Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


DENGAN OSTEOARTRITIS

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah PKK Keperawatan Gerontik


Dosen Pembimbing : Ibu Dwi Ariani, S.Kp., NS., M.Kep

OLEH :
ARINA MA’RUFA
P27220015184

PRODI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2018
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat
kronik, berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya gangguan
pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.
Osteoartritis, juga dikenal sebagai penyakit degeneratif sendi atau OA, adalah
gangguan sendi yang paling sering terjadi dan paling sering menyebabkan
ketidakmampuan. Osteoartritis dicirikan dengan hilangnya kartilago sendi secara
progresif. Selain usia, faktor risiko untuk osteoartritis mencakup gangguan kongenital
dan gangguan perkembangan di pinggul, obesitas, kerusakan sendi sebelumnya,
penggunaan berulang (okupasi dan rekresional), deformitas anatomik, dan kerentanan
genetik. OA diklasifikasikan sebagai OA primer (idiopatik) dan sekunder (terjadi
akibat cedera sendi sebelumnya atau penyakit inflamasi). Obesitas, selain menjadi
faktor risiko OA, meningkatkan gejala penyakit tersebut. OA mencapai puncaknya
antara dekade kehidupan kelima dan keenam (Smeltzer, 2013).

2. Etiologi
Menurut Smeltzer (2013) Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi
ujung dari tulang yang bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya.
Permukaan halus tulang rawan ini menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang
rawan ini sudah kasar seluruhnya, akhirnya tulang akan bertemu tulang yang
menyebabkan pangkal tulang menjadi rusak dan gerakan pada sambungan akan
menyebabkan nyeri dan ngilu.
Beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
a. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur.
Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah
40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
b. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki
dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita
dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis.
c. Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa mengakibatkan
malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis. trauma
berpengaruh terhadap kartilago artikuler, ligamen ataupun menikus yang
menyebabkan biomekanika sendi menjadi abnormal dan memicu terjadinya
degenerasi premature.
d. Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya sering
memberikan tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan juga
mempengaruhi sendi mana yang cenderung terkena osteoartritis. sebagai contoh,
pada tukang jahit, osteoartritis lebih sering terjadi di daerah lutut, sedangkan pada
buruh bangunan sering terjadi pada daerah pinggang.
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
Pada kondisi ini terjadi peningkatan beban mekanis pada tulang dan sendi.
f. Faktor Gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu
mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah kebiasaan
buruk merokok. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida
dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat
pembentukan tulang rawan.
g. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu
dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal
terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-
anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu
dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
h. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari pada kaukasia. Osteoartritis
lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli (Indian) dari pada orang
kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

3. Manifestasi klinis
a. Nyeri, kaku, dan kerusakan/gangguan fungsional merupakan manisfestasi klinis
primer
b. Kaku paling sering terjadi di pagi hari setelah bangun tidur. Kaku biasannya
berlangsung kurang dari 30 menit dan dapat berkurang dengan pergerakan.
c. Kerusakan fungsional disebabkan oleh nyeri saat bergerak dan terbatasnya
gerakan sendi ketika terjadi perubahan struktural.
d. Osteoartritis lebih sering terjadi pada sendi yang menopang berat badan (pinggul,
lutut, tulang belakang servikal dan lumbal) sendi jari tangan juga dapat terganggu.
e. Mungkin terdapat nodus yang menonjol (tidak nyeri kecuali jika mengalami
inflamasi).

4. Klasifikasi
Osteoartritis dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu, OA Primer dan OA
sekunder. OA primer disebut idiopatik, disebabkan karena adanya faktor genetik yaitu
adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah
OA yang didasari oleh kelainan seperti kelainan endokrin, trauma, kegemukan, dan
inflamasi.

5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi apabila penyakit
ini tidak ditangani dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu :
a. Komplikasi akut berupa, osteonekrosis, Ruptur Baker Cyst, Bursitis.
b. Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah ialah
terjadi kelumpuhan.

6. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis.
Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau
adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan
rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi
atau nodulus (Smeltzer, 2013).
7. Pathway

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berfokus pada upaya memperlambat dan menangani gejala
karena tidak ada terapi untuk menghentikan proses penyakit degeneratif sendi.
a. Pencegahan
1) Penurunan berat badan
2) Pencegahan cedera
3) Skrining perinatal untuk penyakit pinggul kongenital
4) Modifikasi ergonomi
b. Tindakan konservatif
1) Panas, menurunkan berat badan, mengistirahatkan sendi, dan menghindari
penggunaan sendi secara berlebihan.
2) Alat ortotik untuk menopang sendi yang mengalami inflamasi (bebat, braces)
3) Latihan isometrik dan postural, dan senam aerobik
4) Terapi okupasional dan fisik
c. Terapi farmakologis
1) Asetaminofen; obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
2) Penyekat enzim COX-2(untuk pasien yang beresiko tinggi mengalami
perdarahan GI).
3) Opioid dan kostikosteroid intra-artikular.
4) Analgesik topikal seperti kapsisin dan metil salisilat.
5) Pendekatan terapeutik lain: glukosamin dan kondroitin, viskosublementasi
(injeksi asam haialuronat per intra artikular).
d. Penatalaksanaan Bedah
Dilakukan ketika nyeri bersifat hebat dan fungsi telah hilang.
1) Osteotomi
2) Artroplasti (penggantian) sendi.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Tanggal Pengkajian
Nama Mahasiswa

A. Karakteristik Demografi
1. Identitas Klien
Nama
Tempat/tgl lahir
Jenis kelamin
Status perkawinan
Agama
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat rumah
Diagnose Medis

2. Keluarga yg bisa dihubungi (penanggung jawab)


Nama
Alamat
No.telf
Hubungan dg klien

3. Riwayat Keluarga (Genogram 3generasi)


4. Riwayat kematian dalam keluarga 1 tahun terakhir
Nama
Umur
Penyebab kematian

5. Riwayat Pekerjaan & Status Ekonomi


Pekerjaan saat ini
Pekerjaan sebelumnya
Sumber pendapatan
Jml penghasilan / bulan
Kecukupan pendapatan

6. Aktivitas Rekreasi
Hoby
Bepergian/ wisata
Keanggotaan Organisasi
Lain-lain

B. Pola kebiasaan Sehari-hari


1. Persepsi Lansia
Persepsi lansia terhadap sehat – sakit
2. Nutrisi
Frekuensi makan
Nafsu makan
Jenis makanan
Kebiasaan sebelum makan
Makanan yg tdk disukai
Alergi makanan
Pantangan makanan
Keluhan yg berhubungan dg makanan
3. Eliminasi
a) Buang Air Besar (BAB)
Frekuensi & waktu
Konsistensi
Keluhan BAB
Pengalaman memakai pencahar
b) Buang Air kecil (BAK)
Frekuensi & waktu
Kebiasaan BAK malam hari
Keluhan BAK
4. Personal Higiene
a) mandi
Frekuensi
Waktu
Pemakaian sabun
b) Oral Higiene
Frekuensi & waktu sikat gigi
Menggunakan pasta gigi
c) Cuci rambut
Frekuensi
Penggunaan shampo (ya/tdk)
d) Kuku & tangan
Frekuensi gunting kuku
Mencuci tangan dg sabun
5. Istirahat & Tidur
Lama tidur malam brapa jam
Terbanguntidur malam brapa jam
Tidur siang brapa jam
Keluhan tidur

6. Kebiasaan mengisi waktu luang


Olah raga
Lihat TV
Berkebun/ memasak
Lain-lain
7. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan (jenis/ frekuensi/ jumlah/ lama
pemakaian)
Merokok (ya/tdk)
Berapa banyak
Minuman keras (ya/ tdk)
Ketergantungan Obat (ya/ tdk)
Lain-lain
8. Kronologis kegiatan sehari-hari (mulai bangun tidur sampai tidur lagi)
No Jenis Kegiatan Lama waktu setiap kegiatan
1
2
3
4
5
6
7

C. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama

Gejala yg dirasakan

Factor pencetus

Timbul keluhan secara Mendadak/ bertahap/ lain-lain:


Waktu timbulnya keluhan

Upaya mengatasi penyakit Pegi ke Rumah Sakit/ dokter praktek/ bidan/


perawat/ lain-lain:
2. Riwayat kesehatan masa lalu
Penyakit yg pernah diderita
Mulainya kapan
Pengobatan & tindakan medis
Riwayat alergi Obat/ makanan/ debu/ dll:
Riwayat kecelakaan
Riwayat dirawat di Rumah Sakit
Riwayat pemakaian obat
3. Pemeriksaan fisik (inspeksi, auskultrasi, perkusi, dan palpasi)
1). Keadaan umum
Tanda vital
Kesadaran
Tinggi Badan/ B.Badan
2). Kepala
Rambut
Mata
Hidung
Mulut, gigi,bibir
Telinga
3). Leher :
4). Dada/ thorak
Dada
Paru-paru
5). Abdomen :
6). Musculoskeletal (tingkat mobilisasi, paralisis, kifosis, ROM) :

7). Neurologis
8). Kulit
9). Ekstremitas atas
10). Ekstremitas Bawah

D. Hasil Pengkajian Khusus (Format terlampir)


1. Masalah kesehatan kronis
2. Fungsi kongnitif
3. Status fungsional
4. Dukungan keluarga

E. Lingkungan Tempat Tingkat


1. Kebersihan & kerapihan
ruang
2. Penerangan
3. Sirkulasi udara
4. Keadaan kamar mandi & WC
5. Pembuangan air kotor
6. Sumber air minum
7. Jarak sumberair dg WC
8. Pembuangan sampah
9. Sumber pencemaran
10. Penataan halaman
11. Privasi
12. Resiko injuri

F. Riwayat Psikologis (Aspek sosial Lansia)


G. Aspek Spiritual/ Kultural Lansia
H. Riwayat Psikososial (Aspek Psikososial
Lansia)
I. Riwayat terapi
J. Pemeriksaan penunjang
1. Diagnose medis
2. Laboratirium
3. Rontgen

Lampiran Format Pengkajian Khusus


A. Masalah Kesehatan Kronis
No Keluhan Keshatan/Gejala yg dirasakan Tdk
Selalu Sering Jarang
pd 3 bulan terakhir pernah
(3) (2) (1)
(0)
A Fungsi Penglihatan
1 Penglihatan kabur
2 Mata berair
3 Nyeri pd mata
B Fungsi pendengaran
4 Pendengaran berkurang
5 Telinga berdengung
C Fungsi paru (pernafasan)
6 Batuk lama disertai keringat malam
hari
7 Sesak nafas
8 Berdahak (sputum)
D Fungsi Jantung
9 Jantung berdebar-debar
10 Capat lelah
11 Nyeri dada
E Fungsi pencernaan
12 Mual/ muntah
13 Nyeri ulu hati
14 Makan &minum banyak /berlebih
15 Perubahan BAB (diare, sembelit)
G Fungsi pergerakan
16 Nyeri kaki saat berjalan
17 Nyeri pinggang / tulang belakang
18 Nyeri persendian/ bengkak
H Fungsi persarafan
19 Lumpuh/ kelemahan pd kaki/tangan
20 Kehilanagn rasa
21 Gemetar/ tremor
22 Nyeri/ pegal pd tengkuk
I Fungsi saluran kemih
23 BAK banyak
24 Sering BAK malam hari
25 Ngompol
JUMLAH
Analisis Hasil :
Skor < 25 : masalah kesehatan kronis Ringan (tdk ada masalah kesehatan
kronis)
Skor 26-50 : masalah kesehatan kronis Sedang
Skor > 51 : masalah kesehatan kronis Berat
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
c. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi tulang.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh.

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi .
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik
komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
3) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
4) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
5) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
6) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
7) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
8) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Intervensi:
1) Pertimbangan/kaji usia dan aktivitas yang masih bisa dilakukan pasien
2) Monitor perawatan diri secara mandiri
3) Monitor kebutuhan pasien terkait alat kebersihan, alat namtu makan,
berpakaian, berdandan, dan eliminasi.
4) Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan mandiri
5) Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari – hari
6) Ajarkan orang terdekat/keluarga untuk mendukung kemandirian dengan
membantu hanya ketika pasien tidak mampu melakukan mandiri
c. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi tulang.
Intervensi:
1) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik dan
kognitif serta riwayat perilaku di masa lalu
2) Identifikasi hal – hal yang membehayakan di lingkungan (fisik, biologis,
kimiawi)
3) Singkirkan bahan atau alat hyang berbahaya/membahayakan dan modifikasi
lingkungan untuk meminimalkan bahaya
4) Sediakan alat bantu untuk beradaptasi
5) Siapkan nomor telepon emergensi untuk pasien
6) Monitor lingkungan terhadap terjadinya perubahan status keselamatan
7) Bantu pasien saat melakukan perpindahan
8) Edukasi individu atau kelompok yang beresiko tinggi terhadap bahan
berbahaya yang ada di lingkungan
9) Kolaborasi dengan lembaga lain untuk manajemen keselamatan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh.
Intervensi :
1) Tentukan harapan pasien tentang citra tubuh berdasarkan tahap
perkembangan.
2) Tentukan apakan persepsi ketidaksukaan terhadap karakteristik fisik tertentu
membuat disfungsi paralisis sosial bagi remaja dan pada kelompok resiko
tinggi lainnya.
3) Tentukan apakah perubahan fisik saat ini telah dikaitkan kedalam citra tubuh
pasien.
4) Identifikasi pengaruh budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia pasien
menyangkut citra tubuh.
5) Pantau frekuensi pernyataan kritik diri.
6) Bantu klien untuk mengenali tindakan yang akan meningkatkan
penampilannya
7) Fasilitasi berhubungan klien dengan individu yang mengalami perubahan
citra tubuh yang serupa
8) Identifikasi dukungan kelompok yang tersedia untuk klien
9) Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan pasien ; sebagai contoh,
tidak meminta pasien untuk mengeksplorasi perasaannya jika pasien enggan
melakukannya.
10) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi dan menggunaka
mekanisme koping.
11) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kekuatan dan
mengenaliketerbatasan mereka.
12) Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M. & Dochterman, J. M. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi


6. Amerika : Elsevier.

Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Replubik


Indonesia.

Martono, H., & Pranaka, K. (2010). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NOC) Edisi 5. Amerika : Elsevier.

Padila. (2013). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Price A, Sylvia, dkk. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit, Edisi 6.
Jakarta : EGC.

Smeltzer, Susan C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 12. Jakarta
: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Indikator Diagnostik) Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai