Anda di halaman 1dari 33

Kepada Yth:

Sari Pustaka
Jumat, 4 Agustus 2017

LEUKOMALASIA PERIVENTRIKULAR

Oleh:
dr.Annisa Permatasari

Pembimbing
dr. Julniar M. Tasli, SpA (K)
dr. Herman Bermawi, SpA (K)
dr. Afifa Ramadanti, SpA (K)
dr. Indrayady, SpA (K)

Penilai
dr. Syarif Darwin, SpA (K)
dr. Ria Nova, SpA (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNSRI


DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK RSMH PALEMBANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Leukomalasia periventrikular merupakan penyebab utama kelainan kognitif dan


tingkah laku, motorik serta sensorik yang paling banyak ditemukan pada bayi prematur
dengan usia gestasi <32 minggu. Sebanyak lima puluh persen atau lebih Bayi Berat Lahir
Sangat Rendah (BBLSR) mengalami leukomalasia periventrikular dan penyakit
neuronal/aksonal pada gambaran neurologisnya.6,7
Leukomalasia periventrikular (PVL; periventricular leucomalacia) merupakan istilah
untuk menggambarkan infark serebri yang terjadi di dekat ventrikel lateralis pada neonatus.
PVL mengacu pada kerusakan substansia alba pada masa neonatal. Secara patologis, PVL
terdiri dari 2 komponen yaitu nekrosis fokal pada area periventrikular dan gliosis reaktif
difusa yang mengelilingi substansia alba.8-10
Faktor risiko terjadinya PVL terdiri dari faktor risiko pada masa kehamilan,
intrapartum dan portpartum. Pada trimester pertama kehamilan, perdarahan saat hamil
menjadi salah satu faktor risiko. Faktor risiko intrapartum berupa denyut jantung janin yang
tidak stabil serta penggunaan tokolitik >24 jam. Pada masa neonatus, faktor risiko PVL
berupa asidosis saat lahir, skor APGAR yang rendah dan penyakit membran hyalin.10
PVL biasanya tidak menunjukkan gejala sampai sekuele neurologis akibat kerusakan
substansia alba terlihat di kemudian hari pada bayi sebagai defisit motorik spastik.
Penegakkan diagnosis PVL adalah dengan pemeriksaan ultrasonografi kepala. MRI kepala,
meskipun tidak selalu memungkinkan digunakan jika kondisi bayi tidak stabil, dapat
mendeteksi PVL lebih dini dibandingkan dengan ultrasonografi kepala serta dapat memberi
informasi mengenai gambaran prognosis pasien.11-13
Sampai saat ini penelitian terhadap pengobatan PVL terus berlanjut. Upaya pada
beberapa tahun belakang yakni mencegah dan mengobati infeksi. Tatalaksana PVL lainnya
terfokus pada identifikasi modulator inflamasi, sistem imun dan obat-obatan neuroprotektif.
Klinisi harus mengerti waktu yang tepat untuk intervensi dan rute pengobatan yang sesuai
untuk memaksimalkan efek pengobatan dan meminimalisir konsekuensinya.14
Untuk dapat mengetahui serta memahami metode pengobatan PVL, perlu diketahui
lebih dalam lagi mengenai patogenesis penyakit ini. Untuk itulah penulis menyusun sari
pustaka mengenai PVL ini.

2
BAB II

LEUKOMALASIA PERIVENTRIKULAR

2.1. Definisi
Leukomalasia periventrikular, terdiri dari kata Leuko (putih=substansia alba), malasia
(softening/nekrosis), peri (di dekat atau di sekitar), ventrikular (keempat ventrikel, terutama
ventrikel lateral). Lesi ini pertama kali diperkenalkan oleh Virchow (1867), lalu dikembangkan
dan diberi nama leukomalasia periventrikular oleh Banker dan Larroche (1962).1,9
PVL mengacu pada kerusakan substansia alba yang terjadi pada masa neonatal. Secara
patologis, PVL terdiri dari 2 komponen yaitu komponen fokal dan difus. Komponen fokal
meliputi nekrosis seluruh unsur jaringan, neuron atau akson, astrosit dan oligodendrosit.
Nekrosis ini berukuran makroskopis (beberapa milimeter atau lebih) dan setelah beberapa
minggu berkembang menjadi lesi kistik multipel, yang pada ultrasonografi terlihat sebagai PVL
kistik. Nekrosis fokal yang berukuran mikroskopis dalam beberapa minggu berkembang
menjadi glial scar yang tidak dapat dilihat dengan neuroimaging dinamakan PVL nonkistik.
PVL difus melibatkan kerusakan substansia alba yang luas, penipisan korpus kalosum, dan
sering disertai dengan ventrikulomegali pada fase lambat. Lesi difus dicirikan dengan adanya
mikrogliosis dan astrogliosis, diawali dengan berkurangnya premyelinating oligodendrocytes,
serta gangguan myelinogenesis.3,4,15
Secara umum, PVL terbentuk menjadi 2 lesi yaitu PVL kistik, dimana tampak nekrosis
fokal secara makroskopis yang berkembang menjadi kista multipel (gambar 1A) dan PVL non
kistik, dimana tampak nekrosis fokal secara mikroskopis dan berkembang menjadi jaringan
parut di area glial (gambar 1B). Terdapat bentuk lain dari PVL yaitu astrogliosis difusa tanpa
nekrosis fokal (gambar 1C). Bentuk ini merupakan bentuk yang paling ringan. PVL kistik dan
non kistik lebih banyak menyebabkan defisit neurologis lanjutan.18

3
Gambar 1. Diagram sistematis dari 3 bentuk utama PVL pada bayi prematur.
Sumber: Khwaja O, Volpe JJ.18

2.2. Epidemiologi
PVL terjadi lebih sering pada bayi yang dilahirkan kurang atau sama dengan 33 minggu
masa kehamilan (38%) dan berat badan lahir kurang dari 1500 gram (45%). Sebanyak 50% atau
lebih bayi dengan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) memiliki PVL dan penyakit
neuronal/aksonal pada gambaran radiologisnya. Sedangkan 5% memperlihatkan gambaran
GMH-IVH (Germinal matrix haemorrhage-intraventricular haemorrhage) berat.17
Angka kejadian leukomalasia periventrikular sebagian besar didasarkan pada studi
epidemiologi menggunakan ultrasound kepala. Insiden PVL kistik pada bayi prematur dengan
usia gestasi 24 dan 33 minggu berkisar antara 5,7% dan 16%. PVL kistik juga terjadi pada 2,3%
bayi dengan berat lahir 1750 gram dan 3,2% pada bayi dengan berat lahir 1500 gram.10

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko


2.3.1 Etiologi
Terdapat dua etiologi utama PVL yaitu iskemia-reperfusi dan infeksi/inflamasi, yang
menyebabkan respon inflamasi pada janin. Proses iskemia-reperfusi diawali dengan adanya stres
oksidatif, eksitotoksisitas dan iskemia in vitro yang menyebabkan kerusakan progenitor
oligodendroglial lanjutan O4+ O1- pada arteri end zone dan border zone substansia alba

4
periventrikular. Proses inflamasi berhubungan dengan kerusakan pada substansia alba.
Kerusakan tersebut dapat diprediksi dengan adanya khorioamnionitis dan vaskulitis secara
histologi di tali pusat dan chorion plate serta adanya sitokin pro inflamasi seperti IL-6 dan IL-8
pada cairan amnion dan sirkulasi fetus. Mikroglia/makrofag pada lesi di substansia alba juga
menunjukan reaksi imun IL-6 dan TNF-α.15

2.3.2 Faktor Risiko


Meskipun PVL dapat muncul pada neonatus cukup bulan, namun periode risiko paling
tinggi yaitu pada usia gestasi 24 sampai 35 minggu. Selain usia gestasi dan berat lahir, faktor
risiko yang juga terkait adalah pada masa kehamilan, intrapartum, dan neonatal.10
Pada masa kehamilan, faktor risiko terjadinya PVL meliputi infeksi intrauteri, seperti
infeksi saluran kemih pada ibu, korioamnionitis dengan atau tanpa ketuban pecah dini serta
sepsis. Faktor lainnya meliputi kondisi pembuluh darah plasenta atau anastomosis vaskular,
kehamilan kembar, perdarahan antepartum, penggunaan kokain serta kondisi kardiorespirasi ibu
yang tidak stabil.10,16
Pada masa intrapartum, faktor risiko terjadinya PVL pola denyut jantung janin yang
tidak stabil dilihat melalui monitor denyut jantung janin. Pemanjangan masa kehamilan dengan
obat tokolitik >24 jam juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya PVL.10
Pada masa neonatal, keadaan asidosis (PH <7) saat lahir, riwayat air ketuban
bercampur mekonium, nilai APGAR yang rendah, dan penyakit membran hyalin merupakan
faktor yang berkontribusi terhadap kejadian terjadinya PVL. Bayi yang lahir sebelum usia 32
minggu, Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dan mendapatkan ventilasi mekanik
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami PVL. Hipotensi, hipoksemia dan hipokarbia pada
bayi prematur dengan ventilasi juga dapat menyebabkan leukomalasia.10,15
Faktor risiko PVL lainnya yaitu tatalaksana postnatal terkait PVL. Masa penggunaan
inotropik yang lama, ventilasi dan inhalasi oksigen berkepanjangan, serta hipotensi sistemik
postnatal. Angka kejadian hipotensi sistemik pada neonatus sebesar 21% pada bayi prematur
dengan berat lahir 1750 gram. Autoregulasi vaskular otak yang lemah pada bayi tersebut dapat
menyebabkan hipoperfusi otak dan nekrosis substansia alba. 10,15
Berdasarkan Hipotesis Multiple-Hit (gambar 2), faktor genetik dapat menjadi salah satu
faktor penyebab PVL. Otak yang prematur berpotensi mengalami kerusakan akibat berbagai
faktor prenatal, perinatal dan postnatal diantaranya genetik, infeksi/inflamasi, iskemik/ hipoksik/
hiperoksik, faktor hormonal dan nutrisi.14

5
Gambar 2. Skema hipotesis multiple-hit pada kerusakan substansia alba.
Sumber: Marcialis MA, dkk.14

Prematuritas ekstrim disertai faktor multipel di atas (gambar 2) dapat memengaruhi


kemampuan otak yang imatur untuk merespon berbagai stressor lanjutan (proses sensitisasi).
Sistem imun pada bayi prematur belum dapat merespon reaksi inflamasi secara normal.
Terdapat bukti bahwa sistem imun bawaan merespon reaksi inflamasi melalui mikroglia.
Aktivasi mikroglia diduga berperan dalam kematian sel oligodendrosit dan eksitotoksik serta
menyebabkan reaksi inflamasi dan kerusakan sel sistem saraf pusat melalui radikal bebas.14

2.4. Klasifikasi PVL


Terdapat beberapa klasifikasi PVL, baik berdasarkan pemeriksaan radiologi maupun
histopatologi. Klasifikasi PVL berdasarkan histopatologi membagi PVL menjadi 4 stadium,
yaitu akut (noninflamasi), subakut (inflamasi), kronik dan penyembuhan (recovery/repair).
Klasifikasi PVL berdasarkan histopatologi yaitu:10
a. Stadium 1
 Fase akut (noninflamasi)
 Waktu 8-24 jam
 Komponen fokal: nekrosis koagulasi; prekursor ß-amiloid protein-positif axonal
spheroid; disolusi semua elemen seluler

6
 Komponen difus: Kerusakan O4+ dan O1+ OLs; kerusakan aksonal difus dari radikal
bebas, sitokin dan glutamat
b. Stadium 2
 Fase subakut (inflamasi)
 Waktu 2-7 hari
 Komponen fokal: inflitrasi makrofag, astrosit reaktif, peningkatan sitokin dalam
makrofag, axonal spheroids; mulai terbentuk kista
 Komponen difus: Astrosit reaktif dan aktivasi mikroglia; peningkatan sitokin; terdapat
penanda ROS dan RNS pada O4+ dan O1+ OLs dan astrosit reaktif; positif tunel –
kematian sel O4+ dan O1+ OLs ; kerusakan subplate neuron
c. Stadium 3
 Fase kronik
 Waktu 1 minggu sampai berbulan-bulan
 Komponen fokal: lanjutan dari stadium II; evolusi kista, yang dapat bertahan atau
kolaps dan membentuk skar fokal pada glia; mineralisasi aksonal
 Komponen difus: Astrosit reaktif dan mikroglia; myelinisasi tertunda; ventrikulomegali,
penipisan korpus kalosum; kelainan perkembangan neuron kortikal
d. Stadium 4
 Fase Penyembuhan (Recovery/ repair)
 Waktu 1 minggu sampai berbulan-bulan
 Komponen fokal: Kista periventrikular tahap akhir dan/atau skar fokal pada glia
 Komponen difus: Repopulasi O4+ dan O1+ OLs; jika kelainan berat, defisiensi
myelinasi permanen

Martinez Biage dkk (2016), mengembangkan klasifikasi terbaru PVL berdasarkan


pemeriksaan MRI (Tabel 1) . Klasifikasi tersebut berdasarkan penelitian terhadap 82 bayi yang
dirawat di NICU, yang dapat dipakai pada PVL fase akut dalam 2 minggu setelah dugaan, fase
intermediate (2-6 minggu setelah dugaan) dan saat memasuki aterm (sampai 16 minggu setelah
dugaan).34

7
Tabel 1. Klasifikasi PVL berdasarkan Pemeriksaan MRI

Sumber: Martinez-Biage, dkk.34

Terdapat klasifikasi lain PVL menggunakan pemeriksaan ultrasound berdasarkan


Volpe (1990) dan de Vries (1992). Volpe mengklasifikasikan PVL menjadi ringan, dengan
kista mikro <0.2 mm pada potongan parasagital, moderat dengan ukutan kista 0.2 sampai
dengan 0.5 mm, dan berat dimana kista multipel > 0.5 mm. Berdasarkan de Vries, PVL
dibagi menjadi grade I sampai dengan IV (Tabel 1).17,33

Tabel 2. Klasifikasi PVL berdasarkan pemeriksaan ultrasound


Reference Method Grading Findings
de Vries (1992) Cranial I transient periventricular echodensities
persisting for ≥7
Ultrasonography II transient periventricular echodensity
evolving into small, localised fronto-parietal
cyst
III periventricular echodensities evolving into
extensive periventricular cystic lesion
IV densities extending into the deep white
mattter evolving into extensive cystic
lesions
Volpe (1990) Cranial Mild micro cysts smaller than 0,2 mm
Ultrasonography Moderate cysts between 0,2 to 0,5 mm
Severe multiple cysts bilaterally bigger than 0,5 mm
Sumber: Barria M dkk.33

8
BAB III

PERKEMBANGAN OTAK JANIN

Pemahaman neuropatologi kerusakan otak pada bayi prematur, perlu didahului


dengan pemahaman perkembangan otak janin, terutama pada usia gestasi 24-40 minggu.
Perkembangan struktur otak pada janin meliputi:7
a. Preoligodendrosit
Preoligodendrosit (pre-OLs), merupakan target utama pada PVL, mengalami
masa perkembangan aktif pada usia gestasi 24-40 minggu. Terdapat 4 tahap maturasi
oligodendrosit meliputi progenitor oligodendrial, progenitor oligodendrial lanjutan (pre-
oligodendrosit O4+O1-), oligodendrosit imatur (O4+O1-) dan oligodendrosit matur yang
memproduksi myelin (myelin basic protein/ MBP). Bentuk diferensiasi ini (terutama
oligodendrosit imatur O4+ O1-) memengaruhi akson sehingga berdiferensiasi penuh
menjadi oligodendrosit matur yang memproduksi myelin (gambar 3). Jumlah
oligodendrosit matur akan tetap sedikit pada substansia alba sampai mencapai aterm.7,19
Pada periode puncak PVL, progenitor oligodendrial lanjutan akan mendominasi
substansia alba dan akan mencapai 90% dari oligodendroglial total pada usia gestasi 28
minggu. Pada usia gestasi 28-40 minggu, sel progenitor oligodendrial lanjutan akan
berdiferensiasi menjadi oligodendrosit imatur, yang meliputi 30% dari total populasi
oligodendrosit dan mencapai 50% pada usia aterm. Tahapan diferensiasi di atas
menunjukkan adanya karakteristik PVL yang bergantung pada maturitas oligodendrosit
yang memengaruhi kerentanan terhadap berbagai faktor kerusakan seperti iskemia dan
inflamasi yang dapat menyebabkan eksitoksisitas dan perkembangan radikal bebas.7
b. Mikroglia
Mikroglia berperan penting dalam perkembangan otak, meliputi apoptosis,
vaskularisasi, perkembangan aksonal dan myelinisasi. Mikroglia merupakan bagian
penting pada otak depan sejak usia gestasi 16-22 minggu, dan mencapai jumlah tertinggi
di substansia alba pada trimester ketiga. Mikroglia diperkirakan menjadi penyebab utama
kerusakan sel baik akibat iskemia maupun inflamasi. Sel ini menghasilkan radikal bebas,
sekresi sitokin serta merangsang eksitotoksisitas. Mikroglia banyak terdapat pada
substansia alba, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada substansia alba,
preoligodendrosit, akson dan subplate neuron.7,20

9
c. Subplate neuron
Populasi neuron penting ini mencapai ukuran dan perkembangan maksimal pada
usia gestasi 24-32 minggu, yang merupakan periode puncak terjadinya PVL. Neuron ini
sebagian besar bersifat glutamaergik, berasal dari zona ventrikel telensefali dorsal dan
sebagian kecilnya bersifat GABAergik, berasal dari zona telensefali ventral.
Perkembangan subplate neuron sangat terkait dengan korteks serebri, struktur subkortikal
(terutama thalamus), dan akson. Subplate neuron berperan penting dalam diferensiasi dan
pembentukan korteks, sebagai panduan aksonal dari korteks serebri menuju target
subkorteks serta sebagai area kontak sinaptik serabut aferen thalamo-kortikal dan kortiko-
kortikal .7.23
d. Zona Subventrikular
Zona subventrikular (SVZ/ subventricular zone) berasal dari progenitor radial (sel
glial radial) dan berisi progenitor intermediate (gambar 3). Pada awalnya, progenitor
intermediate ini memproduksi neuron, terutama untuk lapisan kortikal bagian dalam. Sel
neuron akan mencapai korteks melalui migrasi radial sebelum periode prematur. Setelah
usia gestasi 20 minggu sampai dengan usia gestasi 25-27 minggu, SVZ secara aktif
memproduksi neuron, terutama interneuron GABAergik untuk lapisan kortikal bagian luar
yang merupakan bagian penting dari korteks.7,24
e. Thalamus
Thalamus menerima neuron inisial di awal trimester kedua dari zona ventrikular
diensefalon. Neuron selanjutnya berasal dari epitel ganglion eminens germinatif ventral
(GE) dan bermigrasi ke thalamus dorsalis (gambar 3). Neuron tersebut bersifat
GABAergik. Masa perkembangan thalamus ini belum sepenuhnya diketahui, namun
diperkirakan berlangsung lama antara usia gestasi 15 minggu sampai mendekati 34
minggu. 7,24
f. Korteks serebri
Sebagian besar neuron korteks serebri telah bermgrasi dari SVZ sebelum usia
gestasi 24 minggu. Selama usia gestasi 24-32 minggu, sinaps menjadi lebih jelas di lapisan
kortikal dalam dimana akson thalamokortikal keluar dari subplate dan memasuki korteks.
Hal penting dari perkembangan korteks serebri adalah terjadi disproporsi peningkatan
ketebalan lapisan kortikal luar. Penebalan ini disebabkan oleh proliferasi interneuron yang
bersifat GABAergik yang berasal dari SVZ dorsal dan GE ventral. Waktu penghentian
proliferasi di atas belum diketahui, namun dapat berlanjut sampai trimester ketiga.

10
Peningkatan luas permukaan kortikal dan perkembangan gyrus yang cepat dapat dilihat
pada MRI.7,23,24

Gambar 3. Serebrum pada potongan koronal saat usia gestasi 28 minggu menunjukkan
masa penting perkembangan kortikal.
Sumber: Volpe JJ.7

Perkembangan korteks dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3(A) menunjukkan


akson (hijau) yang keluar dari thalamus (T: projection fibres), korpus kalosum (CC/
commissural fibres), dan korteks (association fibres). Pada awalnya sinaps berada pada
subplate neuron (SPNs), lalu SPNs mengirim akson ke korteks sehingga memicu
perkembangan korteks. Dari korteks, akson (biru) menuju ke thalamus, ganglia basalis dan
jalur kortikospinal. Oligodendrosit premyelinasi (preOLs; kuning) akan menyelubungi
akson sebelum berdiferensiasi menjadi oligodendrosit matur yang memproduksi myelin.
Gambar 3(B) menunjukkan proliferasi dan migrasi interneuron GABAergik dari zona
subventrikular (SVZ; subventricular zone) dan epitel ganglion eminens germinatif ventral
(GE/ ventral germinative epithelium of the ganglionic eminence). Neuron yang berasal
dari SVZ (biru) dan GE (hijau) bermigrasi menuju korteks, secara tangensial dan lalu
radial, menuju korteks.7,23

11
g. Serebelum
Serebelum berkembang pesat pada pertengahan sampai akhir masa gestasi.
Penemuan ini pertama kali dikemukakan oleh Dobbing dkk (1973), berdasarkan studi MRI
volumetrik pada bayi prematur, terjadi peningkatan volume cerebellum dari masa usia
gestasi 28- 40 minggu.10
Perkembangan serebelum meliputi pembentukan 2 zona proliferasi, yaitu zona
ventrikular area dan zona rhombic lip. Zona ventrikular terbentuk melalui migrasi secara
radial menuju lapisan nuklei serebri bagian dalam (DE; dentate nuclei) dan sel purkinje.
Zona rhombic lip terbentuk melalui migrasi secara tangensial menuju lapisan granular
eksternal. Pada usia gestasi 20-30 minggu lapisan granular eksternal mencapai ketebalan
maksimalnya dan sel granular bermigrasi menuju lapisan granular internal sehingga
terbentuk lapisan granular yang padat (gambar 4). Selama migrasi, sel granular
membentuk serabut paralel horizontal yang berhubungan dengan sel purkinje. Proliferasi
EGL diaktivasi oleh SHH (sonic hedgehog homologue) yang disekresikan oleh sel
purkinje. Setelah usia gestasi 40 minggu, lapisan granular eksternal akan menjadi kurang
prominen.7

Gambar 4. Perkembangan korteks serebelum pada 4 periode utama dari usia gestasi 9
minggu sampai 7 minggu setelah periode postnatal.
Sumber: Volpe JJ.7

12
BAB IV

NEUROPATOLOGI, PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

4.1. Neuropatologi Kerusakan Otak pada Bayi Prematur


Proses neuropatologi utama pada bayi prematur dengan PVL dan penyakit
neuronal/aksonal telah dikemukakan beberapa tahun terakhir secara in vivo berdasarkan MRI
(Magnetic Resonating Imaging) dan pemeriksaan post mortem oleh tehnik histologi dan
immunocytochemical. Struktur neuronal/aksonal yang terlibat dalam PVL yaitu:7
a. Substansia alba: akson
Akson substansia alba (yakni serabut proyeksi, komisural dan asosiasi)
mengalami pertumbuhan yang cepat selama masa prematur, yang merupakan masa
puncak perkembangan PVL. Bukti neuropatologi kerusakan aksonal pada PVL,
disimpulkan dari pengecatan immunocythocemical pada lesi nekrotik PVL yang positif
terhadap protein prekursor beta-amyloid, yang merupakan indikator kerusakan aksonal.
Bukti lain mengemukakan terdapat penanda apoptosis yang menunjukkan adanya
degenerasi aksonal yang meluas pada PVL difus.7,26
Kerusakan aksonal juga terlihat pada MRI. Pada gambaran MRI, terjadi
peningkatan anisotropik pada bayi prematur. Peningkatan ini diduga berhubungan
dengan meningkatnya ukuran atau densitas akson, atau terjadi perubahan mikrostruktural
akson. Penyelubungan akson oleh preOLs, merupakan proses aktif pada otak prematur,
dapat terlibat dalam peningkatan anisotropik. Indikator lain kerusakan akson pada bayi
prematur, terutama dengan PVL, yaitu gangguan pertumbuhan corpus callosum, yang
terlihat pada MRI.7
b. Substansia alba: subplate neuron
Populasi subplate neuron mencapai maksimal selama periode puncak PVL dan
merupakan pusat perkembangan korteks dan thalamus. Subplate neuron mengandung
reseptor asam amino (reseptor NMDA dan AMPA), yang pada penelitian dengan hewan,
terbukti rentan terhadap hipoksik-iskemia. Karena hipoksik-iskemia dan eksitoksisitas
merupakan patogenesis penting pada PVL dan PVL berhubungan dengan defisit
volumetrik korteks serebri dan thalamus, sangat mungkin bahawa hal ini terjadi akibat
kerusakan subplate neuron. Penelitian Robinson S dkk (2006), menunjukkan

13
peningkatan apoptosis subplate neuron pada bayi prematur dengan PVL dibandingkan
dengan tanpa PVL, yang menjadi faktor terjadinya defisit neurologis. 27
c. Thalamus
Thalamus merupakan bagian yang banyak terkena pada bayi prematur dengan
PVL. Analisis neuropatologi oleh Pierson CR dkk (2007) terhadap 41 bayi prematur
menunjukkan bahwa struktur supratentorial, kehilangan neuron (40%) dan gliosis (60%)
banyak terjadi di thalamus (gambar 5). Kehilangan neuron tidak terjadi pada bayi tanpa
PVL. Penelitian Ligam P dkk (2009) pada 22 kasus PVL, menunjukkan bahwa 60%
kasus menunjukkan kerusakan patologis thalamus, meliputi kehilangan neuron, gliosis
dan abnormalitas akson. 28,29
Pada penelitian dengan MRI, terdapat defisit volume thalamus pada bayi dengan
PVL. Abnormalitas MRI juga berhubungan dengan berbagai defisit kognitif. Namun
mekanisme kehilangan neuron dan gliosis berdasarkan neuropatologi dan defisit
volumetrik pada MRI masih belum jelas.7
d. Ganglia Basalis
Neuron ganglia basalis hanya sedikit terkena dibandingkan thalamus, terutama
pada bayi dengan PVL (gambar 5). Pada penelitian oleh Pierson CR dkk tahun 2007
terhadap 41 bayi prematur, kehilangan neuron di kaudatus dan putamen terdapat pada
15% bayi dengan PVL dan tidak tampak pada bayi tanpa PVL. Pada 50-60% bayi
dengan PVL, gliosis terjadi di nukleus ganglia basalis. Penelitian volumetrik dengan
MRI pada bayi prematur, menunjukkan volume ganglia basalis yang berkurang (gambar
5).7,28
e. Serebelum
Pada analisis neuropatologi oleh Pierson CR dkk (2007) terhadap 41 bayi
prematur menunjukkan adanya kehilangan neuron pada nukleus dentate dan korteks
serebelum pada 25-30% bayi prematur. Pada serebelum, terjadi kehilangan neuronal
sebesar 15-20%. Gliosis korteks serebelum dan nukleus dentate terjadi pada 30-45%
(gambar 5). Abnormalitas tersebut lebih banyak terjadi pada bayi dengan PVL.7,28
Penelitian dengan MRI menunjukkan keterlibatan serebelum, bersifat bilateral,
simetrik, dan terjadi penurunan volume hemisfer serebelum. Pada 2 studi MRI yang
menganalisis ukuran pontin, menunjukkan penurunan diameter pontin dan volume
serebelum pada bayi prematur dengan PVL (gambar 5). Pada lesi serebri unilateral,
terdapat penurunan volume hemisfer kontralateral dibandingkan ipsilateral.7

14
f. Korteks Serebri
Neuron pada korteks serebri mengalami kerusakan lebih sedikit dibandingkan
thalamus dan ganglia basalis (gambar 5). Studi baru-baru ini menunjukkan adanya
kerusakan neuron korteks serebri yang berhubungan dengan PVL kistik. Analisis
neuropatologi oleh Pierson CR dkk (2007) pada PVL non kistik menunjukkan gliosis
atau kehilangan neuron, atau keduanya, dapat terjadi pada beberapa regio korteks pada
13-30% kasus PVL, namun jarang pada kasus non PVL.28
MRI pada bayi dengan BBLSR (Bayi Berat Lahir Sangat Rendah) menunjukkan
adanya gangguan korteks serebri, terutama pada bayi dengan PVL (gambar 5). Terdapat
penurunan volume korteks serebri pada bayi prematur dengan PVL non kistik. Defisit
volumetrik terjadi pada beberapa regio korteks, terutama parieto-oksipital. Kelainan ini
bersifat irreversibel. Kelainan neuronal pada korteks serebri ini berhubungan dengan
berbagai defisit neurologis dimasa yang akan datang.7

Gambar 5. Struktur neuronal/ aksonal utama yang terlibat pada bayi prematur dengan
PVL.
Sumber: Volpe JJ.7

15
4.2. Patogenesis dan patofisiologi
Patogenesis dan patofisiologi PVL merupakan gabungan dari beberapa faktor. Otak
bayi yang prematur yang rentan mengalami cedera pada substansia alba. Terdapat beberapa
faktor yang saling berinteraksi dalam proses patogenesis PVL. Faktor patogenetik pada PVL
yaitu:4,18
a. Anatomi vaskular dan faktor fisiologis
Komponen fokal dan difus PVL dipengaruhi oleh perkembangan pembuluh darah
yang menyuplai area substansia alba serebri. Substansia alba disuplai oleh arteri short
penetrators dan arteri long penetrators yang merupakan cabang dari arteri serebri media.
Pada bayi prematur, pembuluh darah ini belum sepenuhnya berkembang; baik arteri short
dan long penetrators relatif sedikit dalam jumlah dan cabangnya. Lesi nekrotik fokal dari
PVL terjadi di daerah yang dianggap zona end arteri dan border zone. Faktor anatomi
pembuluh darah tersebut berpengaruh terhadap penurunan aliran darah serebri pada bayi
prematur.18
Komponen fokal terbentuk pada end zone arteri long penetrators. Komponen fokal
ditandai dengan hilangnya semua elemen selular. Pada bayi prematur, bagian distal dari
pembuluh darah arteri long penetrators ini tidak berkembang dengan baik, menyebabkan
kurangnya aliran darah ke daerah yang disuplainya sehingga terjadi iskemia berat.
Berbeda dengan komponen fokal, komponen difus terbentuk di area perbatasan antara
arteri short penetrating dan arteri long penetrating (border zone). Arteri short penetrating
belum berkembang sempurna hingga korteks serebri berkembang penuh pada periode
posterm. Dengan kurangnya aliran darah ke otak, proses iskemia dan hilangnya prekursor
oligodendroglial pun terjadi.4

16
Gambar 6. Gambaran skematik potongan koronal serebrum dengan komponen fokal dan
difus PVL
Sumber: Volpe, JJ.4

Proses maturasi yang tergantung pada faktor serebrovaskular memperlihatkan


bahwa neuropatologi yang terjadi sesuai dengan berat atau ringannya iskemia yang terjadi.
Nekrosis fokal yang melibatkan semua elemen seluler hingga ke area terdalam dari
substansia alba berkaitan dengan iskemia yang berat, sedangkan nekrosis difus yang
melibatkan sel prekursor oligodendroglial berkaitan dengan iskemia yang lebih ringan.4

b. Gangguan Regulasi Serebrovaskuler dan Iskemia Serebri


Zona vaskular dan zona perbatasan yang telah dijelaskan di atas sangat rentan
terhadap kerusakan berkaitan dengan iskemia pada otak. Pada bayi prematur, terdapat
gangguan pada regulasi serebrovaskular, hal ini bermanifestasi terhadap penurunan
sirkulasi serebri saat tekanan darah turun, yang menyebabkan iskemia pada daerah arteri
end zones dan border zones.4,18
Ventilasi mekanik yang sering digunakan pada bayi prematur, menyebabkan
fluktuasi kadar karbondioksida dalam arteri. Hipokarbia merupakan penyebab
vasokonstriksi pada pembuluh darah serebri. Hubungan antara hipokarbia dan PVL telah
banyak diteliti. Penelitian Shankaran S dkk (2006) pada 905 bayi baru lahir dengan berat
<1250 gr, menunjukkan bahwa kondisi hipokarbia pada satu minggu kehidupan
berhubungan dengan perkembangan PVL dengan odd ratio 5,6.18,43

17
c. Infeksi/Inflamasi dan Iskemia
Insidens PVL pada bayi prematur meningkat dengan adanya bukti terdapat infeksi
maternal, plasental dan fetal, peningkatan kadar IL-6 pada darah umbilikus, peningkatan
kadar IL-6 dan IL-1β pada cairan amnion, dan peningkatan kadar interferon, IL-1 dan IL-6
dalam darah neonatus. Efek langsung peningkatan sitokin atau produk bakteri adalah
kerusakan pada oligodendroglial. Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa TNF α
bersifat toksik terhadap oligodendroglial, namun di beberapa penelitian lain ditemukan
bahwa TNF α tidak bersifat toksik melainkan interferon-γ. Oligodendrosit immatur lebih
rentan terhadap sitotoksik interferon-γ dibandingkan dengan oligodendrosit matur. Infeksi
dan sitokin dapat menyebabkan iskemia-reperfusi dan menyebabkan kerusakan pada
oligodendroglial.4,18
Patogenesis PVL melibatkan proses intrauterin dan postnatal. Terdapat interaksi
kompleks antara vaskularisasi postnatal dan regulasi aliran darah serebri, gangguan
prekursor oligodendrosit yang diperlukan untuk myelinasi, dan infeksi atau inflamasi
maternal/fetal. Risiko PVL meningkat pada pasien dengan perdarahan intrakranial dan
atau ventrikulomegali. Kerusakan substansia alba otak/PVL bertanggung jawab atas porsi
substansia pada perkembangan neurologi bayi prematur dengan berat badan yang sangat
rendah.4

Gambar 7. Patogenesis kematian oligodendroglial pada PVL.


Sumber: Volpe JJ.18

18
d. Kerentanan Substansia Alba Terkait Prematuritas
Substansia alba yang imatur lebih rentan rusak apabila terpapar dengan keadaan
hipoksia-iskemia. Saat terjadi iskemia, terdapat peningkatan radikal bebas. Peningkatan
radikal bebas seperti anion superoksida dan hidrogen peroksida menyebabkan terjadinya
stres oksidatif yang menyebabkan kematian oligodendrosit immatur, yang bermanifestasi
sebagai komponen difus pada PVL. Oligodendrosit immatur terbukti sangat rentan
terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Hal ini dibuktikan dengan adanya
deprivasi sistin (demikian juga penurunan kadar glutathion) yang sangat banyak pada pre-
OL saat dipaparkan dengan radikal bebas, namun tidak pada oligodendrosit matur
(Gambar 8A). Prekursor oligodendrosit juga memiliki kemampuan yang lebih rendah
dibandingkan oligodendrosit matur dalam mengendalikan radikal bebas (Gambar 8B),
sehingga radikal bebas dapat terakumulasi pada pre-OL, dan tidak pada oligodendrosit
matur. Pertahanan antioksidan, baik perkembangan maupun reaktivitasnya, terutama
glutathione peroxidase dan katalase pada pre OL terlihat tertunda dibandingkan dengan
oligodendrosit matur (Gambar 8C). Pada saat pertahanan antioksidan gagal untuk
mengendalikan radikal bebas, hidrogen peroksida terakumulasi, dan dengan adanya Fe2+,
terbentuk deadly hydroxyl radical. Fe2+ bebas beredar karena besi diperlukan untuk
diferensiasi oligodendrosit dan karena adanya keadaan hipoksia-iskemik yang
menyebabkan akumulasi besi yang tidak terikat pada protein. Skema ringkasan
patogenesis kematian oligodendrosit dibawah kodisi iskemia-reperfusi (Gambar 8D).
Peran pusat serangan radikal bebas dan dasar kerentanan prekursor oligodendrosit
(Gangguan pertahanan antioksidan dan adanya Fe2+).4,18

Gambar 8. Kerentanan prekursor oligodendroglial terhadap serangan radikal bebas.


Sumber: Volpe JJ. 4

19
e. Peran Mikroglia terhadap Perkembangan ROS dan RNS (Reactive Oxygen Species dan
Reactive Nitrogen Species)

Mikroglia berperan penting dalam perkembangan ROS/RNS yang terlibat dalam


PVL, dan peran tersebut didahului oleh proses iskemia dan infeksi/ inflamasi (gambar 9).
Keterlibatan mikroglia pada patogenesis kerusakan substansia alba pada bayi prematur
juga dapat berkaitan dengan maturasi. Sel mikroglia dapat dideteksi pada manusia di awal
masa gestasi, dan berjumlah banyak di otak depan pada usia gestasi 16 sampai 22 minggu
dan terkonsentrasi pada substansia alba. Densitas mikroglia mencapai puncak selama
periode puncak terjadinya PVL (masa gestasi timester ketiga) dan menurun jumlahnya
pada usia gestasi 37 minggu. Pengamatan di atas menunjukkan bahwa migrasi puncak
mikroglia pada substansia alba dapat dipicu oleh hipoksia-iskemia atau infeksi atau
keduanya.18,31

Gambar 9. Mikroglia berperan utama terhadap berbagai mekanisme dalam patogenesis


PVL.
Sumber: Khwaja O, dkk.18

20
BAB V

DIAGNOSIS

5.1. Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala PVL pada onset awal penyakit jarang terdeteksi. Gejala yang
tampak hampir sulit dinilai. Gejala yang dapat timbul adalah menurunnya tonus otot
ekstremitas bawah, meningkatnya tonus ekstensor leher, apnea dan bradikardia, bayi tampak
rewel/ iritabilitas, palsi pseudobulbar disertai gangguan menyusu dan kejang (dapat terjadi
pada 10-30% kasus).45
Sekuele neurologis kerusakan substansia alba terlihat di kemudian hari saat bayi
sebagai defisit motorik spastik. PVL kistik dapat menyebabkan kerusakan serabut saraf
descendens dari traktus kortikospinalis dan menyebabkan bayi berisiko mengalami palsi
serebri dan diplegia spastik. Meskipun disfungsi motorik dapat terjadi pada PVL non kistik,
prognosis PVL paling banyak dipengaruhi oleh letak, ukuran dan jumlah kista.14,11
Kista pada regio frontal mempunyai keluaran lebih baik dibanding parieto-oksipital
dan kista tunggal mempunyai keluaran lebih baik dibanding kista multipel. Kista oksipital
bilateral dapat menyebabkan diplegia spastik dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan
sedangkan leukomalasia subkortikal dapat menyebabkan kuadriplegia, gangguan belajar berat,
dan epilepsi. 14
Diplegia spastik adalah spasisitas bilateral kaki yang lebih dibandingkan spasisitas
lengan. Indikasi pertama diplegia spastik adalah saat bayi mulai merangkak, dan ditemukan
bahwa bayi tersebut cenderung menyeret kedua kaki di belakang seperti kemudi (commando
crawl), berbeda dengan anak normal yang menggunakan kedua tangan dan kaki untuk
bergerak saat merangkak. Pemeriksaan klonus pergelangan kaki dan refleks Babinski
biasanya positif. Saat tangan anak dibiarkan keatas seperti tergantung, terlihat postur seperti
gunting (scissoring posture). Kepandaian berjalan tertunda, dan kaki berada dalam posisi
equinovarus, dan anak berjalan dengan ujung ibu jari. Diplegia spastik berat dicirikan dengan
adanya atropi disuse dan gangguan pertumbuhan ekstremitas bawah dan adanya disproporsi
pertumbuhan dengan perkembangan yang normal pada bagian tubuh bagian atas. Pada pasien
dengan diplegia spastik, perkembangan intelektual sangat baik dan kejadian kejang minimal.
Diplegia spastik terjadi apabila PVL terdapat pada area dimana serabut yang menginervasi
kaki berjalan melalui kapsula interna.35

21
Pada PVL difusa zona peritrigonal dapat terjadi defisit persepsi visual, bila terjadi
pada area frontalis yang lebih besar, dapat menyebabkan gangguan pemusatan perhatian dan
fungsi luhur lainnya. Banyak bayi prematur mengalami gangguan pengenalan sosial serupa
dengan ASD (Autistic Spectrum Disorder). Gangguan minor seperti gangguan intelegensi,
gangguan perkembangan, disfungsi penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan
keseimbangan terlihat pada PVL tipe non kistik.14

5.2. Pemeriksaan Penunjang


5.2.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan parameter metabolik
Beberapa parameter metabolik berpengaruh terhadap tingkat keparahan
gangguan neurologis pada PVL. Hipoglikemia, hiperamonemia, hipokalsemia,
hiponatremia, hipoksemia dan asidosis merupakan gangguan metabolik yang dapat
terjadi.32
b. Pemeriksaan parameter inflamasi/infeksi
Beberapa penanda inflamasi yang berkaitan dengan hipoksia-iskemia otak,
infeksi intrauterin atau keduanya pada PVL yaitu peningkatan berbagai sitokin (IL-6,
IL-10, IL-1 dan TNFα) yang dapat dideteksi didalam darah atau cairan
serebrospinal.32
c. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan lumbal pungsi harus dilakukan pada neonatus dengan gejala
neurologis seperti kejang tanpa penyebab utama yang jelas. Pemeriksaan lumbal
pungsi penting dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding kelainan
intrakranial berat lainnya seperti meningitis.32

5.2.2 Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan Radiologis berperan penting dalam diagnosis PVL. PVL dapat dideteksi
pada bayi dengan pemeriksaan ultrasound kranial, CT scan kepala atau MRI kepala.
Pemeriksaan ultrasound merupakan pemeriksaan standar karena mudah dibawa dan lebih
murah. Pemeriksaan USG rutin direkomendasikan sebagai alat skrining oleh Quality
Standard Subcommittee of the America Academy of Neurology and the Practice Committee of
the Child Neurology Society pada bayi usia < 30 minggu. Skrining harus dilakukan pada usia
7 sampai 14 hari dan diulang pada usia gestasi 36 sampai 40 minggu. CT scan kepala kurang

22
bermanfaat dalam mendiagnosis PVL pada bayi prematur karena deteksi lesi yang lebih
sedikit dibandingkan pemeriksaan ultrasound atau MRI.33
Pemeriksaan ultrasound kranial telah digunakan di awal tahun 1980, terutama untuk
diagnosis dan follow up . Pemeriksaan ultrasound menunjukan peningkatan ekogenitas
substansia aba, yang muncul setelah 24-48 jam setelah terjadinya hipoksia-iskemia.17,33
Ultrasound kranial pada minggu pertama dapat mendeteksi echodensitas fokal dan
lesi kistik, tapi teknik imaging lebih lanjut diperlukan untuk mendeteksi kerusakan difus.
Berdasarkan de Vries (1992), PVL dibagi menjadi:17,33
a. Stadium 1
PVL didiagnosis sebagai stadium 1 jika terdapat area dengan ekogenisitas
periventrikular yang meningkat tanpa pembentukan kista yang bertahan selama lebih
dari 7 hari. Peningkatan ekogenisitas periventrikular sebenarnya sulit dibedakan dengan
halo periventrikular normal atau hiperechoic ‘blush’normal di posterosuperior trigonum
ventrikel, namun diagnosis dapat ditegakkan jika ekogenisitas bersifat asimetris, kasar,
globular atau lebih hiperekoik jika dibandingkan dengan pleksus koroideus. Biasanya
pada usia 2-3 minggu echotexture periventrikular yang abnormal menghilang.17

Gambar 10. Potongan sagital PVL stadium 1.


Sumber: Beek, dkk.17

b. Stadium 2
PVL stadium 2 didiagnosis jika terdapat kista periventrikular yang beerukuran
kecil. Pada saat pembentukan kista, ekogenisitas biasanya telah menghilang. Terdapat
2% dari neonatus yang dilahirkan dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu

23
mengalami pembentukan PVL kista. PVL kista dapat ditemukan pada hari pertama
kelahiran, yang mengindikasikan bahwa kerusakan mulai terjadi setidaknya 2 minggu
prenatal.17

Gambar 11. Potongan transversal dan Sagital PVL stadium 2


Sumber: Beek, dkk.17

c. Stadium 3
PVL didiagnosis sebagai stadium 3 jika terdapat area peningkatan ekogenisitas
periventrikular, yang berkembang menjadi kista periventrikular ekstensif di regio
oksipital dan frontoparietal.17

Gambar 12. Potongan sagital PVL stadium 3 ekstensif


Sumber: Beek, dkk.17

d. Stadium 4
PVL stadium 4 didiagnosis jika terdapat area dengan peningkatan ekogenisitas
periventrikular pada ‘deep’ substansia alba yang berkembang menjadi kista
subkortikal ekstensif. PVL stadium 4 paling sering terlihat pada neuonatus fullterm,
berkebalikan pada PVL stadium 1-3.17

24
Gambar 13. Potongan Koronal dan Transversal PVL stadium 4
Sumber: Beek, dkk.17

Selain stadium 1-4, terdapat istilah flaring, yang digunakan apabila ditemukan zona
periventrikular yang sedikit ekogenik, yang muncul hanya pada minggu pertama kehidupan.
Pada keadaan ini, belum bisa dipastikan apakah anak mengalami flaring atau PVL stadium
1. Gambar 14 menunjukkan Flaring (atas) dan pemeriksaan awal yang menunjukkan flaring
(kanan bawah) follow up 1 bulan kemudian yang memperlihatkan substansia alba yang
normal (kiri bawah).

Gambar 14. Potongan transversal dan sagital stadium flaring


Sumber: Beek, dkk.17

Pada 2 dekade terakhir, penggunaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah


digunakan sebagai baku emas diagnosis dan follow up PVL baik pada bayi kurang bulan
dan cukup bulan. MRI dapat mendeteksi area dan luas kerusakan otak termasuk pada
stadium awal, terutama paska hipoksemia-iskemia, sehingga memungkinkan terjadinya
perbedaan lesi yang lebih luas dibandingan dengan pemeriksaan ultrasound. Diffusion-

25
weighted MRI dapat digunakan untuk deteksi awal PVL difus/kerusakan substansia alba.
Bentuk kerusakan akibat hipoksia-iskemia dapat terlihat pada MRI, termasuk peningkatan
sinyal abnormal regio periventrikular pada gambar T2-weighted, kehilangan jaringan
substansia alba, dilatasi ventrikel, ensefalopati multikistik, dan nekrosis ganglia basalis.33

5.3. Diagnosis Banding


a. Venous Infarction
Venous Infarction merupakan salah satu bentuk utama perdarahan
serebelum. Manifestasi klinis Venous Infarction dan PVL sulit dibedakan. Pada
Venous Infarction, terdapat gangguan pola pernapasan sampai dengan periodik apnea,
bradikardi disertai obstruksi aliran cairan serebrospinal. Namun pada pemeriksaan
ultrasound, perbedaan PVL dan infark venosus mudah diamati. Pada pemeriksaan
ultrasound, PVL biasanya bilateral dengan batas iregular dan terdapat bentuk seperti
bercak (patchy appearance). Sedangkan infark venosus biasanya unilateral, triangular
dengan bentuk menajam di daerah inferior apeks dari lesi awal dan biasanya terjadi
bersamaan dengan perdarahan intraventrikular ipsilateral.14,32

Gambar 15. Pemeriksaan ultrasound menunjukkan perbedaan PVL dan venous


infarction.
Sumber: Marcialis MA,dkk.14

b. Kista frontal prenatal


Kista frontal prenatal berhubungan dengan germinolisis selama pertengahan
trimester kedua sampai trimester ketiga awal. Kista ini berbentuk oval, memanjang,

26
simetris, bilateral, terletak di medial dan lebih rendah dibanding PVL kistik
sedangkan PVL kistik mempunyai batas irregular, gambaran bercak-bercak, dan
terletak 3-10 mm dari ependyma (gambar 11). 14

Gambar 16. Pemeriksaan ultrasound menunjukkan perbedaan PVL dan kista frontal
prenatal.
Sumber: Marcialis MA, dkk.14

c. Poroensefali paraventrikular
Poronsefali paraventrikular dan PVL kistik merupakan bentuk terbanyak
diantara kista parenkimal otak pada neonatus. Berbagai etiologi seperti iskemia,
infeksi dan perdarahan dapat menyebabkan lesi kistik pada otak. Manifestasi klinis
poronsefali paraventrikular dan PVL kistik tidak jauh berbeda yaitu kejang dan
gangguan perkembangan. Pada gambaran ultrasound, poronsefali paraventrikular
berbentuk kista yang besar, meluas berhubungan dengan ventrikel omolateral, yang
membentuk gambaran infark venosus dari daerah perkembangannya. PVL kistik
mempunyai tepi yang halus, terletak 3-10 mm dari ependima, biasanya multipel dan
bilateral (gambar 12).14,32

27
Gambar 17. Pemeriksaan ultrasound menunjukkan perbedaan PVL dan poroensefali
periventrikular.
Sumber: Marcialis MA, dkk.14

5.4 Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)


Pemeriksaan EEG pada neonatus dengan ensefalopati terkait hipoksia-iskemia
dilakukan untuk menilai keparahan gangguan otak yang terjadi. Pemeriksaan EEG pada PVL
dapat berupa gelombang tajam atau spikes yang berlebihan positif pada vertex atau rolandic
dan frontal, serta gelombang tajam negatif pada oksipital. Namun sulit membedakan
perubahan periodik EEG normal maupun abnormal terutama pada bayi prematur. Pada bayi
prematur, terdapat gambaran gelombang tajam atau spikes dengan periode yang bervariasi.
Sehingga pemeriksaan EEG jarang digunakan sebagai standar baku dalam diagnosis PVL.32

28
BAB VI

TATALAKSANA DAN KOMPLIKASI

6.1. Tatalaksana Farmakologis


Saat ini belum ada terapi standar dalam pengobatan PVL. Hal ini disebabkan PVL
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang overlapping, baik hipoksia-iskemia, infeksi/inflamasi
pada masa kehamilan, intrapartum maupun postpartum.14,35
Pada penelitian terhadap hewan, anandamide terbukti efektif sebagai agen protektif
untuk mencegah kerusakan akibat inflamasi sel mikroglia. Obat antikonvulsan seperti
topiramare attenuate dapat menurunkan efek kerusakan eksitoksik yang dipicu glutamate dan
memicu perkembangan oligodendrosit. Minocycline dapat digunakan untuk menurunkan
ekspresi sitokin proinflamasi dan aktivasi mikroglial. Namun penggunaan obat golongan
tetrasiklin pada bayi dan neonatus tidak direkomendasikan karena mengganggu pertumbuhan
tulang dan gigi.14
Obat antidepresan seperti tianeptine, dapat memblok sitokin. Sedangkan penelitian
terhadap beberapa obat yang memiliki fungsi neuroprotektif G-CSF (granulocyte colony
stimulating factor) seperti sulfa magnesium, deksametason, indometasin dan ibuprofen masih
kontroversial.14

6.2. Tatalaksana Non Farmakologis


Rehabilitasi medik dapat mencegah deformitas sekunder. Pada bayi prematur,
intervensi dini dapat dimulai pada saat usia bayi telah aterm. Beberapa data menunjukkan
bahwa program intervensi seperti NIDCAP (The Newborn Individualized Developmental
Care and Assessment Program) dan Infant Massage, terbukti memberi efek bermanfaat pada
perkembangan otak dalam jangka pendek. 37,38
Sebuah meta-analisis dan systematic review pada bayi berisiko tinggi menunjukkan
bahwa intervensi dini terbukti memiliki efek positif terhadap perkembangan kognitif sampai
usia 3 tahun. Pada systematic review oleh Spittle dkk (2012), menunjukkan bahwa efek
intervensi dini tersebut akan menghilang setelah usia prasekolah. Wallender dkk (2014),
mengaplikasikan konsep intervensi dini pada bayi dengan riwayat asfiksia, menunjukkan
bahwa efek positif terjadi sampai usia 3 tahun dan efek perkembangan kognitif lebih baik
dibandingkan dengan perkembangan motorik.38-40

29
6.3. Pencegahan
Pemantauan analisis gas darah dibutuhkan untuk menurunkan keparahan PVL.
Pencegahan PaCO2 dibawah 35 mmHg dapat menurunkan risiko palsi serebri. Pada suatu
penelitian skala besar oleh Kinsella JP dkk (2006), menunjukkan bahwa insiden PVL pada
BBLR dengan gagal napas menurun dengan terapi inhalasi NO (iNO/ Inhaled Nitric Oxide)
kosentrasi rendah. Terapi inhalasi diberikan pada bayi prematur yang mendapatkan ventilasi
mekanik. Penelitian pada hewan menunjukkan iNO dapat mencegah PVL yang diinduksi
hipoksia dan merangsang myelinasi. 35,44
Terapi hipotermi dapat menurunkan kejadian gangguan neurologis pada neonatus
cukup bulan dengan riwayat asfiksia, namun belum ada penelitian pada bayi prematur. Terapi
hipotermi merupakan tatalaksana rutin pada bayi baru lahir dengan asfiksia. Hipotermia
mengurangi risiko berbagai kerusakan otak, salah satunya PVL. Meskipun penelitian pada
bayi baru lahir masih terbatas dibandingkan dengan penelitian pada orang dewasa, beberapa
penemuan tersebut mengemukakan kondisi hipoksia-iskemia memiliki efek signifikan
terhadap vaskularisasi serebri imatur, yang menyebabkan berbagai kerusakan bagian otak.
Terapi hipotermi dapat mengurangi risiko hipoksia-iskemia pada bayi baru lahir, sehingga
dapat mencegah beerbagai kerusakan jaringan otak salah satunya adalah PVL. 35,41
Pemberian betametason pada masa antenatal dapat menurunkan risiko kistik pada
PVL. Pada penelitian retrospektif-observasional pada 883 bayi baru lahir, angka kejadian
PVL kistik lebih rendah pada bayi baru lahir dengan riwayat ibu mendapat betametason
antenatal dibanding pada ibu yang menerima deksametason (odd ratio 0.3) maupun tidak
menerima glukokortikoid (odd ratio 0.5).37
N-acetylcsyteine, merupakan obat antioksidan untuk menurunkan radikal bebas,
mempunyai efek antiinflamasi kuat dalam menghambat inflamasi neutrofilik, menurunkan
LPS(lipopolysaccharide)-induced cytokines. Pemberian N-acetylcsyteine pada ibu dengan
usia kehamilan trimester tiga dapan menghambat induksi sitokin proinflamasi dan
mengurangi kerusakan progenitor oligodendroglial. Namun N-acetylcsyteine dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi fetus sebelum kelahiran. 14, 35

6.4. Komplikasi
Seiring kemajuan ilmu dan teknologi terhadap tatalaksana perinatal dan ruang intensif
neonatus, angka kelangsungan hidup pada bayi baru lahir dengan BBLR, prematur dan
asfiksia berat, semakin meningkat. Sebagai risiko, angka kejadian kerusakan jaringan otak
30
pada bayi tersebut semakin meningkat, salah satunya PVL. Bayi dengan PVL mempunyai
prognosis yang buruk dengan angka mortalitas yang cukup tinggi akibat prognosis yang
buruk. Lima puluh persen penderita PVL yang bertahan hidup, akan memiliki sekuele salah
satunya adalah palsi serebri. Beberapa penelitian menunjukkan PVL merupakan faktor risiko
independen terjadinya palsi serebri (cerebral palsy atau CP). CP dikarakteristikan dengan
berbagai gangguan perkembangan meliputi gerakan dan postur. Salah satu bentuk CP, dapat
dilihat saat bayi mulai merangkak dan ditemukan bahwa bayi tersebut cenderung menyeret
kedua kaki di belakang, berbeda dengan anak normal yang menggunakan kedua tangan dan
kakinya untuk bergerak saat merangkak. CP merupakan gangguan serius pada anak-anak dan
memengaruhi kelangsungan serta kualitas hidup anak-anak.36,42
Selain gangguan gerakan dan postur pada CP, manifestasi lanjut PVL sering terkait
dengan beberapa kondisi seperti epilepsi, gangguan visual dan auditori, retardasi mental dan
gangguan perkembangan bahasa.42

6.5. Prognosis
Temuan kelainan substansia alba pada MRI kepala merupakan prediktor adanya
gangguan perkembangan neurologis di masa yang akan datang. Pada BBLSR dengan PVL,
10% akan mengalami CP dan 50% akan mengalami gangguan sekolah. Insiden CP akan
meningkat pada bayi prematur. Insiden CP pada bayi dengan usia gestasi kurang dari 36
minggu sebanyak 20%.33

31
BAB VII
RINGKASAN

Leukomalasia periventrikular, terdiri dari kata Leuko (putih=substansia alba), malasia


(softening/nekrosis), peri (di dekat atau di sekitar), ventrikular ( keempat ventrikel, terutama
ventrikel lateral). Leukomalasia periventrikular (PVL; periventricular leucomalacia)
merupakan istilah untuk mengambarkan infark serebri yang terjadi di dekat ventrikel lateralis
pada neonatus. Secara patologis, PVL terdiri dari 2 komponen yaitu komponen fokal dan
difus.
Terdapat dua etiologi utama PVL yaitu iskemia-reperfusi dan infeksi/inflamasi, yang
menyebabkan respon inflamasi pada janin. Proses iskemia-reperfusi dibuktikan dengan
adanya arteri end zone dan border zone pada substansia alba periventrikular. Proses inflamasi
berhubungan dengan kerusakan pada substansia alba. Periode risiko paling tinggi yaitu pada
usia gestasi 24 sampai 35 minggu. Selain usia gestasi dan berat lahir, faktor risiko yang juga
terkait adalah pada masa kehamilan, intrapartum, dan neonatal.
Terdapat beberapa faktor yang saling berinteraksi dalam proses patogenesis PVL
yaitu anatomi vaskular dan faktor fisiologis, gangguan regulasi serebrovaskuler dan iskemia
serebri, infeksi/inflamasi dan iskemia, kerentanan substansia alba terkait prematuritas dan
Peran Mikroglia terhadap Perkembangan ROS dan RNS. Faktor diatas menyebabkan
penurunan aliran darah ke otak sehingga menyebabkan sehingga menyebabkan nekrosis
jaringan. Lesi nekrosis yang berukuran makroskopik akan berkembang menjadi PVL kistik.
Sedangkan lesi nekrosis yang berukuran mikroskopik akan membentuk glial scar menjadi
PVL nonkistik.
Tanda dan gejala PVL pada onset awal penyakit jarang terdeteksi, namun gejala yang
dapat timbul adalah menurunnya tonus otot ekstremitas bawah, meningkatnya tonus
ekstensor leher, apnea dan bradikardia, bayi tampak rewel/ iritabilitas, palsi pseudobulbar
disertai gangguan menyusu dan kejang. Sekuele neurologis kerusakan substansia alba terlihat
di kemudian hari saat bayi sebagai defisit motorik spastik.
Saat ini belum ada terapi standar dalam pengobatan PVL. Pada penelitian terhadap
hewan, anandamide terbukti efektif sebagai agen protektif untuk mencegah kerusakan akibat
inflamasi sel mikroglia. N-acetylcsyteine, merupakan obat antioksidan untuk menurunkan
radikal bebas, mempunyai efek antiinflamasi kuat. Obat antidepresan seperti tianeptine, dapat
memblok sitokin.

32
Rehabilitasi medik dapat mencegah deformitas sekunder. Pada bayi prematur,
intervensi dini dapat dimulai pada saat usia bayi telah aterm. Intervensi dini terbukti memiliki
efek positif terhadap perkembangan kognitif sampai usia 3 tahun.
Bayi dengan PVL mempunyai angka mortalitas yang cukup tinggi akibat prognosis
yang buruk. Lima puluh persen penderita PVL yang bertahan hidup, akan memiliki sekuele
salah satunya adalah palsi serebri

33

Anda mungkin juga menyukai