Anda di halaman 1dari 54

RESULT

klarifikasi istilah

1. G5P4A0 : G = gravida atau jumlah kehamilan, P= paritas atau jumlah kelahiran, A= abortus atau
jumlah keguguran
2. Abdomen tampak distended : keadaan dinding perut lebih tinggi daripada xypopubic line (garis
antara processus xyphoeideus sternum sampai symphysis pubis)
3. Preskep : presentasi kepala, hubungan sumbu janin dengan sumbu jalan lahir. Presentasi janin
ketika lahir ada beragam jenis sebagai berikut : kepala (96%), sungsang (3,5%), bahu (0,5%)
4. Denyut jantung janin 11-12-12 : frekuensi denyut jantung yang diukur pada 5 detik pertama,
ketiga, dan kelima
5. His : kontraksi uterus yang dapat diraba dan menimbulkan pembukaan serviks
6. APGAR score : kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi baru lahir. Kriteria ini berguna
karena berhubungan erat dengan perubahan keseimbangan asam-basa pada bayi. Di samping itu
dapat pula memberikan gambaran beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan
7. Partograf : lembaran yang berisi data persalinan untuk memantau kemajuan persalinan dan
membantu petugas medis menentukan tata cara persalinan. Diisi pembukaan ke-4, fase aktif
8. Hodge : garis khayal dalam panggul untuk mengetahui seberapa jauh kepala janin masuk
panggul calon ibu
9. Kala II : salah satu jenis kontraksi uterus pada saat pengeluaran, cirinya sangat kuat, teratur,
terkoordinasi dan waktunya agak lama, terjadi kontraksi uterus untuk mengeluarkan janin
10. Persalinan : proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu
11. Pembukaan serviks : ukuran diameter leher rahim yang teregang. Pembukaan melengkapi
pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap
pertama kerja
12. Pemeriksaan obstetri : serangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi
pasien yang berkaitan dengan kehamilannya

review

Berdasarkan kasus pada skenario, melalui pemeriksaan obstetrik, pasien diduga mengalami solusio
plasenta karena ditemukannya perdarahan pervaginam warna hitam. Normalnya, pada ibu yang sedang
dalam masa antepartum mengeluarkan darah pervaginan berwarna merah.

Solusio plasenta yang didefiniskan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal sebelum
kelahiran janin menduduki urutan pertama sebagai penyebab terjadinya perdarahan antepartum.
Penyebab pasti lepasnya plasenta biasanya tidak diketahui meskipun ada sejumlah asosiasi umum,
seperti faktor kardio-reno-vaskuler, faktor paritas ibu, faktor usia ibu, faktor kebiasaan merokok, trauma,
leimioma uteri, riwayat solusio plasenta sebelumnya, dan sebab lain seperti anemia dan kelainan pada
uterus. Pada skenario, disebutkan bahwa pasien merupakan G5P4A0 yang berarti pasien adalah seorang
multipara, sehingga lebih berisiko mengalami solusio plasenta. Pasien hamil pada usia 41 tahun, diatas
usia ideal untuk hamil yang juga meningkatkan resiko mengalami solusio plasenta.
Penyebab terbanyak kedua dari perdarahan pervaginan pada masa antenatal yang merupakan diagnosis
banding dari solusio plasenta adalah plasenta previa. Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta
berimplantasi di atas atau mendekati ostium cervix interna, yang kemudian diklasifikasikan menjadi 4
macam plasenta previa berdasarkan lokasinya, yaitu :

1. plasenta previa totalis : ostium cervix internum ditutupi seluruhnya oleh plasenta


2. plasenta previa parsialis : ostium cervix interna ditutupi sebagian oleh plasenta
3. plasenta previa marginalis  : tepi plasenta berada di tepi ostium cervix interna
4. plasenta previa letak rendah : plasenta berimplantasi di segmen bawah uterus sehingga tepi
plasenta terletak dekat dengan ostium cerviks interna

faktor predisposisi seorang ibu akan mengalami plasenta previa adalah umur muda dan paritas kecil dan
keadaan endometrium yang cacat. Berikut adalah tabel perbedaan antara solusio plasenta dan plasenta
previa.
Maka pasien dapat dipastikan mengalami solusio plasenta, sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan
yang lebih lengkap atau dokter spesialis.

Pasien pada skenario juga mengalami preeklampsia karena pada pemeriksaan vital sign didapatkan
tekanan darah yang tinggi. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan edema pada tungkai bawah.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan protein urin (+++). Hipertensi, edema, serta proteinuria
merupakan trias preeklampsia, sehingga pada pasien sudah dapat dipastikan mengidap preeklampsia.
Preeklamsia juga merupakan faktor predisposisi dari solusio plasenta.

Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas
sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi
organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai
proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat
pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).

Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.

Kriteria preeklampsia ringan :


~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan
tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan preeklampsia berat
dengan impending eclampsia.

Kriteria preeklampsia berat :


~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah
baring.
~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang dikumpulkan paling sedikit
empat jam sekali.
~ Oliguria < 400 ml / 24 jam.
~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten, skotoma, dan pandangan
kabur.
~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula glisson.
~ Edema paru dan sianosis.
~ Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
~ Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm 3).
~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.

Gejala dan tanda Preeklampsia


Gejala dan tandanya dapat berupa :

Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia. Hipertensi ini sering
terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-
70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar
30 mmHg harus dipertimbangkan (William obstetri, 2010).

Hasil pemeriksaan laboratorium


Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang
melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan
metode dipstik) atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter atau midstream yang
diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro, 2006).
Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi
peningkatan FDP, fibronektin dan penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.
Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat
hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan
elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemukan proteinuria dan
beberapa kasus ditemukan hyaline cast.

Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika terdapat edema independen
yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi merupakan edema yang patologis.
Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan penumpukan
cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.

Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya eklampsia, melahirkan bayi tanpa
asfiksia dengan skor APGAR baik, dan mencegah mortalitas maternal dan perinatal.

Preeklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia ringan. Istirahat dengan
berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat,
tekanan vena pada ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan bertambah.Selain itu dengan istirahat di
tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah.
Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, dalam hal ini kehamilan harus
diterminasi jika mengancam nyawa maternal (Wiknjosastro, 2006).

Preeklampsia berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi obat sedatif kuat untuk mencegah timbulnya kejang.
Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan terbaik adalah menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium sulfat (MgSO4) 20%
dengan dosis 4 gram secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4
40% sebanyak 12 gram dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Tambahan magnesium
sulfat hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella positif dan frekuensi pernafasan lebih
dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
diuresis. Selain magnesium sulfat, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan klorpromazin dengan
dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006).

Defenisi eklampsia
Eklampsia adalah gejala preeklampsia berat yang disertai dengan kejang tonik klonik generalisata atau
menyeluruh bahkan koma.

Gambaran klinis eklampsia


Penderita tidak mengalami aura dan mengalami serangan kejang dengan interval tidak sadar yang bervariasi.
Permulaan kejang tonik ditandai dengan gerakan kejang twitching dari otot – otot muka khususnya sekitar
mulut, beberapa detik disusul kontraksi otot – otot tubuh menegang sehingga seluruh tubuh kaku. Pada
kondisi ini, wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan
menggenggam, dan kedua tungkai posisi inverse. Setelah berlangsung selama 15 – 30 detik, kejang tonik
segera disusul kejang klonik. Kejang klonik ditandai terbukanya rahang secara tiba – tiba dan tertutup
kembali dengan kuat, terbuka dan tertutupnya kelopak mata kemudian diikuti kontraksi intermitten otot –
otot muka maupun seluruh tubuh. Gejala – gejala yang lain yaitu wajah membengkak karena kongesti, bintik
– bintik perdarahan pada konjungtiva, mulut mengeluarkan liur berbusa disertai bercak – bercak darah, dan
lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang terbuka dan tertutup. Setelah lebih kurang 1 menit, kejang klonik
berangsur melemah, diam dan penderita terjadi koma. Setelah kejang berakhir, frekuensi pernapasan
meningkat cepat mencapai 50 kali per menit sebagai respon terjadinya hiperkarbia akibat asidemia laktat,
asidosis respiratorik, dan hipoksia. Terjadinya demam dengan suhu 39 0C, merupakan tanda yang sangat
buruk akibat manifestasi perdarahan dari sistem saraf pusat.

Penatalaksanaan eklampsia
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menstabilisasi fungsi vital penderita dengan terapi suportif
Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengendalikan kejang, mengendalikan tekanan darah khususnya jika
terjadi hipertensi krisis sehingga penderita mampu melahirkan janin dengan selamat pada kondisi optimal.
Pengendalian kejang dapat diterapi dengan pemberian magnesium sulfat pada dosis muatan (loading dose) 4
– 6 gram IV diikuti 1,5 – 2 g/jam dalam 100 ml infus rumatan IV. Hal ini dilakukan untuk mencapai efek
terapeutik 4,8 – 8,4 mg/dl sehingga kadar magnesium serum dapat dipertahankan dari efek toksik.

Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus (korpus
uteri), sebelum janin dilahirkan. Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.
Batasan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada
kehamilan trimester ketiga

B.  Etiologi
Sebab primer solusio plasenta belum jelas tapi diduga bahwa penyebabnya adalah :
1.    Hipertensi assentiaus atau pre eklamsi, dekompresi uterus mendadak
2.    Tali pusat yang pendek, anomali atau tumor uterus defisiensi gizi
3.    Trauma, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan kokain
4.    Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5.    Uterus yang sangat mengecil (hydramnion/ gemelli) obstruksi vena kava inferior dan vena ovarika
Disamping itu juga ada pengaruh terhadap :
1.    Umur lanjut
2.    Multiparitas
3.    Defisiensi asam Folicum
Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam decidua basalis, terjadilah hematoma dalam decidua
yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Hematoma ini makin lama makin besar, sehingga bagian
plasenta yang terlepas dan tak berfaal. Akhirnya hematoma mencapai pinggir placenta dan mengalir
keluar antara selaput janin dan dinding rahim.

C.  Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada
desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan  plasenta,
peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas.
Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh
kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya,
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta
terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari
vagina; atau  menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban; atau mengadakan
ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh
permukaaanuterus akan berbercak biru atau  ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang
yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke
dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, yang akan
menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang
menyebabkan gangguan pembekuan darahtidak hanya di uterus,akan tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya.Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan
proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau
akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar
atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang
terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin.
Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya
komplikasinya.

D.  Gambaran Klinik
Gambaran klinik solusio plasenta tergantung dari seberapa bagian placenta yang terlepas.
1.        Solusio plasenta ringan
a.         Terlepasnya plasenta kurang dari ¼ luasnya
b.         Tidak memberikan gejala klinim yang ditemukan setelah persalinan
c.         Keadaau umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan
d.        Persalinan berjalan dengan lancar pervaginam

2.        Solusio plasenta sedang


a.         Terlepasnya plasenta lebih dari ¼ tetapi belum mencapai 2/3 bagian.
b.         Dapat menimbulkan gejala klinik.
§   Perdarahan dengan rasa sakit
§   Perut terasa tegang
§   Gerak janin berkurang
§   Palpasi bagian janin sulit diraba
§   Auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang
§   Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol
§   Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.

3.        Solusio plasenta berat


a.         Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian
b.         Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri
c.         Penyulit pada ibu :
§   Terjadi syok dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat.
§   Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
§   Pada pemeriksaan ditemukan penurunan tekanan darah sampai syok, tidak sesuai dengan
perdarahan dan penderita tampak anemis.
§   Pemeriksaan abdomen tegang, bagian janin sulit diraba, dinding perut terasa sakit, dan janin telah
meninggal dalam rahim.
§   Pemeriksaan dalam ketuban tegang dan menonjol.
§   Solusio plasenta berat dengan Couvelaire uterus terjadi gangguan kontraksi dan atonia uteri.

Jenis solusio plasenta:


a.       Ringan, perdarahan <500 cc dengan lepasnya plasenta <1/5 bagaian
b.      Sedang, perdarahan sekitar 1000cc dengan llepasnya palsenta antara ¼ -2/3 bagain
c.       Berat, lepasnya plasenta melabihi 2/3 bagian
E.  Prognosa
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau pre-eklampsia,
tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai
pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solusio plasenta
ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan
tuanya kehamilan. Perdarahan yang lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada
kasus solusio plasenta tertentu sectio cesaria dapat mengurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada
setiap kasus perdarahan, persediaan darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis
ibu dan janinnya.

F.   Penanganan
Penanganan solusio plasenta:
1.    Solusio plasenta ringan
§   Perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak.
§   Keadaan janin masih dapat dilakukan penanganan konservatif.
§   Perdarahan berlangsung terus ketegangan makin meningkat, dengan janin yang masih baik
dilakukan sectio cesaria.
§   Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan perawatan inap

2.    Solusio plasenta tingkat sedang dan berat.


Penanganannya dilakukan di rumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderita. Tatalaksananya
adalah :
§   Pemasangan infus dan tranfusi darah.
§   Memecahkan ketuban.
§   Induksi persalinan atau dilakukan SC.
Oleh karena itu, penanganan solusio plasenta sedang dan berat harus dilakukan di rumah sakit dengan
fasilitas yang mencukupi.

3.    Sikap bidan dalam menghadapi solusio plasenta.


Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan pertolongan kebidanan,
sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal. Dalam menghadapi
perdarahan pada kehamilan, sikap bidan yang paling utama adalah melakukan rujukan ke rumah sakit.
Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :
§   Pemasangan infus
§   Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
§   Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
§   Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya
§   Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama
Pertolongan solusio plasenta di RS:
-          Transfusi darah
-          Pemecahan ketuban
-          Infus oksitosin
-          Di SC, jika perlu.

1. Pengertian
     Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Plasenta previa adalah plasenta dengan
implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi
sebagian atau seluruh osteum uteri internum.

2. Klasifikasi Plasenta Previa


           Klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi dalam bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa
Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri internum pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa
Sentralis, yaitu bila pusat plasenta bersamaan dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa Partialis,
yaitu menutupi sebagian ostium uteri internum. d) Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta
previa berada di sekitar pinggir ostium uteri internum.
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir :
a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan menutupi sebagian
ostium uteri internum.

Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa berdasarkan pada
pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta,
dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium bagian belakang,
plasenta previa lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian
kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa
totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan
8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya
pembukaan.

3. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para ahli, penyebab
plasenta previa yaitu :
a. Plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium
di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang
persisten.
b. Etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida
tua, bekas section sesarea, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.

4. Faktor Risiko Plasenta Previa


a. Faktor predisposisi
           Faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara
lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium
yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada
mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi
yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2
tahun. 
         Faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu:
1) Umur dan paritas
Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada
umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda
dimana endometrium masih belum matang.
2) Endometrium yang cacat
Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang –
ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus
luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda. 

b. Faktor pendukung 
        Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori
dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya :
1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari previa
sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi).
2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis,
diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab – sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa
kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan
perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur.

c. Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau
atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.
Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) .

5. Patofisiologi Plasenta Previa 


Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh
karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan.
Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis
yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim,
maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang
lepas. Pada tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang
intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi
oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa
terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta
dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada
plasenta letak normal.

6. Gambaran Klinik Plasenta Previa 


       Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna merah segar, perdarahan
pertama biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak dari
sebelumnya, timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat menimbulkan
asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan
atau disertai dengan kelainan letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin.

7. Diagnosa Plasenta Previa 


      Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan sebagai berikut
: a. Anamnesa plasenta previa, antara lain : terjadinya perdarahan pada kehamilan 28 minggu
berlangsung tanpa nyeri , dapat berulang, tanpa alasan terutama pada multigravida.
b. Pada inspeksi dijumpai, antara lain : perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal dan pada
perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
c. Pemeriksaan Fisik Ibu, antara lain dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok,
kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma. Pada pemeriksaan dapat dijumpai
tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal, tekanan darah turun, nadi dan pernafasan
meningkat, dan daerah ujung menjadi dingin, serta tampak anemis.
d. Pemeriksaan Khusus Kebidanan
a. Pemeriksaan palpasi abdomen, antara lain : janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai
dengan umur hamil, karena letak plasenta di segmen bawah lahir, maka dapat dijumpai kelainan letak
janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
b. Denyut jantung janin bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
c. Pemeriksaan dalam, yaitu pemeriksaan dalam dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk
segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk menegakkan diagnosa pasti,
mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan, hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta
sekitar ostium uteri internum. 

8. Komplikasi Plasenta Previa 


        Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Adapun komplikasi-komplikasi
yang terjadi yaitu :
a. Komplikasi pada ibu, antara lain : perdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta
dengan inersio di depan., infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta di bagian belakang
segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui.
b. Komplikasi pada janin, antara lain : prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi,
mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterine sampai dengan
kematian.

Ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara lain :
1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak plasenta dari insersi
sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok.
2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan mudah jaringan trpoblas
infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke parametrium dan menjadi sebab dari kejadian
placenta akreta dan mungkin inkerta.
3) Servik dan segmen bawah raim yangrapuh dan kaya akan pembuluh darah sangat potensial untuk
robek disertai oleh perdarahan yang banyak menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal. 

9. Penatalaksanaan Plasenta Previa 


    a. Terapi Ekspektatif 
           Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali.
Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau
sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah keadaan ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak
banyak, besarnya pembukaan, dan tingkat placenta previa. 

    b. Terapi Aktif 


        Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya:
a) Cara Vaginal Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan demikian menutup pembuluh –
pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta).
b) Cara Sectio caesarea Dengan maksud untuk mengosongkan rahim sehingga dapat mengadakan
retraksi dan menghentikan perdarahan dan juga untuk mencegah terjadinya robekan cervik yang agak
sering dengan usaha persalinan pervaginam pada placenta previa. Prinsip dasar penanganan placenta
previa yaitu, setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang
memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan
kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk
mengirimkan penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan
lebih banyak daripada sebelumnya, jangan sekali – kali melakukan pemeriksaan dalam keadaan siap
operasi. Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah berlangsung,
atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan janin (yang masih hidup) dan
kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan
persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janindapat hidup di luar
kandungan lebih baik lagi (Penanganan Pasif) sebaliknya, kalau perdarahan yang telah berlangsung atau
yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan atau janinnya, kehamilannya telah cukup 36
minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan telah mulai, maka
penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam
dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap operasi.
Patient Safety

Patient safety merupakan suatu inisiatif yang relatif baru dalam pelayanan kesehatan. Pasient safety
merupakan upaya-upaya pelayanan yang mengutamakan keselamatan pasien. Penekanannya adalah
pada pelaporan kejadian yang merugikan pasien, pencegahan terhadap kesalahan medis dan pencegahan
perawatan yang merugikan kesehatan pasien (Ashish Jha, 2008).
Patient safety dikenal sejak 1990 ketika banyak dilaporkan jumlah morbiditas dan mortalitas setiap
tahun di berbagai negara. Patient safety merupakan pesan penting secara global yang harus diterapkan
oleh seluruh tenaga kesehatan di seluruh negara yang tergabung dalam WHO. Pada tanggal 27 Oktober
2004 WHO meresmikan World Alliance for Patient Safety yang bertujuan untuk mengkoordinasikan
aksi-aksi global berkaitan dengan keselamatan pasien dan melawan permasalahan-permasalah kerugian
pasien yang semakin banyak dilaporkan (Donaldson, 2004). Aliansi ini memfasilitasi suatu bentuk
kepemimpinan yang memastikan terjawabnya permasalahan krusial di seluruh dunia dengan harapan
terselenggaranya praktik baik dalam setiap pelayanan serta dapat dipastikan setiap penentu kebijakan di
seluruh negara menekankan patient safety dalam strategi nasionalnya. Dengan kalimat lain dijelaskan
bahwa setiap sistem kesehatan di seluruh dunia mempunyai peluang untuk menciptakan suatu bentuk
pelayanan yang aman dan nyaman bagi pasien. Sebagai langkah awal adalah menjamin komitmen dari
pemimpin negara, penentu kebijakan dan seluruh unsur profesi/tenaga kesehatan di seluruh dunia
menuju suatu bentuk pelayanan yang aman bagi pasien sehingga mampu menyelamatkan kehidupan dan
mengurangi kerugian – kerugian pasien.
Patient safety yang dapat diterapkan pada skenario ialah melakukan asuhan persalinan normal secara
baik dan benar yang telah dirumuskan dalam 58 langkah asuhan persalinan normal yang terdiri dari :
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin &
memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan
dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan
kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam - pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah
pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam batas
normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk
meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu
ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 - 6 cm, memasang handuk bersih untuk
menderingkan janin pada perut ibu.
20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin

lanjut lembar baru


21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan
dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku
sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai
bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua
lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangi kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi nulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.
Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3
paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari
klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan
pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan
lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri
menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40
detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran
sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas,
mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu
(terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk
membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus
uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik
(fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa
seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik
yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan.

lanjut lemmbar baru


42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis,
dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10
menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan
darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin
minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam
keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf

Sumber :

Anonim. 2010. 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal.


Download from: http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/apn-58-langkah.html

Institute of Medicine. (1999) To err is human: building a safety health system. National Academy Press,
Washington DC

International Confederation Of Midwives, (2011) Essential Competencies for Basic Midwifery Practice
2010, available at www.internationalmidwives.org
A. ANC (Antenatal Care)
1. Pengertian ANC
Antenatal Care adalah perawatan yang diberikan pada ibu selama masa kehamilan, dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
(Sarwono, 2008).
2. Tujuan ANC
Menurut Kusmiyati, 2008 Tujuan ANC dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tujuan umum
Adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama kehamilan, persalinan dan
nifas sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.
b. Tujuan khusus adalah:
1) Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan memberikan
pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses persalinan.
2) Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi medis, bedah ataupun obstetrik selama kehamilan.
3) Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kesiagaan menghadapi komplikasi.
4) Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan puerperium normal, dan
merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
3. Kunjungan Antenatal
Bidan sedikitnya memberikan 4 kali pelayanan Antenatal selama masa hamil. Pelayanan meliputi
anamnese dan pemantauan ibu dan janin untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal.
Bidan juga harus mengenal kehamilan berisiko tinggi atau adanya kelainan, khususnya anemia, kurang
gizi, hipertensi, penyakit menular seksual (PMS) dan infeksi HIV/AIDS, memberikan pelayanan
imunisasi konseling dan penyuluhan kesehatan. Bidan juga harus mencatat data yang tepat pada setiap
kunjungan. Bila ditemukan kelainan, bidan harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan melakukan rujukan (Mufdlilah, 2010).
Secara operasional, untuk pelayanan antenatal dikenal dengan adanya standar pelayanan dan
pemantauan antenatal. Pelayanan antenatal merupakan salah satu kegiatan dari program kesehatan ibu
dan anak, pelayanan ini dilaksanakan oleh bidan di Poliklinik, BPM dan Rumah Sakit, pelayanan
antenatal juga dapat dilaksanakan pada waktu pelaksanaan posyandu, ditempat praktik dokter, dirumah
bersalin atau Puskesmas.
Standar pelayanan antenatal yang berkualitas ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (2003)
meliputi :
a. Memberikan pelayanan pada ibu hamil minimal 4 kali, 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II,
dan dua kali pada trimester III untuk memantau keadaaan ibu dan janin dengan seksama, sehingga dapat
mendeteksi secara dini dan dapat memberikan intervensi secara cepat dan tepat.
b. Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran lingkar lengan atas (LILA) secara
teratur mempunyai arti klinis penting, karena ada hubungan yang erat antara pertambahan berat badan
selama kehamilan dengan berat badan lahir bayi (Mufdlilah, 2009). Pertambahan berat badan hanya
sedikit menghasilkan rata – rata berat badan lahir bayi yang lebih rendah dan risiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya bayi BBLR dan kematian bayi, pertambahan berat
badan ibu selama kehamilan dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan janin dalam rahim.
Berdasarkan pengamatan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dipengaruhi berat badannya
sebelum hamil. Pertambahan adalah kira – kira 20% dari berat badan ibu sebelum hamil (Cunningham
dkk,1997), jika berat
badan tidak bertambah, Lingkar Lengan Atas < 23,5 cm menunjukan ibu mengalami kurang gizi.
c. Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin dengan tujuan
untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya tiga gejala preeklamsi. Tekanan darah tinggi, protein
urine positif, pandangan kabur atau oedema pada ekstremitas atas. Apabila pada kehamilan triwulan III
terjadi kenaikan berat badan lebih dari 1 kg, dalam waktu 1 minggu kemungkinan disebabkan terjadinya
oedema, apabila disertai dengan kenaikan tekanan darah dan tekanan diastolik yang mencapai > 140/90
mmHg atau mengalami kenaikan 15 mmHg dalam 2 kali pengukuran dengan jarak waktu 1 jam. Ibu
hamil dikatakan dalam keadaan preeklamsi mempunyai 3 dari 2 gejala preeklamsi. Apabila preeklamsi
tidak dapat diatasi, maka akan berlanjut menjadi eklamsi. Eklamsi merupakan salah satu faktor utama
penyebab terjadinya kematian maternal (Saefudin, 2000).
d. Pengukuran TFU dilakukan secara rutin dengan tujuan mendeteksi secara dini terhadap berat badan
janin. Indikator pertumbuhan janin intra uterin, tinggi fundus uteri dapat juga mendeteksi secara dini
terhadap terjadinya molahidatidosa, janin ganda atau hidramnion yang ketiganya dapat mempengaruhi
terjadinya kematian maternal (Mufdlilah, 2010). Pengukuran TFU dilakukan dengan menggunakan cara
Mc Donal untuk mengetahui TFU dengan pita ukur kemudian dilakukan penghitungan tafsiran berat
janin dengan rumus (TFU dalam cm) – n x 155 grm. Bila kepala di atas atau pada spina ishiadica maka n
= 12. Bila kepala dibawah spina isciadica maka n = 11 (Kusmiyati, 2008).
e. Melaksanakan palpasi abdominal setiap kunjungan untuk mengetahui usia kehamilan, letak, bagian
terendah, letak punggung, menentukan janin tunggal atau kembar dan mendengarkan denyut jantung
janin untuk menentukan asuhan selanjutnya.
f. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) kepada ibu hamil sebanyak 2 kali dengan jarak minimal 4
minggu, diharapkan dapat menghindari terjadinya tetanus neonatorum dan tetanus pada ibu bersalin dan
nifas. g. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) pada kunjungan pertama dan pada kehamilan 30 minggu. Saat
ini anemia dalam kandungan ditetapkan kadar Hb <11 gr% pada trimester I dan III atau Hb < 10,5 gr%
pada trimester II, Hb < gr% harus dilakukan pengobatan, beri 2-3 zat besi perhari, rujuk ibu hamil untuk
pengobatan selanjutnya, dengan Hb rendah harus diberi suplemen zat besi dan penyuluhan gizi
(Mufdlilah, 2010).
h. Memberikan tablet zat besi, 90 tablet selama 3 bulan, diminum setiap hari, ingatkan ibu hamil tidak
meminumnya dengan teh dan kopi, suami/ keluarga hendaknya selalu dilibatkan selama ibu
mengkonsumsi zat besi, untuk meyakinkan bahwa tablet zat besi telah diminum.
i. Pemeriksaan urine jika ada indikasi (tes protein dan glukosa) pemeiksaan penyakit – penyakit infeksi
(HIV/AIDS dan PMS).
j. Memberikan penyuluhan tentang perawatan diri selama hamil, perawatan payudara, gizi ibu selam
hamil, tanda – tanda bahaya selama kehamilan dan pada janin sehingga ibu dan keluarga dapat segera
mengambil keputusan dalam perawatan selanjutnya dan mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh
ibu dengan penuh minat, beri nasehat dan rujuk bila diperlukan.
k. Bicarakan tentang persalinan pada ibu hamil, suami/ keluarga pada trimester III, memastikan bahwa
persiapan persalinan bersih, aman dan suasana yang menyenangkan, persiapan transportasi, dan biaya
untuk merujuk.
l. Tersedianya alat pelayanan kehamilan dan mencatat semua temuanpada KMS ibu hamil untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), standar pelayanan antenatal ada 6:
1) Identifikasi ibu hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk
memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk
memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
2) Pemantauan dan pelayanan antenatal
Bidan memberikan pelayanan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan
pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal.
Bidan juga harus mengenal kehamilan
risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS, infeksi HIV; memberikan pelayanan
imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus
mampumengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.
3) Palpasi abdominal
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan
usia kehamilan, serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan
masuknya kepala janin kedalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat
waktu.
4) Pengelolaan anemia pada kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan atau rujukan semua kasus anemia pada
kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5) Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda
gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
6) Persiapan persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga,
untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan
akan direncanakan dengan baik-baik,
disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat.
Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.
Pemeriksaan Antenatal menurut Mufdlilah (2009), meliputi :
a. Pemeriksaan Pertama Antenatal Care
1) Tujuan
a) Menentukan diagnosis ada atau tidaknya kehamilan.
b) Menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan.
c) Menentukan status kesehatan ibu dan janin.
d) Menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada atau tidaknya faktor risiko kehamilan.
e) Menentukan rencana pemeriksaan/ penatalaksanaan selanjutnya
2) Anamnesis
a) Identitas pasien
Identitas umum, perhatian pada usia ibu, status perkawinan dan tingkat pendidikan. Range usia
reproduksi sehat dan aman antara 20-35 tahun. Pada kehamilan usia remaja, apalagi kehamilan di luar
nikah, kemungkinan ada unsur penolakan psikologis yang tinggi. Tidak jarang pasien meminta aborsi.
Usia muda juga menjadi faktor kehamilan risiko tinggi untuk kemungkinan adanya komplikasi obstetrik
seperti preeklampsia, ketuban pecah dini, persalinan preterm, abortus.
b) Keluhan utama
Sadar / tidak akan kemungkinan hamil, apakah semata-mata ingin periksa hamil, atau ada keluhan /
masalah lain yang dirasakan.
c) Riwayat kehamilan sekarang / riwayat penyakit sekarang
Ada / tidaknya gejala dan tanda kehamilan. Jika ada amenarche, kapan hari pertama haid terakhir, siklus
haid biasanya berapa hari. Hal ini penting untuk memperkirakan usia kehamilan menstruasi dan
memperkirakan saat persalinan menggunakan Rumus Naegele (h+7 b-3+ x +1 mgg), untuk siklus 28 + x
hari. Ditanyakan apakah sudah pernah periksa kehamilan ini sebelumnya atau belum, jika sudah berarti
ini bukan kunjungan antenatal pertama, namun tetap penting untuk data dasar inisial pemeriksaan.
Apakah ada keluhan yang dirasakan / masalah dari sistem organ lain, baik yang berhubungan dengan
perubahan fisiologis kehamilan maupun tidak.
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit sistemik lain yang mungkin mempengaruhi atau diperberat oleh kehamilan (penyakit
jantung, paru, ginjal, hati, diabetes mellitus), riwayat alergi makanan / obat tertentu dan sebagainya. Ada
/ tidaknya riwayat operasi umum / lainnya maupun operasi kandungan (miomektomi, sectio cesarean dan
sebagainya).
e) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit sistemik, metabolik, cacat bawaan, dan sebagainya.
f) Riwayat khusus obstetrik ginekologi.
Adakah riwayat kehamilan/persalinan / abortus sebelumnya (dinyatakan dengan kode GxPxAx, gravida /
para / abortus), berapa jumlah anak hidup. Ada / tidaknya masalah pada kehamilan / persalinan
sebelumnya seperti prematuritas, cacat bawaan, kematian janin, perdarahan dan sebagainya. Penolong
persalinan terdahulu, cara persalinan, penyembuhan luka persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat
badan lahir jika masih ingat. Riwayat menarche siklus haid, ada / tidak nyeri haid atau gangguan haid
lainnya, riwayat penyakit kandungan lainnya. Riwayat kontrasepsi, lama pemakaian, ada masalah /
tidak.
g) Riwayat sosial / ekonomi
Pekerjaan, kebiasaan, kehidupan sehari-hari tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan,
keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan
kehamilan, masalah yang timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah yaitu ibu hamil akan
Kekurangan Energi dan Protein (KEK). Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita hamil
meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat
keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
a) Sosial Budaya
Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita hamil meninggalkan rumah untuk
memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat keteraturan kunjungan ibu hamil
memeriksakan kehamilannya (Bobak, Lowdermilk &Jensen, 2004).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Status generalis / pemeriksaan umum.
a) Penilaian keadaan umum, kesadaran, komunikasi / kooperatif.
Tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan), tinggi/berat badan. Kemungkinan risiko tinggi pada
ibu dengan tinggi < 145cm, berat badan >75 kg. Batas hipertensi pada kehamilan yaitu 140/90 mmHg
(nilai diastolik untuk memprediksi sirkulasi plasenta). Kepala ada / tidaknya nyeri kepala (anaemic
headache nyeri frontal, hypersentive / tension headache nyeri suboksipital berdenyut). Mata konjungtiva
pucat / tidak, sklera ikterik / tidak. Mulut / telinga, hidung tenggorokan (THT) ada tanda radang / tidak,
lender, perdarahan gusi, gigi geligi. Paru /jantung / abdomen inspeksi palpasi perkusi auskultasi umum.
Ekstremitas dipriksa terhadap edema, pucat, sianosis, varises, simetri (kecurigaan polio, mungkin
terhadap kelainan bentuk panggul). Jika ada luka terbuka atau fokus infeksi lain harus dimasukkan
menjadi masalah dan direncanakan penatalaksanaannya.
2) Status obstetric / pemeriksaan khusus obtetrik
a) Abdomen
Infeksi : membesar / tidak (pada kehamilan muda pembesaran abdomen mugkin belum nyata).
Palpasi : tentukan tinggi fundus uteri (pada kehamilan muda dilakukan dengan palpasi bimanual dalam,
dapat diperkirakan ukuran uterus - pada kehamilan lebih besar, tinggi fundus dapat diukur dengan pita
ukuran sentimeter, jarak antara fundus uteri dengan tepi atas simfisis os pubis. Pemeriksaan palpasi
Leopold dilakukan dengan sistematika:
(1) Leopold I
Menentukan tinggi fundus dan meraba bagian janin yang difundus dengan kedua telapak tangan.
(2) Leopold II
Kedua telapak tangan menekan uterus dari kiri kanan, jari ke arah kepala pasien, mencari sisi bagian
besar (biasanya punggung) janin, atau mungkin bagian keras bulat (kepala) janin.
(3) Leopold III
Satu tangan meraba bagian janin apa yang terletak dibawah (di atas simfisis) sementara tangan lainnya
menahan fundus untuk fiksasi.
(4) Leopold IV
Kedua tangan menekan bagia bawah uterus dari kiri-kanan, jari kearah kaki pasien, untuk konfirmasi
bagian terbawah janin dan menentukan apakah bagian tersebut sudah masuk / melewati pintu atas
panggul (biasanya dinyatakan dengan satuan x/5) jika memungkinkan dalam palpasi diperkirakan juga
taksiran berat janin (meskipun kemungkinan kesalahan juga masih cukup besar). Pada kehamilan aterm,
perkiraan berat janin dapat menggunmakan rumus cara Johnson Tausac yaitu: tinggi fundus (cm) -
(12/13/14)x155gram). Auskultasi: dengan stetoskop kayu laenec atau alat dopler yang ditempelkan di
daerah punggung janin, dihitung frekuensi satu menit.
Sebenarnya pemeriksaan auskultasi yang ideal adalah denyut jantung janin dihitung seluruhnya selama
satu menit. Batas frekuensi denyut jantung janin normal adalah 120-160 denyut permenit. Takhikardi
menunjukkan adanya reaksi kompensasi terhadap beban / stress pada janin (fetal stress), sementara
bradikardi menunjukan kegagalan kompensasi beban / stress pada janin (fetal distres / gawat janin).
b) Genetalia eksterna
Inspeksi luar : Keadaan vulva / uretra, ada tidaknya tanda radang, luka, perdarahan, discharge, kelainan
lainnya. Labia dipisahkan dengan dua jari pemeriksa untuk inspeksi lebih jelas. Inspeksi dalam
menggunakan speculum (inspeculo): labia dipisahkan dengan kedua jari pemeriksa, alat speculum
Cusco (cocor bebek) dimasukan ke vagina dengan bilah vertikal kemudian di dalam liang vagina diputar
90 derajad sehingga horisontal, lalu dibuka. Deskripsi keadaan porsio serviks (permukaan, warna),
keadaan ostium, ada / tidaknya darah,
cairan, discharge divorniks, dilihat keadaan dinding dalam vagina, ada atau tidak tumor, tanda radang
dan kelainan lainnya.
c) Genetalia interna
Palpasi: colok vagina (Vaginal toucher) dengan dua jari sebelah tangan dan bimanual dengan tangan lain
menekan fundus dari luar abdomen. Ditentukan konsistensi, tebal, arah dan ada garis miring tidaknya
pembukaan serviks. Diperiksa ada tidak kelainan uterus dan adneksa yang dapat ditemukan. Ditentukan
bagian terbawah (jangan lupa selalu palpasi bimanual pada pemeriksan vagina) pada pemeriksaan diatas
34-36 minggu dilakukan perhitungan pelvimetri klinik untuk pemeriksaan ada atau tidak disproporsi
vetopelvik atau sefalopelvik. Kontra indikasi relatif colok vagina adalah:
(1) Perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester ketiga, karena kemungkinan adanya plasenta
previa, dapat menjadi pencetus perdarahan yang lebih berat (hanya boleh dilakukan dimeja operasi,
dilakukan dengan cara perabaan fornices dengan sangat hati-hati).
(2) Ketuban pecah dini dapat menjadi predisposisi penjalaran infeksi (korioamnionitis). Pemeriksaan
dalam (vaginal toucher) seringkali tidak dilakukan pada kunjungan antenatal pertama, kecuali ada
indikasi. Umumnya pemreriksaan dalam yang sungguh bermakna untuk kepentingan obstetrik
(persalinan) adalah pemeriksaan pada usia kehamilan diatas 34-36 minggu, untuk memperkirakan
ukuran, letak, presentasi janin, penilaian serviks uteri dan keadaan jalan lahir, serta pelvimetri klinik
untuk penilaian kemungkinan persalinan normal pervaginam. Alasan lainnya, pada usia kehamilan <36
minggu, elastisitas jaringan lunak sekitar jalan lahir masih minimal, akan sulit dan sakit untuk
eksplorasi.
d) Pemeriksaan rectal (rectal toucher): dilakukan atas indikasi.
c. Pemeriksaan Lanjutan
1) Jadwal kunjungan
Idealnya seperti diatas (sampai 28 minggu 1 kali setiap bulan, 29-36 minggu setiap 2 minggu sekali dan
diatas 36 minggu setiap minggu sekali). Pada kunjungan pemeriksaan lanjutan, diperiksa:
a) Keluhan ibu, tekanan darah, berat badan, dan tinggi fundus uteri.
b) Terhadap janin diperiksa perkiraan besar / berat janin, presentasi dan letak janin, denyut jantung
janin, aktivitas janin, perkiraan volume cairan amnion dan letak plasenta (jika memungkinkan dengan
USG).
2) Laboratorium
Jika terdapat kelainan, ditatalaksana dan diperiksa ulang terus sampai mencapai normal. Jika sejak awal
laboratorium rutin dalam batas normal, diulang kembali pada kehamilan 32-34 minggu. Periksa juga
infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella,Cytomegalovirus, Hepatitis / HIV). Periksa gula darah pada
kunjungan pertama, bila normal,periksa ulang pada kunjungan minggu ke 26 - 28, untuk dideteksi dini
diabetes mellitus gestational.
3) Pemeriksaan penunjang Lain-lain
Pelvimetri radiologik (akhir trimester 3), jika diperlukan, untuk perhitungan jalan lahir. Pada trimester 3
akhir, pembentukan dan pematangan organ janin sudah hampir selesai, sehingga kemungkinan mutasi /
karsinogen jauh lebih kecil dibandingkan pada trimester pertama atau kedua. Tetap harus digunakan
dosis radiasi sekecil-kecilnya. Ultrasonografi (USG) tidak berbahaya karena menggunakan gelombang
suara. Frekuensi yang digunakan dari 3.5, 5.0, 6.5, atau 7.5 MHz. Makin tinggi frekuensi, resolusi yang
dihasilkan makin baik tetapi penetrasi tidak dapat dalam, karena itu harus disesuaikan dengan
kebutuhan.
5. Frekuensi Antenatal Care
a. Pengertian Frekuensi Antenatal Care
Jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan kepada petugas kesehatan, untuk mendeteksi secara dini dan
mencegah komplikasi dalam kehamilan, ibu hamil harus melakukan antenatal care sesuai yang telah
dianjurkan yaitu:
1) Satu kali pada trimester pertama (K1)
K1 merupakan kunjungan pertama ibu hamil setelah dirinya terlambat menstruasi yang bertujuan untuk
tercapainya ibu hamil yang sehat dan selamat baik bagi ibu sendiri maupun janinya (Dewi & Sunarsih,
2010).
2) Satu kali pada trimester kedua
Kunjungan ibu hamil yang bertujuan untuk mengenali komplikasi akibat kehamilan dan pengobatanya
(Dewi & Sunarsih, 2010).
3) Dua kali pada trimester ketiga (K4)
Kunjungan ulang (K4) kunjungan antenatal yang dilakukan setelah kunjungan antenatal pertama dimana
kegiatanya lebih difokuskan dalam pendeteksian komplikasi, mempersiapkan kelahiran dan
kegawatdaruratan (Dewi & Sunarsih, 2010).
b. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Ibu Hamil melakukan ANC
1) Faktor predisposisi (Predisposing factor)
a) Tenaga kesehatan
Setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan
melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan wewenang untuk
melakukan upaya kesehatan (Notoatmodjo,
2003).
b) Masyarakat dan keluarga
Pengetahuan dan pendidikan masyarakat sangat berperan dalam prilaku kesehatan masyarakat itu sendiri
baik itu diperoleh dari pendidikan formal ataupun informal, penyuluhan atau pengindraan (Notoatmodjo,
2003).
2) Faktor pemungkin (Enabling factor)
a) Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
(1) Tenaga kesehatan
Setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan
melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan wewenang untuk
melakukan upaya kesehatan, tenaga kesehatan yaitu: dokter, bidan, perawat.
Adapun Antenatal Care akan efektif bila asuhan diberikan oleh petugas kesehatan yang terampil dan
berkesinambungan (Kusmiyati, 2008).
(2) Sarana kesehatan
Sarana kesehatan sangat penting sebagai upaya pelaksanaan pelayanan kesehatan baik berupa Posyandu,
Puskesmas, dan rumah sakit, selain itu tersedianya alatpelayanna kehamilan yang baik dan masih dapat
digunakan, obat – obatan yang diperlukan, waktu pencatatan kehamilan dan mencatat semua hasil
temuan pada KMS ibu hamil untuk menentukan tindakan selanjutnya (Mufdlilah, 2010).
b) Ekonomi
Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah
tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan, masalah yang timbul pada keluarga
dengan tingkat ekonomi rendah yaitu ibu hamil akan Kekurangan Energi dan Protein (KEK). (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).
c) Sosial Budaya
Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita hamil meninggalkan rumah untuk
memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat keteraturan kunjungan ibu hamil
memeriksakan kehamilannya (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
d) Geografis
Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan, ditempat yang terpencil ibu hamil
sulit memeriksakan kehamilannya, hal ini karena transportasi yang sulit menjangkau sampai tempat
terpencil (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
3) Faktor penguat (Reinforcing factor)
a) Sikap dan Perilaku Petugas kesehatan
Sikap petugas terhadap suatu kegiatan secara tidak langsung sangat menmpengaruhi bagaimana
masyarakat disekitarnya untuk sadar tentang prilaku kesehatan karena dalam masyarakat tenaga
kesehatan dianggap sebagai contoh, selain itu peran petugas ksehatan itu sendiri juga sebagai pelaksana
dan pendidik dalam masyarakat. ( Notoatmodjo, 2003)
b) Sikap dan Perilaku Masyarakat dan Keluarga
Sikap masyarakat dan keluarga secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang bersifat emosional. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan, berpikir, keyakinan dan
emosi. Respon ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keteraturan ANC. Adanya sikap lebih baik tentang ANC ini mencerminkan kepedulian
ibu hamil terhadap kesehatan dirinya dan janin ( Notoatmodjo, 2003).
Apa dan bagaimanakah proses sterilisasi yang baik.

Sterilisasi merupakan proses menghancurkan atau menghilangkan semua bentuk kehidupan


mikroba dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan metode fisika atau kimia. Tekanan uap,
panas kering, gas hidrogen peroksida, dan bahan kimia cair adalah agen sterilisasi utama yang
digunakan dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Sayangnya beberapa profesional kesehatan tidak dapat
melakukan sterilisasi dan sebagai gantinya melakukan desinfeksi. Disinfeksi merupakan proses
menghilangkan banyak atau semua mikroorganisme patogen kecuali spora bakteri. Dalam pengaturan
perawatan kesehatan, suatu benda biasanya didesinfeksi oleh bahan kimia cair atau pasteurisasi basah .

Di Bawah ini adalah beberapa cara desinfeksi tingkat tinggi (DTT)

a. DTT dengan Cara Merebus


1) Gunakan panci dengan penutup yang rapat
2) Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan
3) Rendam peralatan di dalam air sehingga semuanya terendam air
4) Mulai panaskan air
5) Mulai hitung waktu saat air mendidih
6) Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai
7) Rebus selama 20 menit
8) Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus
9) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan
b. DTT sarung tangan dengan menggunakan uap air
Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci, maka sarung tangan ini siap untuk DTT
menggunakan uap panas (jangan ditaburi dengan bubuk talk)

1) Gunakan panci perebus dengan tiga susun nampan kukus.


2) Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai sarung tangan dapat dipakaikan
tanpa membuat terkontaminasi baru.
3) Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang berlubang di bawahnya. Agar mudah
dikeluarkan dari bagian atas nampan pengukus, letakkan 5-15 pasang sarung tangan dengan
bagian jarinya mengarah ke tengah nampan. Agar proses DTT berjalan efektif, harap perhatikan
jumlah maksimal sarung tangan dalam satu nampan (tergantung dari diameter nampan).
4) Ulangi proses tersebut hingga semua nampan pengukus terisi sarung tangan. Susun tiga nampan
pengukus di atas panci perebus yang berisi air. Letakkan sebuah panci perebus kosong di
sebelah kompor.
5) Letakkan penutup di atas nampan pengukus paling atas dan panaskan air hingga mendidih. Jika
air mendidih perlahan, hanya sedikit uap air yang dihasilkan dan suhunya mungkin tidak cukup
tinggi untuk membunuh mikroorganisme. Jika air mendidih terlalu cepat, air akan menguap
dengan cepat dan ini merupakan pemborosan bahan bakar.
6) Jika uap mulai keluar dari celah-celah di antara panci pengukus, mulailah perhitungan waktu.
Catat pengukusan sarung tangan dalam buku khusus.
7) Kukus sarung tangan selama 20 menit, buka tutup panci dan letakkan dalam posisi terbalik.
8) Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan goyangkan perlahan-lahan
agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat menetes keluar.
9) Letakkan nampan pengukus di atas panci perebus yang kosong di sebelah kompor.
10) Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus yang berisi sarung tangan tersusun di
atas panci perebus yang kosong. Letakkan penutup di atasnya agar sarung tangan menjadi
dingin dan kering tanpa terkontaminasi (tuang air perebus ke dalam wadah DTT).
11) Jangan menempatkan nampan pengukus berlubang yang berisi sarung tangan di atas meja atau
tempat lain karena sarung tangan dapat terkontaminasi oleh cemaran dari luar melalui lubang
bawah nampan.
12) Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan sampai kering di dalam nampan selama
4-6 jam. Jika diperlukan segera, biarkan sarung tangan menjadi dingin selama 5-10 menit dan
kemudian gunakan dalam waktu 30 menit pada saat masih basah atau lembab (setelah 30 menit
bagian jari sarung tangan akan menjadi lengket dan membuat sarung tangan sulit dipakai atau
digunakan).
13) Jika sarung tangan tidak akan dipakai segera, setelah kering gunakan penjepit atas pinset
disinfeksi tingkat tinggi untuk memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut
dalam wadah disinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat (sarung tangan bisa disimpan di dalam
panci pengukus yang berpenutup rapat).
14) Sarung tangan tersebut bisa disimpan sampai satu minggu.

c. DTT Kimiawi
Bahan kimia yang dianjurkan untuk DTT adalah klorin dan glutaraldehid (Cidex®). Alkohol,
iodine dan indofor tidak digolongkan sebagai disinfektan tingkat tinggi. Alkohol tidak membunuh virus
dan spesies pseudomonas bisa tumbuh dalam larutan iodine. Larutan-larutan tersebut hanya boleh
digunakan sebagai disinfektan jika disinfektan yang dianjurkan tidak tersedia. Lysol®, Karbol® dan
Densol® (asam karbolik 5% atau fenol 1-2%) digolongkan sebagai disinfektan tingkat rendah dan tidak
dapat digunakan untuk dekontaminasi atau proses DTT. Tablet formalin hanya efektif dalam suhi tinggi
dan dalam bentuk gas jenuh, Penggunaan tablet formalin sangat tidak dianjurkan. Meletakkan tablet
bersama sarung tangan, bahan-bahan atau perlengkapan dalam botol kaca yang tertutup tidak akan
bekerja secara efektif. Formaldehid (formalin) merupakan bahan karsinogenik sehingga tidak boleh lagi
digunakan sebagai disinfektan.

Larutan disinfektan tingkat tinggi yang selalu tersedia dan tidak mahal adalah klorin. Karena
larutan klorin bersifat korosif dan proses DTT memerlukan perendaman selama 20 menit makan
peralatan yang sudah didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi harus segera dibilas dengan air matang.
Lihat gambar rumus yang digunakan dalam membuat larutan.

Langkah-langkah kunci pada disinfeksi tingkat tinggi secara kimia termasuk:

1) Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci bilas) ke dalam
wadah dan tuangkan desinfektan. Jika peralatan basah sebelum direndam dalam larutan kimia
maka akan terjadi pengenceran larutan tersebut sehingga dapat mengurangi daya kerja atau
efektifitasnya.
2) Pastikan peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia
3) ‘Rendam peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia
4) Rendam peralatan selama 20 menit
5) Catat lama waktu peralatan direndam dalam larutan kimia di buku khusus
6) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadah disinfeksi
tingkat tinggi yang berpenutup
7) Setelah kering, peralatan dapat segera digunakan atau disimpan dalam wadah disinfeksi tingkat
tinggi berpenutup rapat.
d. DTT kateter secara kimiawi:
1) Persiapkan larutan klorin 0,5% (lihat gambar rumus)
2) Pakai sarung tangan lateks atau sarung tangan rumah tangga pada kedua tangan
3) Letakkan kateter yang sudah dicuci dan dikeringkan dalam larutan klorin. Gunakan tabung
suntik steril atau DTT untuk membilas bagian dalam kateter dengan menggunakan larutan
klorin. Ulangi pembilasan tiga kali. Pastikan kateter terendam dalam larutan
4) Biarkan kateter terendam selama 20 menit
5) Gunakan tabung suntik steril atau DTT untuk membilas kateter dengan air DTT
6) Kateter dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan setelah ini dapat segera digunakan atau
disimpan dalam wadah DTT yang bersih.

Sumber : Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir; JNPK-KR, Departemen Kesehatan RI, 2008

http://www.cdc.gov/hicpac/disinfection_sterilization/13_0sterilization.html

Bagaimana bisa keluar lendir darah pervaginam, kenapa hitam, nyeri perut.

Hal-hal tersebut merupakan kejadian-kejadian normal yang terjadi akibat peningkatan kontraktilitas uterus.

1. regangan otot-otot uterus

Regangan sederhanan organ-organ berotot polos biasanya akan meningkatkan kontraktilitas otot-otot tersebut.
Selanjutnya, regangan terjadi berulang-ulang pada uterus karena pergerakan fetus juga akan meningkatkan
kkontraktilitas otot polos.

2. regangan atau iritasi serviks

Terdapat alas an memercayai bahwa meregangkan atau mengiritasi serviks uteri khususnya penting dalam
menimbulkan kontraksi uterus. Sebagai contoh, ahli obstetric sering melakukan induksi persalinan dengan
memecahkan ketuban sehingga kepala bayi lebih meregang serviks daripada biasanya atau mengiritasi dengan
cara lain.

Mekanisme bagaimana iritasi serviks dapat merangsang korpus uteri tidak diketahui. Diduga bahwa regangan
atau iritasi saraf pada serviks mengawali timbuknya reflex pada korpus uteri, tetapi efek ini juga secara
sederhana dapat terjadi akibat transmisi miogenik sinyal-sinyal dari serviks ke korpus uteri.

Diduga adanya iritasi serviks ini menimbulkan adanya lendir darah yang sebenarnya normal, namun jika dalam
pemeriksaan fisik diketemukan perdarahan pervaginam, tidak boleh melakukan pemeriksaan dalam.

Regangan otot-otot pada saat memasuki masa aterm memang awalnya dirasakan kencang, dan terasa sangat
nyeri mengingat kontraksi otot merupakan hal yang sangat memicu saraf-saraf N. Pudendus yang menerima
gerakan dan ikut teregang.

Mengapa bisa timbul proteinuria.

Orang dewasa sehat mengekskresi sedikit protein dalam urine kira kira hingga 150mg perhari terutama terdiri
dari albumin dan protein Tamm-Horsfall (oleh tubullus distal). Proteinuria yang melebihi angka tersebut dinilai
patologis. Pemeriksaan nya menggunakan uji dipstick yaitu ujung kertas dicelupkan ke dalam urine lalu segera
diangkat dan ditiriskan dengan mengetuk-ketukkan ujung kertas pada penampung urine. Hasilnya lalu dibaca
dengan membandingkan dengan kartu daftar warna table.
Uji skrining untuk proteinuria
Tingkatan dipstick Konsentrasi protein (mg/dl)
0 0-5
Samar 5-20
1+ 30
2+ 100
3+ 300
4+ 1000
Untuk membahas kasus ibu tersebut, ada kaitannya dengan kejadian preeklamsia.

Sekitar 45 persen dari semua wanita hamil mengalami peningkatan tekanan darah arteri sampai tingkat
hipertensi selama beberapa bulan terakhir kehamilan. Hal itu juga dikaitkan dengan hilangnya sebagian besar
protein ke dalam urine. Keadaan itu disebut dengan preeklamsia atau preeklamsia gravidarum. Hal tersebut
ditandai dengan retensi garam dan air berlebihan oleh ginjal ibu dan peningkatan berat badan serta timbulnya
edema dan hipertensi pada ibu. Selain itu terjadi gangguan fungsi endotel vaskuler dan spasme arteri pada
berbagai organ tubuh. Aliran darah ke ginjal maupun laju filtrasi glomerulus menurun. Berlawanan dengan
perubahan yang terjadi pada ibu hamil normal. Efek perubahan pada ginjal yaitu juga penebalan dinding
lempeng glomerulus yang mengandung deposit protein pada membrane basalis.

Selain itu terdapat bukti bahwa preeklamsia diawali dengan insfusiensi suplai darah ke plasenta yang
mengakibatkan pelepasan substansi plasenta sehingga menyebabkan disfungsi endotel vaskuler ibu yang
meluas. Pada pasien tersebut, arteriol ibu gagal mengalami adaptasi perubahan yang menyebabkan plasenta
melepaskan berbagai bahan yang memasuki sirkulasi ibudan menyebabkan gangguan fungsi endotel vaskuler,
menurunkan aliran darah ke ginjal, retensi air dan garam berlebihan, dan hipertensi.

Sumber: Fisiologi Guyton dan Patofis Price jilid 2.

1. Proses persalinan normal


Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim
ibu. Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu :
- Kala I : disebut juga kala pembukaan, dimana terjadinya pematangan dan pembukaan serviks
sampai lengkap 10 cm.
Menurut bobak (2004), kala I persalinan dibagi dalam 3 bagian yaitu :
a. Fase persiapan/laten : fase laten merupakan fase pertama yaitu terjadinya pembukaan
(dilatasi), dan penipisan leher rahim dengan pembukaan leher rahim mencapai 3 cm, selain itu
ibu mulai mersakan kontraksi yang jelas, berlangsung selama 30-50 detik dengan jarak 5-20
menit. Semakin bertambah pembukaan leher rahim, maka kontraksi akan makin sering.
Beberapa ibu khususnya yang sensitive mulai merasa sakit, namun beberapa ibu lainnya tidak
merasa sakit sama sekali.
b. Fase aktif : fase ini berlangusng lebih pendek dari fase persiapan. Kegiatan rahim
mulali lebih aktif dan banyak kemajuan yang terjadi idalam waktu singkat. Kontraksi semakin
lama (berlangsung 40-60 detik) kuat dan sering (3-4 menit sekali) pembukaan leher rahim
mencapai 7 cm.
c. Fase transisi :fase ini merupakan fase yang paling melelahkan dan berat, dimana
banyak ibu merasa sakit hebat. Hal ini dikarenakan kontraksi meningkat dan menjadi sangat
kuat 2-3 menit sekali selama 60-90 detik. Pucak kontraksi yang sangat kuat dan lamanya hampir
sama dengan kontraksi itu sendiri. Ibu merasa seolah-olah kontraksi tidak pernah berhenti dan
tidak ada waktu istirahatnya. Pembukaan rahim mecapai 10 cm, 3 cm terakhir sangat epat rata-
rata 15 menit hingga 1 jam.
- Kala II : kala II disebut juga kala pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his
- Kala III : disebut juga kala uri, dimana plasenta lepas dari dinding uterus dan dilahirkan
- Kala IV : dimulai setelah lahirnya plasenta dan lamanya 1-2 jam

Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.

- Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu sehingga serviks menipis
kemudian OUE membuka. Kala I selesai selama kurang lebih 13 jam.
- Pada multigravida, ostium uteri internum dan eksternum sudah sedikit terbuka. Penipisan dan
pendataran seviks terjadi dalam saat yang sama pada pembukaan. Ketuban akan pecah sendiri
ataupun harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap, bila ketuban
pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila
pembukaan serviks uteri lengkap, yang pada primigravida berlangsung selama kurang lebih13 jam
sedangkan pada multigravida kurang lebih 7 jam.

Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui
vagina ke dunia luar. Pembagian partus menurut maturitasnya adalah sebagai berikut.

1. Partus immaturus
Usia antara 20-28 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gram
2. Partus prematurius
Usia antara 28-36 minggu dengan berat janin antara 1000-2500 gram
3. Partus postmaturus (serotinus)
Partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan

PERSALINAN NORMAL

Persalinan normal dibagi menjadi empat kala:


 KALA I
Dimulai sejak awal persalinan sampai pembukaan serviks 10 cm. Awal persalinan ditandai
dengan his yang sudah adekuat (2 kali/10 menit) dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang
bersemu darah (bloody show). Menurut WHO, kala I dibagi menjadi empat fase:
1. Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai pembukaan 3
cm.
2. Fase aktif
Fase aktif dibagi lagi menjadi tiga fase:
a. Akselerasi
Pembukaan 3 cm menjadi 4 cm dalam watu 2 jam.
b. Dilatasi maksimal
Pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm dalam watu 2 jam.
c. Deselerasi
Pembukaan menjadi lambat kembali. Pembukaan 9 cm menjadi 10 cm (lengkap) dalam
waktu 2 jam.

 KALA II
Kala II disebut juga kala pengeluaran janin. Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat,
kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Janin yang sudanh masuk panggul, memberikan tekanan pada
otot-otot panggul sehingga secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa
tekanan kepada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan
anus terbuka. Labia mulai membuka kemudian kepala janin tampak dalam vulva. Bila dasar
panggul sudah lebih berrelaksasi, dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin
segera keluar. Setelah beristirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan. Para
primigravida, kala II berlangsung selama 1,5 jam dan pada multipara selama 0,5 jam.

 KALA III
Kala III disebut juga kala uri. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di
atas pusat. Kira-kira dalam 6 sampai 15 menit, akibat uterus kontraksi maka plasenta lepas dan
kemudian keluar disertai dengan pengeluaran darah.

 KALA IV
Dilakukan selama 2 jam untuk mengamati apakah ada perdarahan postpartum.

Edema pada tungkai bawah adalah gejala yang timbul salah satunya akibat varises vena tungkai bawah
(VVTB). VVTB adalah vena superfisial tungkai bawah yang mengalami dilatasi, pemanjangan, dan
berkelok-kelok dengan fungsi katup yang abnormal. Patofisiologi terjadi VVTB salah satunya terjadi
karena peningkatan tekanan vena profunda. Keadaan yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
vena profunda adalah peningkatan tekanan intra abdomen (keganasan abdominal, ascites, kehamilan).
Cara untuk memeriksa adanya edema adalah dengan menekan dibagian dasar tulang dan tidak akan
kembali ke keadaan semula. Varises pada ibu hamil biasanya dijumpai pada trimester terakhir. Namun,
edema juga merupakan salah satu tanda dari adanya preeklamsia. Jadi, harus dilihat juga gejala-gejala
lain yang mendukung tegaknya diagnosis preeklamsia seperti hipertensi dan proteinuria.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

Adriana, Carina. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Varises Vena Tungkai
Bawah Pada Wanita Usia Produktif. Universitas Diponegoro:Semarang

Fisiologi Hormonal Mulainya Persalinan


Sebab terjadinya partus hingga kini masih merupakan teori-teori kompleks. Beberapa teori yang
paling sering diungkapkan adalah :
a. Penuaan plasenta. Berkaitan dengan penurunan hormon progesterone. Penurunan progesterone
mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus karena progesteron berperan untuk menurunkan
kontraksi uterus.
b. Peningkatan reseptor oksitosin pada akhir kehamilan.
c. Penekanan pada pleksus Frankenhausser. Adanya pembesaran uterus menyebabkan peningkatan
tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser. Bila ganglion tertekan, kontraksi
uterus dapat dibangkitkan.
(Prawirohardjo, 2010)

2. Hipertensi kehamilan
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut :
- Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekana darah yang hanya dijumpai dalam kehamilan sampai
12 minggu pasca persalinan, tidak dijumpai keluhan dan tanda-tanda preeclampsia lainnya.
Diagnose akhir ditegakkan pasca persalinan.
- Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum kehamilan, selama kehamilan
sampai sesudah nifas. Tidak ditemukan keluhan dan tanda-tanda preeclampsia lainnya
- Superimposed preeclampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeclampsia muncul sesudah
kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi kronis.
- Preeclampsia
Preeklampsia ditandai oleh trias preeklampsia yaitu terjadinya tekanan darah paling sedikit 140/90,
proteinuria dengan atau tanpa edema.
Preeklampsia dapat dibagi menjadi :
a. Preeklampsia ringan : tekanan darah ≥160/110 mmHg, tapi <160/110 mmHg dan proteinuria +1,
edema (pembengkakan) terutama tampai pada tungkai, muka, disebabkan ada penumpukan
cairan yang berlebihan di sela-sela jaringan tubuh, tekanan darah tinggi dan dalam air seni
terdapat zat putih telur (pemeriksaan urine dari laboratorium)
b. Preeklampsia berat : tekanan darah >160/90 mmHg, proteinuria ≥ +2, dapat disertai keluhan
subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala, gangguan penglihatan dan oliguria.
Preeklampsia berat terjadi bila ibu dengan preeklampsia ringan tidak dirawat, ditangani dan
diobati dengan benar.
- Eklampsia
Eklampsia adalah kejang pada wanita yang disebabkan oleh hipertensi yang disebabkan kehamilan
(hipertensi gestasional). Ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita ini
menunjukkan preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat kelainan neurologic).
3. Bidang hodge
- Bidang hodge I : bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas simfisis dan
promontorium
- Bidang hodge II : bidang ini sejajar dengan bidang hodge I terletak setinggi bagian bawah simphisis
pubis
- Bidang hodge III : bidang ini sejajar dengan bidang hodege I dan II, terletak setinggi spina ischiadica
kanan dan kiri.
- Bidang hodge IV : bidang ini sejajar dengan bidang hodge I, II, dan III. Terletak setinggi os koksigeus.

Risiko pada wanita yang hamil diusia tua

1.kemungkinan untuk dapat hamil lebih susah apabila wanita sudah berusia diatas 35 tahun ,hal ini
disebabkan oleh kemuingkinan penyakit-penyakit yang diderita wanita terutama yang berhubungan
dengan sistem reproduksi mereka.
2.Wanita yang hamil diatas 35 tahun , mempunyai kemungkinan kehamilan ganda lebih besar dibanding
wanita dibawah usia mereka.

3. Risioko terjadinya preeklamsia dan eklamsia pada wanita usia tua lebih tinggi .Biasanya hal ini terjadi
apabila si ibu mempunyai riwayat diabetes atau tekanan darah tinggi. Preeklamsia dapat menyebabkan
komplikasi seperti seizure,stroke, pembengkakan di tangan dan kaki,protein pada urin dan rusaknya
sistem saraf.

4.Wanita diatas 35 tahun mempunyai risiko misscarriage lebih besar ,sehingga kemungkinan terjadi
abnormalitas pada janin juga lebih besar.Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kematian janin sebelum
waktu dilahirkan.

5.Pada wanita yang hamil tua maka kemungkinan mengalami diabetes gestasional dan tekanan darah
yang tinggi semakin besar.Sehingga ia perlu mengatur pola makan dan aktivitas selama masa kehamilan.

6.Pada wanita usia lanjut,pembentukan ovum lebih sering mengalami gangguan sehingga sering terjadi
kesalahan genetik .Kelainan genetik yang paling sering adalah down syndrome. Risiko anak terlahir
dengan kelainan semakin besar seiring bertambahnya usia.

7.Risiko kesulitan saat melahirkan juga bertambah seiring bertambahnya usia apalagi wanita sedang
mengalami kehamilan yang pertama.Karena jalan lahir belum pernah dilalui sehingga masih sempit
ditambah kemampuan kontraksi uterus menurun, akibatnya dapat terjadi fetal stress. Pada kasus ini
wanita membutuhkan intervensi medis seperti c-section atau forceps.

Menghitung denyut jantung janin (djj)


Denyut jantung janin dapat didengar dengan Laenec (monoscope), Doppler, atau feto–elektro
kardiogram. Selama auskultasi dapat terdengar:
a. janin :
1. djj pada bulan ke 4 – 5
2. bising tali pusat
3. gerakan dan tendangan janin
b. dari ibu
1. bising rahim (uterine souffle)
2. bising aorta
3. peristaltik usus
Secara normal denyut jantung janin adalah 120-160 x/menit.
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

His (kontraksi) adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah
fundus uteri pada daerah di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut
didapat dari pacemaker yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. Resultan efek gaya kontraksi
tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis yang
membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar. His daat terjadi sebagai akibat dari :

1. Kerja horon oksitosin


2. Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
3. Rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi

Kontraksi rahi dikatakan baik dan ideal apabila :

1. Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus


2. Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
3. Terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi
4. Terdapat retraksi otot-otot korpus uterine setiap sesudah his
5. Serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot, akan
tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar
(cervical effaceent). Ostium uterine eksternum dan internum pun akan terbuka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya nyeri saat kontraksi rahim berlangsung adalah :

1. Iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus hipogastrikus
diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri
2. Peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi rangsangan
nyeri
3. Keadaan mental pasien
4. Prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress

Perdarahan antepartum merupakan perdarahan yang terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan
tua. Abortus merupakan perdarahan pada kehamilan muda. HAP (Haemorraghic Ante Partum)
biasanya : 3% dari persalinan dan 28,3% kematian perinatal.

Pedarahan antepartum biasanya di batasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28
Minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 28 Minggu.
Perdarahan setelah kehamilan 28 Minggu biasanya lebih banyak & lebih berbahaya dari pada sebelum
kehamilan 28 Minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan berbeda.

Kehamilan < 28 Minggu → Abortus

> 28 Minggu → Perdarahan antepartum

Penyebab perdarahan antepartum


1. Kelainan Plasenta
2. Kelainan Serviks
3. Kelainan Vagina
Solusio Placenta Placenta Previa
Perdarahan Merah tua s/d coklat hitam Merah segar
Terus menerus Berulang
Disertai nyeri Tidak nyeri
Uterus Tegang, bagian janin tak teraba Tak tegang
Nyeri tekan Tak nyeri tekan
Syok/anemia Lebih sering Jarang
Tidak sesuai dengan jumlah darah Sesuai dengan jumlah darah yang
yang keluar keluar
Fetus 40% fetus sudah mati Biasanya fetus hidup
Tidak disertai kelainan letak Disertai kelainan letak
Pemeriksaan Ketuban menonjol walaupun Teraba plasenta atau perabaan
dalam tidak khas fornik ada bantalan antara bagian
janin dengan jari pemeriksaan
Diagnosis : Solusio Plasenta

1. APGAR score
1. Skor Apgar
- Skor Apgar merupakan kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi baru lahir. Kriteria
ini berguna karena berhubungan erat dengan perubahan keseimbangan asam-basa pada
bayi. Di samping itu dapat pula memberikan gambaran beratnya perubahan
kardiovaskular yang ditemukan.
- Penilaian secara Apgar ini juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan mortalitas
dan morbiditas bayi baru lahir. Cara ini dianggap paling ideal dan telah banyak
digunakan dimana-mana.
- Patokan klinis yang dinilai ialah: (1) menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha
bernafas, (3) menilai tonus otot, (4) menilai refleks rangsangan, (5) memperhatikan
warna kulit.
- Setiap kriteria diberi angka tertentu, dan biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir
lengkap, yaitu saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan
pengisapan lendir dengan sempurna.
- Skor Apgar satu menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali
sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi.
- Skor Apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai
korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal 
Tabel Skor Apgar
Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada <100/menit >100/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan ekstremitas
ekstremitas biru kemerahan
- Pada bayi dengan asfiksia berat, untuk mempersingkat waktu, penilaian dilakukan secara
cepat dengan (1) menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba xifisternum atau a.
umbilicalis dan menentukan apakah jumlahnya lebih atau kurang dari 100/menit, (2)
menilai tonus otot apakah baik/buruk, (3) melihat warna kulit
- Asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam
a. Vigorous baby’. Skor Apgar 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
b. ‘Mild-moderate asphyxia’ (asfiksia sedang). Skor Apgar 4-6. Pada pemeriksaan fisis
akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
c. (a) Asfiksia berat. Skor Apgar 0-3. Pada pemeriksaan  fisis ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang
pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
(b) Asfiksia berat dengan henti jantung. Henti jantung ialah keadaan (1) bunyi jantung
fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung
bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan
yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.

Hassan R., Alatas H. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FKUI. pp: 1076-7

2. Pengertian Pembukaan serviks


Pembukaan serviks adalah ukuran diameter leher rahim yang teregang. Ini melengkapi pendataran, dan biasanya
merupakan indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap pertama kerja.

3. Jenis pre eklampsia


Preeklamsia
Klasifikasi
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan (Mochtar, 1998):
a. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah terlentang/tidur berbaring, atau
kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
- Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu.
- Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada urin kateter atau midstream
b. Pre-eklampsi berat:
- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
- Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
- Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
- Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium
- Ada edema paru dan sianosis

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2 Jilid 1. Jakarta: EGC.

4. Waktu yang dibutuhkan tiap-tiap kala dalam persalinan


Lamanya persalinan pada primi dan multi adalah (Mochtar, 1998):
Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam
Kala II 1 jam 30 menit
Kala III 30 menit 15 menit
Lama persalinan 14 jam 30 menit 7 jam 45 menit

5. Mengapa pasien mengeluarkan darah per vaginam berwarna hitam?Pada trisemester III

Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervaginam setelah 29 minggu kehamilan
atau lebih. Insidennya kurang lebih 3% (Yoseph, 1996).
Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya dibandingkan perdarahan pada umur kehamilan kurang dari
28 minggu karena biasanya disebabkan faktor plasenta; perdarahan dan plasenta biasanya hebat dan
mengganggu sirkulasi O2, CO2, dan nutrisi dari ibu ke janin (Yoseph, 1996).
Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta; penyebab lainnya biasanya
berasal dari lesi lokat pada vagina/servik. Pemeriksaan dalam merupakan kontra indikasi kecuali dilakukan di
kamar operasi dengan perlindungan infus atau tranfusi darah. USG sebagai pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan untuk membantu diagnosis. Bila plasenta previa dapat disingkirkan dengan pemeriksaan USG dan
pemeriksaan dengan spekutum dapat menyingkirkan kelainan tokal pada servik/vagina maka kemungkinan
sotusio ptasenta harus dipikirkan dan dipersiapkan penanganannya dengan seksama (Yoseph, 1996).
Penyebab perdarahan antepartum (Yoseph, 1996):
1. Solusio placenta (30%)
2. Placenta previa (32%)
3. Vasa previa (0,1%)
4. Inpartu biasa (10%)
5. Kelainan local (4%)
6. Tidak diketahui sebabnya (23,9%)
Perbedaan solusio placenta dan placenta previa (Yoseph, 1996):
Solusio Placenta Placenta Previa
Perdarahan Merah tua s/d coklat hitam Merah segar
Terus menerus Berulang
Disertai nyeri Tidak nyeri
Uterus Tegang, bagian janin tak teraba Tak tegang
Nyeri tekan Tak nyeri tekan
Syok/anemia Lebih sering Jarang
Tidak sesuai dengan jumlah darah Sesuai dengan jumlah darah yang keluar
yang keluar
Fetus 40% fetus sudah mati Biasanya fetus hidup
Tidak disertai kelainan letak Disertai kelainan letak
Pemeriksaan dalam Ketuban menonjol walaupun tidak Teraba plasenta atau perabaan fornik
khas ada bantalan antara bagian janin
dengan jari pemeriksaan

Yoseph. 1996. Perdarahan Selama Kehamilan dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996.

Hal yang dinilai pada Skor Apgar adalah :

Appearance (warna kulit)
0 : Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat
1 : Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan
2 : Warna kulit seluruh tubuh normal
Pulse (denyut jantung)
0 : Denyut jantung tidak ada
1 : Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit
2 : Denyut jantung lebih atau diatas 100 kali per menit
Grimace (respon refleks)
0 : Tidak ada respon terhadap stimulasi
1 : Wajah meringis saat distimulasi
2 : Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi
Activity (tonus otot)
0 : Lemah, tidak ada gerakan
1 : Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan
2 : Bergerak aktif dan spontan
Respiration (pernapasan)
0 : Tidak bernapas
1 : Menangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur
2 : Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur

Kelima hal diatas dinilai kemudian dijumlahkan.

- Jika jumlah skor berkisar di 7 – 10 pada menit pertama, bayi dianggap normal.

- Jika jumlah skor berkisar 4 – 6 pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan
lendir yang menyumbat jalan napas dengan suction, atau pemberian oksigen untuk membantunya bernapas.
Biasanya jika tindakan ini berhasil, keadaan bayi akan membaik (KidsHealth,2004) dan Skor Apgar pada menit
kelima akan naik.

- Jika nilai skor Apgar antara 0 – 3, diperlukan tindakan medis yang lebih intensif lagi.

Perlu diketahui, Skor Apgar hanyalah sebuah tes yang didisain untuk menilai keadaan bayi secara menyeluruh,
sehingga dapat ditentukan secara cepat apakah seorang bayi memerlukan tindakan medis segera. Skor Apgar
bukanlah patokan untuk memperkirakan kesehatan dan kecerdasan bayi dimasa yang akan datang
(KidsHealth,2004).

Lima kriteria Skor apgar:

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim

warna kulit tubuh normal merah


warna kulit tubuh, tangan, dan kaki
muda, Appearanc
Warna kulit seluruhnya biru normal merah muda, tidak
tetapi tangan dan kaki kebiruan e
ada sianosis
(akrosianosis)
Denyut jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse

Respons reflek tidak ada respons meringis/menangis lemah ketika meringis/bersin/batuk saat


Grimace
s terhadap stimulasi distimulasi stimulasi saluran napas

Tonus otot lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif Activity

menangis kuat, pernapasan baik


Pernapasan tidak ada lemah atau tidak teratur Respiration
dan teratur

Interpretasi skor[sunting | sunting sumber]


Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi jika skor masih
rendah.

Jumlah sko
Interpretasi Catatan[3]
r

7-10 Bayi normal

Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas,
4-6 Agak rendah
atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas.

Sangat renda
0-3 Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif
h

Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan
perhatian medis lebih lanjut[4] tetapi belum tentu mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang,
khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes
berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami
kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian,
tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan
penanganan medis segera; dantidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi
tersebut.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29712/4/Chapter%20II.pdf

Manuever Leopord
Leopord 1 : palpasi pada fundus uteri untuk menentukan bagian apa yang terletak pada sebelah atas uterus.
Kepala akan teraba keras, bulat, dan dapat digerakkan dari satu sisi ke sisi lainnya. Posisi kepala pada fundus
uteri menunjukkan presentasi sungsang.

Leopord 2 : palpasi ke arah bawah pada kedua sisi uterus. Bersisi lembut dan panjang menandakan punggung
janin sedangkan gumpalan yang dapat bergerak menandakan kaki dan tangan janin.

Leopord 3 : letakkan satu tangan di atas simfisis pubis dan rasakan bagian presentasi. Bila kepala belum turun
maka dapat teraba di atas simfisis pubis.

Leopord 4 : berbalik dan menghadap ke kaki pasien. Untuk membuktikan presentasi kepala, tekan ke bawah
pada kedua sisi uterus, sekitar dua inchi di atas simfisis pubis. Manuever ini untuk meraba kening bayi, dimana
seharusnya terletak pada sisi yang berlawanan dari tempat punggung teraba.

http://books.google.co.id/books?
id=dpdF9nPItewC&pg=PA146&dq=cara+melakukan+manuver+leopold&hl=id&sa=X&ei=iNAbU_yLMYTBrAfI9oG
wCg&redir_esc=y#v=onepage&q=cara%20melakukan%20manuver%20leopold&f=false

1. Apa hubungan edema pada tungkai bawah dengan kehamilan?

Hubungan edema tungkai bawah dengan kehamilan


Edema pada tungkai bawah pasien dapat menjadi gejala pada berbagai jenis penyakit, misalnya
pre-eklampsia, gagal jantung kanan, dan sebagainya. Pada gagal jantung kanan, edema terjadi karena
naiknya tekanan hidrostatik akibat atrium kanan tidak sanggup lagi mengkompensasi input darah ke
jantung. Pada pre-eklampsia dan eklampsia, edema terjadi karena peningkatan permeabilitas membran
sel yang menyebabkan terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang intertisial sehingga
protein serum total, perbandingan albumin globulin, dan tekanan osmotik plasma menurun dan
menyebabkan edema pada tungkai bawah, muka serta penembahan berat badan yang pesat.
Kaki Bengkak dalam kehamilan disebut juga edema dalam kehamilan. Ini akibat penumpukan
cairan yang berlebihan dalam jaringan tubuh. Edema dalam jumlah tertentu masih normal, karena
kehamilan memang mengakibatkan retensi/terkumpulnya cairan pada tubuh.
Juga akibat perubahan2 kimia pada darah (perubahan tekanan osmotik), sehingga cairan
berpindah dari dalam pembuluh darah ke dalam jaringan tubuh. Akibat tekanan pembesaran uterus
terhadap pembuluh darah vena di rongga perut dan rahim bisa membendung aliran darah balik sehingga
juga menyebabkan edema pada daerah tungkai bawah.
Edema terjadi timbul terutama di sore hari/malam pada daerah kaki dan tumit. Hal-hal yang
dapat mencetuskan edema antara lain :
 Kekurangan kalium
 Kelebihan natrium (garam)
 Mengkonsumsi kafein dalam jumlah banyak
 Beraktifitas sepanjang hari
 Berdiri alam
 Udara panas
 Kurang minum air
Edema yang ringan biasa ditemukan selama kehamilan terutama di daerah tangan dan kaki. Jika
terdapat edema yang berlebihan pada daerah muka, kaki dan kelopak mata, maka edema ini sudah nggak
normal lagi. Bisa saja ini merupakan gejala pre-eklampsia.
2. Fisiologi persalinan 
Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan (Mochtar, 1998):
1.  Teori penurunan hormon: 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar
hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos
rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar
progesteron turun.
2.  Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron
yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
3.  Teori distensi rahim: rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemia
otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenter.
4.  Teori iritasi mekanik: di belakang serviks terletak ganglion servikale (pleksus
Frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan
timbul kontraksi uterus.
5.  Induksi partus (induction of labor), dengan jalan: gagang laminaria (berupa laminaria
dimasukkan ke dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus Frankenhauser),
amniotomi (pemecahan ketuban), oksitoria drips (pemberian oksitosin menurut tetesan per
infus).
3. Pre eklampsia dan eklampsia

Preeclampsia dan eclampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin, dan masa
nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuri, dan edema; yang kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi
sebelumnya (Mochtar, 1998).
Klasifikasi
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan (Mochtar, 1998):
a. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah terlentang/tidur
berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau
lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam.
- Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu.
- Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada urin kateter atau
midstream
b. Pre-eklampsi berat:
- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
- Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
- Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
- Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium
- Ada edema paru dan sianosis

Eklamsi dalam bahasa Yunani berarti “halilintar”, karena serangan kejang-kejang timbul tiba-
tiba seperti petir. Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma.
Menurut saat timbulnya dibagi dalam 1) eklamsi gravidarum (50%); 2) eklamsi parturien (40%); 3)
eklamsi puerperium (10%) (Mochtar, 1998).
Gejala-gejala eklamsi :
Biasanya didahului oleh gejala dan tanda pre-eklamsi berat. Serangan eklamsi biasanya dibagi
menjadi 4 tingkat (Mochtar, 1998):
1. Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan
kanan atau kiri yang berlangsung kira-kira 30 detik.
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke
dalam, pemafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung
kira-kira 20-30 detik.
3. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut terbuka dan
menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan
sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
4. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara
kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya wanita tetap dalam keadaan koma. Selama serangan
tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40°C.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan (Mochtar, 1998):
- Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema hipertensi dan timbul
proteinuria.
- Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium; gangguan visus : penglihatan
kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
- Gangguan serebral lainnya : oyong, refleks tinggi dan tidak tenang.
- Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meninggi, dan proteinuria pada pemeriksaan
laboraturium.

a. Patofisiologi
b. Tatalaksana

Penatalaksanaan (Mochtar, 1998)


a. Pencegahan
- Pemeriksaan antenatal teratur dan bermutu serta teliti, mengenal tanda-tanda sedini mungkin
(pre-eklampsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi
lebih berat.
- Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsi kalau ada faktor-faktor
predisposisi.
- Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, dan pentingnya mengatur
diit rendah garam, lemak, karbohidrat; tinggi protein dan menjaga kenaikan berat badan yang
berlebihan.
b. Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah:
- Untuk mencegah terjadinya pre-eklampsi dan eklampsi.
- Hendaknya janin lahir hidup.
- Trauma pada janin seminimal mungkin.
c. Penatalaksanaan Pre-eklamsi ringan
Pengobatan preeklampsia ringan adalah simtiomatis, selain rawat inap penderita dapat dirawat
jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu (Mochtar, 1998)
Penanganan rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat di tempat tidur, diet rendah
garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari, atau tablet fenobarbital 30
mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak
begitu bermanfaat bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat.
Dengan cara di atas biasanya pre-eklampsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat dipulangkan
dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa (Mochtar, 1998).
Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap. Monitor keadaan janin : kadar estriol
urin, amnioskopik dan ultrasografi dan sebagainya. Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan
induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas (Mochtar, 1998).

d. Penatalaksanaan Pre-eklamsi berat


Pre-eklampsi berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu (Mochtar, 1998):
1. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan
rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:
a. berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian disusul dengan
injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontra-indikasi).
b. Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi
selama 24 jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan (kecuali jika ada kontra-indikasi).
c. Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan berat badan seperti
pre-eklampsi ringan sambil mengawasi timbul lagi gejala.
d. Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan : induksi partus
atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
e. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka
penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.

Pre-eklampsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu (Mochtar, 1998):


1. Penderita di rawat inap
a. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
b. Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
c. Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler 4 gr
bokong kanan dan 4 g bokong kiri
d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
e. Syarat pemberian MgSo4 adalah : refleks patela (+); diurese 100 cc dalam 4 jam yang
lalu; respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsiumg lukonas 10%a
mpul 10 cc.
f. Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
2. Berikan obat antihipertensif : injeksi katapres 1 ampul i.m dan selanjutnya dapat diberikan
tablet katapres 3 kali setengah tablet atau 2 kali setengah tablet sehari.
3. Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung
kongestif. Untuk itu dapat disuntikkan 1 ampul intravena lasix.
4. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau
tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam
infus tetes.
5. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forseps, jadi wanita dilarang
mengedan.
6. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi perdarahan disebabkan atonia uteri.
7. Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontraindikasi, diteruskan dosis 4 gr setiap 4
jam dalam 24 jampostpartum.
8. Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio cesaria.
c. Komplikasi

4. Bagaiman hubungan sterilisasi alat dengan persalinan? 


Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lainnya dalam asuhan
selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap asepek
asuhan untuk me,indungi ibu, bayi baru lahir,keluarga,penolong persalinan, dan tenaga
kesehtan lainnya dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh
bakteri,virus, dan jamur. Juga upaya-upaya untuk menurunkan risiko terjangkit atau
terinfeksi mikroorganisme yang menimnulkan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga
kini belum ditemukan cara pengobatannya, seperti hepatitis dan HIV/AIDs.
Tindakan pencegahan infeksi :
a. Asepsis atau teknik aseptic
Semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya organism eke dalam tubuh
yang mungkin akan menyebabkan infeksi
b. Antiseptic
Mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya
Larutan yang sering digunakna :
1) Alcohol(60-90%)
2) Sterimid berbagai konsentrasi : savlon
3) Klorheksidini glukonat (4%) : hibiscrub,hibitane,hibiclen
4) Heksaklorofen (3%) : phisohex
5) Paraklorometaksilenol : Dettol
6) Iodine
7) Iodofor, berbagai konsentrasi : betadine
c. Dekontaminasi
Untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda
yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Perlatan medis, sarung tangan, dan
permukaan (seperti meja pemeriksaan)harus didekontaminasikan segera setelah terpapar
darah atau cairan tubuh/ larutan yang digunakan adalah klorin 0,5% selama 10 menit
d. Mencuci dan membilas
Untuk menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau benda asing dari kulit atau
instrumen.
e. Desinfeksi
Untuk menghilangkan hamper semua mikroorganisme penybab pnyakit pada benda-
benda mati atau instrument. Larutan yang digunkan adalah klorin 0,5 %.
f. Desinfeksi tingkat tinggi(DTT)
Dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali spora bakteri dengan
cara :
1) Perebusan dalam air mendidih selama 20 menit
2) Klorin 0,5 % selama 20 menit atau glutaraldehid 2 %(cydex)
g. Sterilisasi
Untuk menghilangkan semua mikroorganis (bakteri,jamur,parasite, dan virus) termasuk
endospore bakteri pada benda-benda mati atau instrument

5. Bagaimana ciri- ciri persalinan yang butuh intervensi?


Persalinan yang tidak memenuhi kriteria persalinan normal. Kriteri persalinan normal ???)
a. proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)
b. lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam,
tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin

4 penyebab utama kasus kegawatdaruratan obstetric :

a. perdarahan
dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak,merembes,profus, sampai syok
b. infeksi dan sepsis
dapat bermanifestasi mulai dari pengeluaran cairan pervaginam yang berbau,air ketuban
hijau,demam, sampai syok
c. hipertensi dan preeclampsia/eklampsia
dapat bermanifestai mulai dari keluhan sakit/pusing kepala, bengkak, penglihatan kabur,
kejang-kejang, sampai koma/pingsan/tidak sadar
d. persalinan macet(distosia)
apabila kemjuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batasa waktu yang normal,
tetapi kasus persalinan macet ini dapat merupakan manifestasi rupture uteri
e. kasus kegawatdaruratan yang lain, bermanifestasi klinik dengan penyebabnya

6. Bagaimana penggunaan lembar partograf?


Partograf digunakan untuk
a. Semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sampai dengan kelahiran bayi,
sebagai elemen penting asuhan persalinan
b. Semua tempat pelayanan persalinan(rumah,puskesmas,klinik bidan swasta, rumah
sakit, dan lain-lain)
c. Semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu salaam persalinan
dan kelahiran

Cara pengisian halaman partograf :

a. Informasi tentang ibu


Lengkapi bagian awal atas paragraph secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan.
Waktu kedatangan(tertulis: “jam” pada paragraph) dan perhatikan kemungkinan ibu
datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban
b. Kesehatan dan kenyamanan janin
Kolom,lajur, dan skala angka pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung
janin(DJJ),a ir ketuban dan penyusupan tulang kepala janin
1) Denyut jantung janin
Dinilai dan dicatat setiap 30 menit(lebih sering jika terdapat tanda-tanda gawat
janin). Setiap kotak pada bagian ini menunjukkan waktu 30 menit, skala angka di
sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. …..
2) Warna dana danya air ketuban
3) Molase (penyusupan tulang kepala janin)
c. Kemajuan persalinan
d. Jam dan waktu
e. Kontraksi uterus
f. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
7. Apa pengaruh lamanya persalinan pada ibu dan janin?
Persalinan lama, disebut juga distosia, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/ sulit.
Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan:
a. Kelainan tenaga(kelainan his)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada
jalan lahir ang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga
persalianan mengalami hambatan atau kemacetan
b. Kelainan janin
Persalinan dpaat mengalami gangguan atau kemacetan Karen kelainan dalam letak atau
dalam bentuk janin
c. Kelainan jalan lahir
Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan
atau menyebabkan kemacetan

Dampak persalinan lama pada ibu-janin


a. Infeksi intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinya pada partus
lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnin
menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga
terjadi bacteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.
Pemeriksan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke
dalam uterus, pemeriksaan ini harus diabatasi selama persalinan, terutama
apabila dicurigasi terjadi persalinan lama
b. Rupture uteri
Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar
sehingga kepala tidak cakap (enganged) dan tidak terjadi penurunan, segmen
bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian menyebabkan rupture. Pada
kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai
sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisis
dan umbilicus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasi persalinan perabdominan
segera.
c. Cincin retraksi patologis
Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan
cincin retraksi normal yang berlebihan, timbul akibat persalinan yang terhmabat,
disertai peregangan dan penipisam berlebihan segmen bawah uterus.
d. Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi tidak maju
untuk jngaka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak diantaranya
dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karen gangguan
sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah
kemudian melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau
rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekan ini pada persalinan kala dua
berkepanjangan.
e. Cedera otot-otot dasar panggul
Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta
tekanan ke bawah akibat akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan
dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsinal dan anatomic
otot, saraf, dan jaringan ikat.
f. Efek pada janin
Apabila panggul sempit dan juga terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus,
risiko janin dan ibu akan muncul, infeksi intrapartum bukan saja merupakan penyulit
yang serius pada ibu, tetapi juga merupkan penyebab penting kematian janin dan
neonates. Hal ini disebabkan bakteri di dalam cairan amnion menembus selapus
amnion dan mneginvasi desidua serta pembuluh korion, sehingga terjadi bakterimia
pada ibu dan janin. Pneumonia janin, akibat cairan amnion terinfeksi adalah
konsekuensi serius lainnya.
g. Kaput suksedanum
Merupakan benjolan atau pembengkakan karena adanya timbunan getah bening di
kepala(yang terjadi pada bayi baru lahir).
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksesdaneum yang
besar di bagian terbawah janin.
h. Molase(penyusupan) kepala janin
Tulang kepala yang sampai menyusup atau tumpang tindig menunjukkan kemungkinan
adanya disproporsi tulang panggung ( CPD ). Ketidak kemampuan akomodasi akan benar –
benar terjadijika tulang kepala yang bisa menyusup tidak mampu dipisahkan

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling tumpang
tindih satu sama lain di sutura-sutura yang besar, suatu proses yang disebut
molase(molding moulage).

.lambang – lambang dalam mollase :


• 0 : tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dipalpasi
• 1 : tulang – tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
• 2 : tulang –tulang kepalajanin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan
• 3 : tulang – tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.
c. Kemajuan Persalinan
Untuk menilai kemajuan persalinandilakukan pemeriksaan setiap 4 jam sekali.kolom dan
lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan.
1) Pembukaan Servik
2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
3) Garis waspada atau garis bertindak

Anda mungkin juga menyukai