Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

“ANTEPARTUM BLEEDING

PADA SOLUSIO PLASENTA”

Pembimbing:

dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Oleh:

Atiqotul Fitriyah (201910401011073)

Naufal Ryandi H. (201910401011039)

SMF OBGYN

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang membahas mengenai

“Perdarahan Pasca Persalinan pada Atonia Uteri”.

Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas stase obstetric

ginekologi di RS Muhammadiyah Lamongan serta menambah wawasan dari

penulis maupun pembaca. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini, terutama

kepada Dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG, selaku dokter pembimbing yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan dan penyempurnaan

makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat.

Gresik, Agustus 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Ibu merupakan tolak ukur untuk menilai baik

buruknya  pelayanan kebidanan dan sebagai indikator tingkat kesejahteraan

ibu. Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio, MMR) didasarkan pada

risiko kematian ibu berkaitan dengan proses melahirkan, persalinan,

perawatan obstetrik, komplikasi kehamilan dan masa nifas.

Berdasarkan laporan World Health Organization, 2008 angka

kematian ibu di dunia pada tahun 2005 sebanyak 536.000. Kematian ini dapat

disebabkan oleh 25% perdarahan, 20% penyebab tidak langsung, 15% infeksi,

13% aborsi yang tidak aman, 12% eklampsi, 8% penyulit persalinan, dan 7%

penyebab lainnya. Penyebab perdarahan pada kehamilan yang penting adalah

perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada saat usia

kehamilan mencapai trimester ke-3 (> 20 minggu) dan sebelum proses

persalinan. Perdarahan obstetric yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga

dan yang terjadi setelah anak plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan

yang berat, dan merupakan kasus gawat darurat sehinnga jika tidak segera

ditangani bisa mendatangkan syok yang fatal dan berujung kematian.

Penyebab utama  perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio

plasenta; penyebab lainnya biasanya pada lesi lokal vagina/ serviks. Solusio

plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dari 225 persalinan atau <0,5%.


 BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. H

Usia : 20 tahun

B. Anamnesis

1. KU : nyeri perut hebat dan keluar darah kehitaman

2. RPS:

- Pasien datang ke UGD RSU dengan keluhan nyeri perut hebat dan

keluar flek sejak tadi pagi pukul 05.00. dan sedikit di celana dalam

pasien (tidak memakai pembalut sejak darah keluar).

- Gumpalan darah (-).

- Nyeri perut bagian bawah dan kenceng-kenceng (-).

- Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah terjatuh.

- Riwayat dipijat perut agar segera lahir 2 hari yll.

- Riwayat terapi (-)

3. RPD :

HT (-) , DM (-), Asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-).

4. RPK :

HT (-) , DM (-), Asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-)

5. RPSos: pasien adalah seorang ibu rumah tangga

6. Riwayat haid:
Menarche : 12 th

Lama : 7 hari

Siklus : teratur 28 hari teratur

Dismenorhea : kadang-kadang, hari 1

HPHT : 17-11-2019

7. R. Perkawinan :

Menikah : 1 Kali

Lama : 3 tahun

8. Riwayat Kehamilan dan Persalinan:

1. Aterm/3000/Spt/bidan/laki-laki/4,5 th

2. Hamil ini, ANC 1x di puskesmas

9. Riwayat KB : IUD

10. Riwayat ANC: 1x ke Puskesmas saat awal hamil dan dikatakan normal

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : lemah

Kesadaran : GCS 345

T: 90/50 mmhg,

N: 110 x/menit, RR: 28x/menit

T.aksila : 36,5 C

Head to toe :

1. Kepala/Leher :
a/i/c/d +/-/-/-, Tonsil hiperemi (-); Faring hiperemi (-), Lidah kotor (-),

nyeri tekan (-), hiperemi (-), Pembesaran KGB (-), JVP dbn.

2. Thorax :

- I : Bentuk normal, simetris, iktus kordis tidak tampak, pergerakan

dinding dada simetris.

- P : ekspansi simetris, iktus di MCL S ICS V tidak kuat angkat

- P : Sonor/sonor, batas jantung N, peranjakan naik 1-2 ICS

- A : Ves/Ves, Ronkhi (-), Wheezing (-), S1 S2 tunggal, murmur (-),

gallop (-)

3. Abdomen:

- I = perut membesar (+), linea nigra (+), striae gravidarum (-)

- P = nyeri tekan (-)

- P = redup

- A = BU (+) N

4. Extremitas :

- Akral dingin kering basah.

- Edema ekstremitas (-), CRT > 2 detik, ikterik (-), Spoon nail (-),

Ulkus (-), eritema palmaris (-)

5. Status obstetri

- Inspeksi: Perut membesar (+), linea nigra (+)

- Palpasi: Nyeri tekan(+), Kontraksi terus menerus.

- Leopold I : TFU 35cm, tidak bulat, tidak melenting, lunak kesan

bokong

- Leopold II : Bagian janin sulit diraba, DJJ 76x/menit


- Leopold III : Teraba keras, melenting, bulat kesan kepala belum

masuk PAP

- Leopold IV : konvergen

6. Status ginekologi:

- Perdarahan minimal dari kemaluan.

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium: Hb 6,4 gr%

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh

permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang

normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya

yakni sebelum anak lahir. Terdapat beberapa istilah untuk penyakit

ini yaitu abruptio placentae, ablatio placentae, dan accidental

hemorrhage. Beberapa studi menyebutkan solusio plasenta

ditegakkan bila terdapat perdarahan pada usia kehamilan di atas 24

minggu dan sebelum kelahiran, namun secara definitif

diagnosisnya baru bisa ditegakkan setelah partus jika terdapat

hematoma pada permukaan maternal plasenta. Solusio plasenta

jauh lebih berbahaya dibanding plasenta previa bagi ibu hamil dan

janinnya

3.2 KLASIFIKASI

1. Klasifikasi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta

a. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.

b. Solusio plasenta parsialis, plasenta terlepas sebagian.

c. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta

yang terlepas.

2. Klasifikasi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan :

a. Solusio plaseta dengan perdarahan keluar (revealed

hemorrhage). Biasanya perdarahan yang terjadi akan

merembes antara plasenta dan miometrium untuk


seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan

akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikaslis dan

keluar melalui vagina.

b. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi

(concealed hemorrhage). Ada kalanya, perdarahan

tersebut tidak akan keluar melalui vagina dan tersembunyi

di dalam uterus jika, bagian plasenta sekitar perdarahan

masih melekat pada dinding rahim, selaput ketuban masih

melekat pada dinding rahim, perdarahan masuk ke dalam

kantong ketubansetelah selaput ketuban pecah karenanya,

dan bagian terbawah janin umumnya kepala menempel

ketat pada segmen bawah rahim.

3. Klasifikasi menurut temuan klinis :

a. Solusio plasenta ringan

Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada

yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah

yang keluar biasanya <250 mL. Tumpahan darah yang

keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit

sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-gejala

perdarahan sulit dibedakan dari plasenta previa kecuali

warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan

janin belum ada.

b. Solusio plasenta sedang.


Luas plasenta yag terlepas telah melebihi 25%, tetapi

belum mencapai separuhnya (50%). Jumlah darah yang

keluar 250-1000mL. Umumnya perdarahan darah terjadi

keluar dan kedalam bersama-sama. Gejala-gejala dan

tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang

terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat,

hipotensi dan takikardia.

c. Solusio plasenta berat

Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan

jumlah darah yang keluar telah mencapai 1000mL atau

lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi keluar dan kedalam

bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik jelas,

keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan hampir

semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati

dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah

ada.

Gambar Klasifikasi solusio plasenta


3.3 EPIDEMIOLOGI

Kejadian solusio plasenta yang dilaporkan bervariasi karena

berbagai kriteria yang digunakan untuk diagnosis. Konon,

frekuensinya rata-rata 0,5 persen atau 1 dari 200 kelahiran. Dari

satu database hampir 28 juta kelahiran dari 2006 hingga 2012,

kejadian solusio plasenta hampir 1 persen (Ananth, 2016). Dari

kohort lebih dari 1,57 juta kelahiran di Belanda, Ruiter dan rekan

kerja (2015) menemukan frekuensinya adalah 0,22 persen — 1

banding 450. Dalam lebih dari 250.000 kelahiran di Parkland

Hospital dari tahun 2000 hingga 2015, angka kejadian solusio

plasenta rata-rata 0,35 persen atau 1 dalam 290

3.4 FAKTOR RISIKO

1. Gangguan kardiovaskuler : Hipertensi paling sering dikaitkan

dengan solusio plasenta, ini termasuk hipertensi gestasional,

preeklampsia, hiertensi kronis atau kombinasi keduanya.

Menurut Pritchard dkk (1991), dari 408 wanita dengan solusio

plasenta dan kematian janin, setengahnya (204) menderita

hipertensi. Setengah dari 204 wanita tadi menderita hipertensi

kronis

2. Ruptur membran : Terjadinya solusio plasenta meningkat

secara signfikan ketika terjadi ruptur membran sebelum

melahirkan (American College of Obstetricians and


Gynecologists, 2016a; Hackney, 2016). Major dkk (1995)

melaporkan bahwa 5 % dari 756 wanit dengan ketuban pecah

dini pada usia kehamilan 20 – 36 minggu mengalami solusio

plasenta.. Nath (2008), Peradangan dan infeksi serta kelahiran

prematur mungkin menjadi penyebab utama pada solusio

plasenta

3. Solusio placenta yang berulang : Solusio plasenta memiliki

tingkat kekambuhan yang tinggi. Pritchard dkk (1970)

mengidentifikasi tingkat kekambuhan 12 % solusio plasenta

dan setengah mengalami kematian janin.

4. Merokok meningkatkan reisko terjadinya solusio plasent

(Misra, 1999; Naeve 1980)

5. Leiomioma Uterus, terutama bila terletak didekat tempat

implantasi plasenta, dapat menjadi predisposisi terjadinya

solusio plasenta (Ezzedine dan Norwitz, 2016)

3.5 PATOFISIOLOGI

Solusio plasenta terjadi ketika ada kompromi dari struktur

pembuluh darah yang mendukung plasenta. Dengan kata lain,

jaringan pembuluh darah yang menghubungkan lapisan rahim dan

sisi ibu dari plasenta terkoyak. Struktur pembuluh darah ini

mengantarkan oksigen dan nutrisi ke janin. Gangguan jaringan

pembuluh darah dapat terjadi ketika struktur pembuluh darah

terganggu karena hipertensi atau penggunaan zat atau oleh kondisi


yang menyebabkan peregangan rahim. Rahim adalah otot dan

elastis sedangkan plasenta kurang elastis daripada uterus. Karena

itu, ketika jaringan rahim membentang tiba-tiba, plasenta tetap

stabil dan struktur pembuluh darah yang menghubungkan dinding

rahim dengan plasenta hilang.Abrupsi plasenta terjadi ketika

pembuluh darah ibu terlepas dari plasenta dan perdarahan terjadi

antara lapisan rahim dan sisi maternal plasenta. Ketika darah

menumpuk, itu mendorong dinding rahim dan plasenta terpisah.

Plasenta adalah sumber oksigen dan nutrisi janin serta cara janin

mengeluarkan produk limbah. Difusi ke dan dari sistem peredaran

darah ibu sangat penting untuk mempertahankan fungsi plasenta

yang menopang kehidupan ini. Ketika akumulasi darah

menyebabkan pemisahan plasenta dari jaringan pembuluh darah

ibu, fungsi vital plasenta ini terganggu. Jika janin tidak menerima

cukup oksigen dan nutrisi, janin akan mati

3.6 MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Gambaran klinis penderita solusio plasenta bervariasi

sesuai dengan berat ringannya atau luas permukaan maternal

plasenta yang terlepas. Gejala dan tanda klinis yang klasik dari

solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua

keluar melalui vagina, rasa nyeri perut dan uterus tegang terus

menerus mirip his partus prematurus


 Solusio plasenta ringan. Luas plasenta yang terlepas tidak

sampai 25%, atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6

bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya <250 mL. Tumpahan

darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari

sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejalagejala

perdarahan sulit dibedakan dari plasenta previa kecuali warna

darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum

ada.

 Solusio plasenta sedang. Luas plasenta yag terlepas telah

melebihi 25%, tetapi belum mencapai separuhnya (50%).

Jumlah darah yang keluar 250-1000mL. Umumnya perdarahan

darah terjadi keluar dan kedalam bersama-sama. Gejala-gejala

dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang

terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi

dan takikardia.

 Solusio plasenta berat. Luas plasenta yang terlepas sudah

melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar telah mencapai

1000mL atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi keluar dan

kedalam bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik

jelas, keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan hampir

semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan

gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah ada.


3.7 KOMPLIKASI

1. Syok hipovolemik : perdarahan yang terjadi sangat banyak dan

hebat menyebabkan ibu mengalami syok perdarahan yang

hebat.

2. Consumptive Coagulopathy : Solusio plasenta dan emboli

caairan amnion (Sindrom Defibrinasi). Yang saat ini dikenal

sebagai Koagulopati konsumtif lebih mungkin terjadi pada

solusio plasenta tersembunyi karena tekanan intrauterin lebih

tinggi.

3. Pengobatan yang tertunda atau adekuat dari hipovolemi

dengan solusio plaenta berat dapat menyebabkan AKI (Acute

Kidney Injury)

4. Apoplexie uteroplacentaire : perdarahan retroplasenta

menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut

miometrium bahkan bisa kebawah perimetrium, dan ke dalam

jaringan pengikat ligamentum latum, ke bawah perisalping dan

dan ovarium -> keadaan miometrium yg telah terinfiltrasi

darah dilaporkan jarang mengganggu kontraksinya sampai mjd

atonia yg bisa menyebabkan perdarahan berat pasca persalinan

-> uterus couvuleire

3.8 TATALAKSANA

Perawatan wanita dengan solusio plasenta bervariasi

tergantung pada kondisi klinisnya, usia kehamilan, dan jumlah


perdarahan terkait. Dengan janin yang hidup layak usia, dan

dengan persalinan pervaginam tidak segera, kelahiran sesar darurat

dipilih oleh sebagian besar. Jika janin telah meninggal atau jika

dianggap tidak cukup matang untuk hidup di luar rahim, maka

persalinan pervaginam lebih disukai. Dalam kedua kasus, resusitasi

cepat dan intensif dengan darah plus kristaloid mulai menggantikan

darah yang hilang dari perdarahan retroplasenta dan eksternal.

Langkah-langkah ini menyelamatkan nyawa bagi ibu dan mudah-

mudahan bagi janinnya. Jika diagnosa abrupsi tidak pasti dan janin

masih hidup dan tanpa bukti bahaya, maka pengamatan yang ketat

dapat dibenarkan asalkan intervensi segera tersedia


BAB IV

POMR

SUMMARY OF CLUE AND PROBLEM INITIAL PLANNING


DIAGNOSIS THERAPY MONITORING EDUCAT
DATA BASE CUE LIST DIAGNOSI
S
Ny. H, 20 th  Ny H 20 th 1. GIIP1001A GIIP1001A0  DL • MRS • Kesadaran  Memberi
KU : nyeri perut hebat dan  Multigravida 0 UK 39- uk 39-40  RFT • Konsul Sp.OG dan • Suhu pasien ke
keluar darah kehitaman.  HPHT : 17- 40 minggu minggu TH  LFT Sp.An • TD MRS unt
11-2019 TH IU+ letak  Coagulati • Pastikan jalan nafa • Nadi perawata
RPS:  Leopold I IU+letak kepala + on and s bebas • RR pemantau
 Pasien datang ke UGD Letak kepala kepala Syok Derajat blood • Oksigenasi masker • SpO2 kondisiny
RSU dengan keluhan belum masuk II e.c cross reservoir • Blood loss  Memberi
nyeri perut hebat dan PAP Perdarahan -matched. 15L/menit (SpO2 • Nyeri perut pasien te
keluar flek sejak tadi Ante partum 94-98% • Kontraksi penyakit
pagi pukul 05.00. dan  Ny H 20 th 2. Syok e.c solusio • Pasang double IV uterus komplika
sedikit di celana dalam Derajat II plasenta + chateter No 14 G • kateter urin  Memberi
 Multigravida
pasien (tidak memakai Fetal distress • Miringkan pasien k foley no 18 pasien te
 Perdarahan
pembalut sejak darah e kiri (Urin output) apa yang
jalan lahir
keluar). • Transfusi WB 2 • CTG dipriksa
 Conjungtiva
 Gumpalan darah (-). kolf 50 tetes/menit • Tanda reaksi  Memberi
anemis
 Nyeri perut bagian • Loading RL 2L transfusi pasien te
bawah dan kenceng-  T: 90/60 • CITO sectio (urtikaria, rencana t
kenceng (-). mmhg caesarea rash, dll dan efek
 Pasien mengatakan  N: 110 (sebelum sampingn
sebelumnya tidak x/menit transfusi  15  Memberi
pernah terjatuh.  RR: menit pertama pasien
 Riwayat dipijat perut 28x/menit  tiap jam prognosi
agar segera lahir 2 hari  CRT >2 15 menit penyakitn
yll. detik setelah
 Riwayat terapi (-)  Akral dingin berakhir)

basah
RPD :  Hb 6.4%
HT (-) , DM (-), Asma (-), 3. Perdarahan
alergi (-), penyakit jantung Ante
 Ny H 20 th
(-). partum e.c
 Multigravida
solusio
 Nyeri perut
RPK : plasenta
hebat
HT (-) , DM (-), Asma (-),
 Keluar darah
alergi (-), penyakit jantung
kehitaman
(-)
 Awalnya flek
berwarna
RPSos: pasien adalah
merah segar
seorang ibu rumah tangga
 Riwayat
dipijat perut
Riwayat haid: 2 hari yll
 Menarche : 12 th 4. Fetal
 Lama : 7 hari  Ny H 20 th Distress

 Siklus : teratur 328 hari  Multigravida


teratur  Leopold II
 Dismenorhea : kadang-  DJJ
kadang, hari 76x/menit

HPHT : 17-11-2019

R. Perkawinan :
 Menikah : 1 Kali
 Lama : 3 tahun

Riwayat Kehamilan dan


Persalinan:
1.Aterm/3000/Spt/bidan/la
ki-laki/4,5 th
2. Hamil ini

Riwayat KB : IUD
Riwayat ANC
1x ke Puskesmas saat
awal hamil dikatakan
normal

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : lemah
A/I/C/D : +/-/-/-
Kesadaran : GCS 345
T: 90/50 mmhg
N: 110 x/menit
RR: 28x/menit
t.aksila : 36,5 C

Head to toe :
Kepala/Leher :
I : a/i/c/d +/-/-/- Tonsil
hiperemi (-); Faring
hiperemi (-), Lidah kotor
(-), nyeri tekan (-),
hiperemi (-), Pembesaran
KGB (-), JVP dbn.

Thorax :
 I : Bentuk normal,
simetris, iktus kordis
tidak tampak,
pergerakan dinding
dada simetris.
 P : ekspansi simetris,
iktus di MCL S ICS V
tidak kuat angkat
 P : Sonor/sonor, batas
jantung N, peranjakan
naik 1-2 ICS
 A : Ves/Ves, Ronkhi
(-), Wheezing (-), S1
S2 tunggal, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen:
 I = Perut membesar
(+), linea nigra (+),
Striae (-)
 P = nyeri tekan (-)
 P = redup
 A = BU (+) N

Extremitas :
 Akral dingin basah.
 Edema ekstremitas (-),
CRT > 2 detik, ikterik
(-), Spoon nail (-),
Ulkus (-), eritema
palmaris (-)

Status Obstetri:
 Inspeksi: Perut
membesar (+), linea
nigra (+)
 Palpasi: Nyeri
tekan(+), Kontraksi
terus menerus.
 Leopold I : TFU 35cm,
tidak bulat, tidak
melenting, lunak kesan
bokong
 Leopold II :
 Bagian janin sulit
diraba
 DJJ 76x/menit
 Leopold III :
 Teraba keras,
melenting, bulat kesan
kepala belum masuk
PAP
 Leopold IV :
konvergen

Status Genetalis
 Perdarahan minimal
dari kemaluan.

Laboratorium:
Hb 6.4 gr%
BAB V

PEMBAHASAN

Gravida adalah wanita yang sedang dalam kondisi hamil, ataupun

dulunya pernah hamil, terlepas dari bagaimana kondisi kehamilannya, apabila

wanita tersebut berhasil melakukan persalinan dan sekarang dalm kondisi hamil

kembali, wanita tersebut masuk kedalam multigravida (Chuningham, 2014).

Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistim sirkulasi dengan akibat

ketidakcukupan pasokan oksigen dan substrat metabolic lain ke jaringan serta

kegagalan pembuangan sisa metabolisme. Klasifikasi Syok dapat dilihat dari tabel

berikut : ( Monteiro, 2019)

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum persalinan, baik

sebagian atau seluruhnya, dari tempat implantasi yang normal. Gejala klinis yang

dapat ditemui pada wanita dengan solusio plasenta :

Hurd, W.W, et all (1983)

24
Tatalaksana pada pasien APB meliputi ABCD sebagai perbaikan kondisi

syok yang terjadi, serta tatalaksana spesifik menghentikan perdarahan melalui

terminasi kehamilah (RCOG, 2011). Sedangkan tatalaksana untuk mengatasi fetal

distress juga dengan memperbaiki resusitasi pada ibu yang bertujuan

meningkatkan pengangkutan oksigen ke janin dan melancarkan aliran darah pada

uteroplasenta (Chuningham, 2014)

Gambar Tatalaksana APB (RCOG, 2011)

Gambar Tatalaksana Fetal Distress (Chuningham, 2014)

Rincian tatalaksana pada GIIP1001A0 uk 39-40 minggu TH IU+ letak

kepala dengan Syok Derajat II ec APB et causa Solusio plasenta dengan fetal

distress adalah dikerjakan dengan melakukan konsultasi pada dokter spesialis

obstetri dan ginekologi serta dokter spesialis anestesi. Airway pada pasien ini

clear. Breathing, RR 28x/menit, ditatalaksana dengan pemberian O2 masker

reservoir 15l/menit. Bila pada evaluasi lanjutan saturasi bertahan diantara 94-98%

diubah ke simple facemask 7-10l/menit (O’Driscoll B.R., et al,2016).

25
Tatalaksana Circulation pasien dengan hasil pemeriksaan TD 90/50 mmHg dan

nadi 110x/menit adalah pemasangan double IV chateter ukuran 14G,

memposisikan ibu miring kiri, loading RL 2500 cc serta transfusi WB 2 kolf (50

tpm). Pemasangan double IV ukuran 14 G disertai pengambilan spesimen darah

untuk pemeriksaan DL, RFT, LFT, profil pembekuan darah, golongan darah dan

crossmatch (RCOG, 2011). Posisi ibu miring ke sisi kiri pada kehamilan >20

minggu disertai sesak dan penurunan kesadaran bertujuan untuk meningkatan

oksigenasi dan melancarkan sirkulasi darah (BMJ, 2017). Loading RL 2000 cc

didasarkan pada estimasi kehilangan darah pasien pada syok hemoragik kelas 2

yaitu sebesar 750-1500 ml, yang mana kehilangan darah >1000 ml yang tergolong

APB berat diresusitasi cairan kristaloid sebanyak 2 L (RCOG, 2011). Sedangkan

cairan kristaloid yang lebih direkomendasikan pada kondisi syok adalah RL

karena NS lebih berpotensi menyebabkan asidosis metabolik dan hipernatremia,

meskipun efek tersebut tidak terlalu signifikan (Mane. 2017). Transfusi darah

pada kadar hemoglobin 6,4 g/dl (<8 g/dl) diindikasisan dengan produk darah yang

dipilih adalah WB (RCOG, 2011). Whole blood lebih direkomendasikan pada

kondisi syok hemoragik karenan memiliki keseimbangan komponen RBC, plasma

dan platelet. Selain itu, produk komponen darah lainnya memiliki kadar

antikoagulan dan zat aditif lebih tinggi sehingga berpotensi menyebabkan

koagulopati dilusional (Spinella, 2016). Target hemoglobin yang diharapkan

dicapai sebesar 8 g/dl, sedangan tiap 1 unit WB dapat menaikkan hemoglobin

sekitar 1,2 g/dl. Transfusi WB diberikan sesuai hasil pemeriksaan golongan darah

dan uji crossmatch sebanyak 2 bag dengan kecepatan 50 tpm (WHO, 2002).

Produk Kemampuan Target Kecepatan Awal Transfusi Selesai


Darah Hb transfusi

26
Whole 1 unit WB 8 g/dl 150-200 Dalam 30 menit ≤ 4 jam
Blood meningkatkan Hb ml/jam setelah
1,2g/dL / HC35-45% dikeluarkan dari
pendingin
(WHO, 2002)

Tatalaksana spesifik terhadap APB ec solusio plasenta disertai fetal

distress pada UK 40 minggu (>34 minggu) adalah dengan terminasi kehamilan

(Berghella, 2017). Sedangkan cara terminasi yang direkomendasikan pada kondisi

pasien adalah dengan CITO Sectio Caesarea karena semakin lama terminasi

dikerjakan akan semakin memperburuk prognosis ibu dan janin (Chuningham,

2014

Gambar Terapi Terminasi Kehamilan (Berghella, 2017)

Monitoring pasien ditujukan untuk mrngevaluasi perbaikan kondisi ibu,

kondisi janin serta keberhasilan terapi, termasuk transfusi darah. Monitoring ibu

adalah dengan memantau kesadaran, suhu, TD, nadi, RR, SpO2, blood loss, nyeri

perut, kontraksi uterus dan pemasangan kateter urin foley no 18 untuk menilai

27
urin output (Government of Western Australia , 2018). Monitoring janin

dikerjakan dengan melakukan pemeriksaan CTG secara kontinyu untuk memantau

aktivitas janin, DJJ serta kontraksi uterus (RCOG, 2011). Monitoring keberhasilan

transfusi darah dengan pemriksaan DL serial untuk evaluasi hemoglobin dan

trombosit, PT, aPTT, fibrinogen (RCOG, 2011). Selain itu tanda reaksi transfusi

seperti urtikaria, rash, demam takikardi, sesak, nyeri kepala, dll juga harus

diperhatikan. Evaluasi dimulai pada saat sebelum transfusi diberikan, dilanjutkan

pada 15 menit setelah transfusi dinilai, kemudian dilakukan tiap jam dan diakhiri

pada 15 menit setelah transfusi selesai (WHO, 2002).

Edukasi yang diberikan pada pasien meliputi menjelaskan tentang

penyakitnya, komplikasi penyakit yang mungkin dapat terjadi, keperluan MRS

agar mendapatkan pemantauan dan terapi yang optimal, pemeriksaan penunjang

yang perlu dikerjakan, rencana terapi yang akan di berikan beserta efek

sampingnya serta prognosis penyakit. Solusio plasenta mempunyai prognosis

yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi bagi janin.Prognosis yang leb

ih buruk pada janin karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi. Progno

sisnya juga bergantung pada kecepatan dan ketepatan tatalaksana (Prawiroharjo,

2014).

28
Gambar Komplikasi pada APB (RCOG, 2011)

Gambar Resiko Terapi Transfusi Darah (WHO, 2002)

29
DAFTAR PUSTAKA

Government of Western Australia, 2018, Clinical Practice Guideline

Antepartum Haemorrhage.

Berghella, Vincenzo, 2017, Obstetric Evidence Based Guideline, Third

Edition, CRC Press.

BMJ. 2017. Bts Guideline For Oxygen Use In Adults In Healthcare And

Emergency Settings. Thorax An International Journal Of Respiratory Medicine.

Cunningham FG et al. (2014). Obstetrical Hemorrhage. Dalam C. F. al,

William Obstetrics 24rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.

Prawirohardjo, S, 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo,

Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

RCOG, 2011, Antepartum Haemorrhage, Green–top Guideline No. 63.

Spinella, C. Philip, et.al. 2016. Whole Blood For Hemostatic Resucitatio

n of Major Bleeding.

WHO, 2012, The Clinical Use of Blood.

30

Anda mungkin juga menyukai