Anda di halaman 1dari 7

Hipertensi Lansia

1) pengertian Hipertensi Pada Lansia


Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap.Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).Menurut WHO ( 1978 ), tekanan
darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Pada Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 1996)

2) Klasifikasi Hipertensi Pada Lansia


Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :
1. Hipertensi primer atau esensial
Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang terbanyak, yaitu sekitar 90-95%
dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat keluarga,obesitas,diit tinggi natrium,lemak jenuh dan
penuaan adalah faktor pendukung. Walaupun faktor genetik sepertinya sangat berhubungan
dengan hipertensi primer, tapi mekanisme pastinya masih belum diketahui.

2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi lainya. Hipertensi
yang penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler, feokromositoma, sindrom cushing,
aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari seluruh pasien hipertensi.

Berdasarkan Pedoman Joint National Committee 7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Hipertensi stage II 160 100
Etiologi Hipertensi Pada Lansia
Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes
ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi
alkohol yang berlebihan.
Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara
lain:
a) Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik kromosomal), umur (pria
: > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin pria atau wanita pasca menopause.
1. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.Namun wanita terlindung
dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadarHigh Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah
dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55
tahun.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis
kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia
dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%
penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah
menopause.

2. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih
tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.
Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut
ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat.
Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering
terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan
dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama,
terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini
dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
3. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi.

b) Faktor resiko yang dapat dikontrol:


1 Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan
energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat
memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit
seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.

2 Kurang Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung
harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas
fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.
Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung
mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.

3 Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan
dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis.

4 Mengkonsumsi garam berlebih


Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.

5 Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor
resiko hipertensi.

6 Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 200
mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10
mmHg.
7 Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik
personal.

3) Tanda Dan Gejala Hipertensi Pada Lansia


Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak memberikan
gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau tersembunyi (occult). Menurut
Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis,
Kesadaran menurun,wajah merah,tengkuk terasa pegel,mudah marah,telinga berdengung,susah
tidur,dan mimisan.
4) Komplikasi Hipertensi Pada Lansia
Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab tersering kematian
adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering ditemukan, dan sebagian kecil
pada pasien dengan retinopati.
a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler
Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan sistemik
adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding ventrikel. Hal ini
menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan
tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit
arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena penambahan massanya.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang
menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur dari regurgitasi
aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar pada penyakit jantung
hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja
ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri. Bila
penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan hipertensi
disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga bahwa
kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada asupan garam yang
normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin
II.

b. Efek Neurologik
Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina dan sistem saraf
pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung
diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan
terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina.
Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit kepala di
daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-
gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan keleyengan, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus
dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler,
perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri
terjadi secara sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana
perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan perkembangan
mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan
arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.
Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan kesadaran,
peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak
jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda
fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan
serebri atau transient ischemic attack.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati
hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan
perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat,
percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.

c. Efek pada Ginjal


Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus adalah lesi
vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi
glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada
glomerulus dan 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan
darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan
metroragi juga sering terjadi pada pasien-pasien ini.

2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lansia


Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
berkaitan dengan sistem kardiovaskuler dan ginjal. Karena kebanyakan penderita hipertensi,
khususnya yang berusia > 50 tahun akan mencapai target tekanan diastol saat target tekanan
sistol sudah dicapai, sehingga fokus utamanya adalah mencapai target tekanan sistol. Penurunan
tekanan sistol dan diastol < 140 / 90 mmHg berhubungan dengan penurunan terjadinya
komplikasi stroke, dan pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus, target tekanan darah ialah
< 130 / 80 mmHg.

Penalaksanaan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip, yaitu :


1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan kausal.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan mungkin seumur hidup.
5. Pengobatan dengan menggunakan standart triple therapy (stt) menjadi dasar pengobatan
hipertensi.

Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya :


a. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
b. Interaksi obat
c. Efek samping obat.
d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.
Pada pengobatan hipertensi ada tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita adalah :
a. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler.
b. Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer.
c. Organ yang rusak karena hipertensi.

Secara garis besar, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat
antihipertensi, yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi
2. Mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau minimal
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulkan intoleransi
5. Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh penderita.
6. Memungkinkan penggunaan obat dalam jangka panjang

Tidak jarang penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obat antihipertensi


mengalami kegagalan, yang dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah ini :
1. Ketidakpatuhan penderita
2. Peningkatan volume oleh karena peningkatan asupan natrium, kerusakan ginjal, dan kurangnya
pemberian diuretik
3. Obesitas
4. Dosis yang tidak adekuat
5. Interaksi obat
6. Kontrasepsi oral
7. Penggunaan obat-obat steroid
8. Hipertensi sekunder

5) Pencegahan hipertensi pada lansia


Mengurangi konsumsi garam
Menghindari kegemukan
Membatasi konsumsi lemak
Olah raga teratur
Makan banyak buah dan sayuran segar
Tidak merokok dan minum alcohol
Latihan relaksasi atau medikasi
Berusaha membina hidup positif

Anda mungkin juga menyukai