Anda di halaman 1dari 8

OSTEOARTRITIS

A. DEFINISI
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, yang terkait dengan
defek dari integritas kartilago dengan perubahan pada tulang dan jaringan sekitarnya
yang menimbulkan nyeri. Perubahan ini seperti sklerosis dari lempeng tulang,
pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.13

B. EPIDEMIOLOGI
Osteoartritis merupakan sebagian besar bentuk arthritis dan penyebab utama
disabilitas pada lansia. WHO melaporkan 40% penduduk dunia yang lansia akan
menderita OA, kemudian dari jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak
sendi. Bisa terjadi pada pria dan wanita, tetapi pria bisa terkena pada usia yang lebih
muda. Prevalensi Osteoartritis di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia > 40
tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun. Berdasarkan
studi yang dilakukan di pedesaan Jawa Tengah menemukan prevalensi untuk OA
mencapai 52% pada pria dan wanita antara usia 40-60 tahun.14

C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pada osteoartritis terdiri dari :
a. Usia
Usia sangat mempengaruhi osteoarthritis karena berkaitan dengan akumulasi
gangguan sendi, penurunan fungsi neuromuscular, dan menurunnya mekanisme
perbaikan.
b. Aktivitas
Aktivitas dalam pekerjaan seperti jongkok, naik turun tangga, mengangkat
beban dapat meningkatkan resiko osteoarthritis karena aktivitas tersebut dapat
membebani sendi.
c. Obesitas
Semakin berat seseorang maka resiko terjadinya osteoarthritis semakin besar
khususnya pada sendi lutut karena sendi bekerja lebih berat untuk menopang
beban sehingga menimbulkan stress mekanis abnormal dan meningkatkan
frekuensi penyakit.
d. Jenis kelamin
Wanita memiliki resiko lebih besar terkena osteoarthritis dibandingkan pria.
Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan hormonal. Estrogen dan pembentukan
tulang memiliki peran dalam perkembangan progresivitas penyakit OA. Estrogen
berpengaruh terhadap pembentukan osteoblast dan sel endotel. Jika terjadi
penurunan estrogen maka transforming growth factor β (TGFβ) yang dihasilkan
oleh osteoblast dan nitric oxide yang dihasilkan sel endotel akan ikut menurun
sehingga mengakibatkan diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat. Pada
wanita menopause akan terjadi penurunan estrogen oleh karena itu wanita
memiliki lebih besar terkena osteoarthritis. 13,14

D. PATOFISIOLOGI
Osteoarthritis terjadi karena adanya perubahan pada metabolisme tulang
rawan sendi khususnya sendi lutut. Terjadi peningkatan aktivitas enzim yang bersifat
merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi dan menurunnya sintesis
proteoglikan dan kolagen. Penyebab OA adalah interaksi faktor risiko (usia tua,
aktivitas berat, obesitas), tekanan mekanis, dan mekanisme sendi yang tidak
normal. Kombinasi tersebut mengarah pada penanda pro-inflamasi dan protease
yang akhirnya memediasi kerusakan sendi.
Proses degenerasi kartilago articular yang akan menghasilkan zat yang bisa
menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menghasilkan
IL-1 sehingga meningkatkan enzim proteolitik atau matriks metalloproteinase (MMPs)
untuk degradasi matriks ekstraseluler. Interleukin-1 (IL-1) merupakan pro-
inflammatory cytokine yang poten yang mempunyai kemampuan memacu (“induce”)
sel-sel chondrocite dan synovial untuk memproduksi/ mensintesa MMPs. MMPs
(Matrix Metallo Proteinase) ini merupakan enzim primer yang bertanggung jawab
pada proses degradasi dari permukaan tulang rawan sendi. IL-1 juga mensupresi
sintesa type II collagen dan proteoglicans, dan menghambat TGF-b.
Perubahan proteoglikan mengakibatkan tingginya resistensi tulang rawan
untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruh yang lain yang dapat
membebani sendi. Menurunnya kekuatan tulang rawan akan disertai perubahan
yang tidak sesuai dengan kolagen dan kondrosit akan mengalami kerusakan.
Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi
yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Jika dilihat melalui mikroskop,
terlihat permukaan tulang rawan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya
tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi.
Terjadi pembentukan osteofit pada tepi sendi terhadap tulang rawan yang
rusak. Pembentukan osteofit merupakan suatu respon fisiologis untuk memperbaiki
dan membentuk kembali sendi. Dengan penambahan luas permukaan sendi untuk
menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan awal tulang
rawan pada osteoarthritis. Semakin lama akan terjadi pengikisan yang progresif yang
menyebabkan tulang dibawahnya akan ikut terkikis. Pada tekanan yang melebihi
kekuatan biomekanik tulang, akan mengakibatkan tulang subkondrial merespon
dengan meningkatkan selularitas dan vascular sehingga tulang akan menjadi tebal
dan padat. Proses ini disebut eburnasi yang nantinya mengakibatkan sclerosis tulang
subkondrial. Tulang rawan sendi menjadi aus, rusak, dan menimbulkan gejala
osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas.14,15

E. MANIFESTASI KLINIS
Presentasi dan perkembangan OA sangat bervariasi dari orang ke
orang. Tiga serangkai gejala OA adalah nyeri sendi, kekakuan, dan pembatasan alat
gerak. Pasien juga dapat mengalami kelemahan otot dan masalah keseimbangan.
Nyeri biasanya berhubungan dengan aktivitas dan hilang dengan
istirahat. Pada pasien yang penyakitnya berkembang, nyeri lebih berkelanjutan dan
mulai mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari, akhirnya menyebabkan
keterbatasan fungsi yang parah. Pasien juga mungkin mengalami pembengkakan
tulang, kelainan bentuk sendi, dan ketidakstabilan (pasien mengeluh bahwa sendi
"menghilang" atau "tekuk," tanda kelemahan otot).
OA biasanya mempengaruhi sendi interphalangeal proksimal dan distal,
sendi carpometacarpal (CMC) pertama, pinggul, lutut, sendi metatarsophalangeal
pertama, dan sendi tulang belakang leher dan lumbar bagian bawah. OA dapat
monoarticular atau polyarticular dalam presentasi. Sendi dapat berada pada
berbagai tahap perkembangan penyakit. Temuan pemeriksaan khas pada OA
termasuk pembesaran tulang, krepitus, efusi (non-inflamasi), dan rentang gerak yang
terbatas. Kelembutan mungkin ada di garis sendi, dan mungkin ada rasa sakit saat
gerakan pasif. Temuan pemeriksaan fisik klasik pada OA tangan meliputi nodus
Heberden (pembengkakan posterolateral sendi DIP), nodus Bouchard
(pembengkakan posterolateral sendi PIP), dan “pengkuadratan” di pangkal ibu jari
(sendi CMC pertama).14,16

F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis menyeluruh harus dilakukan pada semua pasien, dengan
beberapa temuan. OA adalah diagnosis klinis dan dapat didiagnosis dengan
yakin jika terdapat hal-hal berikut:
1) nyeri memburuk dengan aktivitas dan lebih baik dengan istirahat
2) usia lebih dari 45 tahun
3) kekakuan pada pagi hari yang berlangsung kurang dari 30 menit
4) tulang sendi pembesaran
5) keterbatasan dalam rentang gerak.
2. Pemeriksaan Fisik
 Tentukan BMI
Berat badan normal. 18,5 - 22,9.
Kelebihan berat badan (Overweight) dengan risiko. 23 - 24,9
Obesitas I 25 - 29,9
Obesitas II. ≥ 30
 Perhatikan gaya berjalan atau pincang
 Adakah kelemahan atau atrofi otot
 Tanda-tanda inflamasi atau efusi sendi
 Krepitasi
 Deformitas/bentuk sendi berubah
 Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
 Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
 Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
 Pembengkakan jaringan lunak
 Instabilitas sendi
 Lingkup gerak sendi (ROM)
o Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.

Diagnosis banding harus mencakup artritis reumatoid, artritis psoriatis, artritis


kristalin, hemokromatosis, bursitis, nekrosis avaskular, tendinitis, radikulopati, di
antara kelainan jaringan lunak lainnya.16,17

3. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA. Pemeriksaan
darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi. Tes darah
seperti darah lengkap, LED, faktor reumatoid, ANA biasanya normal pada OA,
meskipun tes tersebut mungkin diperintahkan untuk menyingkirkan artritis
inflamasi. Jika cairan sinovial diperoleh, jumlah sel darah putih harus kurang dari
2000/mikroL, terutama sel mononuklear (non-inflamasi), yang konsisten dengan
diagnosis OA.
Sinar-X dari sendi yang terkena dapat menunjukkan temuan yang konsisten
dengan OA. Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagianyang menanggung beban seperti lutut).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur
MRI tidak secara rutin diindikasikan untuk pemeriksaan OA, namun alat ini
dapat mendeteksi OA pada tahap lebih awal dari radiografi normal. USG juga
dapat mengidentifikasi peradangan sinovial, efusi, dan osteofit yang dapat
berhubungan dengan OA. 16,17

Klasifikasi diagnosis Osteoartritis berdasarkan kriteria American College of


Rheumatology (ACR)

G. TATALAKSANA
Penatalaksanaan Osteoartritis dimodifikasi berdasarkan guideline ACR
A. Tahap Pertama
Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup.
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint
dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. 16,17

Tahap kedua
Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi nonfarmakologi
diatas)
• Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu
obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).

b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada
sistem pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka,
riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat
kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
 Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat
pelindung gaster (gastro- protective agent) seperti PPI. Pemberian OAINS lepas
bertahap (misalnya Na-Diklofenak SR75 atau SR100) agar dipertimbangkan untuk
meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien.
 Cyclooxygenase-2 inhibitor.

c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan
tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40
mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat
diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).
Pendekatan terapi alternatif

Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:

a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki
kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat diberikan
Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi). Efek samping yang harus diwaspadai,
seperti: mual (30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%), somnolen (18%), dan
muntah (13%).

b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of Evidence: I dan II)


16,17
atau kortikosteroid jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut.

Injeksi intraartikular
Injeksi intraartikular/intra lesi Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan
merupakan pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian
dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan
baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan
intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi
dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan
ini yang sebaiknya melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi atau dokter
ahli penyakit dalam dan dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan.
Kortikosteroid (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone) Dapat
diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan keluhan nyeri
sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap pemberian OAINS, atau tidak
dapat mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang merupakan kontra
indikasi terhadap pemberian OAINS. Diberikan juga pada OA lutut dengan efusi
sendi atau secara pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya.
Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali
dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga
tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg. Injeksi kortikosteroid intra-
artikular harus dipertimbangkan sebagai terapi tambahan terhadap terapi utama
untuk mengendalikan nyeri sedang-berat pada penderita OA. 16,17

Tahap Ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi
sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke
dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus gawat
darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit) Segera rujuk
ke dokter bedah ortopedi pada:
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau
bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan
rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik (gagal terapi
konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik
sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan
tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul
gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial,
distal patella realignment, lateral release.
f. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut
terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan
struktur sendi seperti robekan meniskus: untuk kemungkinan tindakan
artroskopi atau tindakan unicompartmental knee replacement or
osteotomy/realignment osteotomies.

Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial unicompartmental,


patellofemoral and rarely lateral unicompartmental) pada pasien dengan:
a. Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu.
b. Kekakuan sendi yang berat.
c. Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari. 16,17

H. PROGNOSIS
Prognosis untuk pasien osteoarthritis tergantung pada sendi mana yang terkena dan
tingkat simtomatologi dan gangguan fungsional. Beberapa pasien relatif tidak
terpengaruh oleh osteoarthritis, sementara yang lain dapat mengalami kecacatan
yang parah. Dalam beberapa kasus, operasi penggantian sendi menawarkan hasil
jangka panjang terbaik.14

Anda mungkin juga menyukai