2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi lainya. Hipertensi
yang penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler, feokromositoma, sindrom cushing,
aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari seluruh pasien hipertensi.
2. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih
tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.
Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut
ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat.
Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering
terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan
dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama,
terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini
dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
3. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi.
2 Kurang Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung
harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas
fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.
Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung
mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
3 Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan
dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis.
5 Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor
resiko hipertensi.
6 Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 200
mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10
mmHg.
7 Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik
personal.
b. Efek Neurologik
Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina dan sistem saraf
pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung
diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan
terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina.
Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit kepala di
daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-
gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan keleyengan, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus
dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler,
perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri
terjadi secara sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana
perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan perkembangan
mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan
arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.
Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan kesadaran,
peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak
jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda
fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan
serebri atau transient ischemic attack.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati
hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan
perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat,
percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.
Secara garis besar, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat
antihipertensi, yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi
2. Mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau minimal
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulkan intoleransi
5. Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh penderita.
6. Memungkinkan penggunaan obat dalam jangka panjang