Anda di halaman 1dari 15

Osteoarthritis Genu Bilateral pada Lansia

Javier Immanuel – 102018112


PBL B14 Skenario 6
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
Email ; javier.2018fk112@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Osteoarthritis (OA)adalah suatu penyakit degeneratif yang menyerang tulang-tulang penopang
tubuh seperti vetebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki. Biasanya OA terjadi pada usia
sekitar di atas 45 tahun. Pada usia tersebut perbandingan penyakit OA pada wanita lebih tinggi
dibandingkan pria. Osteoarthritis dibedakan menjadi 2 macam yaitu OA primer (OA idopatik)
dan OA sekunder. Osteoarthritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan
dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit akibat
kompensasi perbaikan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik yang terdiri
atas hambatan gerak, krepitasi, efusi lutut, perubahan gaya jalan, pembengkakan sendi, tanda-
tanda peradangan, dan perubahan bentuk sendi yang permanen. Pemeriksaan laboratorium jarang
dilakukan karena hasil dari pemeriksaan adalah normal. Pengelolaan OA berdasarkan distribusi
dan berat ringannya sendi yang terkena. Terapi OA dibedakan menjadi 3 macam yaitu terapi
non-farmakologis seperti edukasi, terapi farmakologi seperti pemberian OAINS, dan terapi
bedah.
Kata Kunci : Osteoarthritis, degenerative, hambatan gerak
Abstrack
Osteoarthritis (OA) is a degenerative disease that attacks the bones as vetebra cantilever body,
hips, knees, and ankles. OA usually occurs around the age of 45 years. At the age comparison of
disease in women is higher than men. Osteoarthritis can be divided into two kinds of primary
OA (OA idopatik) and secondary OA. Osteoarthritis is characterized by cartilage hypertrophy
phase associated with a limited increase of the synthesis of matrix macromolecules by
chondrocytes due compensation for improvements. Checks that can be done is a physical
examination consisting of barriers motion, crepitus, knee effusion, changes in gait, joint
swelling, signs of inflammation, and deformity in joints are permanent. Laboratory tests are
rarely done because the result of the examination was normal. OA management based on the
distribution and severity of the affected joint. OA therapy can be divided into three kinds of non-
pharmacological therapies such as education, pharmacological treatment such as
administration of NSAIDs, and surgical therapy.
Key word :Osteoarthritis, degenerative, barriers to movement
Pendahuluan
Osteoarthritis ( OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berjalan progresif yang
berkaitan dengan adanya kerusakan kartilago sendi dan menyerang tulang- tualang penyangga.
Penyakit ini sering ditemukan pada pasien dengan usia lanjut, lebih banyak wanita daripada pria
yang disertai dengan obesitas. Penyebab primer dari Osteoarthritis masih belum dapat diketahui
secara pasti namun terdapat beberapa faktor risiko yang berperan yaitu: Usia, jenis kelamin,
genetik, kegemukan, pekerjaan, trauma dan penyakit metabolik serta faktor lainnya. Berat badan
biasanya dikaitkan dengan pemicutimbulnya Osteoarthritis Genu. Terapi osteoarthritis pada
umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-faktor risiko, latihan, intervensi
fisioterapi, dan terapi farmakologis. Pada OA fase lanjut sering diperlukan pembedahan. Untuk
membantu mengurangi keluhan nyeri pada OA, biadanya digunakan analgetika atau obat anti-
inflamasi non steroid (OAINS).Gejala yang timbul dari Osteoarthritis Genu membuat aktivitas
fungsional seseorang terganggu, maka dari itu kita perlu menegakan diagnosis dan memberikan
terapi dengan tepat, untuk membantu mengembalikan aktivitas fungsional dan mengurangi
masalah yang disebabkan oleh Osteoarthritis.
Didapatkan skenario yaitu, Seorang perempuan berusia 60 tahun datang ke Puskesmas
dengan keluhan nyeri pada lutut kanan dan kiri sejak 2 tahun yang lalu. Diduga perempuan ini
menderita osteoarthriti. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang osteoarthritis dalam
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis kerja dan pembanding, etiologi,
epidemiologi, gejalan klinis, patofisiologi, tata laksana, komplikasi, pencegahan, dan prognosis
untuk memahami konsep dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.

Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan hasil sebagai berikut. Identitas pasien adalah seorang
perempuan berusia 60 tahun. Memiliki keluhan nyeri pada lutunya terutama bertambah saat
berjalan. Pasien juga merasa kaku pada latutnya ketika bangun tidur selama ±30 menit dan pada
lututnya sering berbunyi ‘kretek-kretek’. Tidak ada riwayat obat, trauma, sakit dahulu atau
sekarang.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU : tampak sakit ringan dan kondisi kesadaran
pasien compos mentis lalu TTV berada dalam batas normal TD 130/80 mmHg, frekuensi
nafas ;20x/menit, Suhu 36,4o, Nadi 88x/menit, BB 80 kg, dan TB 165 cm. Lalu dilakukan juga
pemeriksaan fisik otot dan sendi yaitu, inspeksi (look), palpasi (feel), dan pergerakan (move).
Pada Look/inspeksi pada regio genu sinistra terdapat hasil sebagai berikut: edema (-), kalor (-),
nyeri tekan(-), nyeri saat bergerak (+), deformitas (-). Hasil pemeriksaan fisik pada regio genu
dextra : edema (-), kalor (-), nyeri tekan(-), nyeri saat bergerak (+), deformitas(-).

Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan beberapa pemeriksan penunjang untuk membantu menegakkan
diagnosis, sebagai berikut :
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah jenis pemeriksaan yang cukup akurat dalam menegakkan
diagnosis. Pada pemeriksaan radiologi umumnya didapatkan penyempitan pada rongga
sendi asimetris, peningkatan densitas tulang subkondral, kista tulang, osteofit pada
pinggir sendi, perubahan struktur anatomi sendi.1
2. Pemeriksaan laboratorium
Dapat dilakukan arthrosentesis untuk memastikan diagnosis. Cairan sendi normal adalah
ultrafitrat dari plasma, keduanya memiliki kandungan yang serupa, hanya saja cairan
sendi lebih kental karena mengandung asam hialuronat. Pada arthrosentesis dapat
dilakukan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, tes mikrobioogi,tes kimia, serat tes
imunologi. Pada pemeriksaan makroskopik yang dapat dilihat adalah warna cairan sendi,
tes musin, tes viskositas, dan melihat bekuan dalam sendi. Dari keempat tes tersebut
yang dapat digunakan untuk kasus osteoarthritis adalah tes warna. Pada tes warna cairan
sendi dari bening menjadi warna kuning jernih. Tes yang lain umumnya terlihat normal.
Pada pemeriksaan mikroskopik yang dapat dilihat adalah jumlah dan hitung jenis
leukosit dan Kristal. Pada kasus osteoarthritis, hitung sel darah dan laju endap darah
berada dalam angka normal.1,2
Differential Diagnosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bisa juga dicurigai
menderita beberapa penyakit lain sebagai berikut.
1. Reumatoid Artritis (RA)
Rheumatoid Arthritis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis
pada sendi. Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam ajringan synovial yang
melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membrane synovial dan akhirnya terjadi pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan menggangu gerak sendi. Otot akan
merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami perubahan degenerative dengan
menghilangnya kemampuan elastisitas pada otot dan kekuatan kontraksi otot. RA pada
umunya sering di tangan, sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Rasa nyeri pada
persendian berupa pembengkakan, panas, eritema, dan gangguan fungsi merupakan
gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis. Persendian dapat teraba hangat,
bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung lebih dari 30 menit.3
2. Arthritis Gout
Arthritis gout adalah salah satu penyakit metabolic yang terkait dengan pola makan diet
tinggi purin and minuman beralkohol. Penimbunan Kristal Monosodium urat pada sendi
dan jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya keradangan atau inflamasi pada
gout arthritis. Peningkatan kadar asam urat dalam darah merupakan factor utama
terjadinya arthritis gout. Masalah akan timbul jika terbentu Kristal monosodium urat pada
sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini akan
mengakibatkan reaksi peradangan yang jika ditangani akan berlanjut menimbulkan nyeri
hebat. Diagnosis arthritis gout dilakukan sesuai dengan kriteria dari The American
College of Rheumatology yaitu terdapat Kristal asam urat dalam cairan sendi atau tofus
dan/atau bila ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu, inflamasi maksimum pada hari pertama,
serangan akut lebih dari satu kali, arthritis monoartikuler, sendi yang terkena berwarna
kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada sendi metatarsophalangeal, serangan pada
sendi metatarsophalangeal unilateral, adanya tofus, hiperurisemia, pada foto sinar X
tampak pembengkakan sendi asimetris dan kista subkortikal tanpa erosi, dan kultur
bakteri cairan sendi negative.4
3. Septic Arthritis
Septic, atau infeksius, arthritis adalah infeksi dari satu atau lebih sendi oleh suatu
mikroorganisme. Sendi yang normal dilumasi dengan jumlah kecil dari cairan yang
dirujuk sebagai cairan sinovial (synovial fluid) atau cairan sendi. Cairan sendi yang
normal adalah steril dan jika dikeluarkan dan dipelihara (dikulturkan) dalam
laboratorium, tidak ada mikroba-mikroba yang akan ditemukan. Dengan septic arthritis,
mikroba-mikroba dapat diidentifikasi dalam suatu cairan sendi yang terpengaruh. Paling
umum, septic arthritis mempengaruhi suatu sendi tunggal, namun dapat melibatkan lebih
banyak sendi. Sendi-sendi yang terpengaruh bervariasi tergantung pada mikroba yang
menyebabkan infeksi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi orang yang
terpengaruh. Bakteri yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah Staphylococcus
aureus dan Haemophilus influenzae. Virus-virus yang dapat menyebabkan septic arthritis
termasuk hepatitis A, B, dan C, parvovirus B19, herpes viruses, HIV (AIDS virus),
HTLV-1, adenovirus, coxsackie viruses, mumps, dan ebola. Jamur yang dapat
menyebabkan septic arthritis termasuk histoplasma, coccidiomyces, dan blastomyces.1

4. Bursitis
Merupakan peradangan akut dan kronis dengan gejala nyeri dan cenderung membatasi
pergerakan. Akut: jika disentuh/bergerak akan timbul nyeri di daerah yang meradang.
Kulit di atas bursa kemerahan dan membengkak. Disebabkan oleh infeksi atau gout
menyebabkan nyeri yang luar biasa dan daerah yang terkena tampak kemerahan dan
teraba hangat. Kronis: akibat dari serangan bursitis akut sebelumnya atau cedera yang
berulang. Bursa menebal dan di dalamnya ada endapan kalsium padat. Sehingga
membatasi pergerakan dan otot mengalami penciutan (artrofi) dan menjadi lemah.
Penatalaksana bursa yang terinfeksius harus dikeringkan dan diberi antibiotik. Bursitis
akut non-infeksius biasanya diobati dengan istirahat dimana sementara sendi yang
terkena tidak digerakkan dan diberi obat OAINS (ibuprofen, Naproxen, Ketoprofen, dll).
Kronis: endapan kalsium dibuang melalui jarum atau pembedahan. Kortikosteroid bisa
diberikan langsung ke dalam sendi. Terapi fisik untuk mengembalikan fungsi sendi.1
5. Meniscus Tear
Meniskus terdiri dari serat melingkar yang dipegang oleh beberapa helai radial. Oleh
karena itu, lebih cenderung untuk merobek sepanjang panjangnya daripada melintasi
lebarnya. Robekan biasanya dimulai oleh kekuatan gerinda rotasi, yang terjadi (misalnya)
ketika lutut dilipat dan dipuntir saat mengambil berat; karenanya cenderung terkana
pemain sepakbola. Di usia pertengahan, ketika fibrosis membatasi mobilitas meniskus,
robekan timbul dengan kekuatan yang relatif kecil. Dengan X-Ray atau MRI dapat
ditemukan adanya robekan. Apabila jarang terasa rasa sakit, dapat dibiarkan sembuh
dengan sendirinya dan sendi yang sakit ditahan dengan plaster backslab selama 3–4
minggu. Terapi operasi diberikan dengan indikasi;kaki yang terkunci tidak dapat dibuka
kembali dan seringnya timbul gejala.11

Working Diagnosis
Pada anamnesis didapatkan hasil pasien merupakan seorang perempuan berusia 60 tahun.
Pasien mengeluh nyeri pada kedua lutut. Keluhan utamnya adalah nyeri pada lutut terutama
bertambah saat berjalan, menekuk kaki, bangun dari duduk yang lama. Selain itu pasien lututnya
terasa kaku saat bangun tidur selama ±30 menit dan pada lututnya sering berbunyi ‘kretek-
kretek’. Dari hasil pemeriksaan, maka dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami osteoarthritis.
Karena osteoarthritis biasanya terjadi pada orang berusia lanjut dan sendi yang paling sering
terserang adalah sendi yang biasanya memikul beban tubuh, salah satunya adalah lutut.

Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya, OA dibedakan menjadi OA primer dan OA sekunder.
OA primer (OA idiopatik) adalah OA yang penyebabnya tidak diketahui dan tidak memiliki
hubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan local pada sendi. OA sekunder
adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolic, pertumbuhan, dan
imobilisasi yang lama. OA primer lebih sering ditemui daripada OA sekunder. Penyakit ini
bersifat progresif lambat, umumnya terjadi pada usia lanjut, walaupun usia bukan satu-satunya
faktor risiko. Faktor lain yang diduga menjadi pemicu osteoarthritis adalah factor jenis kelamin,
obesitas, dan overuse.6
Epidemiologi
Penyakit ini tidak terkonsentrasi pada wilayah tertentu di belahan bumi. Namun penyakit ini
sangat umum dijumpai pada usia lanjut. Data yang dimiliki di Indonesia adalah data OA pada
sendi lutut. Didapat prevalensi OA pada pria 15,5% dan wanita 12,7%. Angka yang cukup tinggi
ini membuat osteoarthritis mempunyai dampak yang cukup besar. Diperkirakan 1-2 juta orang
lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis.1
Patofisiologi
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodeling tulang, dan inflamasi.
Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoarthritis yaitu, fase inisiasi, fase
inflamasi, fase nyeri, dan fase degradasi.
a. Fase Inisiasi1
Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya melakukan perbaikan
sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini
dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel
dan membantu komunikasi antar sel, factor tersebut seperti Insulin-like growth factor
(IGF-1), growth hormone, transforming growth factor b (TGF-b), dan coloni stimulating
factors (CSFs). Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam
deoksiribo nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1
memegang peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
b. Fase inflamasi1
Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1 sehingga meningkatnya
pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi sendi. IL-1 dan tumor
nekrosis factor- (TNF-) mengaktivasi enzim degradasi seperti collagenase dan
gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoarthritis. Produk inflamasi
memiliki dampak negative pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago sendi, dan
menghasilkan kerusakan pada sendi.
c. Fase nyeri1
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas
fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan thrombus dan komplek lipid pada
pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis
jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan
interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya
mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligament, serta
spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum
dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena
intramedular akibat stasis vena pada proses remodeling trabekula dan subkondrial.
d. Fase degradasi1
IL-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim
yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag di dalam cairan sendi juga bermanfaat,
yaitu apabila terjadi jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan
memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini juga akan merangsang
khondorsit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks
rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan
selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks
rawan sendi sedangkan factor pertumbuhan merangsang sintesis.
Gejala Klinis

Pada umunya, gambaran klinis yang tampak pada pasien osteoarthritis adalah :1
 Nyeri sendi
Keluhan ini yang umumnya disampaikan oleh pasien saat pertama kali bertemu dengan
dokter. Pasien biasanya merasa bertambah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang
nyerinya saat beristirahat.
 Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini umumnya semakin bertambah parah seiring bertambahnya rasa nyeri.
 Kaku pagi
Kaku biasanya timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi dalam waktu yang lama
maupun setelah bangun tidur. Setidak-tidaknya didapati 15-30 menit keadaan kaku sebelum
sendi dapat digerakan lagi.
 Krepitasi
Pada keadaan di mana celah sendi telah menyempit dapat terjadi pergesekan antara tulang
yang satu dengan yang lainnya yang menimbulkan bunyi gemertak.
 Pembesaran sendi (Deformitas)
Biasanya perbesaran sendi secara progresif dapat terlihat pada sendi lutut dan sendi tangan.
 Perubahan gaya berjalan
Perubahan gaya berjalan yang paling sering terlihat ialah menjadi pincang. Hal ini akan
sangat mengganggu mobilisasi pasien osteoartritis.
 Hasil pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi memperlihatkan adanya osteofit, ruang sendi menyempit, sklerosis
tulang subkondral, deformitas sendi, dan kista subkondral. Cairan sendi tampak kuning
jernih.

Tatalaksana
Sebelumnya harus diketahui bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkan OA, dan tidak ada
juga preparat farmako yang bisa mengembalikan proses patologi ini. Oleh karena itu, kita
berikan pharmacologic agent yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, mengembalikan
fungsi, meningkatkan kualitas hidup, dan menghindari komplikasi. Tindakan pembedahan atau
penggantian persendian mungkin bisa menjadi efektif. Dengan demikian, kita dapat menerapkan
terapi terhadap penderita OA melalui 3 hal, yaitu terapi farmako, nonfarmako, dan tindakan
pembedahan 7
1. Terapi Farmakologis6,7
Penghilang rasa sakit bisa membantu. Sebagian besar dokter merekomendasikan
acetaminophen (Tylenol), karena memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
obat lain. Jika rasa sakit berlanjut, dokter mungkin merekomendasikan obat anti
inflammatory (OAINS). Obat ini membantu meredakan nyeri dan bengkak. Jenis OAINS
termasuk spirin, ibuprofen, dan naproxen. OAINS bekerja dengan cara menghambat jalur
siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu
COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2
(berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional bekerja dengan cara menghambat
COX-1 dan COX-2, sehingga dapat memgakibatkan perdarahan lambung, gangguan
fungsi ginjal, retensi cairan, dan hiperkalamia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2
selektif akan memberikan efek gastroinstetinal yang lebih kecil dibandingkan
penggunaan OAINS yang tradisional. Penggunaan OAINS memiliki efek gastrointestinal
sehingga para ilmuwan berusaha mencari obat lain yang dapat memperlambat
progresifitas kerusakan kartilago sendi bahkan kalau bisa mencegah timbulnya kerusakan
kartilago. Jenis obat ini digolongkan sebagai chondroprotective agents atau disease
modifying osteoarthritis drugs (DMOADs). Yang termasuk ke dalam golongan
DMOADs adalah asam hialuronat, injeksi steroid, dan glikosamin dan kondroitin.
 Asam Hialuronat berfungsi untuk memberikan lubrikasi dan menyerap getaran
yang terjadi selama gerakan sendi yang cepat. Obat ini digunakan melalui
suntikan intra-artikuler dengan dosis 2 cc sekali seminggu dan disuntik sebanyak
3-5 minggu berturut-turut. Jenis preparat yang digunakan ialah Na-Hyaluronat
(Hyalgan) dan Hylan polimer (Synvisc). Asam hialuronat memegang peranan
penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan
proteoglikan. Efek samping yang perlu diperhatikan ialah pembengkakan dan
reaksi kulit yang bersifat lokal yang mungkin terjadi.6,7
 Injeksi steroid intra-artikuler dapat mengurangi inflamasi sendi maupun efusi
sendi yang terjadi pada osteoarthritis. Hal ini dikarenakan steroid (seperti
kortikosteroid) dapat menghambat kerja enzim fosfolipase sehingga tidak
terbentuk mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien melalui jalur
siklooksigenase dan lipooksigenase.Penggunaan kortikosteroid dibatasi hanya 3 –
4 kali per tahun dikarenakan efek sistemiknya yang besar. Preparat yang
digunakan ialah Metil Prednisolon Asetat dan Triamnisolon Hexatidone.6,7
 Glukosamin dan kondroitin menunjukkan simulasi sintesis proteoglikan dari
kartilago artikuler. Efek samping glikosamin adalah kembung, sedangkan efek
samping kondroitin hanya mual.6,7
2. Terapi Non-Farmakologi6,7
 Fisioterapi, edukasi, pencegahan. Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh
yang buruk, penyangga untuk lordosis pada daerah lumbal, menghindari aktivitas
berlebihan pada sendi yang sakit dan pemakaian alat-alat yan dapat meringankan
kerja sendi
 Diet untuk menurunkan berat badan agar dapat mengurangi timbulnya keluhan
 Edukasi dan penerangan tentang cara menangani pasien OA bagi kerabat dan
keluarga yang bersangkutan
 Dorongan psikososial bagi penderita OA
 Dapat dilakukan terapi penggunaan ultrasound, stimulasi elektrik, akupuntur dan
pemijatan untuk mengurangi efek nyeri pada OA

3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila terapi non farmakologis dan terapi farmakologis tidak
berhasil dengan baik. Selain itu pembedahan juga dapat dilakukan juga pasien mengalami
keluhan seperti nyeri, kaku dan deformitas bengkok yang semakin bertambah parah
seiring dengan perjalanan penyakit. Keluhan ini sangat mengganggu pasien karena
membatasi aktivitas sehari-hari pasien seperti berjalan, naik turun tangga dan bekerja.6
Secara umum ada 2 tindakan yang dilakukan dalam pembedahan yaitu artroskopi dan
total joint replacement. Pemilihan tindakan dilakukan berdasarkan Kellgern dan
Lawrence system yang terbagi dalam 5 klasifikasi:
1. Grade 0: tidak ada tanda osteoarthritis pada gambaran radiologi
2. Grade 1: terlihat sedikit penyempitan sendi, kemungkinan adanya osteofit
3. Grade 2: terlihat osteofit dan penyempitan sendi
4. Grade 3: osteofit terlihat lebih dari satu , lesi sklerotik terlihat, adanya deformitas, dan
penyempitan ruang sendi
5. Grade 4: osteofit yang besar, sklerosis jelas terlihat, deformitas tulang, penyempitan
ruang sendi.

Artroskopi dilakukan bila grade 1 dan 2, sedangkan total joint replacement akan
dilakukan bila grade 3 dan 4.
1. Artroskopi
Artroskopi merupakan prosedur pembedahan tanpa operasi terbuka dengan cara melihat
sendi melalui kabel serat optik sambil melakukan proses pembedahan dengan semacam
selang kecil yang ditusukan ke dalam persendian. Indikasi dilakukannya artroskopi ialah
bila ada peradangan tiba-tiba serta keluhan terkunci (locking), tertahan (catching), dan
sempoyongan (giving way). Selain itu artroskopi dapat dilakukan untuk memperbaiki
robekan meniscus, dapat mengeluarkan benda asing dan pencucian sendi. Umumnya
pasca operasi nyeri dapat hilang hingga 2-5 tahun pada 50-85% pasien. Ada dua bentuk
artroskopi yang dipakai saat ini yaitu lavage dan debridement. Lavage merupakan proses
pencucian cairan sendi dengan memakai larutan garam yang kemudian dikeluarkan lagi
bersama benda asing dari dalam sendi beserta dengan cairan sendi yang berlebihan.
Sedangkan debridement merupakan proses yang sama namun ditambah dengan proses
penipisan dan pelembutan kartilago sendi yang telah keras dan meradang serta
pengambilan serpihan tulang rawan yang ada dari persendian.8,10
2. Total Joint Replacement
Merupakan operasi penggantian permukaan sendi yang rusak dengan metal dan plastik.
Saat ini dilakukan penelitian untuk mendapatkan material yang lebih baik sehingga sendi
buatan ini bertahan lebih lama. Operasi penggantian sendi secara total diindikasikan pada
orang yang mengalami ostearthritis derajat 3 dan 4. Operasi ini jarang dilakukan pada
usia muda. Operasi akan dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri lutut parah
hingga terjadi deformitas, kegagalan pengobatan secara medika mentosa maupun non,
dan keterbatasan gerakan yang signifikan. Sendi yang paling sering dilakukan total joint
replacement adalah sendi lutut dan pangkal paha. Umumnya keluhan nyeri berkurang
setelah operasi dan terdapat koreksi pada deformitas. Pada lutut didapati fleksi hingga
120 derajat. Hal ini akan sangat membantu pasien dalam melakukan gerakan yang
melibatkan fleksi yang dalam seperti berlutut pada saat berdoa. Selain itu tingkat
keberhasilan operasi ini cukup tinggi, yaitu mencapai lebih dari 95% dalam kurun waktu
10-15 tahun pasca operasi. Namun, ada komplikasi yang dapat timbul dari operasi total
joint replacement, yaitu infeksi akibat operasi terbuka, trombosis vena-vena dalam,
keterbatasan gerakan sendi, nyeri lutut yang menetap dan keausan implant dalam jangka
panjang.8,10

Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila osteoarthritis tidak ditangani dengan serius. Terdapat dua
macam komplikasi yaitu :1
1. Komplikasi kronis. Komolikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang
terparah ialah tejadi kelumpuhan
2. Komplikasi akut.
- Osteonecrosis
- Bursitis
Prognosis
Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat ditangani dengan obat-obat konservatif.
Hanya pada kasus yang berat dan sangat mengganggu aktivitas pasien saja baru dilakukan
operasi. Operasi yang dilakukan pun memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Kuncinya
bergantung kepada penanganan yang cepat dan tepat terhadap penyakit ini.
Kesimpulan
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kartilago sendi.
Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang dirasakan setelah aktivitas dan menghilang setelah
istirahat. OA merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun bisa dicegah dan
dikurangin rasa sakitnya. Penatalaksanaan OA dapat dilakukan secara farmakologi, non
farmakologi, dan pembedahan.
Daftar Pustaka

1. Departemen Penyakit Dalam FKUI. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Joewono S,
Harry I, Handono K, Rawan B, Riyardi P, penyunting. Osteoartritis. Edisi ke-5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Penyakit Dalam; 2009.p. 2538-49.

2. Prince SA, Wilson FM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Dalam:
Michael AC, penyuting. Osteoartritis. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005.p.1380-3.
3. Chabib L, Ikawati Z, Martien R, Ismail H. Review rheumatoid arthritis: terapi

farmakologi potensi kurkumin dan analognya, serta pengembangan system nanopartikel.

Jurnal Pharmascience. 2016;3(1):12-13.

4. Widyanto FW. Artritis gout dan perkembangannya. Jurnal Bidang Kedokteran dan

Kesehatan. 2014;10(2):145,148.

5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4 jilid 1. Jakarta:
Media Aeculapius; 2005.h.535-9.
6. Pratiwi AI. Diagosis and treatment osteoarthritis. J Majority. 2015;4(4):12.

7. Furst DE, Ulrich RW. Obat anti inflamasi non steroid; Obat antireumatoid pemodifikasi
penyakit, analgesic nonopioid & obat yang digunakan pada gout. Dalam Katzung BG.
Farmakologi dasar dan klinik. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2010. H.589-615.
8. American Academy of Orthopedics Surgeon. Total joint replacement and arthroscopy.
2014 June. Access on 2020 March. Web: www.orthoinfo.aaos.org
9. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed:4 Jilid 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.1195-291.
10. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, etc. Hazzard’s geriatri medicine and gerontology.
6th edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2009.p.1411-9.
11. Solomon L, Warwick D,dan Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures.9th ed. Hachette UK Company; 2010.p.558-61

Anda mungkin juga menyukai