Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ABRUPTIO PLASENTA

KEPERAWATAN MATERNITAS II

Disusun Oleh :

Kelompok 5 Reguler A 2021

Putri Permata Ayu Hastuti Praistika Jati 04021182126008

Nyoman Rintan 04021182126009

Maura Ailsyah 04021182126011

Ririn Riza Fadillah 04021182126012

Zainab Kharima Rahmanisa 04021282126029

Adelia Indriyani 04021282126043

Dosen Pengampu :

Ns. Jum Natosba, M.Kep., Sp. Kep. Mat

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERITAS SRIWIJAYA

2023
A. Definisi Abruptio Plasenta
Abruption placenta atau disebut solusio plasenta / ablasia placenta merupakan terlepasnya
sebagian atau seluruh plasenta dari lapisan uterus sebelum persalinan terjadi (Malia, 2023).
Menurut Mansjoer (2001) Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi
normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. Abruption
placenta adalah Pemisahan sebagian/ seluruh plasenta normal yang menempel di uterus.
Pemisahan terjadi di daerah desidua basalis setelah 20 mgg kehamilan dan sebelum
kelahiran bayi. (Lowdermik, 2013). Abruption placenta adalah terlepasnya plasenta yang
letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir, dengan masa kehamilan 22 minggu
sampai 28 minggu / berat janin di atas 500 gr. Kondisi ini dalam keadaan kehamilan viable,
dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri)
terkelupas atau terlepas sebelum kala III. (Achadiat,2013). Kondisi abruptio plasenta ini
ditandai oleh beberapa peristiwa seperti perdarahan di Miss V, nyeri rahim, kontraksi yang
berlangsung cepat, sakit perut, dan abnormalitas detak jantung janin. Setiap perdarahan
yang berlangsung di Miss V pada trimester ketiga harus didiskusikan dengan dokter.
Pasalnya, kondisi ini bisa diakibatkan oleh hal lain berupa plasenta previa, yaitu sebagian
atau keseluruhan plasenta menutupi mulut rahim. Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa abruptio plasenta adalah terpisahnya sebagian/ seluruh plasenta normal
yang menempel di uterus yang sering terjadi pada usia kehamilan 22-28 minggu yang
terkelupas atau terlepas sebelum kala III.

B. Etiologi Abruptio Plasenta


Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi :
a. Faktor kardiovaskuler, Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma
preeklamsia dan eklamsia.
b. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain : Dekompresi uterus pada hidramnion dan gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan. Trauma langsung, seperti jatuh, kena
tendang, dan lain-lain.
c. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara.
d. Faktor usia ibu
Dalam penelitian dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta
sejalan dengan meningkatnya umur ibu, Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun.
e. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat Menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
f. Faktor penggunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta
g. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai
dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari  Pada ibu yang
perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikro sirkulasinya.
h. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
i. Riwayat Solusio plasenta sebelumnya

C. Klasifikasi Abruptio Plasenta


Dalam kondisi klinis, solusio plasenta dibagi kedalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas yaitu solusio plasenta ringan
solusio plasenta sedang dan solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan biasanya baru
diketahui setelah plasenta lahir dengan adanya hematoma yang tidak luas pada permukaan
Maternal atau ada ruptur sinus marginalis. Pembagian secara klinik ini baru definitif Bila
ditinjau retrospektif karena solusio plasenta sifatnya berlangsung progresif yang berarti
solusio plasenta yang ringan bisa berkembang menjadi lebih berat dari waktu ke waktu.
Keadaan umum penderita bisa menjadi buruk apabila perdarahannya cukup banyak Pada
kategori concealed hemorrhage (chalik, 2011).
1. Solusio Plasenta Ringan
Pada tingkat ini, luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang
menyebutnya kurang 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250
ml. Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid, bervariasi dari sedikit
sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari
plasenta previa, kecuali warna darah yang kebiruan dan komplikasi terhadap ibu dan
janin belum ada terjadi. Gejalanya mungkin ringan, seperti perdarahan vaginal atau
nyeri perut yang dapat diatasi.
2. Solusio Plasenta Sedang
Pada tingkat ini, luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25% tetapi belum mencapai
separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum
mencapai 1000 ml. Umumnya pertumpahan darah terjadi keluar dan dalam bersama-
sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri pada perut yang terus-
menerus denyut jantung janin cepat hipotensi dan takikardi . pelepasan plasenta lebih
signifikan dan menyebabkan beberapa gejala seperti perdarahan vaginal atau nyeri
perut yang lebih hebat, dan mungkin perubahan pada denyut jantung janin.
3. Solusio Plasenta Berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50% dan jumlah darah yang keluar setelah
mencapai 1000 ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi keluar dan kedalam
bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik jelas, keadaan umum penderita
buruk, disertai syok dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi
koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada. Tingkat ini
merupakan tingkat yang paling serius dimana plasenta terlepas sepenuhnya dari dinding
rahim. Gejalanya meliputi perdarahan hebat, nyeri perut yang sangat parah dan dapat
mengancam nyawa ibu dan bayi.
D. WOC Abruptio Plasenta
E. Penatalaksanaan Medis Abruptio Plasenta
Penatalaksanaan abrupsio plasenta bergantung pada stabil tidaknya kondisi ibu. Jika stabil,
maka usia gestasi dan kondisi janin juga perlu dievaluasi. Prinsip penatalaksanaan abrupsio
plasenta adalah dengan terminasi kelahiran secepatnya, transfusi darah, analgesik adekuat,
dan monitor kondisi maternal yang diikuti dengan monitor kondisi janin
Manajemen Awal
Manajemen awal pada pasien abrupsio plasenta adalah untuk menstabilkan dan memantau
kondisi ibu. Stabilisasi ini mungkin memerlukan tindakan evakuasi bayi secepatnya.
Berikut ini merupakan manajemen awal pasien:
1. Pemasangan akses intravena.
2. Pemasangan dua jalur intravena ukuran besar pada pasien abrupsio plasenta sedang
sampai berat, yaitu dengan tanda gangguan hemodinamik ibu dan/atau bayi,
hipertonisitas uterus, dan koagulopati
3. Resusitasi menggunakan cairan kristaloid
4. Jenis cairan yang disarankan adalah ringer laktat 2 liter dengan memantau urine output
30 mL/jam
5. Kemudian transfusi darah atau penggantian faktor-faktor darah dapat diberikan sesuai
protokol transfusi darah
6. Pemeriksaan darah, seperti darah komplit dan studi koagulasi
7. Pemeriksaan golongan darah dan rhesus
8. Monitor status hemodinamik pasien, seperti tekanan darah, nadi, dan balans cairan
9. Pemberian oksigen dengan nasal kanul
10. Pemberian imunoglobulin Rho(D) pada ibu dengan Rhesus negative

Transfusi darah dapat dilakukan sesuai dengan estimasi hilangnya darah dan tanda vital.
Pemberian fresh frozen plasma (FFP) diberikan apabila terdapat tanda-tanda DIC. Kadar
hemoglobin lebih dari 10 g/dL, hematokrit lebih dari 30%, jumlah platelet ≥ 75.000/µL,
fibrinogen ≥ 100 mg/dL, dan PT dan APTT kurang dari 1,5 kali dari kontrol digunakan
sebagai target terapi. Pemberian antifibrinolitik, seperti asam traneksamat, juga disarankan
pada onset perdarahan 3 jam.

F. Pemeriksaan Penunjang Abruptio Plasenta


Sampai sekarang tidak terdapat pemeriksaan penunjang yang dapat secara pasti
mendiagnosis abrupsio plasenta. Walau demikian, pemeriksaan penunjang pada pasien
abrupsio plasenta dapat membantu klinisi dalam menentukan penanganan pasien dan
menyingkirkan diagnosis banding
Tes Laboratorium :
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan komplit rutin dilakukan pada seluruh pasien abrupsio plasenta.
Penurunan hemoglobin dan hematokrit akan terlihat pada pasien abrupsio plasenta.
2. Tes Koagulasi
Pemeriksaan studi koagulasi, terutama pemeriksaan fibrinogen, prothrombin time (PT)
dan activated partial thromboplastin time (APTT), dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya gangguan hemostasis. Komplikasi disseminated intravascular coagulation
(DIC) umumnya memiliki tanda penurunan fibrinogen dan pemanjangan PT dan
APTT. Fibrinogen ≤ 200 mg/dL dapat menunjukkan adanya perdarahan postpartum
berat yang membutuhkan transfusi cepat
3. Tes Kleihauer-Betke
Pemeriksaan untuk mendeteksi sel darah janin pada sirkulasi maternal. Pemeriksaan
ini cukup penting pada pasien dengan Rhesus negatif dikarenakan apabila terdapat
darah janin dalam sirkulasi maternal maka dapat menyebabkan isoimunisasi. Tes ini
juga berfungsi untuk membantu klinisi untuk menentukan terapi imunoglobulin Rh(D)
untuk mencegah isoimunisasi pada pasien
4. Kardiotokografi
Pemeriksaan continuous cardiotocography (CTG) dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya gawat janin, yang ditandai dengan bradikardia memanjang, penurunan
variabilitas, dan deselerasi lambat.
5. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) tidak bermanfaat untuk diagnosis abrupsio plasenta
karena tingkat akurasi yang rendah. Walau demikian, ultrasonografi dapat bermanfaat
untuk menilai perdarahan yang terjadi, serta menyingkirkan diagnosis banding,
misalnya plasenta previa.

G. Komplikasi Abruptio Plasenta


Komplikasi Abruptio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya abruptio plasenta berlangsung. Komplikasi yang
dapat terjadi :
1. Syok Perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada abruptio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuat untukmenghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan
adanya kelainan pada pembekuan darah.
2. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita abruptio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang
terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih
dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena
syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis
tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat
diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada
abruptio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang
hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin
menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
3. Kelainan Pembekuan Darah
Kelainan pembekuan darah pada abruptio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan
ialah 450mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang
dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
4. Apoplexi Uteroplacenta (Uterus Couvelaire)
Pada abruptio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahimdan di bawah
perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru
atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat
atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan
perdarahan.
5. Prognosis
Abruptio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih
buruk lagi bagi janin. Abruptio plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik
bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Abruptio
plasenta sedangmempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya
karena morbiditas ibuyang lebih berat. Abruptio plasenta berat mempunyai prognosis
paling buruk terhadap ibulebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang
demikian janin telah mati danmortalitas maternal meningkat akibat salah satu
komplikasi. Pada abruptio plasenta sedang danberat prognosisnya juga tergantung pada
kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang
banyak dengan segera dan terminasi kehamilan tepatwaktu sangat menurunkan
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal

H. Kemungkinan Rencana Keperawatan Yang Keluar Pada Kasus Abruptio Plasenta


No Diagnosis Keperawatan
1. D.0077 Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. D.0009 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hipovolemi
3. D.0142 Risiko Infeksi dibuktikan dengan trauma jaringan
4. D.0080 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan yang mengenai
efek dan perdarahan memanajemennya, kesehatan janin
5. D.0008 Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perdarahan dalam
jumlah berlebih
6. D.0023 Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan dan
kehilangan cairan aktif
7. D.0040 Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan efek tindakan medis
dan diagnostik
8. D.0138 Risiko Cedera Pada Janin dibuktikan dengan Kecemasan yang
berlebihan tentang proses persalinan

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervesi Keperawatan


Keperawatan
1. D.0077 Nyeri Setelah dilakukan I.08238 Manajemen nyeri
Akut intervensi
berhubungan keperawatan, Definisi
dengan agen diharapkan tingkat
Mengidentifikasi dan mengelola
injuri fisik nyeri menurun
pengalaman sensorik atau
dengan kriteria
emosional yang berkaitan dengan
hasil: kerusakan jaringan atau fungsional

a. Keluhan nyeri dengan onset mendadak atau lambat

menurun dan berintesitas ringan hingga berat

b. Meringis
menurun Tindakan

c. Sikap protektif Observasi

menurun a) Lokasi, karakteristik, durasi,


d. Gelisah frekuensi, kualitas, intensitas

menurun nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
e. Kesulitan tidur
menurun c) Identifikasi respon nyeri non

Frekuensi nadi verbal

membaik d) Identifikasi faktor yang


memperberat
danmemperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
i) Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik

a) Berikan
tekniknonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback,terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapibermain)
b) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur

d) Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi

a) Jelaskan penyebab,
periode,dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi
meredakannyeri
c) Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

I.08243 Pemberian Analgessik

Definisi

Menyiapkan dan memberikan agen


farmakologis untu mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri

Tindakan
Observasi

a) Identifikasi karakteristik nyeri


(mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
b) Identifikasi riwayat alergi obat

c) Idenifikasi kesesuaian jenis


analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID)
dengan tigkat keparahan nyeri
d) Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
e) Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik

a) Diskusikan jenis analgesik


yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
oploid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
b) Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
c) Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi

a) Jelaskan efek terapi dan efek


samping obat
Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian dosis


dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
2. D.0009 Perfusi Setelah dilakukan I. 02079 Perawatan Sirkulasi
perifer tidak intervensi
efektif keperawatan, Definisi
berhubungan diharapkan perfusi
Mengidentifikasi dan merawat area
dengan erifer meningkat
lokal dengan keterbatasan sirkulasi
hipovolemi dengan kriteria hasil:
perifer

a. Denyut nadi
Tindakan
perifer
Observasi
meningkat
b. Warna kulit a) Periksa sirkulasi perifer (mis,
pucat menurun nadi perifer, edema, pengisian
c. Pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
kapilermembaik brachial index)
d. Akral membaik b) Identifikasi faktor risiko
Turgor kulit gangguan sirkulasi (mis.
diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi dan kadar kolesterol
tinggi)
c) Monitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik

a) Hindari pemasangan infus atau


pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
b) Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
c) Hindari penekanan dan
permasangan tourniquet pada
area yang cedera
d) Lakukan pencegahan infeksi

e) Lakukan perawatan kaki dan


kuku
f) Lakukan hidrasi
Edukasi

a) Anjurkan berhenti merokok

b) Anjurkan berolahraga rutin

c) Anjurkan mengecek air mandi


untuk menghindan kulit
terbakar
d) Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolester, jika perlu
e) Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
f) Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
g) Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis
melembabkan kulit
kering pada kaki
Anjurkan program
rohabilitasi vaskular
h) Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
i) Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidaksembuh,
hilangnya rasa)
I. 06195 Manajemen Sesasi
Perifer

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola


ketidaknyamanan pada perubahan
sensasi perifer

Tindakan
Observasi

a) Identifikasi
penyebab perubahan
sensasi
b) Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu, dan
pakaian
c) Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
d) Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
e) Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
f) Monitor terjadinya parestesia,

jika perlu

g) Monitor perubahan kulit

h) Monitor adanya tromboflebitis


dan tromboemboli vena
Terapeutik

a) Hindari pemakaian benda-


benda yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
Edukasi

a) Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji
suhu air
b) Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
c) Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu

b) Kolaborasi pemberian
kortikosterold, jika perlu
3. D.0142 Risiko Setelah dilakukan I.14539 Pencegahan Infeksi
Infeksi intervensi
dibuktikan keperawatan, Definisi
dengan trauma diharapkan tingkat
Mengidentifikasi dan menurunkan
jaringan infeksi menurun
risiko terserang organisme
dengan kriteria hasil:
patogenik
a. Demam
menurun
Tindakan
b. Kemerahan
Observasi
menurun
a) Monitor tanda dan gejala
c. Nyeri
infeksi lokal dan sistemik
menurun
Terapeutik
d. Bengkak
menurun a) Batasi jumlah pengunjung
e. Kadar sel Berikan perawatan kulit pada
darah rea edema
putih
c) Cuci tangan sebelum dan
membaik
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien

d) Pertahankan teknik aseptik


pada pasien berisiko tinggi

Edukasi

a) Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
b) Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
c) Ajarkan etika batuk

d) Ajarkan cara memeriksa


kondisi luka atau luka operasi
e) Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
f) Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4. D.0080 Ansietas Setelah dilakukan I.09314 Reduksi Ansietas
berhubungan intervensi keperawatan,
dengan kurang diharapkan tingkat Definisi
pengetahuan yang ansietas menurun dengan Meminimalkan kondisi individu dan
mengenai efek dan kriteria hasil: pengalaman subyektif terhadap objek
perdarahan a. Verbaliasi yang tidak jelas dan spesifik akibat
memanajemennya, kebingungan antisipasi bahaya yang
kesehatan janin. menurun memungkinkan individu melakukan
b. Verbalisasi khawatir tindakan untuk menghadapi ancaman
akibat kondisi yang
dihadapi menurun Tindakan
c. Perilaku gelisah Observasi
menurun a) Identifikasi saat tingkat
d. Perilaku tegang anxietas berubah (mis.
menurun Kondisi, waktu, stressor)
e. Konsentrasi b) Identifikasi kemampuan
membaik mengambil keputusan
f. Pola tidur membaik c) Monitor tanda anxietas (verbal
dan non verbal)
Terapeutik
a) Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
b) Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
c) Pahami situasi yang membuat
anxietas
d) Dengarkan dengan penuh
perhatian
e) Gunakan pedekatan yang
tenang dan meyakinkan
f) Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
g) Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
a) Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
d) Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
e) Anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
h) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
I.09326 Terapi Relaksasi

Definisi
Menggunakan teknik peregangan
untuk mengurangi tanda dan gejala
ketidaknyamanan seperti nyeri,
ketegangan otot, atau kecemasan

Tindakan

Observasi
a) Identifikasi penurunan tingkat
energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menganggu
kemampuan kognitif

b) Identifikasi teknik relaksasi


yang pernah efektif digunakan

c) Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya

d) Periksa ketegangan otot,


frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
e) Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
a) Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan

b) Berikan informasi tertulis


tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi

c) Gunakan pakaian longgar


d) Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama

e) Gunakan relaksasi sebagai


strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai

Edukasi
a) Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis, relaksasi
yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)

b) Jelaskan secara rinci


intervensi relaksasi yang
dipilih

c) Anjurkan mengambil psosisi


nyaman
Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
d) Anjurkan sering mengulang
atau melatih teknik yang dipilih
e) Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napas
dalam, pereganganm atau
imajinasi
terbimbing )
5. D.0008 Setelah dilakukan I.02075 Perawatan Jantung
Penurunan intervensi
Curah Jantung keperawatan, Definisi : Mengidentifikasi,
b.d perdarahan diharapkan curah merawat, dan membatasi
dalam jumlah jantung meningkat komplikasi akibat
berlebih dengan kriteria hasil: ketidakseimbangan antara suplai
a) Tanda vital dan konsumsi oksigen miokard
dalam rentang
normal Tindakan
b) Kekuatan nadi Observasi
perifer
a) Identifikasi tanda/gejala
meningkat
primer Penurunan curah
c) Tidak adaedema
jantung (meliputi dispenea,
kelelahan, adema ortopnea
paroxysmal nocturnal
dyspenea, peningkatan CPV)
b) Identifikasi tanda /gejala
sekunder penurunan curah
jantung (meliputi peningkatan
berat badan, hepatomegali
ditensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit pucat)
c) Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
d) Monitor intake dan output
cairan
e) Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
f) Monitor saturasi oksigen

g) Monitor keluhan nyeri dada


(mis. Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri)
h) Monitor EKG 12 sadapoan

i) Monitor aritmia (kelainan


irama dan frekwensi)
j) Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
k) Monitor fungsi alat pacu
jantung
l) Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
m) Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker,
ACEinhibitor, calcium
channel blocker, digoksin)
Terapeutik

a) Posisikan pasien semi-fowler


atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
b) Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
c) Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi

d) Fasilitasi pasien dan keluarga


untuk modifikasi hidup sehat
e) Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
f) Berikan dukungan emosional
dan spiritual
g) Berikan oksigen untuk
memepertahankan
saturasioksigen >94%
Edukasi

a) Anjurkan beraktivitas fisik


sesuai toleransi
b) Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
c) Anjurkan berhenti merokok

d) Ajarkan pasien dan keluarga


mengukur berat badan harian
e) Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
a) Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
I.02076 Perawatan Jantung
Akut

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola


pasien yang baru mengalami
episode ketidakseimbangan
antara ketersediaan dan
kebutuhanoksigen miokard

Tindakan
Observasi

a) Identifikasi karakteristik nyeri


dada (meliputi faktor pemicu
dan dan pereda, kualitas,
lokasi, radiasi, skala, durasi
dan frekuensi)
b) Monitor EKG 12 sadapan
untuk perubahan ST dan T
c) Monitor Aritmia( kelainan
irama dan frekuensi)
d) Monitor elektrolit yang dapat
meningkatkan resiko aritmia(
mis. kalium, magnesium
serum)
e) Monitor enzim jantung (mis.
CK, CK-MB, Troponin T,
Troponin I)
f) Monitor saturasi oksigen

g) Identifikasi stratifikasi pada


sindrom koroner akut(mis.
Skor TIMI, Killip, Crusade)
Terapeutik

a) Pertahankan tirah baring


minimal 12 jam
b) Pasang akses intravena

c) Puasakan hingga bebas nyeri

d) Berikan terapi relaksasi untuk


mengurangi ansietas dan stres
e) Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat
dan pemulihan
f) Siapkan menjalani
intervensi
koroner perkutan, jika perlu

g) Berikan dukungan spiritual


dan emosional
Edukasi

a) Anjurkan segera melaporkan


nyeri dada
b) Anjurkan menghindari
manuver Valsava (mis.
Mengedan sat BAB atau
batuk)
c) Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
d) Ajarkan teknik menurunkan
kecemasan dan ketakutan
Kolaborasi

a) Kolaborasi
pemberian
antiplatelat, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian
antiangina(mis. Nitrogliserin,
beta blocker, calcium channel
bloker)
c) Kolaborasi pemberian morfin,
jika perlu
d) Kolaborasi
pemberian inotropik,
jika perlu
e) Kolaborasi pemberian obat
untuk mencegah manuver
Valsava (mis., pelunak, tinja,
antiemetik)
f) Kolaborasi pemberian
trombus dengan antikoagulan,
jika perlu
g) Kolaborasi pemeriksaan x-ray
dada , jika perlu
6. D.0023 Setelah dilakukan I.03116 Manajemen
Hipovolemia b.d intervensi Hipovolemia
perdarahan yang keperawatan,
berlebihan dan diharapkan status Definisi
kehilangan cairan cairan membaik
Mengidentifikasi dan mengelola
aktif dengan kriteria
penuruan volume cairan
hasil:
intravaskuler

a) Kekuatan nadi
Tindakan
meningkat
Observasi
b) Turgor kulit
a) Periksa tanda dan gejala
meningkat
hipovolemia (mis. Frekuensi
c) Outpute urine
nadi meningkat, nadi teraba
meningkat
lemah, tekanan darah menurun,
d) Ortopnea
tekanan nadi menyempit,
menurun
turgor kuliat menurun,
e) Dispnea
membran mukosa kering,
menurun
volume urin menurun,
f) Paroxysmal hematokrit meningkat, haus,
noctural dyspnea lemah
(PND)menurun b) Monitor intake dan output
g) Edema anasarka cairan
menurun Terapeutik
h) Edema perifer
a) Hitung kebutuhan cairan
menurun
b) Berikan posisi modified
i) Frekuensi nadi
Trendelenburg
membaik
c) Berikan asupan cairan oral
j) Tekanan darah
Edukasi
membaik
k) Tekanan nadi a) Anjurkan
membaik memperbanyak asupan
l) Membran cairan oral
b) Anjurkan menghindari
mukosa perubahan posisi mendadak
membaik Kolaborasi
m) Jugular Venous a) Kolaborasi pemberian
Pressure (JVP) cairan IV Isotonis (mis.
membaik NaCl, RL) -
n) Kadar Hb
b) Kolaborasi pemberian cairan
membaik
IV hipotonis (mis. glukosa
m) Kadar Ht
2,5%, NaCl 0,4%)
membaik
c) Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
Plasmanate)
d) Kolaborasi pemberian
produk darah
I.02050 Manajemen Syok
Hipovolemia

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola


ketidakmampuan lubuh
menyediakan oksigen dan nuinen
untuk mencukupi kebutuhan
jaringan akibat kehilangan
cairan/darah berlebih.

Tindakan
Observasi

a) Monitor status kardiopulmonal


(frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
b) Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
c) Monitor status cairan (masukan
dan haluaran, turgor kuilt,
CRT)
d) Periksa tingkat kesadaran dan
respon pupil
Periksa seluruh
permukaan tubuh
terhadap adanya
DOTS
(deformity/deformitas,
open wound/luka
terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak)
Terapeutik

a) Pertahankan Jalan napas paten

b) Berikan oksigen untuk


mempertahankan saturasi
oksigen >94%
c) Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu
d) Lakukan penekanan langsung
(direct pressure) pada
perdarahan eksternal
e) Berikan posisi syok (modified
Trendelenberg)
f) Pasang jalur IV berukuran
besar (mis. nomor 14 atau 16)
g) Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine
h) Pasang selang nasogastrik
untuk dekompresi lambung
i) Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah langkap dan
elektrolit
Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian infus


cairan kristaloid 1-2 L pada
dawasa
b) Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 ml/kgBB
pada anak
c) Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu
7. D.0040 Setelah dilakukan I.11349 Dukungan PerawatanDiri:
Gangguan intervensi BAB/BAK
Eliminasi Urine keperawatan,
b.d Efek tindakan diharapkan Definisi
medis dan eliminasi urine
Memfasilitasi pemenuhan
diagnostik membaik dengan
kebutuhan buang air kecil (BAK)
kriteria hasil:
dan buang air besar (BAB).
a) Sensasi

berkemih Tindakan
meningkat Observasi
b) Desakan
a) Identifikasi kebiasaan
berkemih BAK/BAB sesual usia -
(urgensi) Monitor Integritas kulit pasien
menurun Terapeutik
c) Distensi
a) Buka pakaian yang diperlukan
kandung kemih untuk memudahkan eliminasi
menurun b) Dukung penggunaan
d) Berkemih tidak toileV/commode/pispot/urinal
tuntas (hesitancy) secara konsisten
menurun c) Jaga privasi selama eliminasi
e) Volume residu
d) Ganti pakaian pasien setelah
urine menurun
oliminasi, jika perlu
f) Urine enetes e) Bersihkan alat bantu
(dribbling) BAK/BAK setelah digunakan
menurun f) Latih BAK/BAB sesuai
g) Nokturia jadwal, jika perlu
menurun g) Sediakan alat bantu (mis.
h) Mengompol kateter eksternal, urinal), jika
menurun perlu
i) Enuresis Edukasi
menurun a) Anjurkan BAK/BAB secara
rutin
b) Anjurkan ke kamar
mandi/toilet, jika perlu
I. 04152 Manajemen Eliminasi
Urine

Defisini

Mengidentifikasi dan mengelola


gangguan pola eliminasi urine.

Tindakan
Observasi

a) Identifikasi tanda dan gejala


retensi atau inkontinensia urine
b) Identifikasi faktor yang
menyebabkan relensi atau
inkontinensia urine
c) Monitor eliminasi urine (mis.
frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna)
Terapeutik

a) Catat waktu-waktu dan


haluaran berkemih
b) Batasi asupan cairan, jika perlu

c) Ambil sampel urine tengah


(midstream) atau kultur

Edukasi

a) Ajarkan tanda dan gejala


infeksi saluran kemih

b) Ajarkan menngukur asupan


cairan dan haluaran urine
c) Ajarkan mengambil spesimen
urine midstream
d) Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
e) Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemihan
f) Anjurkan minum yang cukup,
jika tidak ada kontraindikasi
g) Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, jika perlu
8. D.0138 Risiko Setelah dilakukan I.02056 Pemantauan Denyut
Cedera Pada intervensi Jantung Janin
Janin d.d keperawatan,
Kecemasan yang diharapkan tingkat Definisi
berlebihan tentang cedera menurun
Definisi Mengumpulkan dan
prosespersalinan dengan kriteria hasil:
menganalisis data denyut jantung
a) Kejadian cedera
janin.
menurun
b) Tekanan darah
membaik Tindakan
c) Frekuensi nadi Observasi
membaik
a) Identifikasi status obstetrik
d) Frekuensi napas
b) Identifikasi riwayal obstetrik
membaik
e) Denyut jantung c) Identifikasi adanya
apikal membaik penggunaan obat, diet dan
f) Denyut jantung merokok
radialis membaik
d) Identifikasi pemeriksaan
kehamilan sebelumnya
e) Periksa denyut jantung janin
selama 1 menit
f) Monitor denyut jantung janin
g) Monitor tanda vital ibu
Terapeutik

a) Atur posisi pasien

b) Lakukan manuver Leopold


untuk menentukan posisi janin
Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
b) Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
I.14554 Pengukuran Gerakan
Janin

Definisi
Menghitung gerakan janin
dimulai umur kehamilan 28
minggu.
Tindakan
Observasi
a) Identifikasi pengetahuan dan
kemampuan ibu menghitung
gerakan janin

b) Monitor gerakan janin


Terapeutik

a) Hitung dan catat gerakan janin


(minimal 10 kali gerakan
dalam 12 jam)
b) Lakukan pemeriksaan CTG
(cardiotocography) untuk
mengetahui frekuensi dan
keteraturin denyut jantung
janin dan kontraksi rahim ibu
c) Catat jumlah gerakan janin
dalam 12 jam perhari
d) Berikan oksigen 2-3 L/menit
Jika gerakan janin belum
mencapai 10 kali dalam 12 jam
Edukasi

a) Jelaskan manfaat menghitung


gerakan janin dapat
meningkatkan hubungan ibu
dan janin
b) Anjurkan ibu memenuhi
kebutuhan nutrisi sebelum
menghitung gerakan janin
c) Anjurkan posisi miring kini
saat menghitung gerakan janin,
agar janin dapat memperoleh
oksigen dengan optimal
dengan meningkatkan sirkulasi
fetomatemal.
d) Anjurkan ibu segera
memberitahu perawat jika
gerakan janin tidak mencapal
10 kall dalam 12 jam
e) Ajarkan ibu cara menghitung
gerakan janin
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan tim medis
jika ditemukan gawat janin
DAFTAR PUSTAKA

Tikkanen M. Etiology, clinical manifestations, and prediction of placental abruption. Acta


Obstet Gynecol Scand. 2010;89(6):732–40.

Elsasser DA, Ananth C V., Prasad V, Vintzileos AM. Diagnosis of placental abruption:
relationship between clinical and histopathological findings. Eur J Obstet Gynecol
Reprod Biol. 2010;148(2):125–30.

Boisramé T, Sananès N, Fritz G, Boudier E, Aissi G, Favre R, et al. Placental abruption: Risk
factors, management and maternal-fetal prognosis. Cohort study over 10 years. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol. 2014;179:100–4.

Boisramé T, Sananès N, Fritz G, Boudier E, Viville B, Aissi G, et al. [Abruptio placentae.


Diagnosis, management and maternal-fetal prognosis: a retrospective study of 100
cases]. Gynécologie, Obs Fertil. 2014;42(2):78-83

Malia, Sherly Melvinia, et al. “Merokok Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Solusio Plasenta.”
Medula, vol. 13, no. 1, 2023, pp. 162–65,
http://www.journalofmedula.com/index.php/medula/article/view/564/448.

Mansjoer Arif dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3 Jilid 1.FK UI.Jakarta.

Lowdermik,, dkk,. 2013. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby Inc.

Achadiat,, dkk,. 2013. Obstetrical haemorrhage. Wiliam obstetrics 21th edition. Lange USA:
Prentice Hall International Inc Appleton.

Albertus, Audric. (2019). Penatalaksanaan Abrupsio Plasenta.


https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/abrupsio
plasenta/patofisiologi,

Apriyani, Magdalena Tri Putri, et al. Komplikasi Kehamilan dan Penatalaksanaannya. Get
Press, 2022.

Indayani, R. (2018). Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Pada Ny. T Gii Pi A0 Umur 34 Tahun Hamil
38 Minggu Dengan Solusio Plasenta Di Puskesmas Bangsri I Kabupaten
Jepara (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).

Anda mungkin juga menyukai