdasarkan lokasi dan
luas segmen rangkap tiga.10

Patofisiologi

Terdapat 2 jenis kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah dan kelainan struktur.
Trisomi 13 termasuk dalam kelainan jumlah kromosom (aneuploidi). Aneuploidi dapat terjadi
akibat non-disjunction. Non-disjunction merupakan kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom
homolog untuk berpisah saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya
berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal (85%) dan sisanya terjadi saat miosis
paternal. Trisomi non-disjunction lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia > 35 tahun.
Ketika reduksi tidak terjadi, akan terdapat tambahan kromosom pada seluruh sel yang
menghasilkan trisomi.6

Non-disjunction pada fase mitosis (post fertilisasi), tegantung pada fasenya yaitu pada
sel pertama zigot atau setelah terjadi mitosis zigot. Hasilnya dapat terjadi trisomi dan
monosomi bila terjadi pada sel pertama atau sel dengan kromosom normal, sel dangan trisomi
dan monosomi bila terjadi setelah mitosis normal terjadi beberapa tahap. Gabungan sel ini
dinamakan mosaik sel. Trisomi 13 tipe mosaik terjadi sekitar 5% kasus.6

Gambar 1. Mekanisme non-disjunction6

Translokasi kromosom dapat terjadi pada mutasi baru sporadik. Translokasi adalah
berpindahnya materi genetik salah satu 1 kromosom ke kromosom yang lain. Kurang dari
20% kasus trisomi 13 terjadi akibat translokasi kromosom. Selama translokasi, kromosom
misalign dan bergabung dengan bagian sentromernya yang berjenis akrosentris (jenis
kromosom yang lengan pendeknya atau p sangat pendek dan tidak mengandung gen).6
Hal ini disebut translokasi Robertsonian. Translokasi Robertsonian terjadi terbatas
pada kromosom akro sentris 13, 14, 15, 21, dan 22 karena memiliki lengan pendek yang tidak
mengandung gen. Translokasi Robertsonian pada kromosom 13:14 terjadi sekitar 33% dari
seluruh translokasi Robertsonian.6

Gambar 2. Mekanisme Translokasi Roberstsonian6

Manisfestasi klinis
Gejalan klinis sindrom patau (Trisomi 13) biasanya ditemukan cacat intelektual dan
kelainan fisik di tubuh, kelainan jantung bawaan, kelainan pada otak atau sumsum tulang
belakang, mata yang sangat kecil atau kurang berkembang (microphthalmia), jari tangan atau
kaki ekstra (polydactyly), bibir sumbing atau langit-langit mulut, dan penurunan tonus otot
(hipotonia). Banyak bayi dengan trisomi 13 gagal tumbuh dan bertambah berat badan (gagal
tumbuh), kesulitan makan yang parah, berhenti bernapas untuk waktu yang singkat (apnea).11

Gejala lain dari trisomi 13 meliputi: Tangan terkepal (dengan jari luar di atas jari
bagian dalam), Mata tertutup, hernia: hernia umbilikalis, hernia inguinalis, terbelah atau
sumbing di iris mata mata (coloboma), telinga yang terletak rendah, cacat kulit kepala,
kejang, lipatan palmar tunggal, kelainan kerangka (anggota tubuh), kepala kecil (mikrosefali),
rahang bawah kecil (mikrognathia), testis tidak turun (kriptorkismus).11

Epidemiologi
Trisomi 13 dengan angka kejadian 1 dari 10.000 hingga 20.000 kelahiran
hidup. Mortalitas kehamilan mewakili sebagian besar kematian, Abnormalitas sitogenetik
terjadi pada 50% kematian janin sebelum usia kehamilan 20 minggu dan terdapat pada 6%
sampai 13% bayi lahir mati dengan tingkat kelangsungan hidup saat postnatal 6% - 12%
setelah tahun pertama kehidupan. Sekitar 90% dari diagnosis trisomi 13 yang dibuat di negara
maju adalah antenatal. Anomali jantung dan sistem saraf adalah salah satu malformasi yang
paling umum di trisomi 13.12,13

Etiologi

Trisomi 13 hasil dari nondisjungsi kromosom homolog selama gametogenesis,


ditandai dengan tiga salinan kromosom 13 dalam garis sel somatik dan germinal.
Nondisjunction ibu mewakili 91% kasus biasanya karena kesalahan dalam meiosis I.
Kesalahan meiosis berasal dari rekombinasi kromosom yang menyimpang, yang memiliki
insiden lebih besar di antara konsepsi pada wanita yang lebih tua dari 35 tahun.10

Trisomi yang kurang menantang secara fenotip dapat terjadi dalam


translokasi. Translokasi ini berasal dari dua patahan akrosentrik di daerah juxtacentromeric
(biasanya kromosom 13 dan 14). Ekspresi fenotipik akan tergantung pada keseimbangan
translokasi. Translokasi Robertsonian yang seimbang akan lebih ringan daripada translokasi
dengan kuantitas genetik yang berubah, seperti yang terlihat pada translokasi yang tidak
seimbang. Bentuk mosaik trisomi 13 terjadi ketika beberapa garis sel memiliki bahan
kromosom ekstra. Fenotipe mosaik muncul dengan ekspresivitas yang bervariasi dengan
peningkatan kecerdasan intelektual.10 

Faktor resiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya trisomi 13 adalah peningkatan
usia ibu. Semakin tua usia ibu, dapat meningkatkan kejadian trisomi 13 akibat non-
disjunction. Jenis kelamin fetus dapat mempengaruhi risiko kejadian trisomi 13. Laki-laki
lebih banyak mengalami aneuploidi daripada perempuan. Trisomi 13 juga berasosiasi dengan
berat bayi lahir rendah (BBLR), prematuritas, dan intra uterine growth retardation (IUGR).6

Penatalaksanaan

Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Kebanyakan bayi yang
ahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang berat. Terapi yang dilakukan fokus untuk
membuat bayi lebih nyaman. Anak yang tetap bertahan sejak lahir mungkin membutuhkan
terapi bicara, terapi fisik, operasi untuk mengatasi masalah fisik, dan terapi perkembangan
lainnya.6
Intervensi bedah umumnya ditunda untuk beberapa bulan pertama kehidupan karena
tingginya angka kematian. Hati-hati dalam mengambil keputusan terhadap kemungkinan
harapan hidup mengingat beratnya derajat kelainan neurologic dan kelainan fisik serta
pemulihan post operasi.6

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya yaitu kesulitan bernapas (apnea), ketulian,
masalah dalam pemberian makan, gagal jantung, gangguan penglihatan.6

Prognosis
Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati (still
birth). Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Rata-rata usia bayi dengan
trisomi 13 adalah 2,5 hari hanya 1 dari 20 bayi yang akan bertahan lebih dari 6 bulan. Lebih
dari 80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama.6

Kesimpulan
Sindrom patau atau trisomy 13 adalah kelainan kromosom ditandai dengan ekstra
duplikasi kromosom 13 akibat non-disjunction. Faktor resiko meningkat dengan peningkatan
usia ibu. Pemeriksaan prenatal dianjurkan untuk mendeteksi trisomy 13. Setelah didiagnosis
trisomi 13 orang tua pasien memiliki kebebasan untuk terminasi kehamilan atau tetap
menjalani kehamilan. Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir
mati.

Daftar Pustaka
1. Witters G, et al. Trisomy 13, 18, 21, Triploidy and Turner syndrome: the 5T’s. Look
at the hands. Facts Views Vis Obgyn [Internet]. 2011 [cited 23 September
2021];3(1):15-21. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3991414/
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
3. Idi aspek klinis trisomy 13
4. Carlson LM and Vora NL. Prenatal Diagnosis. Obstet Gynecol Clin North Am.
2017[cited 23 September 2021];44(2): 245-56. Avaible from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5548328/
5. Edelweishia M and Putra WA. Ultrasonography Feature and Clinical Finding of
Trisomy 13 (Patau Syndrome): A Case Report. Indonesia Journal of Obstertries &
Gynocology Science. Special Issue: Case Report. Avaible from :
http://www.obgynia.com/obgyn/index.php/obgynia/article/view/159
6. Sumitha OD, Perdani RKW, dan Bustomi EC. Sindrom Patau (Trisomi kromosom
13). Majority. Mar 2018 ;7(2): 288-94
7. Akhtar F, Bokhari S. Down Syndrome [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021 [cited 24
September 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526016/
8. Irwanto dkk .A-Z Sindrom Down. Surabaya: Airlangga University Press; 2019. Hal
9. Cereda A, Carey J. The trisomy 18 syndrome [Internet].
https://ojrd.biomedcentral.com/articles/10.1186/1750-1172-7-81. 2021 [cited 24
September 2021]. Available from:
https://ojrd.biomedcentral.com/articles/10.1186/1750-1172-7-81
10. Balasundaram P dan Avulakunta ID. Edward Syndrome [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov.
2021Jan [cited 24 September 2021]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK570597/
11. 10. GARD. Trisomy 13 | Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD) – an
NCATS Program [Internet]. Rarediseases.info.nih.gov. 2021 [cited 24 September
2021]. Available from: https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/7341/trisomy
12. Siddik A and Noriefa MA . Trisomy 13 [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021 [cited 24
September 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526016/
13. Williams GM and Brady R. Patau Syndrome Ncbi.nlm.nih.gov. 2021 [cited 24
September 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK538347/

Anda mungkin juga menyukai