Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelaianan yang berbahaya.
Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut pendarahan antepartum. Batas teoretis antara kehamilan muda dan
kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, meningkat kemingkinan hidup janin diluar
uterus.

Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta


previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina
hampir tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang
sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio
plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah,
darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada
dalam keadaan syok.

Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat
didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula
oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio
plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.

Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan
diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan
prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus
yang hebat, hipertomi uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai
gejala tunggal tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi.

Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum dan dapat secara
serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta,

1
mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya.
Solusio plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada
janin dan bayi baru lahir.

Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai konsep dasar penyakit solusio
plasenta serta konsep dasar asuhan keperawatan solusio plasenta.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar penyakit solusio placenta?
2. Bagaimana konsep dasar asuhn keperawatan solitio placenta?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit solutio placenta.
2. Untuk mengetahi konsep dasar asuhan keperawatan solitio placenta.

D. MANFAAT
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan sedikit informasi kepada
mahasiswa tentang solusio plasenta sampai asuhan keperawatan pasien dengan solusio
plasenta.

E. METODE PENULISAN
Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data bersifat
sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu dari buku-
buku literattur penunjang masalah yang dibahas serta dari media internet.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan

A. Konsep dasar penyakit


B. Konsep dasar asuhan keperawatan

2
Bab III Penutup

A. Simpulan
B. Saran

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

3
Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya. Plasenta itu secara
normal terlepas setelah anak lahir, jadi plasenta terlepas sebelum waktunya. Jadi definisi
yang lengkap ialah solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang
normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak (Obstetri Patologi, 1984).
Solutio plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi sebelum waktunya (Manjoer
Arief,2001).
Solitio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal
terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28
miggu (Nugraheni Esti,2009).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus
uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun data pula
terjadi setiap saat dalam kehamilan (Prof. Hanifa dkk, 2005). Plasenta dapat terlepas
seluruhnya : solusio plasenta totalis, atau sabagian : solusio plasenta parsialis, atau hanya
sebagian pinggir plasenta yang sering disebut rupture sinus marginalis. Perdarahan yang
terjadi karena terlepasnya plasenta dapat menyelundup keluar dibawah selaput ketuban
yaitu pada solusio plasenta dengan perdarahan keluar ; atau tersembunyi dibelakang
plasenta yaitu dengan solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi atau kedua-
duanya; atau perdarahannya menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong
ketuban.

Pada solusio plasenta darah dari tempat pelepasan, mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim dan akahirnya keluar dari servik : terjadilah perdarahan
perdarahan keluar atau perdarahan Nampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tetapi
berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplacentair. Perdarahan
semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi. Kadang-kadang
darah masuk ke dalam ruang amnion. Sehingga perdarahan tetap tersembunyi.

Dengan perdarahan tersembunyi Dengan perdarahan keluar

1. Pelepasan biasanya komplit 1. Biasanya inkomplit


2. Sering disertai toxaemia 2. Jarang disertai taxaemia
3. Hanya merupakan 20 % dari 3. Merupakan 80% dari solusio
solusio plasenta plasenta.

4
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin
lahir. Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan
didiagnosis sebagai abortus imminens.
Solusio placenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang
implantasinya normal, sebelum janin dilahirkan, pada masa kehamilan atau persalinan,
disertai perdarahan pervaginam, pada usia kehamilan 20 minggu.
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi
premature plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.
Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah
terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi
ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di
atas 500 gram.
Jadi , solusio placenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan placenta
dari implantasi normalnya (korpus uteri) sebelum janin lahir, dengan disertai perdarahan
pervaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau berat janin di atas 500 gram

2. EPIDEMIOLOGI

Insiden solusio plasenta jarang terjadi dan bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh
kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk
solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan. Slava dalam penelitiannya melaporkan
insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat
bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan
kriteria menegakkan diagnosisnya.
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam
500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi,
terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio
plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang

5
dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5%
terjadi solusio plasenta.
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan.
Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh
persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat.
Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat
datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak
menarik perhatian penderita maupun dokternya. Sedangkan penelitian yang dilakukan
Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19
kasus solusio plasenta dalam 4867persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.

3. ETIOLOGI

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa factor yang menjadi predisposisi :
a. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada
separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi
tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan
oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan
adanya hipertensi pada ibu.
b. Faktor Trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
1) Dekompresi uterus yang mendadak pada hidroamnion, polihidramnion dan
gemeli.
2) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
3) versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
4) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
5) Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa
trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain)
merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta. Di
RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma.

6
c. Faktor Paritas Ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada
wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan
peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini
dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium.
d. Faktor Usia Ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal
ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.

e. Tumor Uterus
Tumor uterus seperti leiomioma uteri (uterine leiomyoma / mioma uteri) yang
hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas
bagian yang mengandung leiomioma.
f. Faktor penggunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis
ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.
g. Faktor Kebiasaan Merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya

7
melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap
tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
h. Riwayat Solusio Placenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya.
i. Pengaruh lain
Seperti ketuban pecah dini, anomali uterus, anemia, malnutrisi/defisiensi gizi,
tekanan pada vena cava inferior akibat uterus yang membesar, dan lain-lain.

4. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Hipertensi
b. Preeklamsi/eklamsi
c. Hamil usia tua
d. Tekanan vena kava tinggi
e. Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
f. Trauma

5. PATOFISIOLOGI

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis


dan terbentuknya hematom subkhorionik (hematom retroplasenta) yang dapat berasal dari
rupturnya pembuluh darah miometrium atau plasenta (arteri spiralis desidua), dengan
berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan
plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak
jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan
tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada
pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot
uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam
menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik (hematom

8
retroplasenta) akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga
sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding
uterus.
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui
vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan
ekstravasasi di antara otot-otot miometrium uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung
hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus
Couvelaire (Uterus Bercak Biru).
Pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus
terdapatbercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus
Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas
(kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi
dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.
Perdarahan yang tertahan atau tersembunyi dapat terjadi bila :
1. Terdapat efusi darah di balik plasenta tetapi tepi plasenta masih melekat.
2. Plasenta sudah terlepas sama sekali tetapi selaput ketuban masih melekat
pada dinding uterus.
3. Darah mengalir masuk ke dalam rongga amnion setelah menimbulkan
ruptur selaput ketuban.
4. Kepala janin begitu rapat dengan segmen bawah uterus sehingga darah
tidak bisa melewatinya.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan
tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan
intravaskuler dimanamana atau disseminated intravascular coagulation (DIC) yang akan
menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan
hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan
darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal
akan terganggu karena syok dan pembekuan intravascular

6. PATHWAY
( Terlampir )

9
7. KLASIFIKASI
a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta,
yaitu :
1) Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2) Solusio plasenta parsialis, plasenta terlepas sebagian.
3) Ruptura sinus marginalis, hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan, yaitu :
1) Solusio plasenta dengan perdarahan keluar melalui vagina. Darah terlihat dari
luar.
2) Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi yang membentuk hematoma
retroplacenter. Darah tidak mengalir ke luar tetapi tertahan diantara bagian
plasenta yang lepas dengan bagian uterus. Jenis ini jarang terjadi.
3) Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion (ketuban)
setelah menembus selaput ketuban

Pada solusio plasenta darah dari tempat pelepasan, mencari jalan keluar antara selaput
janin dan dinding rahim dan akahirnya keluar dari servik : terjadilah perdarahan
perdarahan keluar atau perdarahan Nampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tetapi
berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplacentair. Perdarahan
semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi. Kadang-
kadang darah masuk ke dalam ruang amnion. Sehingga perdarahan tetap tersembunyi.

Dengan perdarahan tersembunyi Dengan perdarahan keluar

4. Pelepasan biasanya komplit


5. Sering disertai toxaemia 4. Biasanya inkomplit
6. Hanya merupakan 20 % dari 5. Jarang disertai taxaemia
6. Merupakan 80% dari solusio
solusio plasenta
plasenta.

c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan


solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu :

10
Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre
renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3
bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,
janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau
keseluruhan.

d. Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa


tingkatan yaitu sebagai berikut :
a. Placenta Adhesiva; placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam
b. Placenta Inkreta; placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh
lebih dalam menembus desidua sampai miometrium.
c. Placenta Akreta; placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi
belum mencapai lapisan serosa.
d. Placenta Perkreta; placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium
dinding rahim.
e. Placenta Inkarserata; adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena
kontraksi ostium uteri.

8. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas
pengelompokannya menurut gejala klinis :
1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat
pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan
pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit,
atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.Walaupun demikian, bagian-bagian
janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat
saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang
11
menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan
pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum
dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio
plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus-
menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam.Walaupun
perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah
mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang
jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba
tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba.
Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada
solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba
tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak
tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja
belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.

Kelas Gejala
Kelas 0 asimtomatik Gejala tidak ada
Diagnosis dibuat dengan menemukan
pembekuan darah yang terorganisasi atau
bagian yang terdepresi pada plasenta
yang sudah dilahirkan
Kelas 1 ringan Tidak ada atau sedikit perdarahan dari
(Rupturan sinus marginalis atau vagina yang warnanya kehitam-hitaman
sebagian kecil plasenta yang tidak Rahim yang sedikit nyeri atau terus

berdarah banyak) menerus agak tegang

12
Tekanan darah dan frekuensi nadi ibu
yang normal
Tidak ada koagulopati
Tidak ada gawat janin
Kelas 2 sedang Tidak ada hingga adanya perdarahan dari
(Plasenta lepas lebih dari 1/4-nya vagina dalam jumlah yang sedang
tetapi belum sampai 2/3 luas Nyeri pada uterus yang bersifat sedang

permukaannya) hingga berat, bisa disertai kontraksi


tetanik. Nyeri perut dirasakan terus
menerus, uterus teraba tegang dan nyeri
tekan
Takikardi pada ibu dengan perubahan
ortostatik pada tekanan darah dan
frekuensi nadi. Ibu dapat jatuh ke dalam
keadaan syok
Gawat janin
Hipofibrinogenemia (50 250 mg/dL),
mungkin terjadi kelainan pembekuan
darah
Kelas 3 berat Tidak ada hingga perdarahan vagina
(Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3luas yang berat
permukaannya) Kontraksi tetanik uterus yang sangat
nyeri
Syok pada ibu
Hipofibrinogenemia (<150 mg/dL)
Koagulopati
Kematian janin

9. PEMERIKSAAN FISIK

13
a. Anamnesis
1) Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan
tempat yang dirasa paling sakit.
2) Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong
(nonrecurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna
kehitaman.
3) Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak
tidak bergerak lagi).
4) Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat
anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
5) Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi
1) Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
2) Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
3) Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
c. Palpasi
1) Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
2) Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
3) Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
4) Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas
140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari satu per tiga bagian.
e. Pemeriksaan Dalam
1) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
2) Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik
sewaktu his maupun di luar his.
3) Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini
sering meragukan dengan plasenta previa.
f. Pemeriksaan Umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat,
kecil dan filiformis.

14
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
2) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena
pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l
jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 15O mg%).
3) PT dan APTT yang memanjang, kadar fibrinogen menurun (hipofibrinogenemia)
dan kadar D-dimer meningkat. Ini menunjukkan telah terjadi komplikasi
koagulopati pada pasien yaitu disseminated intravascular coagulation. Harus
dilakukan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk melihat apakah
sudah terjadi komplikasi pada ginjal.
b. Radiologi
Bila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uterus/dalam vagina yang tidak
diketahui, maka pemeriksaan diagnosis perdarahan postpartum biasanya dapat
dijelaskan dengan inspekulum pada vagina, serviks dan uterus.

1) Golongan darah menentuka Rh, ABO, dan pencocokan silang.


2) Jumlah darah lengakp menunjukkan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah
putih, perpindahan ke kiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukkan
infeksi.
3) kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum.
4) urinalitas: memastikan kerusakan kandung kemih.
5) Profil koagulasi: peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split
fibrin dalam (FDP/FSP) penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin
parsial diaktivasi: masa tromboplastin partial (APTT/PTT) masa protrombin
memanjang pada KID.
6) Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

c. Pemeriksaan Plasenta

15
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

11. PROGNOSIS

Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi
tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya
persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%.
Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal
ginjal.
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi
ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%.
Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya
plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia
kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada
kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin.

12. PENATALAKSANAAN / TERAPI

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya


gejala klinis atau menurut keadaan ibu dan janinnya. Karena telah terjadi syok pada
pasien, maka penanganan yang pertama kali harus diberikan adalah resusitasi cairan
dengan menggunakan kristaloid sampai tercapai tekanan darah minimal 90/60 mmHg.
Perlu juga dipasang kateter untuk memonitor urin yang keluar. Bila terjadi oligouria,
berarti ada kemungkinan telah terjadi komplikasi pada ginjal.
Selain cairan, secepatnya harus dilakukan cross darah dan pemberian fresh frozen
plasma (FFP) dan tranfusi packed red cell (PRC) untuk mengganti darah yang sudah
keluar dan memperbaiki anemia. Pemberian FFP ditujukan untuk memperbaiki keadaan
koagulopati karena di dalam FFP terdapat fibrinogen dan berbagai faktor pembekuan.

16
Pemberian tranfusi dapat juga diganti menggunakan whole blood karena di
dalamnya sudah terkandung komponen sel darah merah, fibrinogen, dan faktor-faktor
pembekuan.
Penanganan solusio plasenta berdasarkan gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan
tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. Bila ada
perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,
pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka
kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila
janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat
persalinan.
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera
diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari
tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi
ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana.
Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang
bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah
mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadiadalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis
korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum

17
penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui
dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin
dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang
disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi
penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi,
mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari
bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada
penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan
melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infuse oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan
adalah seksio sesaria. Mungkin timbul pertanyaan dalam penanganan kasus
pasien mengenai pemilihan sectio cesarea sebagai tindakan pengakhiran
kehamilan. Janin dalam kandungan sudah meninggal, mengapa tidak dilakukan
persalinan spontan per vaginam untuk melahirkan bayi. Dalam hal ini dapat
dikemukakan beberapa alasan. Kondisi ibu yang tidak stabil yaitu dalam
keadaan syok kurang memungkinkan dilakukannya persalinan per vaginam.
Kemudian, penanganan perdarahan harus secepatnya diatasi agar kondisi ibu
tidak semakin jelek.
Tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan adalah dengan segera
menghentikan sumber perdarahannya, dalam hal ini adalah dengan melahirkan
bayi dan plasenta secepatnya. Proses persalinan harus sudah selesai dalam 3-6
jam setelah terjadinya solusio plasenta.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah
dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.

18
Pemberian fibrinogen pada kasus hipofibrinogenemia hanya dilakukan bagi
penderita yang sangat memerlukan dan tidak menjadi pengobatan rutin bagi
setiap kasus solusio plasenta. Pemberian setiap 1 gram fibrinogen akan
meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.

13. KOMPLIKASI

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu :
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hamper tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya
kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak
sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan
segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan
dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat
terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan
syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan.
Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena
vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan
bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan
koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena
pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh
platelet dan factor pembekuan.
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang

19
terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih
dapat ditolong dengan penanganan yang baik.
Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri
dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak.
Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang
harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat.
Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan
dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg %
maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :
1) Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan
darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah
kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen
disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi
consumptive.
Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang
menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat
mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan
kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.
2) Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka
kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan

20
fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi
kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis.
Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan
cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan
waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau
tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

12. PENCEGAHAN

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih
dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif
kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi
darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan
tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian
oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus
dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5
unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.

21
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
1) Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan
tempat yang dirasa paling sakit.
2) Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan nonrecurrent terdiri dari
darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman.
3) Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak
tidak bergerak lagi).
4) Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat
anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
5) Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi
1) Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
2) Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
3) Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
4) Pasien tampak bertanya-tanya tentang penyakitnya.

c. Palpasi
1) Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
2) Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
3) Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
4) Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di
atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang
terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
e. Pemeriksaan Dalam
1) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
2) Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik
sewaktu his maupun di luar his.
3) Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini
sering meragukan dengan plasenta previa.
f. Pemeriksaan Umum

22
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok.
Nadi cepat, kecil dan filiformis.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
2) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena
pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l
jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 15O mg%).
3) PT dan APTT yang memanjang, kadar fibrinogen menurun (hipofibrinogenemia)
dan kadar D-dimer meningkat. Ini menunjukkan telah terjadi komplikasi
koagulopati pada pasien yaitu disseminated intravascular coagulation. Harus
dilakukan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk melihat apakah
sudah terjadi komplikasi pada ginjal.
h. Pemeriksaan Plasenta

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
i. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :


1) Terlihat daerah terlepasnya plasenta.
2) Janin dan kandung kemih ibu.
3) Darah
4) Tepian plasenta

Analisa Data

NO DATA INTERPRETASI MASALAH


1 Do : HB turun, Solusio plasenta Gangguan perfusi
konjungtiva, anemis, jaringan tidak efektif
muka pucat,lemas Mendesak plasenta

Ektravasasi berlangsung
hebat

23
Perdarahan

HB menurun

Konjungtiva anemis, muka


pucat,lemas

Gangguan perfusi jaringan


tidak efektif

2. DO: Pendarahan hebat Solusio plasenta Kekurangan Volume


cairan
Mendesak Plasenta

Ekstravasasi berlangsung
hebat

Uterus bercak biru

Pendarahan hebat

Hilangnya cairan tubuh

Kurang volume cairan

3. Do : Nyeri tekan di tempat Solusio plasenta Nyeri akut


plasenta terlepas,
mengerang karena Mendesak plasenta
kesakitan, uterus
tegang, nadi meningkat Ektravasasi berlangsung
(denyut jantung) hebat

Perdarahan

Uterus tegang

Ekspresi ekspulsif

Nyeri akut
4. Do : Perdarahan Solusio plasenta Potensial syok
pervagina,kehilangan hipovolemik
cairan tubuh Mendesak plasenta

Ektravasasi berlangsung

24
hebat

Perdarahan

Hilangnya cairan tubuh

Potensial syok hipovolemik


5. Do : Klien bertanya-tanya Solusio plasenta Cemas
tentang penyakitnya,
pasien terlihat gelisah, Perubahan status kesehatan
perubahan status
kesehatan. Cemas
6. Do : Pasien bertanya- Solusio plasenta Kurang Pengetahuan
tanya tentang
penyakitnya kurang informasi

pasien bertanya - tanya

kurang pengetahuan
7. DO: Terjadi kemerahan / Solusio plasenta Resiko tinggi
edema terjadinya infeksi
Mendesak Plasenta

Ekstravasasi berlangsung
hebat

Uterus bercak biru

Pendarahan hebat

Hilangnya cairan tubuh

Hematoma porsi

Kemerahan / edema

Resiko tinggi infeksi

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas.

25
b) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskular yang
berlebihan.
c) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (kontraksi uterus) di tandai
respon otonom, terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus, tingkah laku
ekspresif.
d) Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan .
e) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien
selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan
klien tidak mengerti tentang penyakitnya.
g) Risiko tinggi terjadinya infeksi yang berhubungan dengan adanya trauma jalan lahir.

3. PERENCANAAN
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas .

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suplai/
kebutuhan darah ke jaringan terpenuhi, dengan kriteria hasil :

1) Conjunctiva tidak anemis


2) Acral hangat
3) Hb normal
4) Muka tidak pucat
5) Tidak lemas
0
6) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

Intervensi keperawatan :

Intervensi Rasional
1. Bina hubungan saling percaya dengan Pasien percaya tindakan yang dilakukan
pasien
2. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan Pasien paham tentang kondisi yang
dialami
3. Monitor tanda-tanda vital (S,N,TD,RR) Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu
tubuh yang tinggi menunjukkan
gangguan sirkulasi darah.

26
4. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 30 Mengantisipasi terjadinya syok
menit
5. Catat intake dan output Produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam
menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
6. Kolaborasi pemberian cairan infus Cairan infus isotonik dapat mengganti
isotonik volume darah yang hilang akiba
perdarahan.
7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Tranfusi darah mengganti komponen
Hb rendah darah yang hilang akibat perdarahan.

b. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskular


berlebihan

Tujuan: Setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama 2x24 jam di harapkan Volume
cairan dapat terpenuhi secara adekuat. Dengan criteria Hasil:

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36,5-37,50C, TD : 120/80 mmHg, RR : 16-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/ menit.
b. pengisian kapiler cepat (kurang dari 3 detik),
c. Input dan output cairan seimbang,
d. berat jenis urine dalam batas normal.
e. Turgor kulit elastic

Intervensi :
No. Intervensi Rasional

1. Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi Perkirakan kehilangan darah, arterial versus vena,
perdarahan. Timbang dan hitung dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat
pembalut. Simpan bekuan dan diagnosis banding serta menentukan kebutuhan
jaringan untuk dievaluasi oleh dokter. penggantian (satu gram peningkatan berat
pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml
kehilangan darah)

2. Kaji lokasi uterus dan derajat Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam
kontraktilitas uterus. Dengan masase, diagnosis banding. Peningkatan kontraktilitas
penonjolan uterus dengan satu tangan miometrium dapat menurunkan kehilangan daarah.
sambil menempatkan tangan kedua Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis

27
tepat di atas simfisis pubis. mencegah kemungkinan inversi uterus selama
masase

3. Perhatikan hipotnsi dan takikardi, Tanda-tanda menunjukkan hipovolemik dan


perlambatan pengisian kapiler atau terjadinya syock. Perubahan tekanan darah tidak
sianosis dasar buku, serta membran dapat dideteksi sampai volume cairan telah
mukosa bibir. menurun hingga 30-50%. Sianosis adalah tanda
akhir dari hipoksia.

4. Pantau masukan dan keluaran: Bermanfaat dalam memperkirakan


perhatikan berat jenis urine. luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan
haluran 3-50 ml/jam atau lebih besar. Sianosis
adalah tanda akhir dari hipoksia.

5. Berikan lingkungan yang tenang dan Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas, dan
dukungan psikologis. kebutuhan metabolik.

6. Kolaborasi Produk darah untuk meningkatkan volume,


sirkulasi dan mencegah pembekuan.
Kolaborasi dalam pemberian darah
lengkap atau produk darah ( misal
plasma, trombosit ).

7. Kolaborasi pemberian cairan infus Cairan infus berguna untuk mengganti cairan infus
elektrolit atau isotonik melalui jalur yang hilang.
sentral.

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (kontraksi uterus) di tandai
respon otonom, terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus, tingkah
laku ekspresif.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri


berkurang atau terkontrol, dengan kriteria hasil :

28
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
2) Skala nyeri 0-1
3) Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
4) Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
5) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit,
Nadi : 80-100 x/menit

Intervensi Keperawatan :

Intervensi Rasional
1. Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat Pengkajian yang spesifik membantu
nyeri (PQRST) memilih intervensi yang tepat

2. Pertahankan tirah baring selama masa Meminimalkan stimulasi atau


akut meningkatkan relaksasi

3. Berikan tindakan non farmakologis Distraksi bertujuan mengalihkan perhatian


teknis distraksi atau relaksasi : ciptakan klien terhadap nyeri. Relaksasi bertujuan
lingkungan terapeutik untuk melemaskan otot sehingga klien
lebih tenang dan mempunyai pola koping
yang lebih positif
4. Observasi keluhan dan Mengetahui perkembangan kondisi klien
TTV(S,N,TD,RR)
5. Libatkan suami dan keluarga Memberi dukungan mental kepada klien
6. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai Menghilangkan nyeri; meningkatkan
indikasi relaksasi dan koping dengan kontraksi.

d. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan .

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan syok


hipovolemik tidak terjadi, dengan kriteria hasil :

1) Perdarahan berkurang
2) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit,
Nadi : 80-100 x/menit
3) Keadaan umum baik, kesadaran Compos mentis

29
Intervensi Keperawatan :

Intervensi Rasional
1. Kaji perdarahan setiap 15 30 menit Mengetahui adanya gejala syok sedini
mungkin
2.Monitor tekanan darah, nadi, pernafasan Mengetahui keadaan pasien
setiap 15 menit, bila normal observasi
dilakukan setiap 30 menit.
3. Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, Menentukan intervensi selanjutnya dan
menguap erus keringat dingin, kepala mencegah syok sedini mungkin
pusing.
4. Kaji konsistensi abdomen dan tinggi Mengetahui perdarahan yang tersembunyi
fundus uteri.
5. Catat intake dan output Produksi urine yang kurang dari 30
ml/jam merupakan penurunan fungsi
ginjal.
6. berikan cairan 2500 ml perhari Mengganti cairan tubuh yang hilang
7. Berikan cairan sesuai dengan program Mempertahankan volume cairan sehingga
terapi sirkulasi bisa adekuat dan sebagian
persiapan bila diperlukan transfusi darah.
8. Pemeriksaan laboratorium hematkrit Menentukan intervensi selanjutnya
dan hemoglobin
9. Kolaborasi pemberian tranfusi darah Tranfusi darah mengganti komponen darah
bila Hb rendah yang hilang akibat perdarahan.

e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan


klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cemas


terkontrol dan klien dapat mengerti tentang keadaannya , dengan kriteria hasil :

1) Klien tidak cemas


2) Klien tidak gelisah
3) Klien tampak tenang

30
Intervensi Keperawatan :

Intervensi Rasional
1. Anjurkan klien untuk mengemukakan Dengan mengungkapkan perasaannya
hal-hal yang dicemaskan. akan mengurangi beban pikiran.
2. Ajak klien mendengarkan denyut jantung Mengurangi kecemasan klien tentag
janin kondisi janin.
3. Beri penjelasan tentang kondisi janin Mengurangi kecemasan tentang kondisi /
keadaan janin.
4. Beri informasi tentang kondisi klien Mengembalikan kepercayaan dan klien.
5. Anjurkan untuk manghadirkan orang- Dapat memberi rasa aman dan nyaman
orang terdekat bagi klien
6. Anjurkan klien untuk berdoa kepada Dapat meningkatkan keyakinan kepada
tuhan Tuhan tentang kondisi yang dialami.
7. Jelaskan tujuan dan tindakan yang akan Klien kooperatif dengan perawat
diberikan

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan


klien tidak mengerti tentang penyakitnya

Tujuan ; Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakn klien dapat
mengerti tentang penyakitnya , dengan kriteria hasil :
Klien dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penyakitnya

Intervensi keperawatan :

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan penderita Menentukan intervensi keperawatan
tentang keadaanya selanjutnya.
2. Berikan penjelasan tentang kehamilan Penderita mengerti dan menerima
dan tindakan yang akan dilakukan : keadaannya serta pederita menjadi
kooperatif.
a. Pengetahuan tentang perdarahan
antepartum.

31
b. Penyebab

c. Tanda dan gejala

d. Akibat perdarahan terhadap ibu dan


janin

e. Tindakan yang mungkin dilakukan

g. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan

Tujuan: Setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Tidak terjadi
infeksi dengan criteria hasil :

a. lokea tidak berbau.

b. TV dalam batas normal (Suhu : 36,5-37,50C).

Intervensi :

No. Intervensi Rasional

1. Obsevasi perubahan tanda vital. Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi
terjadinya infeksi.

2. Observasi adanya tanda lemas, Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya


kedinginan, anoreksia, kontraksi bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
uterus yang lembek, dan nyeri
panggul.

3. Monitor involusi uterus dan Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi
pengeluaran lochea pengeluaran lokea yang berkepanjangan.

4. Berikan kesempatan istirahat atau Saat tidur terjadi regenerasi sel.


tidur yang cukup

5. Kolaborasi

a). Berikan zat besi ( Anemi zat besi berfungsi memproduksi hemoglobin dalam

32
memperberat keadaan ) tubuh dan menyokong kekebalan tubuh.

b). Beri antibiotika ( Pemberian Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk
antibiotika yang tepat diperlukan keadaan infeksi
untuk keadaan infeksi ).

4. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

5. EVALUASI

Dx 1 : suplai/ kebutuhan darah ke jaringan terpenuhi.

Dx 2 : nyeri berkurang atau terkontrol

Dx 3 : tidak terjadi fetal distress

Dx 4 : cemas terkontrol dan klien dapat mengerti tentang keadaannya

Dx 5 : syok hipovolemik tidak terjadi

Dx 6 : klien dapat mengerti tentang penyakitnya

33
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya. Plasenta itu secara
normal terlepas setelah anak lahir, jadi plasenta terlepas sebelum waktunya. Jadi definisi
yang lengkap ialah solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang
normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak (Obstetri Patologi, 1984).

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
factor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
2. Faktor Trauma
3. Faktor Paritas Ibu
4. Faktor Usia Ibu
5. Tumor Uterus
6. Faktor penggunaan kokain
7. Faktor Kebiasaan Merokok
8. Riwayat Solusio Placenta sebelumnya
9. Pengaruh lain
Konsep dasar asuhan keperawatan solusio plasenta yaitu berfokus pada
Anamnesis pengakajian awal, kemudian melakukan pemeriksaan fisik meliputi
inspeksi,palpasi,Inspeksi, auskultasi, pemeriksaan dalam seperti teleh membukanya
serviks atau belum, pemeriksaan umum, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
plasenta, dan USG.
Dari pengakajian yang telah dilakukan, akan ditetapkan suatu diagnose. Diagnose
yang bisa terjadi pada pasien dengan plasenta previa adalah
1. Gangguan perfusi jaringan
2. Nyeri akut
3. Resiko tinggi terjadinya fetal distress
4. Potensial terjadinya hypovolemik syok
5. Kecemasan
6. Kurang pengetahuan.

B. SARAN

34
Kita sebagai mahasiswa yang berkecimpung dalam bidang kesehatan hendaknya
memahami keadaan keadaan patologi yang mengganggu proses kehamilan ataupun
persalinan seperti penyakit solusio plasenta. Agar nantinya kita mampu memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif sehingga tercipta suatu kesembuhan pasien
dalam mengatasi penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.http://materi-kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html

Bobak . 2004. Buku ajar keperawatan maternitas, edisi 4 . Jakarta: EGC

35
Doengoes E.Marylin.2001.Rencana Perawatan Maternal/bayi.Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Dokumentasi Perawatan Klien.Edisi 2.Jakarta.EGC.

Esti Nugraheni.2009.Asuhan Kebidanan Patologi.Yogyakarta:Pustaka Rihama

Hanifa,dkk.2005.Ilmu Kebidanan.Edisi 3.Cetakan 7.Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo

Mansjoer arif.dkk . 2001.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 JILID 1.FK UI . JAKARTA

Mitayani.2009.Asuhan keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Obstreti Patologi.1984.Bagian Obstretri dan Ginekologi.FKUP Elstar:Bandung.

36

Anda mungkin juga menyukai