Anda di halaman 1dari 5

Sindrom Patau, atau dikenal sebagai Trisomy 13 adalah salah satu penyakit yang melibatkan

kromosom, yaitu stuktur yang membawa informasi genetik seseorang dalam gene. Sindrom
ini terjadi jika pasien memiliki lebih satu kromosom pada pasangan kromosom ke-13 karena
tidak terjadinya persilangan antara kromosom saat proses meiosis. Beberapa pula disebabkan
oleh translokasi Robertsonian. Lebih satu kromosom pada kromosom yang ke-13
mengganggu pertumbuhan normal bayi serta menyebabkan munculnya tanda-tanda Sindrom
Patau. Seperti sindrom-sindrom lain akibat tidak terjadinya persilangan kromosom, misalnya
Sindrom Down dan Sindrom Edward, risiko untuk mendapat bayi yang memiliki Sindrom
Patau adalah tinggi pada ibu yang mengandung pada usia yang sudah meningkat.
Sejarah Sindrom Patau kali pertama Sindrom Patau ditemukan oleh Erasmus Bartholin pada
tahun 1657. Maka Trisomy 13 juga dikenal sebagai Sindrom Bartholin-Patau. Namun
Trisomy 13 lebih dikenal sebagai Sindrom Patau dibandingkan Sindrom Bartholin-Patau
karena orang yang menemukan penyebab terjadinya Sindrom Patau adalah Dr Klaus Patau.
Beliaulah yang menemukan kromosom yang lebih pada kromosom ke-13 pada tahun 1960,
dan beliau adalah seorang ahli genetika asal Amerika yang lahir di Jerman. Sindrom Patau
kali pertama dilaporkan terjadi di sebuah suku di Pulau Pasifik. Menurut laporan kejadian
tersebut mungkin bersumber dari radiasi yang terjadi akibat ledakan ujian bom atom.
Gejala dan tanda-tanda Sindrom Patau. Kejadian Sindrom Patau adalah sekitar 1 kasus per
8,000-12,000 kelahiran. Rata-rata umur bagi anak yang mengalami Sindrom Patau adalah
sekitar 2.5 hari, dengan hanya satu dari 20 anak yang dapat hidup lebih dari 6 bulan. Namun
sejauh ini laporan menunjukkan tidak ada yang hidup sampai dewasa.

Manajemen medis anak-anak dengan trisomi 13 direncanakan berdasarkan kasus per kasus
dan tergantung pada keadaan individual pasien. Pengobatan sindrom Patau berfokus pada
masalah fisik tertentu dengan yang setiap anak lahir. Banyak bayi mengalami kesulitan
bertahan dalam beberapa hari pertama atau minggu karena saraf parah masalah atau
kompleks cacat jantung . Pembedahan mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan
jantung atau celah bibir dan langit-langit . Terapi fisik, okupasi, dan pidato akan membantu
individu dengan sindrom Patau mencapai potensi penuh perkembangan mereka.
Abnormaliti yang biasa terjadi pada bayi yang mengalami Sindrom Patau termasuk:
1. Bibir sumbing
2. Memiliki lebih jari tangan atau kaki
3. Kepala kecil
4. Mata kecil
5. Abnormaliti pada tulang rangka, jantung dan ginjal
6. Pertumbuhan terbantut

Read more: http://madepujas.blogspot.com/2011/11/sindrom-patau-trisomi-


13.html#ixzz2Euikr74o

Cacat hebat yang disebabkan Sindrom Patau ini mendatangkan kematian pada usia yang
sangat mudah,yaitu dalam 3 bulan pertama setelah lahir,tetapi beberapa anak dapat hidup
sampai umur 5 tahun.

Penyebab Sindrom Patau ?

Sindrom patau lebih sering menyerang janin perempuan karena biasanya janin laki-laki yang
mengalami kelainan ini tidak dapat bertahan sampai waktu kelahiran. Sindrom Patau atau
Sindrom Trisomi-13 tidak diketahui pasti apa penyebabnya, seperti sindrom Down, sering
dikaitkan dengan peningkatan usia ibu. Hal ini dapat mempengaruhi individu dari semua latar
belakang etnis.

Ciri-ciri bayi yang lahir dengan Sindrom Patau :

 Jari atau kaki extra besar (polydactyly)


 Kaki cacat, yang dikenal sebagai rocker-bottom feet
 Masalah neurologis seperti kepala kecil (mikrosefali), kegagalan otak untuk membagi
menjadi dua bagian selama kehamilan (holoprosencephaly)
 Cacat wajah seperti mata kecil (microphthalmia), hidung tidak ada atau cacat hidung,
bibir sumbing dan / atau langit-langit sumbing.
 Cacat jantung (80% dari individu)
 Cacat ginjal.

3. PENGERTIAN SYNDROME PATAU

Sindrome patau merupakan penyakit kelainan genetik dengan TRISOMI 13 (47, XX/XY +
13) serta memiliki jumlah kromosom 47 (45A+XX atau 45A+XY).

4. PENYEBAB SYNDROME PATAU

Sindrome patau disebabkan oleh trisomi 13 / bertambahnya satu kromosom pada


sepasang kromosom no 13 yang terjadi karena kesalahan dalam pemisahan kromosom
homolog atau non Disjunction selama proses meiosis. Sesetengahnya pula berlaku
disebabkan translokasi Robertsonian. Ibu yang mengandung pada usia lanjut sangat
beresiko sekali akan mendapatkan keturunan sindrom patau pada bayinya.

5. SIMPTOM SYNDROME PATAU

Kejadian Sindrom Patau adalah lebih kurang 1 kes per 8,000-12,000 kelahiran. Purata
jangka hayat bagi kanak-kanak yang mengalami Sindrom Patau ialah lebih kurang 2.5
hari, dengan hanya satu daripada 20 kanak-kanak yang boleh hidup lebih dari 6 bulan.
Namun setakat ini tiada laporan menunjukkan ada yang hidup sehingga dewasa.

6. GEJALA / CIRI-CIRI SINDROME PATAU

o Insidensi Kelahiran : 1 : 20.000


o Fenotip :

 Bibir sumbing / bercelah


 Malformasi sistem saraf pusat (retardasi mental berat)
 Retardasi pertumbuhan
 Low set ears
 Memiliki garis simian
 Kelainan jantung bawaan
 Bibir sumbing atau langit-langitnya menjadi satu
 Otot menurun
 Ekstra jari tangan atau kaki (polydactyly)
 Hernia: hernia umbilikalis, hernia inguinalis
 Lubang, split, atau celah dalam iris (Koloboma)
 Scalp defects (absent skin) Cacat kulit kepala (absen kulit)
 Kejang
 Lipatan palmar tunggal
 Kelainan Tulang (anggota badan)
 Mata kecil
 Kepala kecil (microcephaly)
 Rahang bawah kecil (micrognathia)
 Kriptorkismus ( 1 atau 2 buah testis tidak berada di skrotumnya )
 Holoprosensefali
 Hipertelorisme
 Aplasia kulit
 Mikrosefali
 Microapthalmia,

7. KOMPLIKASI YANG MUNGKIN TERJADI

 Kesulitan bernapas atau kurangnya bernafas (apnea)


 Keadaan tuli
 Masalah makan
 Gagal jantung
 Kejang
 Masalah penglihatan

Sekitar 82% dari bayi trisomi 13 meninggal dalam bulan pertama kehidupan mereka,
hanya 5-10% bertahan hidup sampai satu tahun. Anak-anak yang bertahan hidup dari
bayi membutuhkan terapi kesehatan untuk memperbaiki kelainan struktural dan
komplikasi yang terkait. Yang bertahan hidup hingga dewasa sangat jarang. Hanya satu
orang dewasa yang diketahui selamat sampai usia 33 tahun.

8. DETEKSI SYNDROME PATAU

Sindrom Patau bisa dideteksi selama kehamilan melalui penggunaan ultrasonografi,


amniosentesis, dan pengujian lainnya. Pada bayi kelainan bisa diketahui dengan
memeriksa pola kromosom bayi. Namun, sindrom Patau tidak dapat disembuhkan

9. PEMERIKSAAN KROMOSOM

o Yang berisiko tinggi dalam terjadinya kelainan kromosom, antara


lain:

1. Orang dengan kelainan genetik kongenital (bawaan), yaitu ayah atau ibu
yang membawa kelainan kromosom.
2. Pembawa mutasi gen, seperti penderita hemofilia atau anaknya menderita
thalasemia, albino.
3. Mengalami keguguran berulang kali yang mungkin penyebabnya susunan
kromosom tak seimbang.
4. Memiliki anak dengan kelainan kromosom, sehingga perlu diselidiki
apakah karena keturunan atau bukan. Untuk itu, perlu dilakukan analisa
kromosom pada saudara-saudara dan ayah-ibunya.
5. Memiliki anak retardasi mental / kebodohan tanpa diketahui penyebabnya.
6. Memiliki anak dengan jenis kelamin diragukan (sex ambigua).
7. Penderita leukimia dan tumor ganas.
8. Suami-istri yang mengalami infertilitas.
9. Wanita dengan amenore primer (tak pernah haid) serta wanita hamil usia
di atas 35 tahun.

Dengan demikian, mereka yang berisiko tinggi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kromosom.

o Adapun cara pemeriksaannya:


1. Lewat darah karena dalam darah terdapat sel-sel limposit atau sel
darah putih. Sel-sel inilah yang dikembangkan hingga mengalami
pembelahan menjadi dua dan didapat kromosomnya.

“Darah diambil sebanyak 3 ml, lalu ditaruh dalam botol dan


dicampur dengan media tertentu. Selanjutnya, ditaruh dalam
inkubator dengan temperatur 37 derajat celcius. Setelah 3-4 hari,
sel darah merah dihancurkan hingga tinggal sel darah putih yang
kita pecah dengan hykotonic atau garam sampai menggembung,
yang setelah kering akan pecah. Saat itulah keluar kromosomnya.
Dari situ kita lihat, apakah ada kelainan.”

Cara ini dilakukan terutama pada indikasi:

 bila jenis kelaminnya diragukan (sex ambigua)


 wanita dengan manore primer (tak pernah haid)
 anak dengan kelebihan kromosom
 kasus leukimia dan tumor ganas
 retardasi mental atau kebodohan tanpa diketahui penyebabnya
 keguguran berulang kali serta infertilitas.

2. Skrining janin melalui cairan amnion atau ketuban ibu hamil pada usia kehamilan
16-20 minggu.

Air ketuban ini diambil 20 ml dan dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar-putar
hingga muncul endapan yang merupakan sel-sel janin. Selanjutnya, sel-sel ini
dimasukkan ke dalam botol dan dicampur dengan medianya, lalu ditempatkan di tempat
bersuhu 37 derajat celcius. Makan waktu 2 minggu baru bisa memisah-misahkan
kromosomnya.

Pemeriksaan cara ini dilakukan apabila terdapat indikasi:

 wanita hamil di atas usia 35 tahun


 umur suami lebih dari 65 tahun
 bila ada anak atau saudara kandung dari janin yang mengalami cacat / retardasi
mental
 ibu pernah mengalami keguguran lebih dari dua kali dan tak diketahui
penyebabnya
 terdapat kecurigaan pada janin ada kelainan fisik, misalnya dari hasil USG
diketahui lehernya tebal, mukanya mongoloid atau tangannya menggenggam
 dan bila janin ada tanda-tanda pertumbuhan terhambat.
Catatan :
Terdapat beberapa kondisi dimana wanita hamil tidak disarankan melakukan
amniosentesis. Salah satunya apabila volume air ketuban terbilang sedikit
(oligohidramnion). Apabila cairan ketuban ibu hamil kurang, tentu saja tindakan ini
menjadi berbahaya untuk dilakukan.
Walaupun diduga bayi akan terlahir dengan cacat bawaan, pada kasus ibu hamil yang
ketubannya sudah pecah terlebih dulu tindakan amniosentesis tetap tidak bisa
dilakukan. Tetapi dapat dilakukan tindakan lain, misalnya kordosentesis, dimana yang
diambil adalah darah dari tali pusat.

J. REFERENSI
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=10504880
http://prianaliskesehatan.blogspot.com/2011/01/syndrom.html
http://www.scribd.com/doc/76501395/ANALISIS-KROMOSOM-MANUSIA
http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/07/sindroma-patau-trisomi-13.html
http://www.news-medical.net/health/Chromosomal-Abnormalities-
%28Indonesian%29.aspx

Anda mungkin juga menyukai