PEMBAHASAN
mencit, ayam, yeast, lalat buah, cacing, katak, ataupun ikan merupakan pemain
penting dalam perluasan pemahaman tentang perkembangan ilmu genetika
manusia. Jika para ilmuwan menggunakan hewan coba untuk mengidentifikasi
gen penting pada suatu organisme, maka akan dapat diperoleh suatu hipotesis
untuk membuat prediksi tentang bagaimana gen tersebut dapat berfungsi pada
manusia. Banyak gen dari hewan coba yang telah diidentifikasi, dan hasilnya
memang terbukti terdapat kaitan dengan gen manusia.
pengujian
genetik
pada
fetus
memiliki
tujuan
untuk
a. Amniocentesis
Teknik
amniocentesis
merupakan
teknik
pendeteksian
kelainan
kromosom,
analisis
biokimia,
dan
analisis
biologi.
Diagnosa
diutamakan untuk ibu hamil yang memiliki resiko kehamilan yang tinggi, seperti
(Cameron, 2002):
1. Wanita yang mempunyai riwayat keluarga dengan kelainan genetik.
2. Wanita berusia di atas 35 tahun.
3. Wanita yang memiliki hasil tes yang abnormal terhadap sindrom down
pada trimester pertama kehamilan.
4. Wanita dengan kelainan pada pemeriksaan USG
Sampel chorionic villi dapat diambil melalui servik atau melalui dinding
abdomen. Pada kedua metode tersebut ultrasonografi diperlukan untuk memandu,
kemudian sampel dihisap dengan kateter masuk kedalam siring, kemudian
dianalisis. Prosedur tersebut pada wanita umumnya mirip dengan uji Pap smear
(Papanicolaou smear test) beberapa wanita merasakan lebih mudah dan nyaman.
Metode ini tidak dapat digunakan pada wanita yang memiliki kelainan tertentu
dari leher rahim atau infeksi kelamin aktif, seperti herpes genital, gonoroe, atau
peradangan kronis leher rahim. Pada waktu pengambilan jaringan melalui dinding
abdomen, dilakukan anestesi pada bagian kulit di atas perut dan jarum yang
dimasukkan melalui dinding perut ke dalam plasenta. Wanita umumnya tidak
merasakan sakit dengan prosedur ini, namun area di atas perut terasa sedikit sakit
selama satu atau dua jam sesudahnya (Darmono, 2011).
Resiko metode vilus chorionic sampling bila dibandingkan dengan
amniosentesis sama saja, kecuali bila terjadi risiko melukai tangan atau kaki janin
mungkin sedikit lebih tinggi. Kemungkinan tersebut dapat terjadi pada 1 dari
3.000 janin, sehingga relatf jarang, diagnosis dengan metoda vilus chorionic
sampling dan amniosentesis mungkin diperlukan pada kondisi tertentu. Secara
umum, akurasi dari dua prosedur tersebut sebanding (Darmono, 2011).
Gambar 2.3 Teknik Diagosis dengan Menggunakan Teknik Sampling Villi Korion
(Sumber: id.scribd.com)
C. Produk Kedokteran dan Aplikasi dalam Bioteknologi
1) Penelitian tentang obat-obatan baru
A. Farmakogenomik untuk Pengobatan Individual
metode trial-and-error.
yang
berbeda-beda
inilah
yang
dipelajari
dalam
ilmu
kedokteran.
Peran
nanomedicine
adalah
memonitor,
dikembangkan
dengan
tujuan
membawa
kemajuan
besar didunia
10
a. Drug delivery
Pengobatan di saat sekarang memiliki beberapa kelemahan antara lain : 1)
Untuk mendapatkan obat harus melalui proses administrasi yang ketat dan dosis
berbeda-beda untuk berbagai jenis obat, efek sampingnya pun besar, 2) Banyak
obat-obat yang manjur yang komposisinya sendiri dilawan oleh sistem pertahanan
tubuh sebelum membunuh patogen yang menyerang tubuh. 3) Membran lipid
ganda pada sel eukariotik, adalah sasaran yang penting untuk obat, tetapi
hidropobia dari molekul obat membutuhkan afinitas yang tinggi agar compatibel
dengan membran tersebut dan dapat mentransportasikan molekul yang dibutuhkan
pada poin tertentu di dalam membran. Sebagaimana sekarang obat semakin kecil,
mereka akan dapat dengan mudah "menyelinap" melewati mekanisme pertahanan
tubuh dan akan mampu mencapai tempat-tempat yang obat yang tersedia saat ini
tidak bisa mencapai.
Drug delivery adalah suatu teknologi nano yang bergerak pada pembuatan
partikel obat seukuran nano. Pada keadaan normal, hal yang diinginkan pasien
adalah efek samping obat yang sedikit, harga terjangkau dan mudah tersedia.
Perusahaan
farmasi
sudah
mulai
menggunakan
teknologi
nano
untuk
11
3) Darah Buatan
Darah buatan adalah produk yang dibuat untuk bertindak sebagai
pengganti sel-sel darah merah. Sementara darah yang sebenarnya mempunyai
banyak fungsi yang berbeda, darah buatan dirancang untuk tujuan tunggal yaitu
mengangkut oksigen dan karbon dioksida ke seluruh tubuh. Tergantung pada jenis
darah buatan, dapat diproduksi dengan cara yang berbeda menggunakan produksi
sintetis, isolasi bahan kimia, atau teknologi biokimia rekombinan. Pengembangan
pengganti darah pertama kembali ke awal 1600-an, dan terus dilakukan penelitian
pengganti darah yang ideal. Berbagai produsen memiliki produk dalam uji klinis.
Namun, tidak ada produk darah buatan yang benar-benar aman dan efektif sampai
saat ini dipasaran.
Produk darah buatan yang ideal memiliki karakteristik sebagai berikut;
Pertama, itu harus aman untuk digunakan dan kompatibel dalam tubuh manusia.
Ini berarti bahwa jenis darah yang berbeda seharusnya tidak masalah ketika darah
buatan yang digunakan. Ini juga berarti bahwa darah buatan dapat diproses untuk
menghapus semua agen penyebab penyakit seperti virus dan mikroorganisme.
Kedua, harus mampu mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan melepaskannya
di mana diperlukan. Ketiga, harus stabil. Tidak seperti darah yang ditransfusikan,
darah buatan dapat disimpan selama lebih dari satu tahun atau lebih. Hal ini
berbeda dengan darah alami yang hanya dapat disimpan selama satu bulan
sebelum itu rusak.
Ada dua produk yang berbeda secara signifikan yang sedang
dikembangkan sebagai pengganti darah. Mereka berbeda terutama dalam cara
12
mereka membawa oksigen. Pertama berdasarkan PFC, sementara yang lain adalah
produk berbasis hemoglobin.
a. Perfluorokarbon (PFC)
Seperti yang disarankan, PFC adalah bahan biologis inert yang dapat larut
sekitar 50 kali lebih banyak oksigen dari plasma darah. Mereka relatif murah
untuk memproduksi dan dapat dibuat tanpa bahan biologis. Ini menghilangkan
kemungkinan nyata menyebarkan penyakit menular melalui transfusi darah. Dari
sudut pandang teknologi, mereka memiliki dua rintangan yang signifikan untuk
mengatasi sebelum mereka dapat dimanfaatkan sebagai darah buatan. Pertama,
mereka tidak larut dalam air, yang berarti untuk mendapatkan mereka bekerja,
mereka harus dikombinasikan dengan senyawa pengemulsi lemak yang mampu
menghentikan partikel-partikel kecil dari perfluorochemicals dalam darah. Kedua,
mereka memiliki kemampuan untuk membawa oksigen jauh lebih sedikit daripada
produk berbasis hemoglobin. Ini berarti bahwa secara signifikan lebih banyak
PFC yang harus digunakan. Salah satu produk jenis ini telah disetujui untuk
digunakan oleh Federal Drug Administration (FDA), tapi belum sukses secara
komersial karena jumlah yang dibutuhkan untuk memberikan manfaat terlalu
tinggi. Peningkatan emulsi PFC sedang dikembangkan tetapi belum mencapai
pasar.
b. Produk berbasis Hemoglobin
Hemoglobin mengangkut oksigen dari jantung ke jaringan lain dalam
tubuh. Darah buatan berdasarkan hemoglobin mengambil keuntungan dari fungsi
alami ini. Tidak seperti produk PFC di mana melarutkan adalah mekanisme kunci,
oksigen berikatan kovalen dengan hemoglobin. Tantangan dalam menciptakan
darah buatan berbasis hemoglobin adalah untuk memodifikasi molekul
hemoglobin sehingga masalah ini diselesaikan. Berbagai strategi yang digunakan
untuk menstabilkan hemoglobin.
Darah buatan dapat diproduksi dengan cara yang berbeda menggunakan
produksi sintetis, isolasi bahan kimia, atau teknologi biokimia. Produk berbasis
hemoglobin sintetik yang dihasilkan dari hemoglobin dipanen dari bakteri E. coli.
13
14
Gambar
2.6
pembuatan
vaksin
Proses
HPV
(www.medscape.com)
Bioteknologi kedokteran tidak dapat dipisahkan dengan penggunaan
vaksin sebagai salah satu cara pengobatan penyakit. Pada masa sekarang, vaksin
lebih dikembangkan untuk pengobatan jenis kanker. Kenyataannya, vaksin telah
dikembangkan dengan menggunakan Naked DNA di mana gen pengkode
15
reaksi perlawanan bersifat lebih efektif yang biasanya dikenal dengan istilah
Monoklonal antibodi (MAbs).
Gambar 2. memperlihatkan produksi spesifik MAbs untuk protein dari sel
kanker hati pada manusia. Setelah tikus menghasilkan antibodi sebagai respon
dari hadirnya antigen, proses berikutnya berlangsung beberapa minggu dan
kemudian limpa tikus tersebut kemudian dipindahkan. Limpa kaya akan antibodi
yang menghasilkan limfosit B atau sel B sederhana. Pada saat kultur, sel B akan
dicampur dengan sel kanker yang disebut sel myeloma yang mampu tumbuh dan
membelah tidak terbatas. Pada kondisi yang sesuai sejumlah sel B dan sel
myeloma akan befusi membentuk hibrid sel yang dinamakan hibridomas. Sel
hibridoma tumbuh dengan cepat dalam kultur cair karena berisi antibodi yang
menghasilkan gen dari sel B. Sel hibridoma mensekresikan antibodi ke dalam
kultur yang mengelilingi sel. Antibodi dapat diisolasi dari kultur hibridoma
melalui pertumbuhan sel hibridoma dalam kultur menggunakan bioreaktor. MAbs
dapat diinjeksikan pada tubuh pasien yang selanjutnya akan mencari dan
mengincar antigen dimana antibodi tersebut dihasilkan. MAbs akan terikat pada
sel kanker hati dan bekerja untuk melawan sel tumor.
D. Terapi Gen
Terapi gen melibatkan pengiriman suatu gen ke dalam tubuh manusia
untuk memperbaiki penyakit yang tercipta dari kesalahan gen pada individu
tersebut. Terdapat dua strategi untuk mengirim gen yakni secara Ex vivo dan in
vivo. Terapi secara ex vivo merupakan terapi dengan cara mengambil sel-sel dari
penderita penyakit dipindahkan keluar dari tubuhnya, kemudian di terapi di dalam
laboratorium menggunakan teknik transformasi bakteri dan kemudian dimasukkan
kembali kedalam tubuh pasien. Memasukkan DNA kedalam sel hewan ataupun
tumbuhan disebut transfeksi. Contoh: sel hati dari orang yang menderita penyakit
hati akan dipindahkan dengan cara operasi dan kemudian di kultur. Pengobatan
dengan gen secara tepat dikirim dengan menggunakan bantuan vector. Secara
genetic cara ini dapat mengubah sel hati mengalami transplantasi kembali ke
16
dalam tubuh penderita tanpa ada kekhawatiran terjadinya penolakan dari tubuh
oenderita karena sel yang dimasukkan dari sel penderita itu sendiri.
Terapi gen secara in vivo tidak memerlukan pemindahan sel dari pasien,
namun DNA akan dimasukkan secara langsung kedalam sel dan jaringan pada
tubuh penderita dengan vector yang membawa DNA tersebut. Satu tantangan dari
cara in vivo adalah mengirim DNA tepat pada jaringan target dan bukan pada
jaringan seluruh tubuh. Para ilmuan bidang kedokteran tetap mengandalkan virus
sebagai vector yang membawa gen, tapi beberapa gen ada yang secara langsung
diinjeksikan ke jaringan.
Vektor sebagai agen pembawa gen
Tantangan utama dalam terapi gen ialah alat yang digunakan untuk terapi
harus bisa diandalkan demi untuk keberhasilan dan keefektifan dalam terapi.
Beberapa terapi membutuhkan jangaka waktu yang lama untuk memperbaiki gen,
disamping itu kita membutuhkan perbaikan tersebut dalam waktu yang relative
cepat. Sehingga strategi dalam hal agen pembawa gen untuk dua cara yakni ex
vivo dan in vivo masih mengandalkan virus sebagai vector untuk pengobatan
terapi dengan memasukkan gen ke dalam sel.
Para ilmuan mempertimbangkan variasi virus dalam terapi ini diantaranya
virus yang biasa digunakan adalah adenovirus penyebab demam yang biasa
disebut dengan AAV (adeno-associated virus), virus influenza penyebab penyakit
flu, virus herpes, dan beberapa virus lain yang berpotensi sebagai vector. Dalam
hal ini para ilmuan sangat memastikan bahwa virus ini mampu merekayasa
genetika dan mengnonaktifkan sehingga penyakit tidak menyebar ke tubuh dan
tidak menginjeksi ke jaringan selain jaringan target.
Virus yang diinfeksikan keddalam sel tubuh manusia akan berikatan dan
masuk kedalam sel dan kemudian melepaskan materi genetiknya kedalam nucleus
atau sitoplasma cel tubuh manusia tersebut. Pada umumnya DNA, tapi beberapa
virus terdiri dari RNA. Sel yang terinjeksi virus akan menjadi hospes untuk
memproduksi viral genom dan RNA viral serta protein. Protein viral tersebut akan
membuat lebih banyak
17
sehingga mereka dapat secara bebas untuk menginfeksi sel lain dan terus
mengulang siklus hidupnya.
Virus sangatlah menarik untuk didalami sebagai vector dalam hal terapi
gen, sebab beberapa virus hanya menginfeksi sel tubuh, dan sel tubuh inilah yang
menjadi target dalam terapi. Sebagai contoh: herpesvirus (HSF-1) menginfeksi sel
dari system saraf, sel inilah yang menjadi target terapi, sehingga herpesvirus
menjadi kandidat sebgai vector untuk melakukan terapi gen penyakit seperti
Alzheimer dan Parkinson. Hasil penelitian lain herpesvirus ini juga memiliki
potensial untuk menghancurkan tumor otak.
Manusia Pertama yang Melakukan Terapi Gen
Pada tahun 1990, kelompok ilmuan dan dokter di National Institutes of
Health in Bethesda, Maryland yang dipimpin oleh W. French Anderson beserta
rekan-rekannya menangani kasus penyakit genetic yang dikenal SCID (Serve
Combined Immunodefiency). Penderita penyakit ini mengalami kelemahan fungsi
system imun yang dikarenakan kerusakan gen yang disebut ADA (Adenosine
Deaminase). ADA memproduksi enzim yang terlibat dalam metabolism dATP
(nucleotide deoxyadenosine triphosphate). Adanya mutasi dari ADA akan
mengalami akumulasi dATP, dimana jika konsentrasinya tinggi akan menjadi tksik
untuk sel T, sehingga system imun akan dirusak dan akhirnya memblok
kemampuan system imun dalam produksi antibody. Ketidakfungsian sel T
membuat sel B tidak dapat mengenali antigen dan membuat antibody, sehingga
kebanyakan pasien penderita penyakit ini tidak dapat terselamatkan.
Menerapi Ashanti dilakukan secara ex vivo, maka gen normal untuk ADA
dikloning kedalam vector dan kemudian dimasukkan dengan bantuan retrovirus.
Awalnya sel T Ashanti yang terdapat pada darahnya diisolasi dan dikultur di lab,
lalu sel T tersebut diinfeksikan gen normal ADA kemudian sel T yang terdapat
retrovirus yang membawa gen normal ADA tersebut diinjeksikan kembali
kedalam tubuh Ashanti. Selama bebrapa bulan kemudian setelah terapi, jumlah sel
T di dalam tubuh Ashanti berangsur-angsur meningkat. 2 tahun kemudian enzim
ADA Ashanti berkerja normal, dan ashanti hidup dengan sehat. Ini salah satu
contoh terapi gen yang dilakukan di dunia medis.
18
19
4. Unipotent. Stem cell yang hanya menghasilkan satu jenis sel, tetapi berbeda
dengan non-stem cell stem cell unipotent dapat memperbaharui atau
meregenerasi dirinya sendiri.
Untuk dapat memahami stem cell atau sel induk secara singkat dapat
diketahui melalui perkembangan embrio manusia. Perkembangan embrio manusia
pertama kalinya pada tahun 1987 yakni melalui fertilisasi in vitro (IVF)
mendapatkan perhatian publik dimana ketika Louise Brown bayi tabung tes
pertama lahir. Proses pembuatan anak melalui IVF ini dimana sperma dan sel telur
donor dari orang tua dicampur bersama-sama dalam wadah budaya untuk
menghasilkan embrio. Setelah beberapa hari dari divisi embrio operasi
ditanamkan di rahim untuk implantasi. Ketika agress pasangan untuk menjalani
IVF, embrio beberapa biasanya dibuat, tetapi sering hanya satu yang ditanamkan
selama prosedur masing-masing. Embrio yang tersisa dibekukan untuk
penggunaan masa depan yang diperlukan. Sisa embryo yang berpotensi dapat
menjadi sumber daya manusia sel induk embrionik (hESCs), tetapi mereka juga
merupakan sumber dari banyak kontroversi.
Embrio melewati serangkaian predicable dari tahap perkembangan dimana
setelah sel telur dibuahi (zigot), zigot kemudian membagi dengan cepat dan
setelah 3 sampai 5 hari, pertama membentuk bola yang membelah dari sekitar 12
sel yang disebut morula. Sekitar 5 sampai 7 hari setelah pembuahan, embrio
terdiri dari cluster berongga kecil sekitar 100 sel yang disebut blastocyst.
Blastokista berisi sebuah baris luar sel tunggal yang disebut trofoblas, lapisan ini
berkembang untuk membentuk bagian dari plasenta, yang memelihara
perkembangan embrio. Luas sel kepentingan utama untuk membendung biologi
sel adalah sekelompok kecil sekitar 30 sel terselip di dalam blastokista yang
membentuk struktur yang dikenal sebagai inner cell mass (ICM) sebagai sumber
hescs.
20
21
2. Stem cell dapat diisolasi dari cairan ketuban manusia, cairan Propective yang
mengelilingi janin yang sedang berkembang. Di laboratorium, sel-sel induk
cairan ketuban yang diturunkan (AFSs) telah dibujuk untuk menjadi sel otot
neuron, adipocytes, tulang, pembuluh darah, dan sel-sel hati. Yang tidak
termasuk jelas apakah sel-sel ini benar-benar berbeda dari hescs atau ASCs,
tetapi jika banyak sehingga mereka menjadi suatu terobosan penting dalam
teknologi sel induk.
3. Sel induk kanker (CSC), juga disebut sel tumor memulai, telah diidentifikasi
dan terlibat dalam perkembangan kanker, tumor progession, metastasis tumor,
dan
kambuhnya
kanker. Seperti
sel-sel
induk
normal.
CSC
dapat
kelompok atau ceruk dalam jaringan. Tidak jelas apa sifat CSC mungkin selain
kemampuan untuk membentuk tumor. Penelitian juga tidak yakin apakah CSC
berasal dari sel-sel normal atau jika mereka terlibat dalam resistensi terhadap
kemoterapi kanker tumor, tetapi sel-sel ini menjadi fokus penelitian intens dan
treatsments terapi yang potensial untuk pengobatan kanker.
22
Cara kerja vaksin adalah mengambil gen DNA HPV human papiloma
virus
yang