Anda di halaman 1dari 13

Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Solusio Plasenta

Ferdinand Gouwtama

10 2014 173 / Kelompok A4

Fakultas Kedokteran Univesitas Kristen Krida Wacana

Ferdinand.2014fk173@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan

Plasenta adalah organ yang dibentuk dari jaringan pembuluh darah dan
menghubungkan janin yang sedang berkembang dengan dinding rahim sehingga janin dapat
menerima nutrisi, pertukaran gas melalui asupan darah ibu, pertahanan melawan infeksi, dan
memproduksi hormon yang dapat menyokong kehamilan maka plasenta merupakan organ
yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.1 Melihat pentingnya
peranan plasenta, maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin ataupun mengganggu proses persalinan. Kelainan pada plasenta dapat
berupa gangguan fungsi dari plasenta, gangguan implantasi plasenta, maupun pelepasan
plasenta sebelum waktunya yang disebut solusio plasenta.2
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta
dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya
yakni antara minggu 22 dan lahirnya anak.1,2
Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Frekuensi solusio plasenta di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Saat ini kematian maternal akibat
solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan
antepartum yang memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di
Indonesia. Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali
lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju.3

Isi
Anamnesis
Merupakan wawancara antara dokter dengan pasien dengan dasar ilmu kedokteran
untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu. Dapat dilakukan secara langsung kepada pasien

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 1


(autoanamnesis) atau kepada orang terdekat pendamping pasien (alloanamnesis). Pada kasus
ini anamnesis dilakukan langsung kepada pasien yaitu seorang ibu berusia 38 tahun. Diawali
dengan menanyakan keluhan utama pasien, yaitu berupa nyeri perut dan terjadi perdarahan
pervaginal sejak 6 jam yang lalu. Kemudian ditanyakan riwayat penyakit sekarang seperti
warna darah yang keluar,jumlah darah, dan karakteristik nyeri, dan hasilnya darah berwarna
kecoklatan, jumlah darah tidak banyak dan nyeri perut terus menerus serta tidak ada riwayat
trauma. Pada ibu hamil, riwayat kehamilan penting ditanyakan untuk menunjang diagnosa.
Dimana pada kasus ini, kehamilan saat ini merupakan kehamilan ke-empat, dengan rincian
anak pertama laki-laki lahir normal dan sekarang berusia 10 tahun, lalu kehamilan kedua
terjadi abortus karena kehamilan berada diluar kandungan dan dioperasi 6 tahun lalu, dan
kehamilan ketiga juga anak laki-laki, lahir normal dan saat ini berusia 3 tahun. Maka dapat
disimpulkan ibu tersebut memiliki status G4P2A1. Lalu ditanyakan usia kehamilan ibu
tersebut, dimana ibu tersebut mengatakan hari pertama haid terakhir jatuh pada tangal 7
September 2016 dan tanggal pemeriksaan saat ini adalah tanggal 31 Mei 2017, maka dari
hasil perhitungan didapatkan bahwa usia kehamilan saat ini sudah mencapai 38 minggu.
Riwayat penyakit dahulu pada pasien ini terdapat hipertensi sejak 5 tahun lalu dan tidak
minum obat dengan teratur. Riwayat penggunaan program keluarga berencana juga tidak
ditemukan pada pasien ini. Dan Riwayat antenatal care atau kontrol kehamilan ibu ini hanya
2 kali dan terakhir 1 bulan yang lalu.

Pemeriksaan Fisik
Diawali dengan menilai keadaan umum dan kesadaran pasien, dengan hasil tampak
sakit sedang dan compos mentis. Lalu dilanjutkan ke pemeriksaan tanda-tanda vital berupa
tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 110 kali per-menit, frekuensi napas 24 kali per-
menit dan suhu 370C.Kemudian pemeriksaan fisik head to toe didapatkan dalam batas normal
kecuali bagian abdomen membuncit , teraba tegang dan bagian ekstremitas terasa dingin.
Lalu pada ibu hamil dilakukan pemeriksaan obstetri dengan pemeriksaan Leopold,
pemeriksaan palpasi Leopold adalah suatu teknik pemeriksaan pada ibu hamil dengan cara
perabaan yaitu merasakan bagian yang terdapat pada perut ibu hamil menggunakan tangan
pemeriksa dalam posisi tertentu, atau memindahkan bagian-bagian tersebut dengan cara-cara
tertentu menggunakan tingkat tekanan tertentu. Teori ini dikembangkan oleh Christian
Gerhard Leopold. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah umur kehamilan 24 minggu,
ketika semua bagian janin sudah dapat diraba. Teknik pemeriksaan ini utamanya bertujun
untuk menentukan posisi dan letak janin pada uterus, dapat juga berguna untuk memastikan
Fakultas Kedokteran UKRIDA | 2
usia kehamilan ibu dan memperkirakan berat janin. Tetapi pada kasus ini tidak dapat
dilakukan karena perut tegang. Kemudian diperiksa juga denyut jantung janin, denyut
jantung janin baru dapat diketahui dengan menggunakan alat ultrasonografi (USG) pada usia
kehamilan 8 minggu sedangkan apabila menggunakan alat doppler pada usia kehamilan 10-
12 minggu dan pada kasus ini denyut jantung janin tidak terdengar.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa darah lengkap meliputi
hemoglobin (7 g/dL), hematokrit (22%), leukosit (12.000/uL), trombosit (150.000/uL). Selain
itu juga dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi bagian abdomen dan uterus, dan
ditemukan adanya hematom retroplasenter, dan plasenta diketauhi berimplantasi di fundus
uteri meluas ke arah corpus anterior tetapi tidak sampai ke segmen bawah rahim.

Working Diagnosis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosa kerja dari
kasus ini adalah solusio plasenta, yaitu terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada sebelum waktunya yakni antara minggu
20 dan lahirnya anak. Plasenta secara normal terlepas setelah bayi lahir. 2
Nama lain yang sering dipergunakan, yaitu abruptio placentae, ablatio placentae,
accidental haemorrhage, premature separation of the normally implanted placenta.4

Gambar 1. Gambaran plasenta normal dan solutio placenta

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 3


Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis), dapat pula
terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan maternal plasenta
terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi akan merembes antara plasenta dan
miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya
memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina, menyebabkan perdarahan
eksternal (revealed hemorrhage)2 (Gambar 2.2).

Gambar 2. Solusio Plasenta Dengan Perdarahan Eksternal

Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada
dinding rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara plasenta yang terlepas
dan uterus sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage) yang
dapat terjadi parsial (Gambar 3) atau total (Gambar 4).4,5

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 4


Gambar 3. Solusio Plasenta Parsial Disertai Perdarahan Tersembunyi

Solusio plasenta dengan perdarahan tertutup terjadi jika:2


1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah rahim.
Perdarahan yang tersembunyi biasanya menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi
ibu, tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumptif tetapi juga karena jumlah darah
yang keluar sulit diperkirakan.4

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 5


Gambar 4. Solusio Plasenta Total Disertai Perdarahan Tersembunyi

Secara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai
dengan luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, sedang, dan
berat.2
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan kurang dari
1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Gejala-gejala sukar
dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang kehitamam. Komplikasi terhadap
ibu dan janin belum ada.
b. Solusio Plasenta Sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, namun belum mencapai separuhnya
(50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai 1000 ml.
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri pada perut yang terus-menerus, denyut
janin menjadi cepat, hipotensi, dan takikardi.
c. Solusio Plasenta Berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar melebihi
1000 ml. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum disertai syok, dan hampir semua
janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada
oligouri biasanya telah ada.

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 6


Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari suatu keadaan
yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya pada desidua
basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu patofisiologinya bergantung pada
etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah desidua2.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan
oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentukan
trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung kepada
iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan
perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas
kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat
permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa menyebabkan
pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta yang berdekatan.
Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang
plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta
disebabkan oleh putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta
mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi
janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih
luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput
ketuban dan miometrium dan selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (revealed
hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi mengandung tidak
mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus. Walaupun
jarang terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam uterus (concealed hemorrhage)2,4.
Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa menyebabkan
iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti infark, oksidatif stres,
apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini berpotensi merusak hubungan uterus dengan
plasenta yang berujung kepada solusio plasenta. Dilaporkan merokok berperan pada 15%
sampai 25% dari insidensi solusio plasenta. Merokok satu bungkus perhari menaikkan
insiden menjadi 40%2.

Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi :
Fakultas Kedokteran UKRIDA | 7
1. Faktor hipertensi
Hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia (1,3). Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan
separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta
cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu. 2,3
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan.
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang
terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4%
dari seluruh kasus solusio plasenta.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari
83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan
18 pada primipara (1). Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian
solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena
makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium. 2,3,5
4. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan
kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. 1,2,3

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.1,2,3
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah
uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti
secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain
dilaporkan berkisar antara 13-35%.1

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 8


7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai
dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan
pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa
abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa
resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai
terjadinya kehamilan.1,2

Differential Diagnosis
Pada kasus solusio plasenta yang parah, diagnosis biasanya jelas. Bentuk-bentuk
solusio yang lebih ringan dan lebih sering terjadi sulit diketahui dengan pasti dan diagnosis
sering ditegakkan berdasarkan eksklusi. Karena itu, pada kehamilan variabel dengan penyulit
perdarahan pervaginam, perlu menyingkirkan plasenta previa dan penyebab lain perdarahan
dengan pemeriksaan klinis dan evaluasi USG. Telah lama diajarkan, mungkin dengan
beberapa pembenaran, bahwa perdarahan uterus yang nyeri adalah solusio plasenta sementara
perdarahan uterus yang tidak nyeri mengindikasikan plasenta previa. Sayangnya, diagnosis
banding tidak sesederhana itu. Persalinan yang menyertai plasenta previa dapat menimbulkan
nyeri yang mengisyaratkan solusio plasenta5. Perbedaan solusio plasenta dengan plasenta
previa dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

Kriteria Solusio Plasenta Plasenta Previa

Perdarahan Merah tua s/d coklat hitam Merah segar, Berulang ,


Terus menerus Tidak nyeri
Disertai nyeri

Uterus Tegang, Bagian janin tak Tak tegang


teraba, Nyeri tekan Tak nyeri tekan

Jarang
Syok/Anemia Lebih sering
Sesuai dengan jumlah darah
Tidak sesuai dengan jumlah
yang keluar
darah yang keluar

40% fetus sudah mati

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 9


Fetus Tidak disertai kelainan letak Biasanya fetus hidup
Disertai kelainan letak

Pemeriksaan
dalam Ketuban menonjol Teraba plasenta atau
walaupun tidak his perabaan fornik ada bantalan
antara bagian janin dengan
jari pemeriksaan

Tabel 1. Perbedaan Solusio Placenta dan Placenta Previa6

Epidemiologi
Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Kejadiannya bervariasi dari 1 di
antara 75 sampai 830 persalinan. Frekuensi solusio plasenta di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia mendekati 1%. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan
antepartum yang memberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di
Indonesia. Saat ini kematian maternal akibat solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta
merupakan penyebab 20-35% kematian perinatal. 3,4
Solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya tercatat sebesar
1 di antara 8 kehamilan3. Namun, insidensi solusio plasenta cenderung menurun dengan
semakin baiknya perawatan antenatal sejalan dengan semakin menurunnya jumlah ibu hamil
usia dan paritas tinggi dan membaiknya kesadaran masyarakat berperilaku lebih higienis.2

Tatalaksana
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya

gejala klinis, yaitu:

1. Solusio plasenta ringan


Jarang ditemukan di rumah sakit. Pada umumnya didiagnosis secara kebetulan pada
pemeriksaaan USG oleh karena tidak memberikan gejala klinik yang khas. Apabila
kehamilannya kurang dari 36 minggu dan perdarahan kemudian berhenti, perut tidak
menjadi nyeri, dan uterus tidak tegang, maka penderita harus diobservasi dengan ketat.
Apabila perdarahan berlangsung terus dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 10


dengan pemeriksaan USG daerah solusio plasenta bertambah luas maka dilakukan terminasi
kehamilan atau tindakan seksio sesaria.
2. Solusio plasenta sedang sampai berat
Dilakukan perbaikan keadaan umum terlebih dahulu dengan resusitasi cairan dan
transfusi darah. Bila janin masih hidup biasanya dalam keadaan gawat janin, dilakukan
seksio sesarea, kecuali bila pembukaan telah lengkap. Pada keadaan ini dilakukan
amniotomi, drip oksitosin, dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep. Apabila janin telah
mati dilakukan persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip oksitosin.
Bila bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea.

Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsung
sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik,
insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal. Sindroma Sheehan
terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari kematian setelah menderita syok yang
berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat
solusio plasenta2.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta berulang dilaporkan juga bisa
terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita solusio plasenta sebelumnya. Solusio
plasenta kronik dilaporkan juga sering terjadi di mana proses pembentukan hematom
retroplasenta berhenti tanpa dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan
sebagai berikut. Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan
retroplasenta berhenti ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat
perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah
fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan utama pada solusio plasenta
berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat
menyebabkan terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated intravascular
coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan
lain2.
Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat tekanan
intrauterina yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun dan menyebabkan
anoksia. Keadaan umum yang terjadi adalah nekrosis tubulus-tubulus ginjal secara akut
menyebabkan kegagalan fungsi ginjal2.
Fakultas Kedokteran UKRIDA | 11
Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah lapisan serosa
uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang pertama kalinya dilaporkan
oleh Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang sering disebut sebagai uterus couvelaire.
Pada keadaan ini perdarahan retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela
serabut miometrium dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan
pengikat ligamentum latum, ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke rongga
pernitonei. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu kontraksi uterus sehingga
terjadi perdarahan postpartum berat dan bukan merupakan indikasi untuk histerektomi2,5.

Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk
lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta ringan masih
mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk
terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi. Solusio
plasenta berat mempunyai prognosis yang paling buruk baik terhadap ibu terlebih terhadap
janinnya. Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi
ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada
kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta
yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan.
Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin.2

Daftar Pustaka
1. Sulaiman Sastrawinata. 1985. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman. Hal 102-122.

2. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan;


Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir (Masalah
Ibu); Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ke-4. Jakarta: Penerbit P.T. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. h. 492-513.
3. Mose, Johanes C. 2004. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum; Dalam:
Obstetri Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. Sulaiman Sastrawinata, dr, SpOG(K), Prof.
Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOG(K), Prof. Dr. Firman F.
Wirakusumah, dr, SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC dan
Padjadjaran Medical Press. h. 91-96

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 12


4. Suyono,Lulu,Gita,Harum,Endang. 2007. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil Dengan
Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta; Dalam: Cermin Dunia
Kedokteran vol.34 no.5.h 233-238
5. Leveno, Kenneth J. MD; Cunningham, F. Gary MD; Alexander, James M. MD;
Bloom, Steven L. MD; Casey, Brian M. MD; Dashe, Jodi. S MD; et al. 2007.
Obstetrical Complications Section VII, Chapter 35. Obstetrical Hemorrhage. In:
Williams, 22nd edition. Editor: Anne Sydor, Marsha Loeb, Peter J. Boyle. United
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
6. Miller David A.. Obstretric Hemmorhage. February, 2009. from
http//www.obfocus.com/.../bleeding/hemorrhagepa.html 27 Mei 2017

Fakultas Kedokteran UKRIDA | 13

Anda mungkin juga menyukai