Sari Pustaka
Jumat, 4 Agustus 2017
LEUKOMALASIA PERIVENTRIKULAR
Oleh:
dr.Annisa Permatasari
Pembimbing
dr. Julniar M. Tasli, SpA (K)
dr. Herman Bermawi, SpA (K)
dr. Afifa Ramadanti, SpA (K)
dr. Indrayady, SpA (K)
Penilai
dr. Syarif Darwin, SpA (K)
dr. Ria Nova, SpA (K)
2
BAB II
LEUKOMALASIA PERIVENTRIKULAR
2.1. Definisi
Leukomalasia periventrikular, terdiri dari kata Leuko (putih=substansia alba), malasia
(softening/nekrosis), peri (di dekat atau di sekitar), ventrikular (keempat ventrikel, terutama
ventrikel lateral). Lesi ini pertama kali diperkenalkan oleh Virchow (1867), lalu dikembangkan
dan diberi nama leukomalasia periventrikular oleh Banker dan Larroche (1962).1,9
PVL mengacu pada kerusakan substansia alba yang terjadi pada masa neonatal. Secara
patologis, PVL terdiri dari 2 komponen yaitu komponen fokal dan difus. Komponen fokal
meliputi nekrosis seluruh unsur jaringan, neuron atau akson, astrosit dan oligodendrosit.
Nekrosis ini berukuran makroskopis (beberapa milimeter atau lebih) dan setelah beberapa
minggu berkembang menjadi lesi kistik multipel, yang pada ultrasonografi terlihat sebagai PVL
kistik. Nekrosis fokal yang berukuran mikroskopis dalam beberapa minggu berkembang
menjadi glial scar yang tidak dapat dilihat dengan neuroimaging dinamakan PVL nonkistik.
PVL difus melibatkan kerusakan substansia alba yang luas, penipisan korpus kalosum, dan
sering disertai dengan ventrikulomegali pada fase lambat. Lesi difus dicirikan dengan adanya
mikrogliosis dan astrogliosis, diawali dengan berkurangnya premyelinating oligodendrocytes,
serta gangguan myelinogenesis.3,4,15
Secara umum, PVL terbentuk menjadi 2 lesi yaitu PVL kistik, dimana tampak nekrosis
fokal secara makroskopis yang berkembang menjadi kista multipel (gambar 1A) dan PVL non
kistik, dimana tampak nekrosis fokal secara mikroskopis dan berkembang menjadi jaringan
parut di area glial (gambar 1B). Terdapat bentuk lain dari PVL yaitu astrogliosis difusa tanpa
nekrosis fokal (gambar 1C). Bentuk ini merupakan bentuk yang paling ringan. PVL kistik dan
non kistik lebih banyak menyebabkan defisit neurologis lanjutan.18
3
Gambar 1. Diagram sistematis dari 3 bentuk utama PVL pada bayi prematur.
Sumber: Khwaja O, Volpe JJ.18
2.2. Epidemiologi
PVL terjadi lebih sering pada bayi yang dilahirkan kurang atau sama dengan 33 minggu
masa kehamilan (38%) dan berat badan lahir kurang dari 1500 gram (45%). Sebanyak 50% atau
lebih bayi dengan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) memiliki PVL dan penyakit
neuronal/aksonal pada gambaran radiologisnya. Sedangkan 5% memperlihatkan gambaran
GMH-IVH (Germinal matrix haemorrhage-intraventricular haemorrhage) berat.17
Angka kejadian leukomalasia periventrikular sebagian besar didasarkan pada studi
epidemiologi menggunakan ultrasound kepala. Insiden PVL kistik pada bayi prematur dengan
usia gestasi 24 dan 33 minggu berkisar antara 5,7% dan 16%. PVL kistik juga terjadi pada 2,3%
bayi dengan berat lahir 1750 gram dan 3,2% pada bayi dengan berat lahir 1500 gram.10
4
periventrikular. Proses inflamasi berhubungan dengan kerusakan pada substansia alba.
Kerusakan tersebut dapat diprediksi dengan adanya khorioamnionitis dan vaskulitis secara
histologi di tali pusat dan chorion plate serta adanya sitokin pro inflamasi seperti IL-6 dan IL-8
pada cairan amnion dan sirkulasi fetus. Mikroglia/makrofag pada lesi di substansia alba juga
menunjukan reaksi imun IL-6 dan TNF-α.15
5
Gambar 2. Skema hipotesis multiple-hit pada kerusakan substansia alba.
Sumber: Marcialis MA, dkk.14
6
Komponen difus: Kerusakan O4+ dan O1+ OLs; kerusakan aksonal difus dari radikal
bebas, sitokin dan glutamat
b. Stadium 2
Fase subakut (inflamasi)
Waktu 2-7 hari
Komponen fokal: inflitrasi makrofag, astrosit reaktif, peningkatan sitokin dalam
makrofag, axonal spheroids; mulai terbentuk kista
Komponen difus: Astrosit reaktif dan aktivasi mikroglia; peningkatan sitokin; terdapat
penanda ROS dan RNS pada O4+ dan O1+ OLs dan astrosit reaktif; positif tunel –
kematian sel O4+ dan O1+ OLs ; kerusakan subplate neuron
c. Stadium 3
Fase kronik
Waktu 1 minggu sampai berbulan-bulan
Komponen fokal: lanjutan dari stadium II; evolusi kista, yang dapat bertahan atau
kolaps dan membentuk skar fokal pada glia; mineralisasi aksonal
Komponen difus: Astrosit reaktif dan mikroglia; myelinisasi tertunda; ventrikulomegali,
penipisan korpus kalosum; kelainan perkembangan neuron kortikal
d. Stadium 4
Fase Penyembuhan (Recovery/ repair)
Waktu 1 minggu sampai berbulan-bulan
Komponen fokal: Kista periventrikular tahap akhir dan/atau skar fokal pada glia
Komponen difus: Repopulasi O4+ dan O1+ OLs; jika kelainan berat, defisiensi
myelinasi permanen
7
Tabel 1. Klasifikasi PVL berdasarkan Pemeriksaan MRI
8
BAB III
9
c. Subplate neuron
Populasi neuron penting ini mencapai ukuran dan perkembangan maksimal pada
usia gestasi 24-32 minggu, yang merupakan periode puncak terjadinya PVL. Neuron ini
sebagian besar bersifat glutamaergik, berasal dari zona ventrikel telensefali dorsal dan
sebagian kecilnya bersifat GABAergik, berasal dari zona telensefali ventral.
Perkembangan subplate neuron sangat terkait dengan korteks serebri, struktur subkortikal
(terutama thalamus), dan akson. Subplate neuron berperan penting dalam diferensiasi dan
pembentukan korteks, sebagai panduan aksonal dari korteks serebri menuju target
subkorteks serta sebagai area kontak sinaptik serabut aferen thalamo-kortikal dan kortiko-
kortikal .7.23
d. Zona Subventrikular
Zona subventrikular (SVZ/ subventricular zone) berasal dari progenitor radial (sel
glial radial) dan berisi progenitor intermediate (gambar 3). Pada awalnya, progenitor
intermediate ini memproduksi neuron, terutama untuk lapisan kortikal bagian dalam. Sel
neuron akan mencapai korteks melalui migrasi radial sebelum periode prematur. Setelah
usia gestasi 20 minggu sampai dengan usia gestasi 25-27 minggu, SVZ secara aktif
memproduksi neuron, terutama interneuron GABAergik untuk lapisan kortikal bagian luar
yang merupakan bagian penting dari korteks.7,24
e. Thalamus
Thalamus menerima neuron inisial di awal trimester kedua dari zona ventrikular
diensefalon. Neuron selanjutnya berasal dari epitel ganglion eminens germinatif ventral
(GE) dan bermigrasi ke thalamus dorsalis (gambar 3). Neuron tersebut bersifat
GABAergik. Masa perkembangan thalamus ini belum sepenuhnya diketahui, namun
diperkirakan berlangsung lama antara usia gestasi 15 minggu sampai mendekati 34
minggu. 7,24
f. Korteks serebri
Sebagian besar neuron korteks serebri telah bermgrasi dari SVZ sebelum usia
gestasi 24 minggu. Selama usia gestasi 24-32 minggu, sinaps menjadi lebih jelas di lapisan
kortikal dalam dimana akson thalamokortikal keluar dari subplate dan memasuki korteks.
Hal penting dari perkembangan korteks serebri adalah terjadi disproporsi peningkatan
ketebalan lapisan kortikal luar. Penebalan ini disebabkan oleh proliferasi interneuron yang
bersifat GABAergik yang berasal dari SVZ dorsal dan GE ventral. Waktu penghentian
proliferasi di atas belum diketahui, namun dapat berlanjut sampai trimester ketiga.
10
Peningkatan luas permukaan kortikal dan perkembangan gyrus yang cepat dapat dilihat
pada MRI.7,23,24
Gambar 3. Serebrum pada potongan koronal saat usia gestasi 28 minggu menunjukkan
masa penting perkembangan kortikal.
Sumber: Volpe JJ.7
11
g. Serebelum
Serebelum berkembang pesat pada pertengahan sampai akhir masa gestasi.
Penemuan ini pertama kali dikemukakan oleh Dobbing dkk (1973), berdasarkan studi MRI
volumetrik pada bayi prematur, terjadi peningkatan volume cerebellum dari masa usia
gestasi 28- 40 minggu.10
Perkembangan serebelum meliputi pembentukan 2 zona proliferasi, yaitu zona
ventrikular area dan zona rhombic lip. Zona ventrikular terbentuk melalui migrasi secara
radial menuju lapisan nuklei serebri bagian dalam (DE; dentate nuclei) dan sel purkinje.
Zona rhombic lip terbentuk melalui migrasi secara tangensial menuju lapisan granular
eksternal. Pada usia gestasi 20-30 minggu lapisan granular eksternal mencapai ketebalan
maksimalnya dan sel granular bermigrasi menuju lapisan granular internal sehingga
terbentuk lapisan granular yang padat (gambar 4). Selama migrasi, sel granular
membentuk serabut paralel horizontal yang berhubungan dengan sel purkinje. Proliferasi
EGL diaktivasi oleh SHH (sonic hedgehog homologue) yang disekresikan oleh sel
purkinje. Setelah usia gestasi 40 minggu, lapisan granular eksternal akan menjadi kurang
prominen.7
Gambar 4. Perkembangan korteks serebelum pada 4 periode utama dari usia gestasi 9
minggu sampai 7 minggu setelah periode postnatal.
Sumber: Volpe JJ.7
12
BAB IV
13
peningkatan apoptosis subplate neuron pada bayi prematur dengan PVL dibandingkan
dengan tanpa PVL, yang menjadi faktor terjadinya defisit neurologis. 27
c. Thalamus
Thalamus merupakan bagian yang banyak terkena pada bayi prematur dengan
PVL. Analisis neuropatologi oleh Pierson CR dkk (2007) terhadap 41 bayi prematur
menunjukkan bahwa struktur supratentorial, kehilangan neuron (40%) dan gliosis (60%)
banyak terjadi di thalamus (gambar 5). Kehilangan neuron tidak terjadi pada bayi tanpa
PVL. Penelitian Ligam P dkk (2009) pada 22 kasus PVL, menunjukkan bahwa 60%
kasus menunjukkan kerusakan patologis thalamus, meliputi kehilangan neuron, gliosis
dan abnormalitas akson. 28,29
Pada penelitian dengan MRI, terdapat defisit volume thalamus pada bayi dengan
PVL. Abnormalitas MRI juga berhubungan dengan berbagai defisit kognitif. Namun
mekanisme kehilangan neuron dan gliosis berdasarkan neuropatologi dan defisit
volumetrik pada MRI masih belum jelas.7
d. Ganglia Basalis
Neuron ganglia basalis hanya sedikit terkena dibandingkan thalamus, terutama
pada bayi dengan PVL (gambar 5). Pada penelitian oleh Pierson CR dkk tahun 2007
terhadap 41 bayi prematur, kehilangan neuron di kaudatus dan putamen terdapat pada
15% bayi dengan PVL dan tidak tampak pada bayi tanpa PVL. Pada 50-60% bayi
dengan PVL, gliosis terjadi di nukleus ganglia basalis. Penelitian volumetrik dengan
MRI pada bayi prematur, menunjukkan volume ganglia basalis yang berkurang (gambar
5).7,28
e. Serebelum
Pada analisis neuropatologi oleh Pierson CR dkk (2007) terhadap 41 bayi
prematur menunjukkan adanya kehilangan neuron pada nukleus dentate dan korteks
serebelum pada 25-30% bayi prematur. Pada serebelum, terjadi kehilangan neuronal
sebesar 15-20%. Gliosis korteks serebelum dan nukleus dentate terjadi pada 30-45%
(gambar 5). Abnormalitas tersebut lebih banyak terjadi pada bayi dengan PVL.7,28
Penelitian dengan MRI menunjukkan keterlibatan serebelum, bersifat bilateral,
simetrik, dan terjadi penurunan volume hemisfer serebelum. Pada 2 studi MRI yang
menganalisis ukuran pontin, menunjukkan penurunan diameter pontin dan volume
serebelum pada bayi prematur dengan PVL (gambar 5). Pada lesi serebri unilateral,
terdapat penurunan volume hemisfer kontralateral dibandingkan ipsilateral.7
14
f. Korteks Serebri
Neuron pada korteks serebri mengalami kerusakan lebih sedikit dibandingkan
thalamus dan ganglia basalis (gambar 5). Studi baru-baru ini menunjukkan adanya
kerusakan neuron korteks serebri yang berhubungan dengan PVL kistik. Analisis
neuropatologi oleh Pierson CR dkk (2007) pada PVL non kistik menunjukkan gliosis
atau kehilangan neuron, atau keduanya, dapat terjadi pada beberapa regio korteks pada
13-30% kasus PVL, namun jarang pada kasus non PVL.28
MRI pada bayi dengan BBLSR (Bayi Berat Lahir Sangat Rendah) menunjukkan
adanya gangguan korteks serebri, terutama pada bayi dengan PVL (gambar 5). Terdapat
penurunan volume korteks serebri pada bayi prematur dengan PVL non kistik. Defisit
volumetrik terjadi pada beberapa regio korteks, terutama parieto-oksipital. Kelainan ini
bersifat irreversibel. Kelainan neuronal pada korteks serebri ini berhubungan dengan
berbagai defisit neurologis dimasa yang akan datang.7
Gambar 5. Struktur neuronal/ aksonal utama yang terlibat pada bayi prematur dengan
PVL.
Sumber: Volpe JJ.7
15
4.2. Patogenesis dan patofisiologi
Patogenesis dan patofisiologi PVL merupakan gabungan dari beberapa faktor. Otak
bayi yang prematur yang rentan mengalami cedera pada substansia alba. Terdapat beberapa
faktor yang saling berinteraksi dalam proses patogenesis PVL. Faktor patogenetik pada PVL
yaitu:4,18
a. Anatomi vaskular dan faktor fisiologis
Komponen fokal dan difus PVL dipengaruhi oleh perkembangan pembuluh darah
yang menyuplai area substansia alba serebri. Substansia alba disuplai oleh arteri short
penetrators dan arteri long penetrators yang merupakan cabang dari arteri serebri media.
Pada bayi prematur, pembuluh darah ini belum sepenuhnya berkembang; baik arteri short
dan long penetrators relatif sedikit dalam jumlah dan cabangnya. Lesi nekrotik fokal dari
PVL terjadi di daerah yang dianggap zona end arteri dan border zone. Faktor anatomi
pembuluh darah tersebut berpengaruh terhadap penurunan aliran darah serebri pada bayi
prematur.18
Komponen fokal terbentuk pada end zone arteri long penetrators. Komponen fokal
ditandai dengan hilangnya semua elemen selular. Pada bayi prematur, bagian distal dari
pembuluh darah arteri long penetrators ini tidak berkembang dengan baik, menyebabkan
kurangnya aliran darah ke daerah yang disuplainya sehingga terjadi iskemia berat.
Berbeda dengan komponen fokal, komponen difus terbentuk di area perbatasan antara
arteri short penetrating dan arteri long penetrating (border zone). Arteri short penetrating
belum berkembang sempurna hingga korteks serebri berkembang penuh pada periode
posterm. Dengan kurangnya aliran darah ke otak, proses iskemia dan hilangnya prekursor
oligodendroglial pun terjadi.4
16
Gambar 6. Gambaran skematik potongan koronal serebrum dengan komponen fokal dan
difus PVL
Sumber: Volpe, JJ.4
17
c. Infeksi/Inflamasi dan Iskemia
Insidens PVL pada bayi prematur meningkat dengan adanya bukti terdapat infeksi
maternal, plasental dan fetal, peningkatan kadar IL-6 pada darah umbilikus, peningkatan
kadar IL-6 dan IL-1β pada cairan amnion, dan peningkatan kadar interferon, IL-1 dan IL-6
dalam darah neonatus. Efek langsung peningkatan sitokin atau produk bakteri adalah
kerusakan pada oligodendroglial. Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa TNF α
bersifat toksik terhadap oligodendroglial, namun di beberapa penelitian lain ditemukan
bahwa TNF α tidak bersifat toksik melainkan interferon-γ. Oligodendrosit immatur lebih
rentan terhadap sitotoksik interferon-γ dibandingkan dengan oligodendrosit matur. Infeksi
dan sitokin dapat menyebabkan iskemia-reperfusi dan menyebabkan kerusakan pada
oligodendroglial.4,18
Patogenesis PVL melibatkan proses intrauterin dan postnatal. Terdapat interaksi
kompleks antara vaskularisasi postnatal dan regulasi aliran darah serebri, gangguan
prekursor oligodendrosit yang diperlukan untuk myelinasi, dan infeksi atau inflamasi
maternal/fetal. Risiko PVL meningkat pada pasien dengan perdarahan intrakranial dan
atau ventrikulomegali. Kerusakan substansia alba otak/PVL bertanggung jawab atas porsi
substansia pada perkembangan neurologi bayi prematur dengan berat badan yang sangat
rendah.4
18
d. Kerentanan Substansia Alba Terkait Prematuritas
Substansia alba yang imatur lebih rentan rusak apabila terpapar dengan keadaan
hipoksia-iskemia. Saat terjadi iskemia, terdapat peningkatan radikal bebas. Peningkatan
radikal bebas seperti anion superoksida dan hidrogen peroksida menyebabkan terjadinya
stres oksidatif yang menyebabkan kematian oligodendrosit immatur, yang bermanifestasi
sebagai komponen difus pada PVL. Oligodendrosit immatur terbukti sangat rentan
terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Hal ini dibuktikan dengan adanya
deprivasi sistin (demikian juga penurunan kadar glutathion) yang sangat banyak pada pre-
OL saat dipaparkan dengan radikal bebas, namun tidak pada oligodendrosit matur
(Gambar 8A). Prekursor oligodendrosit juga memiliki kemampuan yang lebih rendah
dibandingkan oligodendrosit matur dalam mengendalikan radikal bebas (Gambar 8B),
sehingga radikal bebas dapat terakumulasi pada pre-OL, dan tidak pada oligodendrosit
matur. Pertahanan antioksidan, baik perkembangan maupun reaktivitasnya, terutama
glutathione peroxidase dan katalase pada pre OL terlihat tertunda dibandingkan dengan
oligodendrosit matur (Gambar 8C). Pada saat pertahanan antioksidan gagal untuk
mengendalikan radikal bebas, hidrogen peroksida terakumulasi, dan dengan adanya Fe2+,
terbentuk deadly hydroxyl radical. Fe2+ bebas beredar karena besi diperlukan untuk
diferensiasi oligodendrosit dan karena adanya keadaan hipoksia-iskemik yang
menyebabkan akumulasi besi yang tidak terikat pada protein. Skema ringkasan
patogenesis kematian oligodendrosit dibawah kodisi iskemia-reperfusi (Gambar 8D).
Peran pusat serangan radikal bebas dan dasar kerentanan prekursor oligodendrosit
(Gangguan pertahanan antioksidan dan adanya Fe2+).4,18
19
e. Peran Mikroglia terhadap Perkembangan ROS dan RNS (Reactive Oxygen Species dan
Reactive Nitrogen Species)
20
BAB V
DIAGNOSIS
21
Pada PVL difusa zona peritrigonal dapat terjadi defisit persepsi visual, bila terjadi
pada area frontalis yang lebih besar, dapat menyebabkan gangguan pemusatan perhatian dan
fungsi luhur lainnya. Banyak bayi prematur mengalami gangguan pengenalan sosial serupa
dengan ASD (Autistic Spectrum Disorder). Gangguan minor seperti gangguan intelegensi,
gangguan perkembangan, disfungsi penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan
keseimbangan terlihat pada PVL tipe non kistik.14
22
bermanfaat dalam mendiagnosis PVL pada bayi prematur karena deteksi lesi yang lebih
sedikit dibandingkan pemeriksaan ultrasound atau MRI.33
Pemeriksaan ultrasound kranial telah digunakan di awal tahun 1980, terutama untuk
diagnosis dan follow up . Pemeriksaan ultrasound menunjukan peningkatan ekogenitas
substansia aba, yang muncul setelah 24-48 jam setelah terjadinya hipoksia-iskemia.17,33
Ultrasound kranial pada minggu pertama dapat mendeteksi echodensitas fokal dan
lesi kistik, tapi teknik imaging lebih lanjut diperlukan untuk mendeteksi kerusakan difus.
Berdasarkan de Vries (1992), PVL dibagi menjadi:17,33
a. Stadium 1
PVL didiagnosis sebagai stadium 1 jika terdapat area dengan ekogenisitas
periventrikular yang meningkat tanpa pembentukan kista yang bertahan selama lebih
dari 7 hari. Peningkatan ekogenisitas periventrikular sebenarnya sulit dibedakan dengan
halo periventrikular normal atau hiperechoic ‘blush’normal di posterosuperior trigonum
ventrikel, namun diagnosis dapat ditegakkan jika ekogenisitas bersifat asimetris, kasar,
globular atau lebih hiperekoik jika dibandingkan dengan pleksus koroideus. Biasanya
pada usia 2-3 minggu echotexture periventrikular yang abnormal menghilang.17
b. Stadium 2
PVL stadium 2 didiagnosis jika terdapat kista periventrikular yang beerukuran
kecil. Pada saat pembentukan kista, ekogenisitas biasanya telah menghilang. Terdapat
2% dari neonatus yang dilahirkan dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu
23
mengalami pembentukan PVL kista. PVL kista dapat ditemukan pada hari pertama
kelahiran, yang mengindikasikan bahwa kerusakan mulai terjadi setidaknya 2 minggu
prenatal.17
c. Stadium 3
PVL didiagnosis sebagai stadium 3 jika terdapat area peningkatan ekogenisitas
periventrikular, yang berkembang menjadi kista periventrikular ekstensif di regio
oksipital dan frontoparietal.17
d. Stadium 4
PVL stadium 4 didiagnosis jika terdapat area dengan peningkatan ekogenisitas
periventrikular pada ‘deep’ substansia alba yang berkembang menjadi kista
subkortikal ekstensif. PVL stadium 4 paling sering terlihat pada neuonatus fullterm,
berkebalikan pada PVL stadium 1-3.17
24
Gambar 13. Potongan Koronal dan Transversal PVL stadium 4
Sumber: Beek, dkk.17
Selain stadium 1-4, terdapat istilah flaring, yang digunakan apabila ditemukan zona
periventrikular yang sedikit ekogenik, yang muncul hanya pada minggu pertama kehidupan.
Pada keadaan ini, belum bisa dipastikan apakah anak mengalami flaring atau PVL stadium
1. Gambar 14 menunjukkan Flaring (atas) dan pemeriksaan awal yang menunjukkan flaring
(kanan bawah) follow up 1 bulan kemudian yang memperlihatkan substansia alba yang
normal (kiri bawah).
25
weighted MRI dapat digunakan untuk deteksi awal PVL difus/kerusakan substansia alba.
Bentuk kerusakan akibat hipoksia-iskemia dapat terlihat pada MRI, termasuk peningkatan
sinyal abnormal regio periventrikular pada gambar T2-weighted, kehilangan jaringan
substansia alba, dilatasi ventrikel, ensefalopati multikistik, dan nekrosis ganglia basalis.33
26
simetris, bilateral, terletak di medial dan lebih rendah dibanding PVL kistik
sedangkan PVL kistik mempunyai batas irregular, gambaran bercak-bercak, dan
terletak 3-10 mm dari ependyma (gambar 11). 14
Gambar 16. Pemeriksaan ultrasound menunjukkan perbedaan PVL dan kista frontal
prenatal.
Sumber: Marcialis MA, dkk.14
c. Poroensefali paraventrikular
Poronsefali paraventrikular dan PVL kistik merupakan bentuk terbanyak
diantara kista parenkimal otak pada neonatus. Berbagai etiologi seperti iskemia,
infeksi dan perdarahan dapat menyebabkan lesi kistik pada otak. Manifestasi klinis
poronsefali paraventrikular dan PVL kistik tidak jauh berbeda yaitu kejang dan
gangguan perkembangan. Pada gambaran ultrasound, poronsefali paraventrikular
berbentuk kista yang besar, meluas berhubungan dengan ventrikel omolateral, yang
membentuk gambaran infark venosus dari daerah perkembangannya. PVL kistik
mempunyai tepi yang halus, terletak 3-10 mm dari ependima, biasanya multipel dan
bilateral (gambar 12).14,32
27
Gambar 17. Pemeriksaan ultrasound menunjukkan perbedaan PVL dan poroensefali
periventrikular.
Sumber: Marcialis MA, dkk.14
28
BAB VI
29
6.3. Pencegahan
Pemantauan analisis gas darah dibutuhkan untuk menurunkan keparahan PVL.
Pencegahan PaCO2 dibawah 35 mmHg dapat menurunkan risiko palsi serebri. Pada suatu
penelitian skala besar oleh Kinsella JP dkk (2006), menunjukkan bahwa insiden PVL pada
BBLR dengan gagal napas menurun dengan terapi inhalasi NO (iNO/ Inhaled Nitric Oxide)
kosentrasi rendah. Terapi inhalasi diberikan pada bayi prematur yang mendapatkan ventilasi
mekanik. Penelitian pada hewan menunjukkan iNO dapat mencegah PVL yang diinduksi
hipoksia dan merangsang myelinasi. 35,44
Terapi hipotermi dapat menurunkan kejadian gangguan neurologis pada neonatus
cukup bulan dengan riwayat asfiksia, namun belum ada penelitian pada bayi prematur. Terapi
hipotermi merupakan tatalaksana rutin pada bayi baru lahir dengan asfiksia. Hipotermia
mengurangi risiko berbagai kerusakan otak, salah satunya PVL. Meskipun penelitian pada
bayi baru lahir masih terbatas dibandingkan dengan penelitian pada orang dewasa, beberapa
penemuan tersebut mengemukakan kondisi hipoksia-iskemia memiliki efek signifikan
terhadap vaskularisasi serebri imatur, yang menyebabkan berbagai kerusakan bagian otak.
Terapi hipotermi dapat mengurangi risiko hipoksia-iskemia pada bayi baru lahir, sehingga
dapat mencegah beerbagai kerusakan jaringan otak salah satunya adalah PVL. 35,41
Pemberian betametason pada masa antenatal dapat menurunkan risiko kistik pada
PVL. Pada penelitian retrospektif-observasional pada 883 bayi baru lahir, angka kejadian
PVL kistik lebih rendah pada bayi baru lahir dengan riwayat ibu mendapat betametason
antenatal dibanding pada ibu yang menerima deksametason (odd ratio 0.3) maupun tidak
menerima glukokortikoid (odd ratio 0.5).37
N-acetylcsyteine, merupakan obat antioksidan untuk menurunkan radikal bebas,
mempunyai efek antiinflamasi kuat dalam menghambat inflamasi neutrofilik, menurunkan
LPS(lipopolysaccharide)-induced cytokines. Pemberian N-acetylcsyteine pada ibu dengan
usia kehamilan trimester tiga dapan menghambat induksi sitokin proinflamasi dan
mengurangi kerusakan progenitor oligodendroglial. Namun N-acetylcsyteine dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi fetus sebelum kelahiran. 14, 35
6.4. Komplikasi
Seiring kemajuan ilmu dan teknologi terhadap tatalaksana perinatal dan ruang intensif
neonatus, angka kelangsungan hidup pada bayi baru lahir dengan BBLR, prematur dan
asfiksia berat, semakin meningkat. Sebagai risiko, angka kejadian kerusakan jaringan otak
30
pada bayi tersebut semakin meningkat, salah satunya PVL. Bayi dengan PVL mempunyai
prognosis yang buruk dengan angka mortalitas yang cukup tinggi akibat prognosis yang
buruk. Lima puluh persen penderita PVL yang bertahan hidup, akan memiliki sekuele salah
satunya adalah palsi serebri. Beberapa penelitian menunjukkan PVL merupakan faktor risiko
independen terjadinya palsi serebri (cerebral palsy atau CP). CP dikarakteristikan dengan
berbagai gangguan perkembangan meliputi gerakan dan postur. Salah satu bentuk CP, dapat
dilihat saat bayi mulai merangkak dan ditemukan bahwa bayi tersebut cenderung menyeret
kedua kaki di belakang, berbeda dengan anak normal yang menggunakan kedua tangan dan
kakinya untuk bergerak saat merangkak. CP merupakan gangguan serius pada anak-anak dan
memengaruhi kelangsungan serta kualitas hidup anak-anak.36,42
Selain gangguan gerakan dan postur pada CP, manifestasi lanjut PVL sering terkait
dengan beberapa kondisi seperti epilepsi, gangguan visual dan auditori, retardasi mental dan
gangguan perkembangan bahasa.42
6.5. Prognosis
Temuan kelainan substansia alba pada MRI kepala merupakan prediktor adanya
gangguan perkembangan neurologis di masa yang akan datang. Pada BBLSR dengan PVL,
10% akan mengalami CP dan 50% akan mengalami gangguan sekolah. Insiden CP akan
meningkat pada bayi prematur. Insiden CP pada bayi dengan usia gestasi kurang dari 36
minggu sebanyak 20%.33
31
BAB VII
RINGKASAN
32
Rehabilitasi medik dapat mencegah deformitas sekunder. Pada bayi prematur,
intervensi dini dapat dimulai pada saat usia bayi telah aterm. Intervensi dini terbukti memiliki
efek positif terhadap perkembangan kognitif sampai usia 3 tahun.
Bayi dengan PVL mempunyai angka mortalitas yang cukup tinggi akibat prognosis
yang buruk. Lima puluh persen penderita PVL yang bertahan hidup, akan memiliki sekuele
salah satunya adalah palsi serebri
33