Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

OLEH :
NI WAYAN ARIK WIDIANTARI
17.901.1785

PROGRAM STUDI PROFESI (NERS)


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
DENPASAR
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.
(Smith Tom, 1995 ).
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau
lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan
apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika
tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan
diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan
tekanan diastolic karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith
Tom, 1995 ).

2. Epidemiologi
Hipertensi esensial mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Pada populasi
umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (39% pria
dan 31% wanita). Prevalensi hipertensi primer pada wanita sebesar 22%-39%
yang dimulai dari umur 50 sampai lebih dari 80 tahun, sedangkan pada wanita
berumur kurang dari 85 tahun prevalensinya sebesar 22% dan meningkat sampai
52% pada wanita berumur lebih dari 85 tahun (Trenkwalder P et al, 2004).
25% pria dan 18% wanita penderita hipertensi, tidak menyadari bahwa
mereka mengidap hipertensi. Bagi mereka yang menyadari, 82%nya menjalani
pengobatan terhadap penyakitnya. Sedangkan dari semua penderita hipertensi,
hanya 46% yang mempunyai hipertensi terkontrol. Untuk kedua jenis kelamin,
perbandingan hipertensi terkontrol menurun seiring bertambahnya umur,
sedangkan perbandingan hipertensi yang tidak terkontrol yang menjalani
pengobatan bertambah seiring bertambahnya umur. Untuk pria, perbandingan
penderita yang sadar menderita hipertensi (diobati atau tidak diobati) juga
menurun seiring bertambahnya umur (Trenkwalder P et al, 2004).

3. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan WHO-ISH 1999


Tekanan DarahTekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4
210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi maligna)

Sumber : Zulkhair Ali, Standar Profesi Ilmu Penyakit Dalam (2002).

4. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
a. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan / sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.

Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas :


a. Tidak dapat dikontrol, seperti :
1) Keturunan (genetik), kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot daripada heterozigot, apabila salah satu
diantaranya menderita hipertensi, menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran terhadap terjadinya hipertensi. Pada percobaan binatang
tikus golongan Japanese spontanously hypertensive rat (SHR), New
Zealand genetically hypertensive rat (GH), Dahl salt sensitive (H) dan
Salt resistant dan Milan hypertensive rat strain (MHS), dua turunan tikus
tersebut mempunyai faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan
sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan dua turunan yang
lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan
secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.
2) Jenis Kelamin, kalau ditinjau perbandingan antara wanita dan pria,
ternyata, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan
Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan
11,6% untuk wanita. Laporan dari Sumatera Barat, mendapatkan 18,6%
pria dan 17,4% wanita. Dari perkotaan di Jakarta (pertukangan)
didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.
3) Umur, Penderita hipertensi esensial, sebagian besar timbul pada usia 25 –
45 tahun dan hanya 20% yang timbulnya kenaikan tekanan darah di bawah
usia 20 tahun dan diatas 50 tahun (Soeparman, 1999).
b. Dapat dikontrol :
1) Kegemukan (obesitas), belum terdapat mekanisme pasti, yang dapat
menjelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, akan tetapi
pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. Pada obesitas
tahanan ferifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis
meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.
2) Kurang Olahraga, lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan
hipertensi, karena olah raga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer, yang akan menurunkan tekanan darah. Olah raga juga
dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Dengan kurang olah raga,
kemungkinan timbulnya obesitas akan meningkat dan apabila asupan
garam bertambah, akan mudah timbul hipertensi.
3) Merokok, rokok juga dihubungkan dengan hipertensi, walaupun pada
manusia mekanisme secara pasti belum diketahui. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan resiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
4) Kolesterol tinggi, kehamilan.
5) Konsumsi Alkohol. Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi.
Peminum alkohol berat cenderung hipertensi, walaupun mekanisme
timbulnya hipertensi secara pasti belum diketahui.
6) Garam merupakan hal yang sangat sentral dalam patofisiologi hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa
dengan asupan garam minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram
perhari, prevalensi hipertensi beberapa saja, sedangkan apabila asupan
garam antara 5 – 15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15 – 20%.

5. Patofisiologi
Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti penyempitan
arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor
dan kehamilan. Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan,
rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan obat-obatan dan faktor
keturunan, faktor umur. Faktor penyebab diatas dapat berpengaruh pada sistem
saraf simpatis. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui sistem jarak simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf pasca ganglion
ke pembuluh darah dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi kelenjar adrenal terangsang,
vasokonstriksi bertambah. Medula adrenal mensekresi epinofrin menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat
respons vasokontriksi dan mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
merangsang pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiptensin I dan
diubah menjadi angiotensin II yang mengakibatkan retensi natrium dan air yang
menimbulkan odema. Vasokontriksi pembuluh darah juga mengakibatkan
peningkatan tahanan perifer, meningkatnya tekanan arteri juga meningkatkan
aliran balik darah vena ke jantung dalam keadaan ini tubuh akan berkompensasi
untuk meningkatkan curah jantung mengalami penurunan. Hal ini mempengaruhi
suplai O2 miokardium berkurang yang menimbulkan manifestasi klinis cianosis,
nyeri dada/ angina, sesak dan juga mempengaruhi suplai O2 ke otak sehingga
timbul spasme otot sehingga timbul keluhan nyeri kepala/pusing, sakit pada leher.
Tingginya tekanan darah yang terlalu lama akan merusak pembuluh darah
diseluruh tubuh seperti pada mata menimbulkan gangguan pada penglihatan,
jantung, ginjal dan otak karena jantung dipaksa meningkatkan beban kerja saat
memompa melawan tingginya tekanan darah. Diotak tekanan darah tinggi akan
meningkatkan tekanan intra kranial yang menimbulkan manifestasi klinis
penurunan kesadaran, pusing, mual/muntah dan gangguan pada penglihatan
kadang-kadang sampai menimbulkan kelumpuhan.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
6. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung,
1995 )
a) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.

7. Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin/ Hemotokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
b) BUN/ Kreatinin
Memberikan nformasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.
c) Glukosa
Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetusan hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar ketokolamin(meningkat hipertensi).
d) Kalium Serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e) Kalsium Serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
f) Kolesterol dan trigeliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasi pencetus untuk/ adanya
pembentukan plakateromatosa (efek kardiovaskuler).
g) Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi
h) Kadar aldosteron urin/ serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
i) Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau diabetes.
j) VMA urin (metabolit katekolamin)
Kenaikan dapat mengindikasikan adanya feokromositoma (penyebab);
VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk pengkajian feokromositomabila
hipertensi hilang timbul.
k) Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi.
l) Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoa atau
disfungsi pituitari, sindrom Cushing kadar renin dapat juga meningkat.
m) IVP
Dapat mengindentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal/ ureter.
n) Foto Dada
Dapat menunjukkan obstruksi klasifikasi pada area katup, deposit pada
dan/ atau takik aorta, pembesaran jantung.
o) CT Scan
Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, atau feokromositoma.
p) EKG
Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, catatan: Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi

8. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mecapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90mmHg. Efektivitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan
kualitas hidup sehubungan dengan terapi. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan
alkohol, natrium dan tembakau: latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib
yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila penderita
hipertensi ringan berada dalam resiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan
darah diastoliknya menetap, diatas 85-95 mmHg dan sistoliknya diatas 130
sampai 139mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a) Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
 Penurunan berat badan
 Penurunan asupan etanol
 Menghentikan merokok
 Diet tinggi kalium
2) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:
 Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain
 Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau
72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut
nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus 220 – umur
 Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan
 Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
3) Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
 Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai
untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga
untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
 Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat
belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
4) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

b) Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON
DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain
yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta
blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan
1) Dosis obat pertama dinaikan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa
diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin,
reserphin, vasodilator
c. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi

Follow Up untuk mempertahankan terapi


Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan
(perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
1) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran
tekanan darahnya
2) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai
tekanan darahnya
3) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh,
namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan
mortilitas
e. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat
mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya,
tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat
tensimeter
f. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa
didiskusikan lebih dahulu
g. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam
cara hidup penderita
h. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
i. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila
penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
j. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti
hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
k. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti
hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi
l. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya
memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping
minimal dan efektifitas maksimal
m. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
n. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan
kunjungan lebih sering
o. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu
yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat
diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan
pelaksanaan pengobatan hipertensi.

9. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya
hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan
konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi berupa:
- Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
- Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal dan stabil mungkin.
- Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
- Batasi aktivitas.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
b) Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
c) Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
d) Eliminasi
Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
e) Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol),
mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan
diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
f) Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan
penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan
retina optik.
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.
g) Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
h) Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk
dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat
bantu pernafasan.
i) Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
b) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
c) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air
d) Risiko perfusi jaringan tidak efektif (serebral) berhubungan dengan
peningkatan tek.vaskuler cerebral
e) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2
f) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan, penurunan lapang
pandang
g) Gangguan sensori perseptual: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori
h) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan struktural pada
arteri dan vena
i) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan
proses penyakit
3. Rencana Keperawatan
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

5. Evaluasi
Diangnosa 1 : nyeri berkurang atau teratasi
Diangnosa 2 : klien mampu melakukan aktivitas sesuai dengan batas
toleransinya
Diangnosa 3 : volume cairan dapat terkontrol
Diangnosa 4 : tidak terjadi gangguan perfusi jaringan (serebral)
Diangnosa 5 : pola nafas menjadi efektif
Diangnosa 6 : tidak terjadi cedera
Diangnosa 7 : gangguan sesnsori perseptuan ; penglihatan dapat ditoleransi
Diangnosa 8 : curah jantung kembali normal.
Diangnosa 9 : Pengetahuan klien tentang proses penyakit meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit
Kanisius, 2001
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta,
Penerbit Hipokrates, 1999
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com,
2003
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?,
Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta,
Penerbit Arcan, 1996
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III,
diterjemahkan oleh Petrus Andryanto. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
1995
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis
dan evaluasi , Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998
http://putrisayangbunda.blog.com/2010/08/29/askep-hipertensi-pada-ibu-
hamil/

Anda mungkin juga menyukai