Menurut Ikatan Dokter Amerika, AMA, 1948, Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan
seni memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat. Kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan
terpadu antara sanitasi dan pengobatan dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk atau
masyarakat. Kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara teori (ilmu) dan Praktek (seni) yang
bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan
penduduk (masyarakat). Kesehatan masyarakat adalah sebagai aplikasi keterpaduan antara ilmu
kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat.1
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, yang salingterkait dan
mempengaruhi. Hendrik L. Blum menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat ,yaitu :1
1. Perilaku, hal yang berkaitan dengan kebiasaan atau gaya hidup yangdianut dan
diperlihatkan oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
2. Lingkungan, suatu keadaan sekitar dalam bentuk lingkungan fisik dan lingkungan
nonfisik yang saling berinteraksi dan mempengaruhi kesehatan seseorang.
3. Pelayanan kesehatan, meliputi akses, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan
kesehatan yang tersedia di masyarakat
4. Keturunan, merupakn kualitas dan kuantitas genetik yang bersifatditurunkan dari
generasi ke generasi berikutnya. Pengaruh masing-masing faktor terhadap kesehatan
bersifat komplek baik secaralangsung maupun secara tidak langsung atau melalui
faktor lainnya
Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun)
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan
gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi,
kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat
pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan
(TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO. Sedangkan definisi
stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-
scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely
stunted).2
Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor
gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detil, beberapa faktor
yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut:2
Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi
pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh.
Menurut WHO nilai batas ambang untuk anemia anak umur 5 - 12 tahun adalah apabila Hb >
10,0 g/dl. Terdapat enam faktor yang sering menyebabkan kejadian anemia, pertama adalah
rendahnya asupan zat besi dan zat gizi lainnya, yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
makanan sumber zat besi. Zat gizi lain yang menyebabkan terjadinya anemia adalah
kekurangan vitamin A, vitamin C, asam folat, riboflavin, dan vitamin B12. Kedua,
penyerapan zat besi yang rendah, disebabkan komponen penghambat di dalam makanan
seperti fitat. Rendahnya zat besi pada bahan makanan nabati menyebabkan zat besi
tidak dapat diserap dan digunakan oleh tubuh. Ketiga, malaria terutama pada anak-anak
dan wanita hamil. Keempat, parasit seperti cacing (hookworm) dan lainnya (skistosomiasis).
Kelima, infeksi akibat penyakit kronis maupun sistemik (misalnya: HIV/AIDS).
Keenam, gangguan genetik seperti hemoglobinopati dan sickle cell trait.3
Gejala anemia secara umum yaitu cepat lelah, pucat (kuku, bibir, gusi, mata, kulit
kuku, dan telapak tangan), jantung berdenyut kencang saat melakukan aktivitas ringan,
napas pendek saat melakukan aktivitas ringan, nyeri dada, pusing, mata berkunang, cepat
marah (mudah rewel pada anak),dan tangan serta kaki dingin atau mati rasa.3
Selain gejala anemia, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rabun senja (nyctalopia)
reversibel, gejala kekurangan vitamin A sebenarnya bervariasi seperti corneal xerosis,
keratomalacia dan retinopati. Namun, nyctalopia merupakan gejala awal dan umum, bila tidak
segera diatasi dapat menjadi penyebab kebutaan.11
Cacingan
Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit usus dengan prevalensi
yang cukup tinggidan menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Penyakit ini tidak mematikan
namun secara perlahan mampu mempengaruhi kesehatan dan produktivitas penderita melalui
penurunan status gizi.6
Jenis cacing yang paling sering menginfestasi anak-anak antara lain Ascaris Trichuris, cacing
tambang, dan Taenia. Menurut Alidalam, Idris, dan Fusvita, bahwa berbagai hasil penelitian
menunjukkan kecacingan lebih banyak menyerang pada anak sekolah dasar disebabkan aktivitas
mereka yang lebih banyak berhubungan dengan tanah.7
Penularan cacing tambang dan Trichuris lebih mudah terjadi pada anak-anak yang suka bermain
dengan tanah. Infeksi dapat terjadi karena menelan telur yang telah berembrio melalui tangan,
makanan, atau minuman yang terkontaminasi, atau langsung melalui debu, tanah, hewan
peliharaan atau barang mainan. Bahkan pada cacing tambang dapat terinfeksi ketika larva
menembus kulit yang kontak dengan tanah.9
Tingginya kejadian kecacingan pada anak terkait dengan faktorlingkungan, yaitu keadaan
higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggal anak. Selain itu, kebiasaan bermain dan perilaku
anak-anak sangat berpengaruh dalam tingginya angka kecacingan. Seringnya anak bermain dan
berinteraksi langsung dengan tanah: tidak menggunakan alas kaki ketika bermain dan tidak
mencuci tangan setelahbermain dansebelum makan membuat parasit soil transmitted
helminth(STH)dengan mudahmelakukan invasi ke dalam tubuh anak-anak.10
Perilaku yang kurang bersih berpotensi terinfestasi cacing secara oral, misalnya telur cacing
masuk ke dalam mulut atau mungkin larva infektif yang melekat di jari tangan tertelan pada
waktu anak menghisap jari atau tidak mencuci tangan sebelum makan. Kejadian ini sering terjadi
terutama pada anak yang sering bermain dan kontak dengan tanah yang tercemar telur cacing.6
Cacing parasit yang tumbuh dan berkembang di usus manusia memberikan kontribusi negatif
yang sangat besar terhadap kejadian penyakit lainnya seperti kurang gizi, anemia, dan
menganggu tumbuh kembang anak serta mempengaruh berbagai masalah non kesehatan lainnya
misalnya menurunnya prestasi belajar dan drop-out-nya anak sekolah dasar8
Penanggulangan
Daftar Pustaka
1. Eliana dan Sumiati S. Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : 1. Sumiati S. Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Pusdiknaskes; 2016.p2,3,21-3
2. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 100 Kabupaten/kota prioritas
untuk intervensi anak kerdil (stunting). Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik
Indonesia; 2017
3. Ningsih DDR, Panunggal B, Pramono A, Fitranti DY. Hubungan asupan protein dan
kebiasaan makan pagi terhadap kadar hemoglobin pada anak usia 9–12 tahun di
Tambaklorok Semarang Utara. Journal of Nutrition College 2018:7(2);72
4. Bhutta ZA, Ahmed T, Black RE, Cousens S, Dewey K, et al. What works?
interventions for maternal and child undernutrition and survival. Journal Lancet 2009;
32(7):61-63
5. Sirajuddin S, Masni. Kejadian anemia pada siswa sekolah dasar. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional 2015:9(3);265
6. Jaya IKS dan Romadilah. Hubungan Infeksi Kecacingan dan Personal Higiene
dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Siswa SDN 51 Cakranegara Kota Mataram. Media
Bina Ilmiah. 2013. 7(1):16-22.
7. IdrisSA dan FusvitaA. Identifikasi Telur Nematoda Usus (Soil Transmitted
Helminths) padaAnak di Tempat Pembuangan Akhir(TPA) Puluwatu. Biowallacea.
2017. 4(1):566-71.
8. AnthonieRM, MayutuN, dan Onibala F. Hubungan Kecacingan dengan Status Gizi
pada Murid SD di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Ejournal Keperawatan (e-
Kp). 2013. 1(1):1-6
9. SandjajaB. Parasitologi Kedokteran: Buku 2, Helminthologi Kedokteran. Prestasi
Pustaka, Jakarta. 2007
10. Sirajudin S dan Masni. Kejadian Anemia pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. 9(3), 2015, 264-269.
11. Clifford L, Turnbull A, Denning A. Reversible night blindness – A reminder of the
increasing importance of vitamin A deficiency in the developed world. Journal of
Optometry [Internet]. 2013 [cited 19 June 2021];6(3):173-174. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3880510/