Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

NEONATUS

1. TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Neonatal seizure (kejang pada neonatus) adalah suatu manifestasi dari
disfungsi neurologis yang timbul pada masa neonatus atau dalam 28 hari sesudah
lahir (Buku Kesehatan Anak dalam Maryunani & Sari, 2013). Kejang pada
neonatus adalah kejang yang terjadi dalam 4 minggu pertama kehidupan dan
paling sering terjadi pada 10 hari pertama kehidupan. Kejang ini merupakan gejala
gangguan syaraf dan tanda penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab
kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala sisa yang menetap di kemudian
hari (Dewi, 2010). Kejang yang berkepanjangan akan menimbulkan kerusakan
yang makin parah pada otak ( Queensland Maternity and Neonatal Clinical
Guideline, 2011).

B. Etiologi
Kejang pada neonatus dapat disebabkan oleh gabungan beberapa etiologi.
Misalnya, kejang pada bayi yang menderita asfiksia, dapat juga ditemukan
manifestasi lain seperti hipoglikemia, hipokalsemia, perdarahan intrakranial dan
edema otak. Kelainan metabolik tersering menyebabkan kejang pada neonatus
adalah hipoglikemia dan hipokalsemia (Arjatmo T, 2001).

C. Prematuritas
Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan <37 minggu disebut dengan bayi
prematur. Bayi yang dilahirkan secara prematur belum memiliki organ-organ yang
tumbuh dan berkembang secara lengkap dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan
cukup bulan. Oleh sebab itu, bayi prematur akan mengalami lebih banyak kesulitan
untuk hidup normal di luar uterus ibunya. Makin pendek usia kehamilannya semakin
kurang sempurna pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh bayi tersebut,
sehingga angka mortalitas serta komplikasi setelah lahir meningkat dibanding bayi
cukup bulan.
Pada bayi prematur akan didapatkan komplikasi baik secara anatomik maupun
fisioligik seperti perdarahan bawah kulit, perdarahan intrakranial, anemia, gangguan
keseimbangan asam basa, serta asfiksia. Diantara komplikasi yang timbul akibat bayi
lahir prematur, perdarahan intrakranial, asfiksia, dan gangguan keseimbangan asam
basa yang dapat mengakibatkan kejang pada neonatus.

D. Asfiksia
Asfiksia perinatal menyebabkan terjadinya ensefalopati hipoksik-iskemik dan
merupakan masalah neurologis yang penting pada masa neonatal, dan menimbulkan
gejala sisa neurologis di kemudian hari. Kejang yang terjadi akibat ensefalopati
hipoksik-iskemik biasanya terjadi dalam 24 jam pertama (Sudarti&Afroh, 2012).

E. Trauma dan Perdarahan Intrakranial


Trauma dan perdarahan intrakranial biasanya terjadi pada bayi yang besar
yang dilahirkan oleh ibu dengan kehamilan primipara. Hal ini terjadi pada partus
lama, persalinan yang sulit disebabkan oleh kelainan kedudukan janin dalam rahim
atau kelahiran presipitatus sebelum serviks uteri membuka cukup lebar. Pada bayi
berat lahir rendah dengan berat badan <1500 gram biasanya perdarahan terjadi
didahului oleh keadaan asfiksia. Selain itu perdarahan juga bias terjadi akibat
persalinan dengan tindakan (vacuum ekstraksi dan forcep).

F. Infeksi
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan,
atau segera sesudah lahir. Infeksi dalam rahim terjadi karena infeksi primer dari ibu
seperti toxoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, dan herpes. Selama persalinan atau
segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi oleh virus herpes simpleks, virus
Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B yang dapat menyebabkan ensefalitis dan
meningitis. Selain itu infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan alat-alat selama
prses persalinan tidak steril.

2
G. Kernikterus / Ensefalopati Bilirubin
Suatu keadaan ensefalo akut dengan sekuele neorologis yang disertai
meningkatkan kadar serum bilirubin dalam darah. Bilirubin indirek menyebabkan
kerusakan otak pada bayi cukup bulan apabila melebihi 20mg/dL. Pada bayi
prematur, kadar 10 mg/dL sudah beerbahaya. Kemungkianan kerusakan otak yang
terjadi tidak hanya disebabkan oleh kadar bilirubin yang tinggi tetapi tergantung
kepada lamanya hiperbilirubinemia.

H. Gangguan Metabolik
Gangguan metabolik yang menyebabkan kejang pada bayi baru lahir adalah
gangguan metabolisme glukosa, kalsium, magnenisum, elektrolit, dan asam amino.
Gangguan metabolik ini terdapat pada 73% bayi baru lahir dengan kerusakan otak.
Berkurangnya level glukosa dari nilai normal merupakan keadaan tersering penyebab
gangguan metabolik pada bayi baru lahir. Berbagai keadaan gangguan metabolik
yang berhubungan dengan kejang pada neonatus adalah:
1) Hipoglikemia
Bayi dengan kadar glukosa darah < 45 mg/dL disebut hipoglikemia. Kadar
glukosa darah normal pada bayi adalah 45-60 mg/dl. Hipoglikemia yang
berkepanjangan dan berulang dapat mengakibatkan dampak yang menetap pada
Sistem Syaraf Pusat. Bayi baru lahir yang mempunyai risiko tinggi untuk
menjadinya hipoglikemia adalah bayi kecil untuk masa kehamilan, bayi besar
untuk masa kehamilan dan bayi dari ibu dengan Diabetes Melitus atau bayi
dengan penyakit berat seperti asfiksia dan sepsis. Hipoglikemia dapat mnejadi
penyebab dasar pada kejang bayi baru lahir dengan gejala neurologis seperti
apnea, letargi, hipotoni, sianosis, reflek hisap bayi lemah dan jiternes.
2) Hipokalsemia
Hipokalsemia jarang menjadi penyebab tunggal kejang pada neonatus.
biasanya hipokalsemia disertai dengan gangguan lain, misalnya hipoglikemia,
hipomagnersemia, atau hipofosfatemia. Hipomagnesemia dan hipokalsemia
sering terdapat bersamaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia dan bayi dari ibu
dengan Diabetes Melitus. Hipokalsemia didefinisikan kadar kalsium < 7,5 mg/dL,
biasanya asimptomatis. Sering berhubungan dengan prematuritas atau kesulitan

3
persalinan dan asfiksia. Bila kejang pada bayi berat lahir rendah yang disebabkan
oleh hipokalsemia diberikan Kalsium glukonat kejang masih belum berhenti
harus dipikirkan adanya hipomagnesemia. Hipokalsemia terjadi pada masa dini
dijumpai pada bayi berat lahir rendah, ensefalopati hipoksik-iskemik, bayi dari
ibu dengan diabetes melitus, bayi yang lahir akibat komplikasi berat terutama
karena asfiksia.
3) Gangguan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit terutama natrium menyebabkan
hiponatremia ataupun hipernatremia yang kedua-duanya merupakan penyebab
kejang. Hiponatremia dapat terjadi bila ada gangguan sekresi dari anti diuretik
hormon (ADH) yang tidak sempurna. Hal ini sering terjadi bersamaan dengan
meningitis, meningoensefalitis, sepsis, dan perdarahan intrakranial. Hiponatremia
dapat terjadi pada diare akibat pengeluaran natrium berlebihan, kesalahan
pemberian cairan pada bayi, dan akibat pengeluaran keringat berlebihan.
Hipernatremia terjadi bila pemberian natrium bikarbonat berlebihan pada koreksi
asidosis dengan dehidrasi.
4) Pengaruh Pemberhentian Obat (Drug withdrawal)
Kecanduan metadon pada ibu hamil sering dikaitkan dengan kejang bayi baru
lahir karena efek putus obat dari kecanduan heroin. Ibu yang ketagihan dengan
obat narkotik selama hamil, bayi yang dilahirkan dalam 24 jam pertama terdapat
gejala gelisah dan kejang.

I. PATOFISIOLOGI
Terdapat faktor khusus dalam perkembangan otak yang membuat otak
imatur lebih sensitif dalam menghasilkan kejang. Faktor tersebut meliputi
karakteristik dari neuron, neurotransmiter, sinaps, reseptor, mielinisasi, glia, dan
sirkuit neuron seluler maupun regional. Fungsi dasar neuron adalah depolarisasi
dan hiperpolarisasi membran yang menghasilkan aliran ion.

4
Kejang terjadi akibat timbulnya muatan listrik (depolarisasi) berlebihan
pada susunan saraf pusat sehingga terbentuk gelombang listrik yang berlebihan.
Neuron dalam sistem saraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam, sedangkan repolarisasi terjadi akibat
keluarnya kalium. Untuk mempertahankan potensial membran memerlukan energi
yang dan bergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya natrium dan
masuknya kalium.

J. PROGNOSIS
Prognosisnya tergantung penyebab primer dan beratnya serangan.
a. Prognosisnya buruk bila :
1. Nilai apgar menit ke 5 dibawah 6
2. Resusitasi yang tidak berhasil baik
3. Kejang yang berkepanjangan (prolonged seizures)
4. Kejang yang timbul <12 jam setelah lahir
5. Bayi berat badan lahir rendah
6. Adanya kelainan neurologik sampai bayi berumur 10 hari
7. Adanya problematika minum yang terus berlanjut
b. Best prognosis : hipocalcemia, defisiensi piridoksin, dan perdarahan
subarachnoid
c. Worse prognosis : hipoglikemia, anoxia, brain malformation

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium meliputi :
1) Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium pada
darah serta analisa gas darah harus dilakukan.

5
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang
dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
 K, Na
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

2) Pemeriksaan darah lengkap


Termasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit,
leukosit, hitung jenis leukosit.
b. Pemeriksaan Radiologis
a) CT-scan cranium merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail
mengenai adanya penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam
menentukan bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan
malformasi serebral. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang penting pada
kasus kejang neonatus.
b) Magneti resonance imaging ( MRI ) merupakan pemeriksaan paling
sensitif untuk mengetahui adanya malformasi subtle yang kadang tidak
terdeteksi dengan CT-scan kranium. MRI sangat efektif dalam memberi
gambaran mengenai keadaan dan luasnya kerusakan akibat dari hypoxic-
ischemic injury dan kerusakan jaringan parenkhim otak.
c) EEG
EEG (electroencephalography) yang dilakukan selama kejang akan
memperlihatkan tanda abnormal. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih
bernilai pabila dilakukan pada 1-2 hari awal terjadinya kejang, untuk
mencegah kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk
menentukan prognosis di masa depan bayi. EEG sangat signifikan dalam
menentukan prognosis pada bayi cukup bulan dengan gejala kejang yang
jelas. EEG sangat penting untuk memastikan adanya kejang di saat
manifestasi klinis yang timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang

6
neuromuscular telah diberikan.Untuk menginterpretasikan hasil EEG
dengan benar, sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi
(termasuk keadaan tidur) dan obat-obatan yang diberikan.

L. PENATALAKSANAAN
a. Penanganan medis awal
Langkah awal dalam penatalksanaan kejang adalah menempatkan bayi pada
lingkungan dengan temperatur yang netral dan memastikan bahwa jalan nafas
lapang, pernafasan dan sirkulasi dalam keadaan baik. Oksigen diberikan sejak
awal, dilakukan pemasangan jalur intravena, serta melakukan pengumpulan
sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan tanda vital,
general, dan neurologis dikerjakan secara cepat dalam waktu 2-5 menit
(Brousseau, 2006).
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.

b. Hipoglikemia
Jika didapatkan kondisi hipoglikemia maka dapat diberikan dextrose 10%
sebesar 2 ml/kg dalam bentuk injeksi bolus yang diikuti dengan pemberian
secara kontinyu per infus 6-8 mg/kg/menit.
c. Hipokalsemia
Jika hipoglikemia telah dikoreksi atau telah diekslusi sebagai penyebab
kejang, maka neonatus tersebut sebaiknya diberikan 2 ml/kg kalsium glukonas
intravena dalam waktu 10 menit dengan pengawasan kardio. Jika dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan hipokalsemia, maka bayi tersebut dapat

7
diberikan kalsium glukonas sebesar 8ml/kg/hari selama 3 hari. Jika kejang
tetap berlanjut setelah koreksi hipokalsemia, maka dapat diberikan magnesium
sulfat 50% sebesar 0,25 ml/kg, intramuskular.Alur penatalaksanaan kejang
pada neonatus.

8
9
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru

Brousseau. 2006. Newborn Emergencies : The First 30 Days of Life. Pediatric Clinics of
North America

Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba
Medika

Handryastuti, Setyo. (2007). Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam Diagnosis dan
Tatalaksana. Sari Pediatri, Volume. 9 No. 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Maryunani & Sari. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Trans Info Media

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta . EGC.

Sudarti, Afroh. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta : Nuha Medika

Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline. 2011.Neonatal Seizures.

10
11

Anda mungkin juga menyukai