Anda di halaman 1dari 11

NYERI PADA LUTUT

I. Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan keluhan utama pasien yang dirasakan sehingga mendorong
pasien untuk datang berobat. Pada kasus ini, pasien berusia 44 tahun dengan TB 165 cm dan
BB 96 kg datang dengan keluhan nyeri lutut kanan sejak satu tahun yang lalu. Rasa nyeri
dirasakan bila berdiri lama atau sedang membawa beban berat. Hampir setiap pagi merasa
daerah lututnya kaku dan menjadi normal setelah satu jam kemudian. Pada usia 18 tahun,
pernah terjatuh dan daerah lutut kanannya terluka dan bengkak tanpa diberi pengobatan.
Pemeriksaan
1. Fisik Umum
Tujuan: untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien saat pemeriksaan dengan
penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi.
Pemeriksaan nadi:
Dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis kanan dan kiri di dekat pergelangan
tangan. Dilakukan dengan 2 atau 3 jari.
-

Frekuensi denyut per menit


Frekuensi denyut nadi di atas 100 kali permenit disebut takikardi.
Di bawah 60 kali permenit disebut bradikardia.

Irama denyut nadi


Ditentukan teratur (regular) atau tidak teratur (irregular). Nadi di bawah 50 kali
permenit kadang-kadang disebabkan kelainan hantaran rangsang pada jantung.

Pemeriksaan tekanan darah:


Stetoskop diletakkan pada fossa antekubiti di atas a. brachialis dan bunyi nadi Korotkoff
terdengar pada waktu tekanan dalam manset diturunkan perlahan-lahan. Bunyi pertama
yang terdengar disebut tekanan sistolik, saat bunyi hilang disebut tekanan diastolic.
Selisihnya disebut dengan tekanan nadi.

2. Fisik Khusus

Inspeksi kedua lutut.

Tes rentang gerakan kedua sisi.

Palpasi patella untuk memeriksa nyeri tekan atau pembengkakan kedua sisi.

Lakukan ballottement patella jika di curigai adanya efusi.

Tes refleks patella, kedua sisi.

Auskultasi sendi lutut kanan penderita ditemukan adanya krepitasi pada waktu lutut
difleksikan atau diekstensikan dimana terdengar suara gemeretak kretek-kretek
seperti suara krupuk yang diremukkan. Hal ini menunjukkan kerusakan rawan sendi,
misalnya osteoarthritis. Gejala ini mungkin timbul disebabkan karena gesekan kedua
permukaan tulang sendi yang iregular pada saat sendi digerakkan ataupun secara
pasif dimanipulasi. 1

3. Radiologi
Didapatkan adanya:
o Penyempitan sendi dan osteofit pada pinggir sendi.
o Menipisnya rawan sendi diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di
beberapa tempat yang kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi.
o Terjadi pula perubahan yaitu penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit
marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan struktur
tulang.
o Penipisan kartilago sendi akibat proses degeneratif memberi gambaran penyempitan
celah sendi yang tidak simetris pada polos radiologi.
o Fungsi kartilago sendi berkurang bahkan menghilang mengakibatkan beban stres di
daerah subkhondral bertambah. Beberapa subkhondral tersebut dapat diamati pada
photo polos radiologi berupa pembentukan osteofit, subkhondral sklerotik, maupun
pembentukan kista subkhondral.
4. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada osteoarthritis biasanya tidak banyak berguna.
Darah tepi (Hb, leukosit, dan LED) dalam batas normal, kecuali osteoarthritis
generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi
(ANA, faktor rheumatoid, dan komplemen) juga normal. Pada osteoarthritis yang
disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis sedang
hingga ringan, peningkatan ringan sel radang (<8000/m) dan peningkatan protein.
II. Diagnosis
1. Working Diagnosis

Diagnosis osteoarthritis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik


umum dan khusus, dan bila perlu pemeriksaan penunjang.
Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah pengeroposan pada sendi yang disebakan karena proses
penuaan yang menyebabkan kerusakan rawan sendi. Sendi yang terkena adalah sendi yang
biasanya sering digerakan dan sering mendapatkan beban seperti pergelangan tangan, siku,
pinggang, lutut dan engkel pada tumit. Osteoarthritis terjadi akibat berkurangnya cairan
sinovial pada sendi, peningkatan enzim penghancur matrix rawan sendi, penurunan
pembentukan proteoglikan,mulai pecahnya atau ausnya rawan sendi yang membungkus
ujung tulang, terjadinya osteofit(Pengapuran sendi)
Pada osteoarthritis, dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologi
sudah dapat menunjang ditegakkannya diagnosis osteoarthritis lutut. Diagnosis osteoarthritis
sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan memakai kriteria osteoarthritis yang dibuat oleh
Subcommittee American College of Rheumatology (ACR). Kriteria osteoarthritis lutut secara
klinis, laboratorium, dan radiologis adalah adanya nyeri lutut, osteofit, dan salah satu dari
usia lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit atau adanya krepitus. Pada
penderita ini wanita berusia 49 tahun, ditemukan memiliki keluhan nyeri sendi lutut kanan,
terdapat kaku sendi selama 20-30 menit, terdapat krepitus, dan pada pemeriksaan radiologi
ditemukan adanya osteofit.

Gejala osteoarthritis
Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien
dating ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang
dengan istirahat. Nyeri pada osteoarthritis juga dapat berupa penjalaran, misalnya
osteoarthritis servikal dan lumbal. Osteoarthritis lumbal yang menimbulkan stenosis

spinal mungkin menimbulkan nyeri di betis, yang biasanya disebut dengan claudicatio
intermitten
Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan perlahan-lahan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas,
seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahakn setelah
bangun tidur.
Krepitasi
Rasa gemeretak kadang-kadang terdengar pada sendi yang sakit.
Pembesan sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkahn bahwa salah satu sendinya (di lutut dan
tangan) secara perlahan-lahan membesar.
Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir pasien
osteoarthritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi
pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien yang umumnya tua.

2. Diagnosis Banding
Diagnosis banding terutama dengan penyakit sendi yang sering ditemui dalam praktek
sehari-hari seperti pirai (gout) dan arthritis rheumatoid.
Rheumatoid arthritis
Merupakan gangguan autoimun sistemik, ditandai dengan adanya arthritis erosive
pada sendi sinovial yang simetris dan kronis yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat
serta kecacatan. Kelainan ini dihubungkan dengan adanya manifestasi ekstraartikular dan
autoantibody terhadap immunoglobulin dalam sirkulasi, dikenal sebagai factor rheumatoid
(rheumatoid factor).

Proses ini memicu terjadinya inflamasi, aktivasi sel endotel, dan penarikan sel
inflamasi spesifik kea rah sendi, difasilitasi oleh adanya aktivitas molekul adhesi pada
endotel pembuluh darah sinovial dan pada sel inflamasi yang beredar di sirkulasi.
Jaringan sinovial berproliferasi dan menjadi invasive secara local pada persendian.
Pannus adalah lesi patologis yang khas pada RA. Suatu jaringan granulasi inflamasi yang
menebal. Sel di dalam pannus menghasilkan protease dan kolagenase yang bersifat destruktif.
Destruktif kartilago menyebabkan subluksasi, kerusakan mekanisme dan akhirnya
menyebabkan ketidakstabilan sendi yang menyebabkan artropati destruktif RA yang khas baik
secara klinis maupun secara radiologis.
Criteria diagnosis RA tahun 1987. seorang pasien dikatakan menderita RA jika ia
mengalami setidaknya 4 dari 7 kriteria di bawah ini setidaknya selam 6 minggu.
Kriteria
a. Kaku pagi hari

definisi
a) Pada dan di sekitar sendi yang berlangsung setidaknya
selam 1jam

b. Arthritis pada tiga atau lebih daerah sendi b) Pembengkakan jaringan lunak/cairan. Daerah yang
mungkin terkena adalah MCP, pergelangan tangan, siku,
lutut, pergelangan kaki, dan sendi MTP.

c) Setidaknya ada satu daerah yang membengkak pada

c. Arthritis pada sendi-sendi lengan

pergelangan tangan, MCP atau PIP.

d. Arthritis yang simetris

d) Keterlibatan simultan dari daerah sendi ini, bilateral.

e. Nodul rheumatoid

e) Nodul subkutan pada daerah penonjolan tulang

f. Factor reumatodi dalam serum


g) Gambaran khas RA pada radiografi tangan dan

g. Perubahan radiografi

pergelangan tangan.

Penilaian RA
Kriteria
Klinis

Indikasi adanya inflamasi aktif


Gejala:

Kaku di pagi hari berlangsung o Ketidakstabilan sendi

o Kehilangan

lama

Nyeri

dan

pembengkakan

sendi

Lesu dan perasaan lelah

Tanda:

Indikasi adanya kerusakan struktur


Gejala:

Sendi bengkak, merah, dan

fungsi

deformitas tendon
Tanda:

o Subluksasi sendi
o Deformitas sendi

karena

lunak

Tes laboratorium

Tidak mampu mengepal

Efusi yang terlihat

LED, CRP, dan gamaglobulin


Anemia dan Titer RF tinggi

Radiologis

Adanya

erosi,

ketidaksegarisan

tulang, OA sekunder.

Gout
Gout hampir tidak pernah terjadi pada wanita pramenopause. Merupakan artropati
yang berkaitan dengan adanya kristal. Risiko terjadinya gout akut akan meningkat seiring
dengan peningkatan asam urat plasma: kadar < 420 mikromol/L berhubungan dengan
insidensi 0,8/1000, kadaer >540 mikromol/L meningkatkan insiden sampai 49/1000.
Gambaran klinis gout:
o Gout klasik menimbulkan monoartritis, pada saat timbul nyeri yang sangat hebat
berlangsung selama 7-10 hari.
o Gout akut dipicu oleh trauma, aktivitas fisik, kelebihan alcohol, atau kelaparan.
o Kristal juga mungkin mengendap pada parenkim atau saluran ginjal menyebabkan
nefropati gout dan batu ginjal.
o Gout akut dapat berlanjut menjadi gout kronis, yang berkaitan dengan penumpukan
asam urat dalam jaringan subkutan yang khas (tofi) dan mungkin menjadi poliartikular.
o Gout kronis biasanya membutuhkan terapi untuk menurunkan asam urat.
.
III. Faktor Risiko
o Umur
Dari semua factor risiko untuk timbulnya osteoarthritis, factor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
Osteoarthritis hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan
sering pada umur di atas 40 tahun. Akan tetapi, harus diingat bahwa osteoarthritis bukan
akibat penuaan. Rawan sendi menipis bersama pertambahan usia. Rawan sendi yang
menipis menyebabkan gesekan antar tulang, menimbulkan nyeri dan terbatasnya gerak lutut.
Gerakan berulang sendi lutut bertahun- tahun mengiritasi dan menyebabkan peradangan.

Tulang rawan yang radang memicu terjadinya pertumbuhan tulang tidak pada tempatnya
(spur/ perkapuran.) di sekitar sendi. Osteoarthritis juga sering ditemukan pada beberapa
orang dalam suatu keluarga, sehingga faktor keturunan tak bisa dihindarkan.
o Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis lutut dan pada banyak sendi, sedangkan pria lebih
sering terkena osteoarthritis paha, pergelangan tangan, dan leher. Secara keseluruhan, di
bawah 45 tahun frekuensi osteoarthritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi
di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi osteoarthritis lebih banyak terjadi pada
wanita.
o Suku bangsa
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoarthritis nampaknya terdapat perbedaan di
antara masing-masing suku bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup
maupun perbedaan pada frekuensi kelaingan congenital dan pertumbuhan. Osteoarthritis
lebih sering dijumpai pada orang Indian.
o Genetic
Factor herediter juga berperan timbulnya osteoarthritis, misalnya pada ibu dari seorang
wanita dengan osteoarthritis pada sendi-sendi interfalang distal dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering daripada ibu. Adanya mutasi dalam
gen prokolagen II atau gen-gen structural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti
kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoarthritis tertentu.
o Kegemukan dan penyakit metabolic
Berat badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya
osteoarthritis baik pada wanita maupun pria. Oleh karena itu, di samping factor mekanis
yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis) diduga terdapat factor lain (metabolic)
juga berperan. Peran factor metabolic dan hormonal pada kaitan antara osteoarthritis dan
kegemukan juga disokong oleh adanya ikatan antara osteoarthritis dengan penyakit jantung
koroner, diabetes militus, dan hipertensi.
o Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan
peningkatan risiko osteoarthritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang
sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko osteoarthritis yang lebih tinggi.

Aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi osteoarthritis cedera traumatic (misalnya


ketidakstabilan ligamentum) yang dapat mengenai sendi.
o Kelainan pertumbuhan
Kelainan congenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan dislokasi
congenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya osteoarthritis paha pada usia muda.
IV. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pada penderita osteoarthritis biasanya bersifat simptomatis.
o Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada penderita osteoarthritis, biasanya
digunakan analgetika atau Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS).
o Untuk nyeri yang ringan maka asetaminophen tidak lebih dari 4 gram per hari
merupakan pilihan pertama.
o Untuk nyeri sedang sampai berat, atau ada inflamasi, maka OAINS yang selektif
COX-2 merupakan pilihan pertama, kecuali jika pasien mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya hipertensi dan penyakit ginjal. OAINS yang COX-2 non-selektif
juga bisa diberikan asalkan ada perhatian khusus untuk terjadinya komplikasi
gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka harus dikombinasi dengan inhibitor
pompa proton atau misoprostol.
o Injeksi kortikosteroid intraartikuler bisa diberikan terutama pada pasien yang tidak
ada perbaikan setelah pemberian asetaminophen dan OAINS.
o

Tramadol bisa diberikan tersendiri atau dengan kombinasi dengan analgetika lain
jika nyerinya belum berkurang.

o Opioid bisa diberikan jika analgetika yang lain kurang memberikan manfaat.
2. Nonmedikamentosa

Edukasi
Pemberian edukasi pada penderita ini sangat penting karena diharapkan pengetahuan
penderita mengenai penyakit osteoarthritis menjadi meningkat dan pengobatan
menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk mencegah kerusakan
organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan:

o Memberikan pengertian bahwa osteoarthritis adalah penyakit yang kronik,


sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada
rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak serta fungsi.
o menyarankan pasien mengurangi aktivitas sehingga tidak terlalu banyak
menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat.agar rasa nyeri dapat
berkurang.
o Mengontrol kembali sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah
membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat yang diberikan.

Diet
Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien osteoarthritis yang
gemuk. Hal ini sebaiknya menjadi program utama pengobatan osteoarthritis
.Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi keluhan dan peradangan. Selain
itu obesitas juga dapat meningkatkan risiko progresifitas dari osteoarthritis.

Dapat juga digunakan alat bantu seperti tongkat.

Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis dan rehabilitasi tidak berhasil
untuk mengurangi rasa sakit; dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas yang menimbulkan gangguan mobilisasi sendi yang mengganggu aktifitas
sehari-hari. Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi yang
nyata, dengan nyeri yang menetap dan kelemahan fungsi. Berdasarkan algoritma
management osteoarthritis lutut yang baru terdiagnosa, terapi pembedahan pada
osteoarthritis bisa dilakukan setelah 18 minggu nyeri osteoarthritis lutut yang tidak
dapat dikontrol dengan baik. Namun algoritma ini tidak mutlak mengingat terapi
osteoarthritis yang sebaiknya bersifat individual dan fleksibel.
Teknik yang digunakan adalah total joint arthroplasty dan revision
arthroplasty. Sebelum diputuskan untuk melakukan terapi pembedahan, harus
dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pada pasien ini tidak
sampai dilakukan terapi pembedahan karena nyeri yang dirasa pasien tidak sampai
membuat pasien tidak melakukan aktivitas sehari-harinya. Selain itu bila didasarkan
pada algoritma penatalaksanaan osteoarthritis lutut yang baru terdiagnosa, pada
penderita ini belum bisa dievaluasi terkontrol tidaknya nyeri yang dirasakan.
Pada pasien yang mengalami perkapuran dapat dilakukan dengan
arthroscopic washout untuk mengikis serta membuang bagian tulang rawan serta

tonjolan yang terjadi akibat perkapuran. Bahkan jika diperlukan, dapat dilakukan
pengeboran (drilling) untuk merangsang pertumbuhan tulang rawan yang terarah di
sekitar sendi. Meski demikian tindakan ini hanya dilakukan pada pasien
osteoarthritis yang kondisinya belum begitu parah. Dapat dilakukan dengan bedah
artroskopi dan osteotomi angulasi.2,3,4,6,7
V. Komplikasi
Penurunan fungsi tulang ini akan berlanjut terus, beberapa penderita bahkan
mengalami penurunan fungsi yang cukup signifikan, bahkan penderita akan berujung pada
kehilangan kemampuan berdiri atau berjalan. Jika engsel sudah parah, dokter menyarankan
penggantian engsel dengan pembedahan. Pada beberapa penderita yang tidak bisa
melakukan pembedahan, akan dilakukan terapi nyeri/ngilu dan cara menggunakan alat
tambahan untuk mempermudah gerakan sehari-hari.
Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk
timbulnya OA. Diduga terdapat factor lain diantaranya factor metabolic juga berperan.
Peran factor metabolic dan hormonal pada kaitan antara osteoarthritis dan kegemukan juga
disokong adanya ikatan antara osteoarthritis dengan penyakit jantung koroner, diabetes
militus, dan hipertensi. Pasien-pasien osteoarthritis ternyata mempunyai risiko penyakit
jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi.
VI. Prognosis
Prognosis osteoartritis bervariasi. Bila mengenai sendi penopang berat dan vertebra
cenderung membuat penderita tidak mampu melakukan kegiatannya. Umumnya
progresivitas berlangsung lambat.

Daftar Pustaka
1. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia; 2004
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2006
3. Davery P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;
4. Sudoyo AW, Sotiyohadi B, Awi I. Ilmu penyakit dalam. 4

th

ed. Jakarta: FKUI; 2006

5. Diagnosis dan penatalaksanaan osteoarthritis lutut. 10 Sept 2008. Diunduh dari


www.citrajourney.wordpress.com, 18 Maret 2009
6. Isbagio H. Osteoartritis dan Artritis Reumatoid. Diunduh dari www.kalbe.co.id, 18 Maret
2009
7. Nusdwinuringtyas N. Lutut nyeri dan kaku. 22 Sep 2008. diunduh dari www.wikimu.com,
18 Maret 2009

Anda mungkin juga menyukai