Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi


2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah kondisi medis ketika seorang mempunyai
peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis dalam waktu yang
lama. Secara umum seorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan
darah sistolik atau diastolik melebihi 140/90 mmHg. Dan normalnya
120/80 mmHg. (Arief Sudarmoko, 2010: hal.3).Hipertensi adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan diastolik
lebih dari 80 mmHg (Arif Mutaqin, 2009: hal.262).Menurut WHO batas
tekanan darah yang masih diangap normal adalah 140/90 mmHg,
sedangkan darah lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Batas WHO tersebut tidak membedakan batas usia dan jenis kelamin.
(Wajan Juni Udjiani, 2010: hal.107).

2.1.2 Klasifikasi
1. Hipertensi primer atau esensial
Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang terbanyak,
yaitu sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat
keluarga,obesitas,diit tinggi natrium,lemak jenuh dan penuaan adalah
faktor pendukung. Walaupun faktor genetik sepertinya sangat
berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme pastinya masih
belum diketahui.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang
terindentifikasi lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti
hipertensi renovaskuler, feokromositoma, sindrom cushing,
aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari
seluruh pasien hipertensi.
Kategori Sistolik, mmHg Diastolik, mmHg
Normal <130 < 85
Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi
Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Stadium 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Stadium 3 (berat) 180 – 209 110 – 119
Stadium 4 (sangat >210 > 120
berat)

Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut


dapat dibedakan:
 Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat
pada 6-12% penderita di atas usia 60th, terutama pada wanita.
Insioden meningkat seiring bertambahnya umur.
 Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara
12-14% penderita di atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi
menurun seiring bertambahnya umur.
 Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia di
atas 60th, lebih banyak pada wanita. Menningkat dengan
bertambahnya umur.

2.1.3 Etiologi
Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi
lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup
seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.
Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak
dapat dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik
kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis
kelamin pria atau wanita pasca menopause.
a. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur
wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur
45-55 tahun.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita
hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih
banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi
lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%
penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan
perubahan hormon setelah menopause.

b. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya,
jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang
tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia
lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia
tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang
diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus ,
hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering terjadi
pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter
(2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia
ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-
arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya
kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi
semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.

c. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:


1. Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi
penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu
sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk
kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai
penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi.
Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan
darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat
badan lebih.

2. Kurang Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa
apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko
tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi
gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
3. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.
4. Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6
gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi.
5. Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak
jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan
minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko
hipertensi.
6. Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir
tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah
secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal
ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009)
mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf
simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan,
kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. penyakit arteri
koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi.
Hipertofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja
ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang
meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban
kerja maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal
dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kretinin).
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan iskemik trasien yang termanifestasi sebagai paralysis sementara
pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman penglihatan
(Smeltzer ,2002, hal 899).

2.1.5 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf

simpatis yang diteruskan ke sel jugularis, dari sel jugalaris ini bisa

meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka

akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan

Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II

berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga

terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan

hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan

berakibat pada peningkatan tekanan darah. (Brunner dan Suddarth, 2002).

PATHWAY
umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas arteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai Vasokonstri sistemi koroner Spasm


pembuluh O2 otak ksi k e
darah otak menurun pembuluh arteriol
darah ginjal vasokonstriksi Iskemi e
diplopi
Blood miocard
a
Nyeri Ganggu sinkop flow
kepal an pola munurun Afterload
a meningkat Nyeri Resiko
tidur injuri
dada
Respon
Ganggu RAA
an Penurunan Fatique
perfusi Rangsang curah
jaringan aldosteron jantung
Intoleransi
aktifitas
Retensi Kelebihan volume cairan
Na

edem
a
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.

b. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal


c. Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
g. Pemeriksaan tiroid.
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ).
i. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
j. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
k. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
l. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
m. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.
n. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.
o. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.

2.1.7 Komplikasi
Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab
tersering kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal
ginjal sering ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati.

a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler


Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan
tekanan sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan
penebalan dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel
memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-
tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari
kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard karena penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik,
didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang
menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan
murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial,
keempat) sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi
jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin
saja ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda
hipertrofi ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi
dan infark. Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh
infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga
bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh
aldosteron pada asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan
hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.
b. Efek Neurologik
Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan
pada retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya
jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka
dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan
pengamatan terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah
retina.
Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien
hipertensi. Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada
pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi.
Dapat juga ditemukan ’keleyengan’, kepala terasa ringan, vertigo,
tinitus dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang
lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati.
Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi
secara sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien
hipertensi, dimana perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan
tekanan darah dan perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri
(aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial
diketahui berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.
Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat,
gangguan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati
dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi
kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem
serebri. Tanda-tanda fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada,
lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau transient
ischemic attack.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada
retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak
beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina.
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau
setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing
atau sklerosis pembuluh darah.

c. Efek pada Ginjal


Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler
glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada
hipertensi dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan
disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena
lesi pada glomerulus dan ± 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi
akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak
hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga
sering terjadi pada pasien-pasien ini.

2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan morbilitas dan
mortallitas dengan minimalnya atau tanpa efek samping. Bila mungkin
tekanan darah dipertahankan sistol 140 mmHg dan diastole 90 mmHg.
a. Pengobatan non farmakologi seperti perubahan cara hidup, mengurangi
asupan garam dan lemak, mengurangi asupan alkohol, berhenti merokok,
mengurangi berat badan bagi penderita obesitas, meningkatkan aktifitas
fisik, olahraga teratur, menghindari ketegangan, istirahat cukup berdo’a.
b. Pengobatan farmakologi, diuretic adalah obat yang meperbanyak buang
air kecil, mempertinggi pengeluaran garam (NaCl) dengan turunnya kadar
na+, maka tekanan darah akan turun dan efek hipotensifnya kurang kuat.
Keta Blocker adalah mekanisme kerja obat beta dan blocker belum
diketahui dengan pasti di duga kerjanya berdasarkan beta blocker pada
jantung demikian tekanan darah akan menurun dan daya hipertensinya
baik. Kalsium antagonis adalah mekanisme obat antagonis kalsium adalah
menghambat ion kalsium kedalam sel otot polos pembuluh efek
vasodilatasi dan turunnya tekanan darah dengan cara menghambat
angiotensin enzyme yang berdaya vasokonstriksi kuat. Alpo-Adrenergik
bloking agen adalah obat yang dapat memblokir alfa dan menyebabkan
vasodilatasi perifer serta turunnya tekanan darah, karena efek
hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya sedikit kuat, misalnya
hipertensi ortostatik dan tachycardia, maka obat ini jarang digunakan.
c. Diet pada hipertensi yaitu diit yang diberikan pada hipertensi syarat-
syaratnya yaitu cukup kalori, cukup protein, mineral dan vitamin, bentuk
makanan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam air atau
hipertensi. Pada hipertensi selalu diberikan diet rendah garam, hipertensi
ringan pemberian garam 1/2 sendok teh untuk satu kali masakan,
hipertensi sedang 1/4 sendok teh untuk satu kali masakan, hipertensi berati
tidak boleh menngkonsumsi garam. (Suryadi, dikutip dalam Rogen, 2005)

2.1.9 Pengobatan
Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
- Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan
tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
- Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis
(saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
- Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi
gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun
menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya).
Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran
pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
- Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan
pusing.
- Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping
yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan
lemas.
- Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
- Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang
teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka
kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

2.1.10 Pencegahan
Sebelum penyakit hipertensi menyerang kita akan lebih baik jika kita
mencegahnya terlebih dahulu. Cara yang tepat untuk mencegah hipertensi
yaitu :
a. Tidak merokok karena nikotin dalam rokok dapat mengakibatkan jantung
berdenyut lebih cepat dan menyempitkan pembuluh darah kecil yang
menyebabkan jantung terpaksa memompa lebih kuat untuk memenuhi
keperluan tubuh kita
b. Kurangi konsumsi garam karena garam berlebih dalam darah dapat
menyebabkan lebih banyak air yang disimpan dan ini mengakibatkan
tekanan darah menjadi tinggi
c. Kurangi lemak, lemak yang berlebih akan terkumpul di sekeliling
pembuluh darah dan menjadikannya tebal dan kaku
d. .Pertahankan berat badan ideal
e. Olahraga secara teratur
f. Hindari konsumsi alkohol
g. Konsumsi makanan sehat,rendah lemak,kaya vitamin dan mineral alami

Anda mungkin juga menyukai