Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2019


RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
UNIVERSITAS HALU OLEO

RHEUMATOID ARTHRITIS

Oleh:
Nurul Anugerah Wulandari
K1A1 14 142

Pembimbing:
dr. Ruslan Duppa, M.Kes., Sp.Rad(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Nurul Anugerah Wulandari
NIM : K1A1 14 142
Judul Referat : Rheumatoid Arthritis
Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ruslan Duppa, M.Kes., Sp.Rad(K)

2
Rheumatoid Arthritis
Nurul Anugerah Wulandari, Ruslan Duppa
(Subdivisi Muskuloskeletal Bagian Radiologi FK UHO)

I. Pendahuluan
Rheumatoid Arthritis adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai
sistem organ. Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit kronik sistemik
yang menyebabkan inflamasi sinovial sehingga menyebabkan kerusakan progresif
dari kartilago artikular dan deformitas. Artritis reumatoid terjadi pada 1%
populasi penduduk di seluruh dunia yang meliputi segala umur dan lebih dominan
pada wanita dengan perbandingan 3:1. (1)
II. Definisi
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya
belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada
beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit
RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus
perjalananya kronik fluktuatif yang mengakibatkan kerusakan sendi yang
progresif, kecacatan dan bahkan kematian dini. (2)
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan
“itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.
Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjad i
pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi.(3)
III. Epidemiologi
Di dunia, RA merupakan penyakit muskuloskeletal yang paling sering
terjadi. Angka kejadian RA pada tahun 2013 yang dilaporkan oleh World Health
Organization (WHO) adalah mencapai 20% dari penduduk dunia yang telah
terserang RA, dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20%

3
adalah mereka yang berusia 55 tahun. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(2013), menunjukkan bahwa kecenderungan prevalensi RA di Indonesia tahun
2007-2013 pada usia lansia terdapat 30,3 % pada tahun 2007, dan mengalami
penurunan pada tahun 2013 yaitu menjadi 24,7%. Pada Tahun 2016 jumlah
penderita RA adalah sebanyak 23,8%. Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun
2016 melalui Dinas Kesehatan menyebutkan bahwa penyakit pada sistem otot
(RA) menempati urutan ke-4 dari 10 penyakit terbanyak yang dilaporkan dari
keseluruhan Puskesmas. Data ini menunjukkan prevalensi penyakit RA sebanyak
22,5%.(4)
IV. Etiologi
Penyebab pasti rheumatoid arthritis tidak diketahui, diperkirakan
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti
bakteri, mikoplasma dan virus. Ada beberapa faktor risiko yang dapat
menyebabkan seseorang menderita rheumatoid arthritis yaitu: (5)
A. Faktor genetik
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya rheumatoid
arthritis sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh persen orang
kulit putih yang menderita rheumatoid arthritis mengekspresikan HLA-DR1
atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat di permukaan sel T. Pasien yang
mengekspresikan antigen HLA-DR4 3,5 kali lebih rentan terhadap rheumatoid
arthritis.
B. Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita daripada laki-
laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini dihubungkan karena pengaruh
dari hormon namun data ini masih
dalam penelitian. Wanita memiliki
hormon estrogen sehingga dapat memicu sistem imun. Onset rheumatoid
arthritis terjadi pada orang- orang usia sekitar 50 tahun.

4
C. Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah terinfeksi
secara genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu rheumatoid
arthritis seperti parvovirus, rubella, EBV, borellia burgdorferi.
D. Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu rheumatoid arthritis
seperti merokok.(5)
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya RA antara
lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita RA, umur
lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga kali
sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin juga berisiko. Makanan tinggi
vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan
penurunan risiko. Tiga dari empat perempuan dengan RA mengalami perbaikan
gejala yang bermakna selama kehamilan dan biasanya akan tumbuh kembali
setelah melahirkan.(6)
V. Anatomi dan Patofisiologis
A. Anatomi
1. Tulang Pergelangan Tangan

Gambar 1. Radiograf posteroanterior pergelangan tangan dengan lengan


bawah pronation. (Dikutip pada kepustakaan 7)

5
Terdapat delapan buah ossa carpi yang tersusun dalam dua baris,
masing-masing terdiri dari empat tulang. Baris proksimal terdiri dari (dari
lateral ke medial) scaphoideum, lunatum, triquetrum, dan pisiforme. Baris
distal terdiri dari (dari lateral ke medial) trapezium, trapezoideum,
capitatum, dan hamatum. Secara bersama-sama ossa carpi pada
permukaan anteriomya membentuk cekungary yang pada ujung lateral dan
medialnya melekat sebuah pita membranosa yang kuat, disebut
retinaculum musculorum flexorum. Dengan cara ini terbentuk saluran
osteofascial, canalis carpi, untuk lewatnya nervus medianus dan tendo-
tendo flexor jari.(7)
Tulang-tulang tangan pada waktu lahir merupakan tulang rawan.
Os capitafum mengalami osifikasi selama tahun pertama kehidupan dan
tulang-tulang lainnya mengalami osifikasi dengan berbagai interval waktu
sampai umur 12 tahun pada usia ini semua tulang telah mengalami
osifikasi.(7)
Meskipun pengetahuan secara rinci dari tulang-tulang tangan tidak
perlu bagi mahasiswa kedokteran tetapi posisi, bentuk, dan ukuran dari os
scaphoideum seharusnya dipelajari karena sering fraktur. (7)

Gambar 2. Radiograf
posteroanterior pergelangan
tangan dan tangan anak
berusia 8 tahun. (Dikutip
pada kepustakaan 7)

6
2. Tulang Metacarpi dan Phalang

Gambar 3. Radiograf posteroanterior pergelangan tangan dan tangan


dewasa. (Dikutip pada kepustakaan 7)
Ada lima buah ossa metacarpi, masing-masing tulang mempunyai
basis, corpus, dan caput. Os metacarpal I ibu jari adalah yang terpendek
dan sangat mudah bergerak. Tulang tersebut tidak terletak pada bidang
yang sama dengan tulang-tulang metacarpi lainya, tetapi terletak lebih
anterior. Tulang ini juga berotasi ke medial sembilan puluh derajat,
(7)
sehingga permukaan extensor menghadap ke lateral bukan ke dorsal.

7
Basis ossa metacarpi bersendi dengan barisan distal ossa carpi;
caputnya yang membentuk buku tangan bersendi dengan phalalx
proximalis. Masing-masing corpus ossis metacarpi sedikit cekung ke
depan dan mempunyai penampang berbentuk segitiga. Corpus mempunyai
permukaan posterior, lateral dan medial. Terdapat tiga buah phalanx untuk
setiap jari, tetapi hanya dua phalanx untuk ibu jari. (7)

Gambar 4. Radiograf lateral pergelangan tangan dan tangan orang


dewasa dengan jari-jari pada berbagai derajat fleksi. (Dikutip pada
kepustakaan 7)

8
3. Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi,
pita fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Terdapat tiga tipe sendi: (8)
a. Sendi Fibrosa
Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang
yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat
fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa:
1) Sutura diantara tulang-tulang tengkorak
2) Sindesmosis yang terdiri dari suatu membrane interoseus atau
suatu ligamen diantara tulang.
Serat-serat ini memungkinkan sedikit pergerakan tetapi bukan
merupakan gerakan sejati. Perlekatan tulang tibia dan fibula bagian
distal adalah suatu contoh dari tipe sendi fibrosa. (8)
b. Sendi Kartilaginosa
Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh rawan hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat
sedikit bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa, yaitu:(8)
1) Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya
diliputi oleh rawan hialin. Sendi-sendi kostokondral adalah contoh
dari sinkondrosis.
2) Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu
hubungan fibrokartilago antara tulang dan selapis tipis rawan
hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Simfisis pubis dan
sendi-sendi pada tulang punggung adalah contohnya. (8)
c. Sendi Sinovial
Sendi synovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat
digerakkan. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan
sendi dilapisi rawan hialin. (8)

9
B. Patofisiologi
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi.
Reaksi autoimun terjadi di jaringan synovial, dan kerusakan sendi terjadi
mulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial. Limfosit
menginfiltrasi daerah system dan terjadi proliferasi sel-sel endotel lalu terjadi
neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi
oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadi
pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami
inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang.
Respon imun melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi
sistemik. Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor ssel T
dengan share ystem dari major histocompability complex class II (MHCII-SE)
dan peptide pada antigen-presenting cell (APC) pada system atau sistemik
namun peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahui secara pasti. (9)
VI. Diagnosis
A. Manifestasi Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seorang
artritis rheumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat
yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
sangan bervariasi.(8)
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi di interphalang
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih 1 jam, dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan

10
kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif, merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosif di tepi
tulang.
5. Deformitas, kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metakarpopalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah
beberapa defprmitas tangan yang sering dijumpai.
6. Nodul-nodul rheumatoid, adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar spertiga orang dewasa pasien artritis rheumatoid.
Manifestasi ekstra-artikular, artritis rheumatoid juga dapat menyerang
organ-organ lain diluar sendi, seperti jantung (pericarditis), paru-paru
(pleuritis), mata dan pembuluh darah dapat rusak. (8)
B. Laboratorium
Untuk menegakkan diagnosa, dilakukan beberapa tes diantaranya:
1. Tes hitung darah
Anemia biasanya terjadi pada penderita rheumatoid arthritis.
Jumlah ESR (Erytrocyte Sedimentation Rate) dan atau CRP (C- Reaktive
Protein) sebanding dengan aktivitas proses inflamasi dan berguna dalam
pemantauan pengobatan
2. Serologi
Anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptides) positif pada awal
terjadinya rheumatoid arthritis, dan pada awal arthritis proses inflamasi
menunjukkan kemungkinan berkembangnya rheumatoid arthritis. Faktor
rheumatoid arthritis mempengaruhi sekitar 70%
kasus dan ANA (Anti
Nuklear Antibodi) mempengaruhi sekitar 30% kasus

11
3. Aspirasi sendi
Aspirasi tampak berawaan karena adanya sel darah putih. Jika
sendi tiba-tiba menyakitkan, bisa saja pasien terkena arthritis
4. Analisis cairan synovial
Peradangan yang mengarah pada rheumatoid arthritis ditandai
dengan cairan synovial abnormal dalam hal kualitas dan jumlahnya yang
meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut),
untuk kemudian diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya.(10)
C. Radiologi
Pada RA, tahap awal penyakit biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiologi kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi setelah
sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan
ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada
tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya
ireversibel. (8)
1. X-Ray
Rheumatoid Arthritis lebih sering terjadi pada wanita, sering
melibatkan persendian proksimal tangan dan pergelangan tangan.
Biasanya bilateral dan simetris. Radiografi konvensional tetap menjadi
studi pilihan pertama dalam pencitraan RA.(11)
Perubahan radiografi yang paling awal adalah pembengkakan
jaringan lunak pada sendi yang terkena dan osteoporosis, yang cenderung
paling parah pada kedua sisi ruang sendi (osteoporosis periodik atau
demineralisasi periarticular). (11)

12
Gambar 5. Rheumatoid Arthritis, tangan (A) dan pergelangan tangan (B).
A, Di tangan, erosi artritis reumatoid cenderung melibatkan persendian
proksimal: yaitu persendian carpal-metacarpal, persendian metacarpal-
phalangeal (MCP) (panah putih), dan persendian interphalangeal
proksimal. Dan terdapat deformitas seperti deviasi ulnaris jari-jari pada
sendi MCP, subluksasi sendi MCP, dan kelemahan ligamen yang
menyebabkan deformitas jari-jari. B, Di pergelangan tangan, terdapat erosi
pada carpal (panah putih putus-putus), ulnar styloid (panah putih solid),
dan penyempitan ruang sendi radiokarpal (panah hitam pekat). (Dikutip
pada kepustakaan 11)
Pada tangan, RA cenderung melibatkan persendian proksimal,
yaitu persendian carpal-metacarpal, persendian metacarpal-phalangeal
(MCP), dan persendian interphalangeal proksimal. Temuan akhir di
tangan termasuk deformitas seperti deviasi ulnaris dari jari-jari pada sendi
MCP, subluksasi sendi MCP, dan kelemahan ligamen yang menyebabkan
deformitas jari-jari, yang juga ditemukan di tangan ini. Di pergelangan
tangan, erosi pada karpal, styloid ulnaris, dan penyempitan ruang sendi
radiokarpal sering terlihat. (11)

13
Gambar 6. Radiografi kedua tangan menunjukkan penyakit simetris
bilateral. Ada osteopenia periartikular yang ditandai: penyempitan ruang
sendi yang luas; erosi jari-jari, tulang ulnar dan karpal (lebih buruk di
tangan kiri); dan subluksasi sendi metacarpophalangeal kedua di sebelah
kanan. (Dikutip pada kepustakaan 12)
2. USG
Ultrasonografi memungkinkan penilaian jaringan lunak yang dapat
membedakan penebalan sinovial, adanya cairan pada persendian, bursae
dan selubung tendon, kelainan dasar tendon, ligamen erosi kecil. USG
menggunakan resolusi tinggi memungkinkan untuk menilai secara rinci
perubahan anatomi terkecil, yang sangat berharga untuk diagnosis dini dan
pemantauan artritis kronis. Hipertrofi sinovial adalah karakteristik
sinovitis kronis dan dianggap sebagai biomarker RA agresif yang sangat
baik.12
USG memungkinkan untuk memeriksa tendon dengan sangat rinci,
dan berikut ini dapat dideteksi: pelebaran selubung tendon,
ketidakhomogenan struktur tendon, pengurangan diameter tendon yang
terlokalisasi, defek kontur, kista sinovial, gangguan, fragmentasi,
hilangnya echotexture dan robekan pada tendon. (12)

14
Gambar 7. Gambar ultrasonografi transversal pada tingkat metacarpal
kedua menunjukkan tenosinovitis tendon ekstensor tangan. (Dikutip pada
kepustakaan 12)

Gambar 8. USG longitudinal pada tingkat sendi metacarpophalangeal


kedua menunjukkan hipertrofi sinovial dengan erosi awal. (Dikutip pada
kepustakaan 12)

15
Gambar 9. Ultrasonografi Doppler Transversal menunjukkan aktivitas
Doppler positif dalam selubung tendon. (Dikutip pada kepustakaan 12)
3. CT-Scan
Computed tomography (CT) adalah metode pencitraan radiografi
tomografi yang memvisualisasikan jaringan terkalsifikasi dengan resolusi
tinggi, dan CT dapat dianggap sebagai referensi standar untuk mendeteksi
kerusakan jaringan terkalsifikasi, seperti erosi tulang pada RA. (13)

Gambar 10. CT sendi metacarpophalangeal ke 2 sampai ke 5 potongan


koronal (a) dan potong aksial (b) tampak erosi pada garis panah. (Dikutip
pada kepustakaan 13)

16
4. MRI
Pemeriksaan MRI dapat menilai semua struktur yang dipengaruhi
oleh RA. Ini termasuk jaringan lunak, tulang rawan dan tulang. Metode
pencitraan ini sangat sensitif dan dapat mendeteksi erosi awal hingga tiga
tahun sebelum dapat dilihat dengan radiografi konvensional. Disarankan
untuk menggunakan koil ekstremitas kecil dengan irisan tipis, tidak > 3
mm.(12)

Gambar 11. Metakarpophalangean. Garis abu-abu menunjukkan


gambaran sinovitis dan garis putih menunjukkan gambaran erosi. (Dikutip
pada kepustakaan 12)

17
Gambar 12. MRI sendi MCP ke 2 potongan koronal (kiri) dan aksial
(kanan). Tampak erosi (panah putih) didasar phalanx proksimal ke
2.(Dikutip pada kepustakaan 13)
D. Kriteria Diagnosis
Berikut adalah kriteria diagnosis RA berdasarkan skor dari American
College of Rheumatology (ACR/Eular) 2010. Jika skor ≥6, maka pasien pasti menderita
RA. Sebaliknya jika skor <6 pasien mungkin memenuhi kriteria
RA secara prospektif (gejala kumulatif) maupun retrospektif (data dari
keempat domain didapatkan dari riwayat penyakit). (2)
Distribusi Sendi (0-5) Skor
1 sendi besar 0
2-10 sendi besar 1
1-3 sendi kecil (sendi besar tidak diperhitungkan) 2
4-10 sendi kecil (sendi besar tidak diperhitungkan) 3
> 10 sendi kecil 5
Serologi (0-3)
RF negatif DAN ACPA negatif 0

18
Positif rendah RF ATAU positif rendah ACPA 2
Positif tinggi RF ATAU positif tinggi ACPA 3
Durasi Gejala (0-1)
<6 minggu 0
≥6 minggu 1
Acute Phase Reactant (0-1)
CRP normal DAN LED normal 0
CRP abnormal ATAU LED abnormal 1
Tabel 1. Kriteria diagnosis RA berdasarkan skor dari American College of
Rheumatology (ACR/Eular) 2010. (Dikutip dari kepustakaan 2)
VII. Differensial Diagnostik
1. Osteoartritis
 Akibat dari degenerative
 Biasa pada tangan, pinggul dan paling sering pada lutut
 Tampat osteofit pada sendi
 Ruang sendi menyempit
 Tampak skeloris subkondral
 Dapat tampak kista subkondral
2. Gout Artritis
 Biasa menyerang sendi metatarsal-phalangeal pada ibu jari kaki
 Erosi juxtaartikular dengan tepi menggantung
 Terdapat tofus atau Kristal urat dalam jaringan lunak
 Tidak ada osteoporosis. (11)
VIII. Penatalaksanaan
Pilar Pengelolaan Rheumatoid Arthritis.(2)
1. Edukasi
2. Latihan / Program Rehabilitasi
3. Pilihan Pengobatan:
a. DMARD

19
b. Agen Biologik
c. Kortikosteroid
d. Obat Anti Inflamasi Non Steroid
4. Pembedahan
IX. Prognosis
Prediktor prognosis buruk pada stadium dini RA antara lain: skor
fungsional yang rendah, status sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan
rendah, ada riwayat keluarga dekat menderita RA, melibatkan banyak sendi,
nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan penyakit, RF atau anti-CCP positif,
ada perubahan radiologis pada awal penyakit, ada nodul rheumatoid atau
(6)
manifestasi ekstraartikular lainnya.

20
Daftar Pustaka

1. Mudjaddid E, Puspitasari M, Setyohadi B, Dewiasty E. Hubungan derajat


aktivitas penyakit dengan depresi pada pasien artritis reumatoid. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia 2017;4(4): 194 - 8.
2. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi perhimpunan reumatologi
indonesia untuk diagnosis dan pengelolaan artritis rheumatoid. 2014. hal. 9 - 13.
3. Febriana. Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus rheumatoid arthritis ankle
billateral di RSUD Saras Husada Purworejo. (Skripsi). Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2015. hal. 6.
4. Meliny, Suhadi, Sety M. Analisi faktor risiko rematik usia 45-54 tahun di wilayah
kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun 2017. Jimkesmas 2018;2(2): 1-7.
5. Rianiari U. Gambaran pengobatan dan kualitas hidup pada pasien rheumatoid
arthritis di Instalasi Rawat Jalan RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. (Skripsi).
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2014. hal. 8-9.
6. Suarjana IN. Artritis reumatoid. Dalam : Setiati S, Alwi I, Sudoya AW,

Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid III. Edisi VI. Jakarta : Interna publishing; 2014. hal. 3131 – 9.
7. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Dalam : Sugiharto L, Suwahjo A,
Liestyawan YA, editors. Jakarta : EGC; 2011. hal. 320 – 1.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit.
Volume 2. Edisi VI. Dalam : Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA,
editors. Jakarta : EGC; 2005. hal.1360 – 88.
9. Elsi M. Gambaran faktor dominan pencetus arthritis rheumatoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Danguang Danguang Payakumbuh Tahun 2018. Menara ilmu
2018;7(8): 98- 106.
10. Rohayati KWN. Pengaruh karakteristik pasien, pola pengobatan dan intensitas
nyeri terhadap kualitas hidup pasien
rheumatoid arthritis di Rumah Sakit Pku

21
Muhmmadiyah Yogyakarta. (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada;
2015. hal. 13 – 4.
11. Herring W. Learning radiology recognizing the basics. Edisi 3. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2016. hal.256 – 62.
12. Kgoebane K, Ally MMTM, Beytell MCD, Suleman FE. The role of imaging in
rheumatoid arthritis. SA journal of radiology 2018 July 1;22(1): 1-6.
13. Dohn UM, Ejbjerg BJ, Michel CP, Hasselquist M, Narvestad E, Szkudlarek M, et
al. Are bone erosions detected by magnetic resonance imaging and
ultrasonography true erosions? A comparison with computed tomography in
rheumatoid arthritis metacarpophalangeal joints. Arthritis Research & Therapy
2006 July 18;8(4): 1-9.

22

Anda mungkin juga menyukai