Anda di halaman 1dari 25

KONSEP DASAR GEJALA KARDINAL

SKENARIO

Tn. B, 35 tahun datang ke poli umum dengan keluhan


badannya panas, kepalanya pening sejak tiga hari yang lalu.

1. Jenis Gejala Kardinal

1. TEMPERATUR / SUHU TUBUH

1.1 Pengertian

Diartikan sebagai suatu derajat panas yang berada dalam tubuh. Suhu tubuh adalah suatu indikasi
sehat atau sakit yang digambarkan derajat panas yang diproduksi tubuh. Suhu untuk metabolisme
sel-sel ditetapkan 37 0C. Normal individu 36-37 0C. Suhu kulit tidak sama dengan suhu organ
internal.

1.2 Temperatur Pusat

Temperatur tubuh paling dalam, ditentukan 3 faktor yaitu:

1. Produksi panas sendiri.


2. Isolasi lingkungan.
3. Kecepatan aliran darah.
 Produksi Panas

1.3.1 Metabolisme Makanan Dan Aktivitas

Panas dihasilkan melalui metabolisme makanan. Kecepatan metabolisme à BMR. Penambahan


aktivitas seperti latihan akan menambah BMR dan meningkatkan produksi panas.

1.3.2 Produksi Tiroksin Meningkat

Dingin à Hipotalamus à Thyrotropine à Kel. Tiroid à Thiroxine à Peningkatan Kecepatan


metabolisme sel-sel tubuh à Produksi panas meningkat.

 Pelepasan Panas

RADIASI à pemindahan panas dari suatu permukaan ke permukaan lain tanpa kontak.

KONDUKSI à pemindahan panas temperatur tinggi ke temperatur rendah melalui kontak.

KONVEKSI à pergerakan udara dari dekat tubuh yang panas dipindahkan dengan cara
mengganti dengan udara dingin.

EVAPORASI à pelepasan panas dengan cara penguapan, misal : saluran pernafasan, keringat, air
ketuban.

 Keseimbangan Produksi Panas dan Panas Yang Dilepas

Organ utama pengatur suhu: HYPOTHALAMUS.

1.5.1 HYPOTHALAMUS ANTERIOR

Badan hangat/demam à Hypothalamus anterior à Dilatasi kapiler permukaan tubuh à Darah


banyak menuju kapiler permukaan tubuh à Banyak keluar keringat.

1.5.2 HYPOTHALAMUS POSTERIOR

Badan dingin à Darah dingin à Hypothalamus posterior à Vasokonstriksi kapiler permukaan


tubuh à Darah sedikit menuju permukaan tubuh à Tidak ada sekresi keringat.
 Faktor yang Mempengaruhi Temperatur

 UMUR: Suhu berubah menurut umur.


 PERUBAHAN WAKTU SEHARI: Suhu berubah 2-30C à Tinggi jam 20.00-23.00,
Rendah jam 04.00-06.00 WIB.
 SEKS: Ovulasi à suhu meningkat 0,3 – 0,5 0C à Peningkatan BMR.
 EMOSI: Emosi meningkat à suhu meningkat à begitu sebaliknya.
 LATIHAN AKTIVITAS: Aktivitas muskuler à suhu akan meningkat.

 Mengukur Suhu Tubuh

 Ada 3 metode yaitu : per oral, per rektal dan aksila.


 Suhu rektal 0,4 0C lebih tinggi dari oral.
 Suhu aksila 0,6 0C dibawah suhu oral.
 NORMAL per oral 36,4 – 37,2 0C, rata-rata 37 0
 NORMAL per rektum 37 – 37,8 0C, rata-rata 37,5 0C.
 NORMAL per aksila 35,8 – 37 0C, rata-rata 36,7 0

 Pengkajian Fisik Tanda Demam

Permulaan Tanda Serangan

1. Adanya keluhan dingin.


2. Menggigil atau kontraksi otot-otot.
3. Peningkatan cardiac rate direfleksikan peningkatan nadi.
4. Kulit dingin pucat akibat vasokonstriksi perifer.
5. Kontraksi arektor villi ditunjukkan bulu roma berdiri.
6. Berkurangnya keringat.
7. Pada anak-anak : suhu sangat tingggi à

Tanda Selama Demam

1. Lemah dan sakit dari bagian tubuh.


2. Sakit kepala, lekas marah, bingung, gelisah akibat iritasi SSP.
3. Anoreksia, mual dan muntah.
4. Klien mengeluh panas & dingin.
5. Kulit terasa panas bila disentuh.
6. Vasodilatasi perifer, muka merah.
7. Dehidrasi membran mukosa.
8. Demam lama à kehilangan BB.
Tanda Terminasi

1.
2. Suhu turun.
3. Possible dehidrasi.

Intervensi

1. Menggigil à Berikan selimut.


2. Diaphoresis à Tingkatkan sirkulasi ruangan.
3. Cegah dehidrasi à Tingkatkan asupan cairan.
4. Catat intake & output.
5. Monitor TTV.

2. Denyut Nadi

2.1 Pengertian

Denyut nadi adalah ketukan / dorongan ringan yang dapat diraba atau dirasakan pada arteri
akibat mengembangnya aorta. Mengembangnya aorta menghasilkan gelombang di dinding
sistem aorta jika diraba, dirasakan sebagai dorongan atau ketukan ringan disebut denyut.

Setiap kali bilik kiri jantung menegang untuk menyemprotkan darah ke aorta yang sudah penuh
dinding arteri dalam sistem peredaran darah mengembang atau mengembung. Pusat pengatur
denyut adalah NODUS SINOATRIAL atau NODUS SINOAURICULER yang letaknya pada
serambi kanan jantung.

2.2 Kecepatan Denyut Nadi Normal


2.3 Perubahan Kecepatan Denyut Nadi

1. Adanya rangsangan pada saraf simpatik dan parasimpatik.


2. Sitem emosi : takut, marah, kaget dan cemas.
3. Latihan fisik dan olah raga.
4. Kulit terlalu lama kena panas.
5. Suhu naik 0,6 0C atau 1 0F, denyut meningkat 7-10 x/menit.
6. Denyut > 100 x/menit disebut TACHIYCARDIA.
7. Denyut < 60 x/menit disebut BRADYCARDIA.

2.4 Irama Denyut

1. Irama denyut normal adalah selang waktu antara denyut yang satu dengan berikutnya
sama.
2. Arrhytmia adalah irama denyut tak teratur.
3. Pulsus Intermittens, adalah denyut yang mengalami periode irama normal kemudian tak
teratur.
4. Dicrotic Pulse (Denyut nadi kembar), gelombang denyut terasa 2 denyut waktu diraba.
5. Bigeminal Pulse adalah dua kontraksi teratur disusul berhenti.
6. Denyut Prematur, kontraksi jantung yang terjadi sebelum adanya denyut normal,
dimanifestasikan berdebar-debar.

2.5 Volume Denyut

Adalah darah yang terasa mengalir melalui pembuluh darah. Denyut mudah dihilangkan dengan
tekanan diatas arteri. Bounding atau denyut terbatas adalah bila volume darah sulit
menghilangkan denyut. Denyut mudah hilang disebut denyut lemah atau feeble atau pulsus
filiformis.

2.6 Lokasi untuk Mengukur Denyut

Arteri temporalis, Arteri karotis, Arteri apikal, Arteri brachialis, Arteri radialis, Arteri ulnaris,
Arteri femoralis, Arteri poplitea, Arteri posterior tibial,Arteri dorsalis pedis.

2.7 Apikal Rate


Apical Rate à kecepatan denyut yang dihitung pada apex jantung dan nadi radial secara
serempak. Hal ini dilakukan oleh 2 orang, seorang mendengarkan denyut apex, yang lain
mengukur denyut radial. Hitungan apical dan radial dicatat, denyut ini dilakukan bila denyut
radial lemah atau tidak teraba.

3. PERNAFASAN

Pusat pernafasan berada di Medula Oblongata.

3.1 Fisiologi Pernafasan

Pernafasan paru atau pernafasan eksternal ada 4 proses yaitu:

1. Ventilasi pulmoner, gerakan nafas untuk menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru, CO2 dan darah ke paru-paru.
3. Difusi gas menembus membran alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi dengan
O2.
4. Distribusi arus udara dan arus darah à mencapai semua bagian tubuh.

3.2 Kecepatan Bernafas

NORMAL à kecepatan bernafas 16-20 x/menit.


4. TEKANAN DARAH

4.1 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

1. TAHANAN PERIFER: Arteri mempunyai sistem tekanan tinggi, vena dan kapiler
mempunyai sistem tekanan rendah. Arteriola menguncup kecil darah yang mengalir
berkurang.
2. GERAKAN MEMOMPA DARAH JANTUNG: Semakin banyak darah di pompa ke
arteri (isi sekuncup bertambah) lebih menggelembung à TD meningkat. Sedikit darah di
pompa isi sekuncup berkurang à TD turun.
3. VOLUME DARAH: Volume darah rendah akibat perdarahan à TD turun.
4. VIKOSITAS DARAH: Semakin kental darah à semakin tinggi TD, karena semakin
banyak tenaga untuk mendorong
5. ELASTISITAS DINDING PEMBULUH DARAH: Arteri mengandung sejumlah besar
jaringan elastis yang lentur. Jantung istirahat à dinding arteri mengerut. Pembuluh yang
elastisitasnya sedikit memberikan banyak penolakan di banding dengan pe,buluh yang
elastisitasnya besar. Contoh : pada arteriosklerosis TD bertambah.

4.2 Tekanan Darah Normal


4.3 Mengukur Tekanan Darah

Alat untuk mengukur TD adalah : Spignomanometer, Manometer Aneroid dan Stateskop. Suara
yang didengarkan oleh perawat waktu mengukur TD disebut suara KOROTKOFF, dimana ada 5
yaitu :

1. Suara KOROTKOFF I, adalah bunyi pertama terdengar dicatat sebagai tekanan sistolik,
sifatnya lemah, nada tinggi terdengar : tek, tek …
2. Suara KOROTKOFF II, adalah bunyi seperti K I disertai bising; teksst, teksst …atau
tekrrd, tekrrd.
3. Suara KOROTKOFF III, adalah bunyi berubah keras, nada rendah, bising; deg, deg …
4. Suara KOROTKOFF IV, adalah saat pertama kali bunyi jelas melemah; de:g, de:g …,
deg, deg…
5. Suara KOROTKOFF V, dicatat sebagai tekanan diatolik adalah saat bunyi hilang.

Catatan :

Nilai sistolik diambil dari suara KOROTKOFF I. Nilai diastolik diambil dari suara
KOROTKOFF V. Kecuali Pada anak kecil pada keadaan suara K V terus terdengar walaupun
permukaan air raksa sudah sampai angka 0 (Nol), pada keadaan diatas digunakan K IV untuk
pencatatan nilai diastolik.

GEJALA KARDINAL DAN KESADARAN

1 Gejala Kardinal
1.1 Jenis Gejala Kardinal
1.1.1 Temperatur / Suhu Tubuh
1.1.1.1 Pengertian
Diartikan sebagai suatu derajat panas yang berada dalam tubuh. Suhu tubuh adalah suatu
indikasi sehat atau sakit yang digambarkan derajat panas yang diproduksi tubuh. Suhu untuk
metabolisme sel-sel ditetapkan 37 0C. Normal individu 36-37 0C. Suhu kulit tidak sama dengan suhu
organ internal.

1.1.2 Temperatur Pusat


Temperatur tubuh paling dalam, ditentukan 3 faktor yaitu:
1.1.2.1 Produksi panas sendiri.
1.1.2.2 Isolasi lingkungan.
1.1.2.3 Kecepatan aliran darah.
1.1.3 Produksi Panas
1.1.3.1 Metabolisme Makanan Dan Aktivitas
Panas dihasilkan melalui metabolisme makanan. Kecepatan metabolisme  BMR.
Penambahan aktivitas seperti latihan akan menambah BMR dan meningkatkan produksi panas.
1.1.3.2 Produksi Tiroksin Meningkat
Dingin  Hipotalamus  Thyrotropine  Kel. Tiroid  Thiroxine  Peningkatan Kecepatan
metabolisme sel-sel tubuh  Produksi panas meningkat.
1.1.4 Pelepasan Panas
1.1.4.1 RADIASI  pemindahan panas dari suatu permukaan ke permukaan lain tanpa kontak.
1.1.4.2 KONDUKSI  pemindahan panas temperatur tinggi ke temperatur rendah melalui kontak.
1.1.4.3 KONVEKSI  pergerakan udara dari dekat tubuh yang panas dipindahkan dengan cara mengganti
dengan udara dingin.
1.1.4.4 EVAPORASI  pelepasan panas dengan cara penguapan, misal : saluran pernafasan, keringat, air
ketuban.
1.1.5 Keseimbangan Produksi Panas dan Panas Yang Dilepas
Organ utama pengatur suhu: HYPOTHALAMUS.
1.1.5.1 HYPOTHALAMUS ANTERIOR
Badan hangat/demam  Hypothalamus anterior  Dilatasi kapiler permukaan tubuh  Darah
banyak menuju kapiler permukaan tubuh  Banyak keluar keringat.
1.1.5.2 HYPOTHALAMUS POSTERIOR
Badan dingin  Darah dingin  Hypothalamus posterior  Vasokonstriksi kapiler permukaan
tubuh  Darah sedikit menuju permukaan tubuh  Tidak ada sekresi keringat.
1.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Temperatur
1.1.6.1 UMUR: Suhu berubah menurut umur.
1.1.6.2 PERUBAHAN WAKTU SEHARI: Suhu berubah 2-30C  Tinggi jam 20.00-23.00, Rendah jam 04.00-06.00
WIB.
1.1.6.3 SEKS: Ovulasi  suhu meningkat 0,3 – 0,5 0C  Peningkatan BMR.
1.1.6.4 EMOSI: Emosi meningkat  suhu meningkat  begitu sebaliknya.
1.1.6.5 LATIHAN AKTIVITAS: Aktivitas muskuler  suhu akan meningkat.
1.1.6.6 LINGKUNGAN.
1.1.7 Mengukur Suhu Tubuh
Ada 3 metode yaitu : per oral, per rektal dan aksila.
Suhu rektal 0,4 0C lebih tinggi dari oral.
Suhu aksila 0,6 0C dibawah suhu oral.
NORMAL per oral 36,4 - 37,2 0C, rata-rata 37 0C.
NORMAL per rektum 37 – 37,8 0C, rata-rata 37,5 0C.
NORMAL per aksila 35,8 - 37 0C, rata-rata 36,7 0C.
1.1.8 Pengkajian Fisik Tanda Demam
1.1.8.1 Permulaan Tanda Serangan
1. Adanya keluhan dingin.
2. Menggigil atau kontraksi otot-otot.
3. Peningkatan cardiac rate direfleksikan peningkatan nadi.
4. Kulit dingin pucat akibat vasokonstriksi perifer.
5. Kontraksi arektor villi ditunjukkan bulu roma berdiri.
6. Berkurangnya keringat.
7. Pada anak-anak : suhu sangat tingggi  kejang.
1.1.8.2 Tanda Selama Demam
1. Lemah dan sakit dari bagian tubuh.
2. Sakit kepala, lekas marah, bingung, gelisah akibat iritasi SSP.
3. Anoreksia, mual dan muntah.
4. Klien mengeluh panas & dingin.
5. Kulit terasa panas bila disentuh.
6. Vasodilatasi perifer, muka merah.
7. Dehidrasi membran mukosa.
8. Demam lama  kehilangan BB.
1.1.8.3 Tanda Terminasi
1. Diaphoresis.
2. Suhu turun.
3. Possible dehidrasi.
1.1.8.4 Intervensi
1. Menggigil  Berikan selimut.
2. Diaphoresis  Tingkatkan sirkulasi ruangan.
3. Cegah dehidrasi  Tingkatkan asupan cairan.
4. Catat intake & output.
5. Monitor TTV.
1.2 Denyut Nadi
1.2.1 Pengertian
Denyut nadi adalah ketukan / dorongan ringan yang dapat diraba atau dirasakan pada arteri akibat
mengembangnya aorta.
Mengembangnya aorta menghasilkan gelombang di dinding sistem aorta jika diraba, dirasakan
sebagai dorongan atau ketukan ringan disebut denyut.
Setiap kali bilik kiri jantung menegang untuk menyemprotkan darah ke aorta yang sudah penuh
dinding arteri dalam sistem peredaran darah mengembang atau mengembung.
Pusat pengatur denyut adalah NODUS SINOATRIAL atau NODUS SINOAURICULER yang letaknya pada
serambi kanan jantung.
1.2.2 Kecepatan Denyut Nadi Normal

1.2.3 Perubahan Kecepatan Denyut Nadi


1.2.3.1 Adanya rangsangan pada saraf simpatik dan parasimpatik.
1.2.3.2 Sitem emosi : takut, marah, kaget dan cemas.
1.2.3.3 Latihan fisik dan olah raga.
1.2.3.4 Kulit terlalu lama kena panas.
1.2.3.5 Suhu naik 0,6 0C atau 1 0F, denyut meningkat 7-10 x/menit.
1.2.3.6 Denyut > 100 x/menit disebut TACHIYCARDIA.
1.2.3.7 Denyut < 60 x/menit disebut BRADYCARDIA.
1.2.4 Irama Denyut
1.2.4.1 Irama denyut normal adalah selang waktu antara denyut yang satu dengan berikutnya sama.
1.2.4.2 Arrhytmia adalah irama denyut tak teratur.
1.2.4.3 Pulsus Intermittens, adalah denyut yang mengalami periode irama normal kemudian tak teratur.
1.2.4.4 Dicrotic Pulse (Denyut nadi kembar), gelombang denyut terasa 2 denyut waktu diraba.
1.2.4.5 Bigeminal Pulse adalah dua kontraksi teratur disusul berhenti.
1.2.4.6 Denyut Prematur, kontraksi jantung yang terjadi sebelum adanya denyut normal, dimanifestasikan
berdebar-debar.
1.2.5 Volume Denyut
Adalah darah yang terasa mengalir melalui pembuluh darah. Denyut mudah dihilangkan dengan
tekanan diatas arteri.
Bounding atau denyut terbatas adalah bila volume darah sulit menghilangkan denyut.
Denyut mudah hilang disebut denyut lemah atau feeble atau pulsus filiformis.
1.2.6 Lokasi untuk Mengukur Denyut
Arteri temporalis, Arteri karotis, Arteri apikal, Arteri brachialis, Arteri radialis, Arteri ulnaris, Arteri
femoralis, Arteri poplitea, Arteri posterior tibial,Arteri dorsalis pedis.
1.2.7 Apikal Rate
Apical Rate  kecepatan denyut yang dihitung pada apex jantung dan nadi radial secara serempak.
Hal ini dilakukan oleh 2 orang, seorang mendengarkan denyut apex, yang lain mengukur denyut radial.
Hitungan apical dan radial dicatat, denyut ini dilakukan bila denyut radial lemah atau tidak teraba.
1.3 Pernafasan
Pusat pernafasan berada di Medula Oblongata.
1.3.1 Fisiologi Pernafasan
Pernafasan paru atau pernafasan eksternal ada 4 proses yaitu:
1.3.1.1 Ventilasi pulmoner, gerakan nafas untuk menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
1.3.1.2 Arus darah melalui paru-paru, CO2 dan darah ke paru-paru.
1.3.1.3 Difusi gas menembus membran alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi dengan O2.
1.3.1.4 Distribusi arus udara dan arus darah  mencapai semua bagian tubuh.
1.3.2 Kecepatan Bernafas
NORMAL  kecepatan bernafas 16-20 x/menit.
1.4 Tekanan Darah
1.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
1.4.1.1 TAHANAN PERIFER: Arteri mempunyai sistem tekanan tinggi, vena dan kapiler mempunyai sistem
tekanan rendah. Arteriola menguncup kecil darah yang mengalir berkurang.
1.4.1.2 GERAKAN MEMOMPA DARAH JANTUNG: Semakin banyak darah di pompa ke arteri (isi sekuncup
bertambah) lebih menggelembung  TD meningkat. Sedikit darah di pompa isi sekuncup berkurang 
TD turun.
1.4.1.3 VOLUME DARAH: Volume darah rendah akibat perdarahan  TD turun.
1.4.1.4 VIKOSITAS DARAH: Semakin kental darah  semakin tinggi TD, karena semakin banyak tenaga untuk
mendorong
1.4.1.5 ELASTISITAS DINDING PEMBULUH DARAH: Arteri mengandung sejumlah besar jaringan elastis yang
lentur. Jantung istirahat  dinding arteri mengerut. Pembuluh yang elastisitasnya sedikit memberikan
banyak penolakan di banding dengan pe,buluh yang elastisitasnya besar. Contoh : pada arteriosklerosis
TD bertambah.
1.4.2 Tekanan Darah Normal

1.4.3 Mengukur Tekanan Darah


Alat untuk mengukur TD
adalah : Sfimomanometer,
Manometer Aneroid dan Stateskop.
Suara yang didengarkan oleh perawat waktu mengukur TD disebut suara KOROTKOFF, dimana
ada 5 yaitu :
1.4.3.1 Suara KOROTKOFF I, adalah bunyi pertama terdengar dicatat sebagai tekanan sistolik, sifatnya lemah,
nada tinggi terdengar : tek, tek ...
1.4.3.2 Suara KOROTKOFF II, adalah bunyi seperti K I disertai bising; teksst, teksst ...atau tekrrd, tekrrd.
1.4.3.3 Suara KOROTKOFF III, adalah bunyi berubah keras, nada rendah, bising; deg, deg ...
1.4.3.4 Suara KOROTKOFF IV, adalah saat pertama kali bunyi jelas melemah; de:g, de:g ..., deg, deg...
1.4.3.5 Suara KOROTKOFF V, dicatat sebagai tekanan diatolik adalah saat bunyi hilang.
Catatan :

Nilai sistolik diambil dari suara KOROTKOFF I.

Nilai diastolik diambil dari suara KOROTKOFF V.

KECUALI

Pada anak kecil

Pada keadaan suara K V terus terdengar walaupun permukaan air raksa sudah sampai angka 0 (Nol),
pada keadaan diatas digunakan K IV untuk pencatatan nilai diastolik.

2 Guna Gejala Kardinal


2.1 Menggambarkan fungsi tubuh secara umum dengan tepat.
2.2 Mengetahui kelainan fungsi tubuh yang tak dapat diamati.
3 Variasi Gejala Kardinal
Tergantung pada :
3.1 Umur.
3.2 Jumlah kegiatan.
3.3 Perubahan waktu sehari.
3.4 Status emosi.
3.5 Makanan.
3.6 Seks.
4 Tekhnik Pengambilan
4.1 Inspeksi  Melihat.
4.2 Palpasi  Memegang.
4.3 Auskultasi  Mendengar.
2 Kesadaran

Kesadaran merupakan keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen dan eferen.
Gangguankesadaran, yaitu keadaan dimana tidak terdapat aksi dan reaksi, walaupun diransang secara
kasar.

1.1 Tingkat kesadaran :


1.1.1 Kompos mentis : sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Pada kompos mentis ini
aksi dan reaksi bersifat adekuat yang tepat dan sesuai.
1.1.2 Apatis : keadaan pasien yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungan.
1.1.3 Delirium : penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu.
Pasien tampak gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-meronta.
1.1.4 Somnolen (letargi, obtundasi, hipersomnia) : mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi
ransangan tapi saat ransangan dihentikan, pasien tertidur lagi. Pada somnolen jumlah jam tidur
meningkat dan reaksi psikologis lambat.Soporous/stupor : keadaan mengantuk yang dalam.
1.1.5 Pasien masih dapat dibangunkan dengan ransangan kuat tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan
tidak dapat memberijawaban verbal yang baik. Pada soporous/stupor reflek kornea dan pupil baik, BAB
dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral organic difus.
1.1.6 Semi koma : penurunan kesadaran yang tidak member respon terhadap ransangan verbal dan tidak
dapat dibangunkan sama sekali, tapi reflek kornea dan pupil masih baik.
1.1.7 Koma : penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon
terhadap nyeri.Derajat kesadaran yang paling rendah yaitu koma. Koma terbagi dalam :
1.1.8 Koma supratentorial diensephalik : merupakan semua proses supratentorial yang mengakibatkan
destruksi dan kompresi pada substansia retikularis diensefalon yang menimbulkan koma. Koma
supratentorial diensephalik dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
1.1.8.1 Proses desak ruang yang meninggikan tekanan dalam ruang intracranial supratentorial secara akut.
1.1.8.2 Lesi yang menimbulkan sindrom ulkus.
1.1.8.3 Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal terhadap batang otak.
1.1.9 Koma infratentorial diensefalik, disini terdapat 2 macam proses patologik yang menimbulkan koma :
1.1.9.1 Proses patologik dalam batang otak yang merusak substansia retikularis.Proses diluar batang otak yang
mendesak dan mengganggu fungsi substansia retikularis.
1.1.9.2 Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis mesensefalon mengalami gangguan
sehingga tidak bisa berfungsi baik. Hal ini terjadi akibat perdarahan. Dimana perdarahan di batang otak
sering merusak tegmentum pontis dari pada mesensefalon.
1.1.10 Koma bihemisferik difus : terjadi karena metabolism neural kedua belah hemsferium terganggu secara
difus. Gejala yang ditimbulkannya yaitu dapat berupa hemiparesis, hemihiperestesia, kejang epileptic,
afasia, disatria, dan ataksia, serta gangguan kualitas kesadaran.
Derajat kesadaran lainnya yaitu tidur. Tidur merupakan suatu derajat kesadaran yang
berada dibawah keadaan awas-waspada dan merupakan fisiologik yang ditentukan oleh aktivitas bagian-
bagian tertentu dari substansia retikularis. Tidur secara patologis yaitu keadaan tidur dan berbagai
mecam keadaan yang menunjukkan daya bereaksi dibawah derajat awas-waspada, diantaranya letargi,
mutismus akinetik, stupor, dan koma.

1.2 Gangguan tidur terdiri atas hipersomnia dan insomnia :


1.2.1 Hipersomnia (kebanyakan tidur) merupakan gejala keadaan patologik yang dibedakan dalam :
1.2.1.1 Hipersomnia karena proses patologik diotak, seperti ensefalitis dan tumor serebri.
1.2.1.2 Hipersomnia karena proses patologik sistemik, seperti hiperglikemia atau uremia.
1.2.2 Insomnia (tidak bisa tidur) merupakan gejala sekunder beberapa jenis psikoneurosis yang dapat timbul
sebagai :
1.2.2.1 Insomnia primer, yaitu penderita tidur tapi tidak merasa tidur.
1.2.2.2 Insomnia sekunder akibat psikoneurosis yang umumnya punya banyak keluhan non organic, sakit kepala,
perut kembung, badan pegal, dll.
1.2.2.3 Insomnia sekunder akibat penyakit organic, yaitu penderita tidak bisa tidur karena saat tertidur, ia
diganggu oleh penderitaan organic. Misalnya seperti penderita diabetes mellitus yang sering terbangun
karena sering kencing, atau penderita ulkus duodeni yang sering terbangun karena mules dan lapar pada
tengah malam, atau penderita arthritis reumatika yang mudah terbangun oleh nyeri yang timbul pada
setiap perubahan sikap badan.
1.3 Gangguan tidur fungsional, yaitu diantaranya :
1.3.1 Somnambulisme, yaitu berjalan dalam keadaan tidur.
1.3.2 Sleep automatism, yaitu berjalan sambil melakukan suatu perbuatan yang bertujuan dalam keadaan
tidur. Misalnya membereskan koper seperti orang yang ingin bepergian tapi dalam keadaan tidur.
1.3.3 Kekau, yaitu berbicara dalam keadaan tidur yang biasanya terkait dengan mimpi.
1.3.4 Kejang nokturnus atau mioklonus nokturnus, yaitu saat tidur, ia terbangun kembali karena anggota
geraknya berkejang sejenak.
1.3.5 Paralisis nokturnus, yaitu perasaan lumpuh seluruh tubuh yang dialami sebagai kenyataan dan
menghilang serentak saat mata dapat dibuka.
1.4 Etiologi, pathogenesis, gambaran klinis, dan terapi trauma susunan saraf pusat
“Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45
tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor menrupakan penyebab cedera kepala
pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000
orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanent”. Trauma capitis adalah gangguan traumatic
yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak
mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak.
1.4.1 Tipe-Tipe Trauma :
1.4.1.1 Trauma Kepala Terbuka: Faktur linear daerah temporal menyebabkan pendarahan epidural, Faktur Fosa
anterior dan hidung dan hematom faktur lonsitudinal. Menyebabkan kerusakan meatus auditorius
internal dan eustachius.
1.4.1.2 Trauma Kepala Tertutup:
1. Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis ringan, pingsan + 10 menit, pusing dapat menyebabkan kerusakan
struktur otak.
2. Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil di jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler
dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK.
3. Pendarahan Intrakranial, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Hematoma yang berkembang
dalam kubah tengkorak akibat dari cedera otak. Hematoma disebut sebagai epidural, Subdural, atau
Intra serebral tergantung pada lokasinya.
1.4.2 Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala.
1.4.2.1 Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah).
1. Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif).
2. Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi).
3. Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang.
4. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.
5. Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala.
6. Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
1.4.2.2 Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang).
1. Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor).
2. Konkusi.
3. Amnesia pasca trauma.
4. Muntah.
5. Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea
cairan serebrospinal).
1.4.2.3 Cidera kepala berat (kelompok resiko berat).
1. Skor skala koma glasglow 3-8 (koma).
2. Penurunan derajat kesadaran secara progresif.
3. Tanda neurologis fokal.
4. Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
1.4.3 Jenis-jenis cidera kepala
1.4.3.1 Cidera kulit kepala. Cidera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah
bila cidera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat
menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.
1.4.3.2 Fraktur tengkorak. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di sebabkan oleh
trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur
tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur
tertutup keadaan dura tidak rusak.
1.4.3.3 Cidera Otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cidera pada
kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel
mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan kerusakan
neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
1.4.3.4 Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama
beberapa detik sampai beberapa menit. Komosio dipertimbangkan sebagai cidera kepala minor dan
dianggap tanpa sekuele yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan dan kadang efek
residu dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan kerja.
1.4.3.5 Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan
kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan
gerakkan, denyut nadi lemah, pernafsan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan berkemih
tanpa di sadari.
1.4.3.6 Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah kranial adalah
akibat paling serius dari cidera kepala, efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut
cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.
1.4.3.7 Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cidera kepala, darah berkumpul di
dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini karena fraktur tulang
tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini berada
di dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal; haemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak.
1.4.3.8 Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar, suatu ruang yang pada
keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik.
Tergantung ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma sub
dural akut d hubungkan dengan cidera kepala mayor yang meliputi kontusio dan laserasi. Sedangkan
Hematoma sub dural sub akut adalah sekuele kontusio sedikit berat dan di curigai pada pasien gangguan
gagal meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Dan Hematoma sub dural kronik dapat terjadi
karena cidera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia.
1.4.3.9 Haemoragi intraserebral dan hematoma. Hemoragi intraserebral adalah perdaraan ke dalam substansi
otak. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cidera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai
daerah kecil (cidera peluru atau luka tembak; cidera kumpil).
1.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama :
1.5.1 Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus.
1.5.2 Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir kompleks.
1.5.3 Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas.
1.6 Pemeriksaan Dianostik:
1.6.1 CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel pergeseran cairan otak.
MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
1.6.2 Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan dan trauma.
1.6.3 EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
1.6.4 Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur dan garis tengah
(karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
1.6.5 BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak.
1.6.6 PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
1.6.7 Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
1.6.8 Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan TIK.
1.6.9 GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
1.6.10 Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaran.
1.6.11 Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk
mengatasi kejang.
1.7 Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak
sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau
oleh karena kompresi jaringan otak. Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada
pendertia cedera kepala.
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :
1.7.1 Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
1.7.2 Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
1.7.3 Berikan oksigenasi..
1.7.4 Awasi tekanan darah.
1.7.5 Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.
1.7.6 Atasi shock.
1.7.7 Awasi kemungkinan munculnya kejang.

PEMERIKSAAN KESADARAN /
MENGUKUR GCS
Posted by ramzkesrawan on 2010/07/13

Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah
ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini
bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

Penyebab Penurunan Kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat
menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti
pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada
keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol,
keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke,
tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

Mengukur Tingkat Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik
(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih
sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness),
bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness).

Pemeriksaan GCS

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan
motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6
tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon


Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon


Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)

GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)

GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

TAHAP KERJA
MENGUKUR SUHU AKSILA
 Perawat mencuci tangan dan memekai sarung tangan
 Menurunkan air raksa sampai reservoir
 Bila perlu baju pasien dibuka jika ketiak pasien basah harus dikeringkan
 Termometer dipasang tepat pada tangan ketiak dijepitkan lengan pasien dilipat didada
 Setelah 10 menit termometer diangkat langsung dibaca dengan teliti & dicatat dibuku catatan suhu
 Termometer dibersihkan dengan larutan sabun, memekai tissue/kas kmd dimasukkan kedalam
larutan desinfektan 5% selama 3 menit lalu bersihkan dengan tissue, masukkan kedalam air
bersih & dikeringkan dengan tissue lagi
 Air raksa diturunkan dan dimasukkan kedalam tempatnya
MENGUKUR DENYUT NADI & PERNAFASAN
 Pengaturan posisi pasien berbaring/duduk
 Menentukan tempat pengukuran nadi dengan menggunakan 3 jari (telunjuk,tengah dan manis)
 Menghitung denyut nadi dalam 1 menit (dengan jam jarum detik)
 Kemudian menghitung pernafasan tanpa diketahui pasien selama 1 menit
 Adanya komunikasi dengan pasien
MENGUKUR TEKANAN DARAH
 Mengatur posisi tidur terlentang/semi fowler
 Lengan baju dibuka/digulung
 Manset transmeter dipasang pada lengan atas 3 jari dari siku/2,5 cm dari arteri brachialis: pipa
karet berada diluar lengan
 Manset dipasang tidak terlalu kuat/longgar(masih bias dimasukkan 1 jari)
 Pompa manometer dipasang
 Meraba denyut nadi brachialis
 Meletakkan stetoskop pada daerah arteri brachialis
 Sekrup balon karet ditutup, pengunci air raksa dibuka
 Memompa balon karet pelan-pelan sampai denyut nadi brachialis tidak terdengar kemudian
menaikkan air raksa sekitar 20 mmHg
 Sekrup balon dibuka perlahan-lahan (2-3 mmHg tiap denyutan pandangan mata sejajar dengan
tinggi air raksa) sambil mendengar bunyi khorotkof untuk menentukan systole dan diastole
 Manset dibuka & digulung, air raksa ditutup, transmater ditutup dengan rapi
 Lengan baju ditutup kembali
 Desinfeksi bagian ear piece & diafragma stetoskop dengan kapas alkhohol
VI. TAHAP TERMINASI
 Merapikan alat-alat
 Lepas sarung tangan dan mencuci tangan
VII. DOKUMANTASI
Catat tindakan yang telah dilakukan dan respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan

Anda mungkin juga menyukai