PRODI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
KELAINAN GENETIK ACHONDROPLASIA
I. Tujuan
1) Untuk mengetahui Kelainan Achondroplasia secara teoritis
2) Untuk mengetahui informasi terkait kasus kelainan Achondroplasia yang terjadi di
lapangan.
Gambar 1: Aktivasi FGFR3 oleh FGF membuka jalur STAT1, MAPK-ERK, MAPK-p38, dan jalur lainnya serta, induksi CNP yang
menghambat jalur MAPK.
Sumber: https//www.academia.edu
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen FGFR3 (fibroblast
growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4 p16.3. Gen FGFR3 berfungsi
memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan
pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua
mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggungjawab pada hampir semua kasus
Akondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen
FGFR3. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan
protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan tulang. Khu, Adrian. (2018).
Berikut gambaran radiologi penderita kelainan acondroplasia
Foto konvensional
Pada pemeriksaan foto konvensional, didapatkan :
Pelebaran tulang cranium (kalvari) dengan bagian frontal yang menonjol
disertai hipoplasia midface.
Ekstremitas dan tulang rusuk yang lebih pendek dari panjang batang tubuh
(ratio ekstremitas dan costa dibanding trunkus bertambah).
Gambar 3: Gambar menunjukkan adanya pemendekan tulang rusuk
Sumber: https//www.academia.edu
Gambar 6: Gambar 7:
Berkurangnya jarak interpedicular vertebra dilihat dari arah Gambar vertebra dari posisi lateral dimana menunjukkan
caudal gambaran berkurangnya diameter anteroposterior (AP) tulang
Sumber: https//www.academia.edu belakang
Sumber: https//www.academia.edu
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi biasanya dilakukan saat perawatan antenatal
oleh ibu hamil yang beresiko tinggi memiliki anak dengan achondroplasia.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakan achondroplasia yang bersifat
homozigot dan heterozigot.
Pada achondroplasia yang bersifat homozigot, didapatkan panjang batang
tubuh yang normal, tengkorak yang berbentuk daun semanggi (cloverleaf), dan
adanya perbedaan proporsi yang nyata antara ukuran tengkorak dan/atau diameter
biparietal (BPD) dengan panjang tungkai dimana, panjang femur berada di bawah
percentile ke-3 sesuai usia gestasinya. Gambaran ini sudah dapat dinilai pada usia
gestasi 13 minggu. Adapun kasus ini bersifat letal akibat hipoplasia paru yang
dihubungkan dengan hambatan pertumbuhan rongga dada.
Pada achondroplasia yang bersifat heterozigot, gambaran ultrasonografi
trimester awal kehamilan menunjukkan gambaran normal dan kelainan baru dapat
diamati pada akhir trimester II (usia gestasi >24-28 minggu). Dimana kelainan
dari gambaran ultrasonografi bersifat ringan dengan ekstremitas yang pendek,
ukuran batang tubuh yang kecil, peningkatan lingkar kepala dan BPD, dahi
menonjol, dan jarak interpendikular pada tulang belakang berkurang.
CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sering digunakan untuk menilai ukuran foramen
magnum pada penderita achondroplasia. Hal itu dikarenakan, pada 96% penderita
achondroplasia, ukuran foramen magnumnya berada pada 3 standar deviasi
dibawah rata-rata.
Selain itu, periksaan CT-Scan juga digunakan untuk menilai adanya
penjepitan maupun penekanan pada medullaspinalis akibat kompresi dari corpus
vertebra cervical I dengan foramen magnum yang berukuran kurang dari normal.
Adapun komplikasi otitis media yang sering didapatkan pada penderita
achondroplasia dapat pula dinilai melalui pemeriksaan tulang temporal pada CT-
Scan.
MRI
Pemeriksaan MRI yaitu pemeriksaan craniocervical dilakukan untuk menilai
adanya kompresi pada medulla spinalis yang melewati kanal vertebra cervical I.
Selain itu, dengan pemeriksan MRI dapat pula dinilai adanya penyempitan ruang
subarachnoid pada pertemuan cervical dan medulla otak, adanya
ventriculomegaly derajat ringan hingga sedang serta anomali-anomali lain yang
sering menyertai achondroplasia.
Gambar 8:
Gambaran MRI pada anak berusia 6 tahun yang merupakan penderita achondroplasia dengan defisit
neurologis. Gambar ini menunjukkan adanya penyempitan foramen magnum pada cervical I dan penyempitan
ruang subarachnoid
Sumber: https//www.academia.edu
c. Pengobatan Achondroplasia
Sampai sekarang, masih belum ada cara pengobatan yang bisa sepenuhnya mengatasi
kondisi achondroplasia. Penanganan hanya dilakukan dengan tujuan untuk membantu
meringankan gejala atau mencegah terjadinya komplikasi yang lebih serius. Penanganan
yang bisa dilakukan, yaitu:
Medical check-up
Pemeriksaan medis secara rutin sangat penting dilakukan guna mengetahui
pertumbuhan tubuh pengidap. Pemeriksaan ini termasuk mengukur rasio tubuh bagian
atas dan bawah, juga berat badan. Menjaga berat badan tentu perlu dilakukan sehingga
komplikasi tidak terjadi karena obesitas.
Terapi hormone
Anak dengan kondisi achondroplasia mungkin dianjurkan untuk melakukan terapi
hormon rutin guna membantu meningkatkan pertumbuhan tulang. Hal ini dilakukan agar
anak bisa mendapatkan postur tubuh lebih baik ketika dewasa nantinya.
Obat-obatan
Obat seperti antibiotik biasanya diresepkan oleh dokter pada pengidap achondroplasia
yang mengalami infeksi telinga, salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi. Lalu,
obat antiradang bisa dikonsumsi apabila pengidap mengalami radang sendi.
Operasi
Penanganan lainnya adalah operasi, yang dilakukan guna meringankan gejala yang
dirasakan atau mengatasi komplikasi yang muncul. Pilihan operasinya adalah:
Operasi caesar untuk ibu hamil dengan kondisi achondroplasia dengan tulang panggul
yang kecil. Prosedur serupa dianjurkan untuk dilakukan apabila janin mengidap
achondroplasia dengan ukuran kepala lebih besar untuk mengurangi risiko terjadinya
perdarahan.
Ortopedi, dilakukan apabila pengidap memiliki bentuk kaki seperti huruf O.
Ventriculoperitoneal shunt, yang dilakukan apabila pengidap memiliki kondisi
hidrosefalus.
Lumbar laminektomi, yang dilakukan untuk mengatasi kondisi stenosis spinal.
Mengelola gejala
Pengelolaan gejala difokuskan pada penanganan komplikasi yang potensial, misalnya:
Mengelola berat badan dan menjalankan kebiasaan makan yangs ehat untuk
mencegah obesitas.
Pembedahan shunt ventriculoperitoneal, untuk mengurangi tekanan cairan pada otak.
Selain itu dengan kompresi persimpangan craniocervical, untuk memperbaiki
komplikasi yang mengancam jiwa.
Pengangkatan kelenjar gondok dan amandel melalui operasi.
Mengelola hormon pertumbuhan.
Penggunaan masker hidung continuous positive airway pressure (CPAP) untuk
apnea.
Menggunakan tabung telinga atau antibiotik untuk mencegah infeksi telinga.
Mendapatkan dukungan sosial dari keluarga, teman terdekat, dan lingkungan.
d. Pencegahan Achondroplasia
Tindakan pencegahan terhadap achondrplasia belum diketahu hingga saat ini. Jika
mengidap atau memiliki riwayat achondrplasia dalam keluarga, disarankan untuk
berdiskusi dengan ahli genetika untuk mengetahui lebih lanjut tentang resiko resiko
terjadinya achondroplasia.
Pengidap achondrplasia juga dapat melakukan pencegahan dengan menghindari
berbagai aktivitas berbahaya yang berisiko terhadap rusaknya tulang belakang sehingga
hal ini bisa menjadi cara pencegahan kekeredilan pada tubuh.
III. METODELOGI
a. Waktu dan Tempat Wawancara
1. Alat tulis
2. Camera (hp)
c. Prosedur
Pada laporan ini memuat prosedur berupa wawancara narasumber yang mengalami kelainan
genetic (Achondroplasia) yang sudah bersedia untuk diwawancarai. Sebelum melakukan
wawancara perlu disiapkan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
Pada kondisi normal osifikasi endokondral berjalan dengan baik dimana pertumbuhan
tulang sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi
membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk kondrosit
yang secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik
kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi
matriks ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan
pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan maturasi kondrosit
yang sinkron.
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi yang dialami oleh narasumber kami dengan
adanya mutasi gen FGFR3 menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral,
dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth
plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu. Adanya mutasi
pada FGFR3 menyebabkan aktivasi berlebih pada FGRF3 sehingga menyebabkan hambatan
pertumbuhan dan diferensiasi pada kondrosit.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kedua orang tua tidak mempunyai
kelainan acondroplasia (nomal carrier) sehingga kemungkinan memiliki anak yang memiliki
kelainan acondroplasia adalah sebagai berikut
P1: ♂Kk × ♀Kk
G1: K,k K,k
F1:
♀
♂ K K
K KK Kk
(Normal) (normal)
K Kk Kk
(normal) (Acondroplasia)
Rasio perbandingan genotype KK:Kk:kk, (1:2:1)
Rasio fenotip (3:1)
3
Rasio Fenotipe Normal = ×100 %=¿ 75%
4
1
Rasio Fenotip Acondroplasia = ×100 %=25 %
4
Dari hasil persilangan diatas diketahui bahwa fenotip anak normal 75% sedangkan anak
yang mengalami kelainan acondroplasia sebesar 25% jika terpaut autosomal resesif.
Kemungkinan ini dapat diterima karena sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa kedua
orang tua dari narasumber merupakan normal carrier dimana jika dilihat dari kondisi fisik
kedua orang tua normal namun membawa gen acondroplasia.
Jika dilihat dari kondisi orang tua narasumber yang normal namun memiliki satu anak
dengan kelainan acondroplasia maka telah terjadi mutasi gen FGFR3 yang tidak diturunkan
secara langsung dari orang tua melainkan dari faktor lain misalnya kekurangan nutrisi akibat
penyakit yang diderita oleh ibu narasumber selama masa kehamilan menyebabkan
berkurangnya beberapa nutrisi yang mendukung pertumbuhan tulang yaitu :
Kalsium
Perannya sangat penting untuk kesehatan tulang. Selain itu, kalsium berfungsi untuk
menciptakan hormon dan enzim, membantu kontraksi otot, dan menggerakkan darah
ke seluruh tubuh. Jika tubuh kekurangan, kalsium akan dikeluarkan dari tulang.
Akibatnya, kepadatan tulang bisa berkurang.
Vitamin D
Kekurangan vitamin D jangka panjang telah dikaitkan dengan demineralisasi
(kehilangan mineral penting) tulang. Jika kekurangan vitamin D, tubuh kesulitan
menyerap kalsium.
Magnesium
Magnesium adalah mineral penting untuk menjaga kesehatan tulang. Mineral ini
memengaruhi kepadatan mineral tulang secara langsung, sehingga bisa mencegah
risiko penyait tulang, seperti osteoporosis.
Magnesium dan kalsium adalah dua mineral yang saling bekerja sama untuk menjaga
kesehatan tulang, jika terjadi kekurangan Magnesium akan menyebabkan :
1. Kekuatan tulang menurun (tulang menjadi rapuh dan gampang patah).
2. Volume dan ukuran tulang menurun
3. Pertumbuhan tulang lambat
4. Lepasnya kelebihan kalsium dari tulang ke dalam darah yang tanpa disertai
pembentukan tulang baru.
Fosfor
Fosfor membantu membentuk kepadatan mineral tulang yang mencegah patah tulang,
patah tulang dan osteoporosis, yang semuanya lebih mungkin terjadi seiring
bertambahnya usia. Tanpa kehadiran fosfor yang cukup, kalsium tidak dapat membangun
dan memelihara struktur tulang secara efektif, karena kedua mineral tersebut dibutuhkan
untuk membentuk massa tulang.
V. Kesimpulan
Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan
plasia: pertumbuhan. Secara harfiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan
kartilago, walaupun sebenarnya individu dengan Achondroplasia memiliki kartilago.
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan
osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada
lengan pendek kromosom 4p16.3. Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-
tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang.
Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial.
Sampai sekarang, masih belum ada cara pengobatan yang bisa sepenuhnya mengatasi
kondisi achondroplasia. Penanganan hanya dilakukan dengan tujuan untuk membantu
meringankan gejala atau mencegah terjadinya komplikasi yang lebih serius. Penanganan
yang bisa dilakukan, yaitu: medical check-up, terapi hormone, mengonsumsi obat-obatan dan
melakukan operasi.
VI. Kritik dan Saran
Laporan masih memiliki banyak kekurangan, olehkarena itu perlu dilakukan penelitian
sekaligus literasi dan numerasi agar dapat melengkapi laporan studi kasus terkait kelainan
genetic Achondroplasia.
VII. Daftar Pustaka
Khu, Adrian. (2018). Paper Achodroplasia. Diakses pada 27 Februari 2023 dari
https://www.academia.edu
Pauli, M. Rhicard. (2019). Achodroplasia: a comprehensive clinical review. Pauli Orphanet
journal Of Rare Disease, 14 (1), 1-11. Diakses pada 27 Februari 2023 dari
https://www.researchgate.net
LAMPIRAN
Foto Narasumber